Tangan Tiffany yang memegang kursi roda seketika menegang. Setelah mendengar semua ini, dia baru teringat bahwa tidak ada pelayan yang menghiraukan mereka sejak mereka masuk.Di bawah sinar bulan, Tiffany memandang wajah tampan Sean. Dia merasa pria ini sangat kasihan. Michael yang merupakan kakak sepupu Sean malah menghinanya karena cacat, bahkan melecehkan istrinya di hadapannya.Paman dan bibinya juga meremehkannya. Selain itu, kakek Sean .... Dulu Tiffany mengira Darmawan sangat menyayangi Sean. Jika tidak, mana mungkin dia peduli pada pernikahan Sean?Namun, setelah melihat sikap dingin Darmawan tadi, Tiffany merasa Darmawan tidak benar-benar menyukai Sean.Setelah memikirkan semua ini, hati Tiffany terasa getir. Sejak kecil, Sean telah kehilangan keluarga terdekatnya dan kerabatnya memperlakukannya dengan buruk. Dia pasti sangat sedih, 'kan?Tiffany tiba-tiba menjulurkan tangannya yang bergetar secara naluriah. Dia menyentuh tangan Sean yang dingin. Sean pun terkejut dan menggera
Michael yang sedang murka tentu tidak bersedia mendengar cemoohan seperti ini. Dia menendang kursi roda Sean lagi. Kursi roda itu sampai hampir terjatuh.Michael mengira tendangan ini sudah cukup untuk membuat Sean terguling dari kursi rodanya. Namun, sepasang tangan yang mungil sontak menangkap kursi roda itu dengan erat saat kursi roda itu hampir terjatuh.Tiffany menggenggam pegangan kursi roda dengan sekuat tenaga. Dia memelototi Michael sambil membentak, "Kamu nggak boleh menindas suamiku!"Amarah pada tatapan Tiffany membuat Michael sempat mengira ada yang salah dengan pandangannya. Gadis ini jelas-jelas terlihat begitu lemah lembut sebelumnya. Tiffany bahkan tidak bersuara saat Michael meremas bokongnya. Kini, dia malah memelotot dan membentaknya?Michael terkekeh-kekeh, lalu menjulurkan tangan dan mengangkat dagu Tiffany. Dia membalas, "Kenapa? Kamu ingin membela suami cacatmu ya? Jangan lupa, kamu sendiri juga cuma wanita lemah."Michael terkekeh-kekeh kejam dan meneruskan, "K
Di bawah sinar bulan yang terang, Sean tersenyum lembut dan menggoda. Tiffany menggigit bibirnya dan merasa wajahnya sangat panas. Dia menyahut, "Ya ... aku akan memeriksanya setelah pulang nanti."Kemudian, Tiffany menarik napas dalam-dalam sebelum meneruskan, "Sebenarnya aku cuma memaksakan diri tadi. Tubuhnya besar sekali, mana mungkin aku sanggup melawannya? Aku juga nggak sanggup melindungimu."Tiffany menunduk menatap kaki ayamnya sambil berkata lagi, "Untungnya, lariku sangat cepat. Aku bisa membawamu kabur."Penampilan serius Tiffany membuat Sean tidak bisa menahan tawa. Dia bertanya, "Jadi, kamu berencana membawaku kabur setiap kali ada masalah?""Ya. Tapi, aku nggak bakal terus kabur. Setelah aku jadi kuat, aku bisa melindungimu." Tiffany mengangguk, lalu teringat pada sesuatu sehingga menggeleng lagi.Sean menatapnya untuk waktu yang cukup lama, lalu berujar sambil tersenyum, "Oke, aku akan menunggumu menjadi kuat.""Ya." Tiffany mengepalkan tangannya dengan erat. Wajahnya m
Tiffany mengernyit, berusaha mengingat kejadian semalam. Dia hanya ingat dirinya dan Sean naik ke mobil yang dikendarai oleh Genta.Ketika saat itu, Tiffany merasa kantuk dan ingin beristirahat sejenak. Alhasil, dia malah tidur sampai keesokan pagi. Lantas, bagaimana dia bisa tidur di kamar ini?Jangan-jangan .... Tiffany teringat pada mimpinya. Ini tidak mungkin! Dia buru-buru menggeleng, menyingkirkan pemikiran yang tidak masuk akal ini."Sudah bangun?" Terdengar suara merdu seorang pria. Tiffany termangu sesaat sebelum menoleh memandang ke arah sumber suara.Saat berikutnya, Tiffany langsung bertemu pandang dengan mata Sean yang dalam. Wajah Tiffany sontak memerah. Dia segera memalingkan wajahnya.Siapa yang bisa memberitahunya kenapa mata seseorang yang buta bisa setajam ini? Akan tetapi, setelah teringat bahwa Sean buta, Tiffany merasa reaksinya terlalu berlebihan. Dia bertanya sambil tersenyum, "Kamu sudah bangun?""Ya." Sean tentu melihat semua gerak-gerik Tiffany. Dia tersenyum
Maserati hitam melaju di jalan dan akhirnya berhenti di gedung Universitas Aven. Begitu turun dari mobil, Tiffany langsung berlari ke ruang kelasnya tanpa sempat mengucapkan terima kasih kepada Genta.Yang ada di ruang kelas bukan hanya buku catatan dan buku latihan, tetapi juga sertifikat dan kartu ulang tahun yang diberikan neneknya setiap tahun.Beberapa kartu itu memang terlihat jelek, bahkan tulisan di atasnya juga miring. Namun, itu adalah barang berharga untuk Tiffanny.Pagi-pagi, kampus sudah ramai dan banyak yang berkumpul di depan lift. Ketika Tiffany menunggu di depan lift, tiba-tiba Julie meneleponnya lagi."Tiff, kamu sudah di mana? Mereka makin lama makin merajalela!" seru Julie. Tiffany bisa mendengar isak tangis sahabatnya itu! Jantungnya berdetak kencang.Tiffany menarik napas dalam-dalam. Dia memutuskan untuk tidak menunggu lift lagi dan berlari ke tangga di samping. Tidak masalah kalau harus naik tangga sampai lantai 8!Karena belum makan sarapan, kaki Tiffany pun te
Selesai bicara, Michael yang teringat sesuatu menunjuk memar di dahinya dan bertanya, "Tiffany, seharusnya kamu masih ingat kenapa dahiku bisa memar, 'kan?"Tiffany berpikir sejenak, memangnya ada hubungan dengan dia? Apa dia yang melukainya dengan sepatu hak tinggi semalam?Michael menatap Tiffany dan mencibir. Dia melanjutkan, "Dibandingkan dengan apa yang kalian lakukan padaku semalam, aku rasa perbuatanku sama sekali nggak keterlaluan."Kemudian, Michael melihat sekilas barang-barang yang dipegang Tiffany dan menambahkan, "Kalau aku tahu kamu sangat menghargai sampah-sampah ini, seharusnya aku bakar semua saja."Semalam Ronny sudah memperingatkan Michael agar tidak bertindak gegabah. Namun, ini adalah pertama kalinya Michael dilukai dengan sepatu hak tinggi. Mana mungkin dia diam saja?Tiffany memelototi Michael seraya berucap dengan geram, "Kamu memang pantas diberi pelajaran semalam!"Michael yang melecehkan Valerie dan dia sendiri yang bertengkar. Kenapa Michael malah menyalahka
Michael melihat Tiffany seraya menahan tawa. Dia berkata, "Tentu saja. Kalau kamu melepaskan bajuku dan melakukan oral seks untukku, mungkin aku akan kehilangan minat padamu."Tiffany mengangguk dengan serius, lalu membalas, "Oke. Aku akan mengikuti kemauanmu."Begitu Tiffany melontarkan ucapannya, Michael tidak bisa menahan tawanya lagi. Dia melambaikan tangan kepada kedua pria berpakaian hitam dengan perasaan gembira dan memerintah, "Lepaskan dia."Kedua pria berpakaian hitam juga merasa antusias. Mereka pun melepaskan Tiffany. Melihat Tiffany menghampirinya, Michael bertanya seraya menyipitkan matanya, "Kamu mau mempermainkan aku, ya?"Tiffany tersenyum lebar dan berucap dengan tulus, "Aku nggak mungkin bisa lawan kalian sendirian. Mana mungkin aku mempermainkanmu? Kita sudah sepakat, aku lepaskan bajumu dan melakukan ... itu. Jadi, kamu nggak akan sentuh aku lagi."Michael tertawa, lalu menceletuk, "Benar! Ayo, cepat!"Tiffany mendekati Michael dan melepaskan kancing baju Michael d
Jika kelak Michael menindas Sean lagi, mungkin ... Tiffany akan menusuk Michael dengan pisau. Gadis desa yang terpelajar benar-benar menakutkan!Tiffany mengatupkan bibirnya. Dia sudah mengancam dan menakut-nakuti Michael. Sekarang, dia harus memikirkan cara untuk menyelamatkan diri.Walaupun saat ini Tiffany sudah mengendalikan Michael, pria berpakaian hitam masih menunggu di luar. Mereka juga menahan Julie. Bagaimana kalau mereka mengancam Tiffany dengan Julie untuk melepaskan Michael?Tiffany tidak mungkin meninggalkan Julie. Namun, jika Michael dilepaskan, dia pasti akan menyuruh pria berpakaian hitam untuk menangkap Tiffany.Tiffany memegang pisau yang diarahkan ke dada Michael sambil merenungkan semua kemungkinan yang bisa terjadi nanti.Bagi Michael, Tiffany terlihat seperti ragu-ragu bagaimana menusuk jantungnya dengan pisau. Hal ini membuat Michael makin ketakutan.Michael sangat dimanjakan Ronny dan Lulu. Padahal, dia hampir berumur 30 tahun. Namun, dia tidak pernah mengalami
Sean mengernyit, lalu mengangguk dan menjawab, "Boleh.""Terima kasih," ujar Zara. Dia menunduk dan meminum sepertiga obat di tangannya sambil terisak pelan.Zara berkata, "Sebenarnya ... aku nggak sedekat itu dengan ayah dan kakakku. Sejak kecil hingga dewasa, hanya ibuku yang memperlakukanku dengan baik. Sayangnya ...."Gadis itu tersenyum pahit. Air mata mengalir tanpa bisa ditahan dari sudut matanya. "Aku merindukan ibuku ...," ucapnya.Tangisan Zara menular. Tangan Julie yang sedang memegang sendok makan juga membeku di udara. Dia tersenyum getir dan menimpali, "Sebenarnya, kamu masih lebih baik dariku."Julie menatap mata Zara yang memerah dan berucap dengan hati sendu, "Setidaknya kamu punya kenangan indah bersama ibumu. Kamu tahu apa yang kuingat tentang ibuku? Sebelum aku berusia 7 tahun, dia hanya terbaring tanpa bisa bergerak.""Setiap hari ayahku membersihkan tubuhnya dan perawat memberinya larutan nutrisi, sementara aku hanya bisa melihatnya dengan tatapan kosong. Ibu lain
Zara menarik Tiffany memasuki rumah sambil memutar bola matanya dan berseru, "Biarpun aku nggak di dekatmu, belum tentu juga kamu bisa dapat istri!"Tiffany menatap Zara tanpa daya. Pada pertemuan pertama mereka, dia sempat merasa rendah diri. Mereka sebaya, tetapi Zara terkesan jauh lebih dewasa baik dari segi IQ maupun EQ. Namun, sekarang ....Tiffany memandangi gadis di sebelahnya yang terus beradu mulut dengan Charles. Mungkin Zara hanya pintar berakting.Di dalam rumah bergaya tradisional itu, Mark dan Julie sudah menyiapkan peralatan makan di meja.Begitu Tiffany masuk, Zara langsung memamerkan hasil kerja kerasnya dan berkata, "Lihat, lihat. Ini paha ayam yang kumasak. Kak Julie bilang rasanya enak. Bahkan lebih enak dari masakan koki di Restoran Imperial."Tiffany memandang ke arah yang ditunjuk Zara. Terlihat sepiring paha ayam yang menggugah selera di sana. Setelah penerbangan pagi itu, Tiffany memang sudah lapar. Dia mengulurkan tangan untuk mengambil satu paha ayam, tetapi
Sean yang sudah memprediksi jawaban Tiffany hanya bisa menggelengkan kepalanya tanpa daya. Dia lalu memanggil Sofyan datang dan berkata padanya, "Kamu dan Chaplin bisa pulang duluan. Tinggalkan kotak hadiah yang dibeli Tiffany, sisanya kalian bawa pulang."Sofyan mengangguk, lalu segera memberikan kotak hadiah yang dibeli Tiffany kemarin pada Sean. Setelah itu, dia pulang bersama Chaplin dengan mobil.Sean mengemudi sendiri, membawa Tiffany dari bandara di Kota Aven menuju desa tempat Zara tinggal.Tiffany yang duduk di kursi belakang memandang ke luar jendela. Dia tengah memikirkan betapa paman dan bibinya akan gembira saat mereka melihat apa yang dibelinya.Pemikiran ini membuatnya makin bersemangat. Tiffany bahkan mulai tertawa-tawa sendiri di kursi belakang.Sean yang mengemudi di depan hanya bisa menggeleng tanpa daya ketika melihat tingkah menggemaskan istrinya. Setiap tindak tanduk gadis itu selalu bisa membuatnya gemas hingga ingin memeluk dan melahapnya.Dengan mengikuti alama
Sean juga meminta penyumbat telinga untuk dirinya sendiri, tetapi suara Xavier masih saja menembus gendang telinganya. Dia hanya bisa memejamkan mata dan mengernyit dalam-dalam.Menurut rumor, sejak keluarga dari Kota Zenith itu dipimpin kepala keluarganya 12 tahun lalu, para anggotanya hidup di bawah aturan ketat. Apa Xavier terlalu dikekang di rumah sehingga dia menjadi begitu liar saat di luar? Sean berusaha menahan sabar sepanjang perjalanan.Akhirnya, pesawat jet mereka mendarat di Kota Aven. Di depan gerbang kedatangan, Xavier berpamitan sambil tersenyum ceria, "Kelinci Kecil, Pak Sean, sampai ketemu lagi! Jangan terlalu merindukanku, ya!"Tiffany mengusap matanya yang masih mengantuk. Dia lalu memutar bola matanya dan mencibir, "Siapa yang akan merindukannya?"Mereka hanya pernah mengobrol beberapa kali. Sean dan Xavier bahkan lebih jarang lagi bicara. Namun, pria itu selalu bersikap seolah-olah mereka sangat dekat. Apa Xavier terlalu ramah atau terlalu sok akrab?Tiffany merega
Tiffany bertanya sambil cemberut, "Bisnis keluarga yang kamu bilang itu ada di Kota Aven?""Pintar! Sebenarnya kepala keluarga memberiku uang untuk beli tiket pesawat sendiri. Tapi, waktu aku memberi tahu Pak Derek, dia bilang uang itu lebih baik aku tabung untuk modal menikah di masa depan," sahut Xavier sambil tersenyum cerah.Tiffany tertawa saat melihat raut serius Xavier. Dia berkata, "Modal nikah? Hidupmu sulit juga, ya. Sebelum ada pasangan, kamu bahkan sudah mencicil modal menikah sepuluh tahun sebelumnya."Xavier tertawa kecil dan menimpali, "Begitulah ...."Kemudian, Xavier tiba-tiba merasa ada yang salah. Dia berucap, "Kelinci Kecil, apa maksudmu? Usiaku 25 tahun. Kamu lagi mengutukku nggak akan menikah sampai aku 35 tahun? Jahat sekali!"Tiffany mengangkat bahunya. Sambil menyeret koper keluar dari kamar, dia membalas, "Jahat apanya? Aku hanya membuat prediksi yang masuk akal. Dengan sifatmu yang menyebalkan itu, kamu pasti akan sulit dapat jodoh."Xavier memutar bola matan
Xavier tersenyum kepada Derek, lalu bertanya seraya mengerjap, "Kamu nggak puji dia?"Derek mengusap janggutnya dan menjawab, "Prestasi Tiffany bagus, itu berarti dia belajar dengan serius. Dia lebih hebat dari putraku. Dulu, putraku hanya memikirkan untuk meninggalkan kampung halamannya dengan membawa gitar waktu sekolah."Bronson berdeham, lalu menimpali sembari mengernyit, "Ayah!"Kenapa Derek mengungkit hal memalukan yang dilakukan Bronson sewaktu muda di depan para junior?"Apa? Dulu prestasimu memang jelek!" tegur Derek sambil memelototi Bronson. Kemudian, dia menggenggam tangan Tiffany dan berujar seraya tersenyum, "Kamu harus rajin belajar dan capai cita-citamu, lakukan hal yang kamu sukai. Jangan ... tiru Sean yang cuma sibuk kerja setiap hari."Tiffany menyahut, "Oke, Kakek."Derek berucap sambil berlinang air mata, "Kakek menyukaimu. Ke depannya kamu harus sering datang. Setelah kamu pergi, Kakek nggak bisa melihat kamu yang ceria lagi."Tiffany merasa tidak tega saat meliha
"Tapi, sekarang kamu yang melindungiku," kata Tiffany. Dia tersenyum lebar kepada Sean dan menambahkan, "Sebenarnya aku merasa sangat bahagia menikah denganmu."Pada saat berusia 17 tahun, Tiffany pernah bermimpi bisa menikah dengan pria yang tampan, lembut, kaya, dan memanjakannya. Julie mentertawakan mimpi Tiffany yang tidak realistis.Siapa sangka, Tiffany yang berasal dari desa benar-benar menikah dengan pria seperti Sean. Mungkin banyak orang tidak percaya dengan hal ini.Jadi, Tiffany bisa terima jika orang lain cemburu padanya. Dia juga terima jika orang lain menyindir dan mentertawakannya. Semua ini karena Tiffany mendapatkan banyak hal.Sean memandangi Tiffany, lalu tersenyum dan berjanji, "Tiffany, aku akan menyayangimu selamanya.""Aku tahu," ujar Tiffany. Dia berkata lagi, "Kapan kita pulang ke Kota Aven? Julie bilang sekarang ayam yang dibuat Zara sangat enak dengan bantuannya. Aku ingin mencicipinya."Kemudian, Tiffany mendongak dan meneruskan, "Oh, iya. Kita belum menemu
Cathy juga terdiam.....Setelah mengusir 2 wanita yang menyebalkan itu, Tiffany mengambil tas itu dengan perasaan gembira dan lanjut jalan-jalan di mal. Akhirnya, Tiffany memutuskan untuk memberikan pena kepada Sean.Pena yang biasanya dipakai Sean di ruang kerjanya sudah terlihat lama. Tiffany menebak pena itu pasti mempunyai kegunaan istimewa untuk Sean.Jadi, Tiffany berencana memberikan pena baru kepada Sean agar Sean bisa menyimpan pena di ruang kerjanya sebagai kenang-kenangan.Sesudah Tiffany selesai jalan-jalan, Sean sudah selesai bertengkar dengan Mark. Sean menyuruh Sofyan mengantar barang-barang ke kediaman Keluarga Japardi, lalu membawa Tiffany makan di restoran yang unik.Sean tersenyum saat melihat Tiffany yang duduk di seberangnya memotong steik dengan susah payah. Dia berkata, "Kamu makan ini saja."Sean memberikan steiknya yang sudah dipotong kepada Tiffany, lalu memindahkan piring Tiffany ke tempatnya. Tiffany tersenyum canggung dan berkomentar, "Aku memang agak bodo
Staf toko terdiam. Bos mereka berstatus tinggi, kenapa gadis yang terlihat seperti mahasiswa ini berbicara seolah-olah suaminya adalah bos dari mal ini?Staf toko memang tidak memercayai ucapan Tiffany, tetapi dia segera meletakkan tas dan pergi mengecek nama bos mereka agar Tiffany tidak berebutan dengan Cathy lagi.Satu menit kemudian, staf toko tersenyum kepada Tiffany. Dia mengambil tas dan berucap, "Nyonya Tanuwijaya, aku urus pembayarannya untukmu sekarang. Kamu mau bayar pakai kartu atau uang tunai?""Pakai kartu," sahut Tiffany.Respons staf toko benar-benar di luar dugaan Jayla. Dia melihat perubahan sikap staf toko kepada Tiffany dengan ekspresi kaget dan marah-marah, "Kenapa kamu bersikap seperti ini? Bagaimanapun, selama ini Cathy menghabiskan uang ratusan juta di sini setiap bulan. Apa seperti ini pelayanan kalian terhadap pelanggan lama?"Staf toko menimpali tanpa berbalik, "Bu, nggak masalah kalau kami kehilangan pelanggan penting seperti Bu Cathy. Tapi, kami nggak boleh