Share

Bab 14

Michael yang sedang murka tentu tidak bersedia mendengar cemoohan seperti ini. Dia menendang kursi roda Sean lagi. Kursi roda itu sampai hampir terjatuh.

Michael mengira tendangan ini sudah cukup untuk membuat Sean terguling dari kursi rodanya. Namun, sepasang tangan yang mungil sontak menangkap kursi roda itu dengan erat saat kursi roda itu hampir terjatuh.

Tiffany menggenggam pegangan kursi roda dengan sekuat tenaga. Dia memelototi Michael sambil membentak, "Kamu nggak boleh menindas suamiku!"

Amarah pada tatapan Tiffany membuat Michael sempat mengira ada yang salah dengan pandangannya. Gadis ini jelas-jelas terlihat begitu lemah lembut sebelumnya. Tiffany bahkan tidak bersuara saat Michael meremas bokongnya. Kini, dia malah memelotot dan membentaknya?

Michael terkekeh-kekeh, lalu menjulurkan tangan dan mengangkat dagu Tiffany. Dia membalas, "Kenapa? Kamu ingin membela suami cacatmu ya? Jangan lupa, kamu sendiri juga cuma wanita lemah."

Michael terkekeh-kekeh kejam dan meneruskan, "Kamu nggak takut aku menodaimu di hadapan suamimu?"

Michael mengira Tiffany yang dilecehkannya tadi tidak akan berani bersuara ataupun melawan. Namun, ternyata dia sudah salah.

Tiffany menggertakkan giginya dan berjalan dengan sepatu hak tinggi 7 sentimeternya. Kemudian, dia sontak menghajar Michael dengan sepatunya dan menghardik, "Nggak masalah kalau kamu menindasku, tapi jangan harap kamu bisa menindas suamiku!"

"Kamu kira suamiku sebatang kara ya? Asal kamu tahu, mulai hari ini aku yang akan melindunginya!"

Michael sungguh tercengang dengan perubahan mendadak Tiffany. Ketika tersadar kembali, Tiffany sudah mendorong kursi roda Sean dengan telanjang kaki dan menghilang dari hadapannya.

Michael menyeka wajahnya. Tercium bau amis darah. Setelah memaki, Michael hendak mengejar, tetapi dibentak oleh Ronny, "Cepat kembali! Kamu nggak merasa malu ya?"

"Tapi, Ayah, Sean jelas-jelas berniat jahat padaku!" Michael mencoba membela diri.

"Kamu yang salah! Siapa suruh kamu membuat masalah dan ketahuan? Bersikap yang patuh sedikit!" hardik Ronny sambil memelototi Michael.

"Kakekmu masih marah besar. Kalau sampai dia melapor pada kakekmu, jangan harap kamu bisa mendapat sepeser pun lagi darinya!" tegur Ronny.

Michael tersenyum tidak acuh dan berkata, "Aku nggak merasa Kakek menyayanginya. Selama bertahun-tahun ini, Kakek membiarkannya tinggal sendiri. Kakek juga menjodohkannya dengan wanita desa. Bukannya ini berarti Kakek nggak ingin dia merebut harta keluarga?"

Ronny terkekeh-kekeh dan berujar, "Kalau bukan karena aku membunuh ketiga calon istrinya itu, kamu rasa dia bakal menikah dengan wanita desa?"

Michael termangu sesaat. "Jadi, ketiga calon istrinya itu ...."

"Ya, aku yang membunuh mereka." Ronny menyalakan sebatang rokok dan mengisapnya, lalu berkata, "Jangan kira kamu sudah bisa santai sekarang. Asal kamu tahu, kakekmu sangat menyayangi pembawa sial itu."

Di sisi lain, Tiffany mendorong kursi roda sambil berlari secepat mungkin. Di bawah situasi genting, jalan yang berliku-liku seketika menjadi mudah dilewati.

Setelah berlari sangat lama, mereka akhirnya tiba di pinggir jalan. Setelah memastikan Michael tidak mengejar mereka, Tiffany berjongkok dan bersandar di kursi roda sambil bernapas terengah-engah. Sepertinya, dia tidak pernah segugup ini.

"Maaf sudah merepotkanmu," ujar Sean sambil menyodorkan sebotol air mineral kepadanya.

Tiffany membukanya, lalu meminum beberapa tegukan sebelum akhirnya merasa jauh lebih nyaman. Dia menyeka keringat sambil mendongak menatap Sean dan bertanya, "Aku berlari terlalu cepat tadi. Kamu baik-baik saja, 'kan?"

Sean tersenyum tipis dan menyahut, "Bokongku sakit gara-gara terlalu banyak guncangan."

Tiffany termangu. Dia bertanya dengan agak takut, "Serius?"

"Kalau nggak percaya, periksa saja sendiri," timpal Sean.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status