Share

Bab 12

Michael mengerlingkan mata sambil membalas, "Kalau aku keluar, bukankah aku akan dihajar sampai mati?"

Suara Sean tetap terdengar datar. "Ternyata kamu begitu nggak punya tanggung jawab. Seingatku, Kakek baru memberimu jabatan presdir di anak perusahaan, 'kan? Masalah begini saja harus diurus oleh Kakek. Kalau para pemegang saham tahu, takutnya kamu bisa dilengserkan dari jabatanmu."

Begitu ucapan ini dilontarkan, Michael tidak mungkin berkesempatan untuk mundur lagi. Lulu pun bangkit, lalu menarik Michael dan berujar dengan lantang, "Michael tentu bisa menangani masalah sepele begini. Kamu nggak perlu mengejeknya!"

Tiffany mengernyit menatap Lulu yang membawa Michael keluar. Michael sama sekali tidak merasa dirinya bersalah. Tiffany yakin masalah ini akan berakhir buruk jika diatasi mereka.

Tiffany berbalik, lalu mendapati Sean sedang meminum teh dengan santai. Darmawan memanggil kepala pelayan dengan ekspresi masam, lalu membisikkan sesuatu kepadanya.

Setelah kepala pelayan pergi, Darmawan menatap Sean sambil tersenyum dan berucap, "Keluarga Sanskara nggak pernah mengalah, sedangkan Michael nggak merasa bersalah. Dengan kecerdasanmu itu, kamu pasti tahu hasilnya akan sangat buruk kalau Michael yang menanganinya, 'kan?"

Begitu ucapan ini dilontarkan, suara pertengkaran di luar pun makin besar. Tiffany bahkan bisa mendengar Michael memaki Valerie. Sesuai dugaan, situasi menjadi makin kacau.

"Kalian pergi saja dari pintu belakang. Kuanggap kalian nggak pernah datang malam ini." Darmawan bangkit dengan murka, lalu melirik Sean dengan sinis sambil berucap, "Aku nggak akan bersikap perhitungan padamu karena kesehatanmu kurang baik. Tapi, jangan pernah memperburuk situasi seperti ini lagi!"

Usai melontarkan itu, Darmawan langsung berjalan pergi. Sean masih duduk di kursi roda dengan senyuman angkuh.

Setelah menanyakan lokasi pintu belakang, Tiffany segera mendorong kursi roda Sean. Di sisi lain, pertengkaran di luar makin sengit.

Sean tidak mengucapkan sepatah kata pun sejak tadi. Tiffany mengira pintu belakang akan mudah ditemukan, tetapi jalan di halaman belakang kediaman Keluarga Tanuwijaya berliku-liku dan dihiasi banyak ornamen. Tiffany sepertinya tersesat ....

"Sepertinya aku tersesat," gumam Tiffany sambil menatap jalan batu yang sepertinya sudah dilewati belasan kali. Dia mengembuskan napas dan berkata lagi, "Seharusnya aku menyuruh pelayan membawa jalan tadi."

"Pelayan di sini nggak mungkin membantumu," sahut Sean.

"Kenapa? Ini rumah kakekmu, 'kan? Kamu cucunya, 'kan?" tanya Tiffany sambil mencebik.

Sean menyunggingkan senyuman sambil membalas, "Sepertinya kamu belum cukup paham tentang suamimu. Aku adalah pembawa sial yang terkenal di Kota Aven. Orang tuaku meninggal saat aku berusia 9 tahun."

"Waktu aku 13 tahun, aku nggak sengaja menyebabkan kecelakaan besar karena bermain. Kakakku dan 2 pelayan yang menjaganya tewas dalam kebakaran. Sementara itu, aku buta dan salah satu kakiku lumpuh."

"Kesialanku ini membuat Keluarga Tanuwijaya takut padaku. Mereka nggak berani dekat-dekat denganku. Makanya, aku tinggal sendirian. Aku sudah tinggal di vila itu selama 13 tahun."

Tiffany menganga dengan terkejut. Itu artinya, vila yang mereka tempati sudah ditempati oleh Sean selama 13 tahun sendirian?

Suara Sean terdengar dingin dan kesepian. Dia meneruskan, "Selama 13 tahun ini, aku cuma diizinkan pulang saat tahun baru. Kami sekeluarga akan makan bersama. Hari ini, kamu bisa datang karena kemarin kita menikah."

Sean terkekeh-kekeh, lalu berujar, "Pelayan di sini nggak mungkin menghormati seseorang yang telah diusir."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status