Setelah tersadar kembali, Tiffany memungut ponselnya dengan panik. Dia mendongak menatap Garry, lalu bertanya, "Kak, rupanya kamu kerja di sini?"Garry menyunggingkan senyuman manis. Dia mengelus kepala Tiffany dengan penuh kasih sayang sambil menegur, "Sebenarnya berapa usiamu? Kenapa ceroboh seperti anak kecil?""Dua puluh tahun," jawab Tiffany dengan mata berbinar-binar.Garry memalingkan wajah dan terkekeh-kekeh, lalu bertanya, "Kenapa kamu datang ke rumah sakit?"Tiffany menunjuk ruangan di belakang sambil membalas, "Temanku sedang mengobrol dengan kakak sepupunya."Garry melirik jam dan berujar, "Sudah waktunya jam makan siang. Temanmu mungkin nggak akan keluar secepat itu. Kebetulan aku mau makan siang. Gimana kalau kutraktir?"Tiffany berpikir sejenak, lalu mengetuk pintu untuk berpamitan dengan Julie, "Aku pergi sebentar."Garry berjalan di depan dengan wajah berseri-seri dan Tiffany mengikuti dari belakang. Sepertinya dari SMA 2, Tiffany sudah mengagumi pria ini.Saat itu, pe
Suasana di vila menjadi menegangkan. Sean melirik beberapa botol obat di atas meja. Tebersit kilatan dingin di matanya saat berkata, "Ternyata istriku pergi ke rumah sakit demi aku. Aku malah menyalahkanmu."Tiffany tidak bodoh. Dia tentu memahami makna tersirat pada ucapan Sean. Sean memberi isyarat tangan kepada pelayan di samping. Kepala pelayan segera menghampiri dan mengambil beberapa botol obat itu.Tiffany merasa kurang percaya diri. Dia bertanya, "Kamu menyuruh kepala pelayan menyimpannya karena nggak ingin makan ya?"Tiffany bisa merasakan kekesalan pada Sean. Sean tersenyum tipis dan berujar, "Makan saja dulu."Suara Sean terdengar sangat dingin dan rendah. Hal ini membuat Tiffany merasa gugup. Sepertinya, pria ini benar-benar marah.Tiffany mengepalkan tangan dengan erat. Mereka baru menikah 2 hari, tetapi dia sudah membawakan obat untuk Sean. Apakah ini terkesan kurang pantas? Apakah Sean mengira Tiffany membelikannya obat karena tidak menyukai kondisinya?Tiba-tiba, Tiffan
Ketika Tiffany belum tahu harus bagaimana menjelaskan, bibir Sean tiba-tiba menempel pada bibirnya. Sean menahan lengan dan tubuh Tiffany sambil menciumnya secara intens.Keintiman yang mendadak ini membuat Tiffany pusing. Dia merasa jiwanya akan diserap oleh Sean melalui ciuman ini.Sean melepaskannya, lalu tersenyum nakal dan bertanya, "Istriku, apa kamu cukup puas?"Perasaan Tiffany sungguh kacau balau. Dia mencoba melepaskan diri dari pelukan Sean, tetapi Sean menahannya dengan sangat erat. Jarak keduanya sangat dekat. Pada akhirnya, Tiffany kehabisan tenaga."Kenapa tenagamu besar sekali?" tanya Tiffany sambil mencebik. Sebelum menikah, kakek Sean jelas-jelas memberitahunya bahwa Sean sakit-sakitan sehingga Tiffany harus merawatnya dengan baik.Tiffany mengira penyakit Sean hampir sama dengan penyakit neneknya. Namun, tangan kekar yang memegang pinggang Tiffany tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa Sean penyakitan.Tiffany tampak cemberut . Sean pun tertawa melihatnya. Sean mengangk
Suara itu terdengar sangat manis dan lembut.Saat ini, mobil berhenti. Sean berucap, "Kamu punya setengah jam untuk mengganti baju."Suara Sean terdengar rendah, tetapi Tiffany bisa mendengar kegembiraan darinya. Sepertinya pria ini tidak marah lagi.Tiffany segera turun dari pangkuan Sean dan keluar dari mobil. Begitu mengambil langkah, dia teringat pada sesuatu sehingga bertanya, "Kamu nggak ikut turun?"Sean menyunggingkan bibirnya dan bertanya balik, "Kamu bertanya seperti itu karena ingin melanjutkan permainan kita di kamar ya?"Begitu ucapan ini dilontarkan, Tiffany langsung berlari masuk ke vila.Sambil menatap sosok belakang Tiffany yang bersemangat, Sean meletakkan kedua tangannya di belakang kepalanya untuk bersandar dengan santai. Muncul pula senyuman tipis di bibirnya.Tiffany dan Rika berdebat sekitar 10 menit di ruang ganti. Pada akhirnya, mereka mencapai kesepakatan. Mereka memilih sebuah gaun berwarna merah muda yang terlihat sangat feminin.Selesai berganti pakaian, Ri
Sorot mata Michael membuat Tiffany merasa sangat tidak nyaman. Tiffany menarik napas dalam-dalam, lalu tersenyum sopan kepada Michael dan mendorong kursi roda Sean.Ketika melewati Michael, pria itu tiba-tiba menjulurkan tangan untuk menahan Tiffany dan bertanya, "Kenapa terburu-buru sekali? Kamu nggak berani bicara padaku?"Michael melipat lengannya di depan dada. Tatapannya terhadap Sean dipenuhi kebencian dan penghinaan. Meskipun begitu, dia tetap terdengar ramah saat berkata, "Sean, kenapa istrimu ini menghindar dariku? Aku rasa dia menikah denganmu karena punya motif tersembunyi."Ketika melontarkan ini, Michael diam-diam melirik payudara Tiffany dengan tatapan cabul. Tiffany sontak mengernyit dan tanpa sadar menghindar.Alhasil, tatapan Michael menjadi makin lancang. Pria ini bahkan menyunggingkan senyuman mesum dan menambahkan, "Kakek sudah tua, jadi mungkin nggak bisa menilai dengan baik. Tapi, aku punya wawasan luas. Gimana kalau kamu mengizinkan kami ngobrol sebentar? Biar ku
Ketika berjalan melewati Michael, pria itu meremas bokong Tiffany. Tiffany benar-benar murka. Kemudian, dia buru-buru mendorong kursi roda Sean pergi.Setibanya di taman bunga, Tiffany masih merasa takut. Dia tidak menyangka dirinya akan menjadi korban pelecehan seksual, bahkan pelakunya adalah kakak sepupu suaminya. Parahnya, pelecehan semacam ini terjadi di rumah kakek suaminya."Ada yang sakit?" tanya Sean sambil mengernyit."Nggak kok." Tiffany tidak berani memberi tahu Sean apa yang terjadi. Bagaimanapun, hanya ada mereka bertiga tadi. Tidak ada gunanya Sean tahu karena Michael tidak mungkin bersedia mengaku.Situasi seperti ini hanya akan membuat anggota Keluarga Tanuwijaya merasa Tiffany bersikap tidak masuk akal. Mereka juga akan mengira Sean terlalu memanjakannya. Jadi, Tiffany lebih memilih memendam masalah ini."Aku ingin minum air." Ucapan Sean seketika menyadarkan Tiffany dari lamunannya. Tidak terlihat seorang pun pelayan di taman. Jadi, Tiffany terpaksa turun tangan."Bi
Lulu tidak bisa berkata-kata. Prisa hanya memberitahunya bahwa dirinya diusir karena Tiffany. Dia tidak mendengar alasan spesifiknya. Ternyata Prisa mempermalukan Tiffany?Lulu menggigit bibirnya. Jika tahu alasannya seperti ini, dia tidak akan berani membahasnya. Pada akhirnya, Ronny terkekeh-kekeh dan mencairkan suasana. "Sean memang pria baik. Tiffany sudah menjadi menantu Keluarga Tanuwijaya. Nggak boleh ada pelayan yang menindasnya."Lulu hanya bisa mendengus dan tidak berbicara lagi. Darmawan pun mengalihkan topik pembicaraan dan mengobrol dengan Tiffany.Tiba-tiba, ponsel Ronny berdering. Dia melirik sekilas layar ponselnya, lalu ekspresinya memucat. Dia berkata, "Kalian mengobrol dulu. Aku mau jawab telepon.""Ya, nggak usah terburu-buru," ucap Sean dengan suara dingin.Setelah Ronny pergi, Michael berjalan masuk dengan ekspresi nakal. Setelah mengamati sesaat, dia akhirnya duduk di seberang Tiffany dan mengedipkan matanya lagi.Darmawan yang melihatnya langsung membentak denga
Michael mengerlingkan mata sambil membalas, "Kalau aku keluar, bukankah aku akan dihajar sampai mati?"Suara Sean tetap terdengar datar. "Ternyata kamu begitu nggak punya tanggung jawab. Seingatku, Kakek baru memberimu jabatan presdir di anak perusahaan, 'kan? Masalah begini saja harus diurus oleh Kakek. Kalau para pemegang saham tahu, takutnya kamu bisa dilengserkan dari jabatanmu."Begitu ucapan ini dilontarkan, Michael tidak mungkin berkesempatan untuk mundur lagi. Lulu pun bangkit, lalu menarik Michael dan berujar dengan lantang, "Michael tentu bisa menangani masalah sepele begini. Kamu nggak perlu mengejeknya!"Tiffany mengernyit menatap Lulu yang membawa Michael keluar. Michael sama sekali tidak merasa dirinya bersalah. Tiffany yakin masalah ini akan berakhir buruk jika diatasi mereka.Tiffany berbalik, lalu mendapati Sean sedang meminum teh dengan santai. Darmawan memanggil kepala pelayan dengan ekspresi masam, lalu membisikkan sesuatu kepadanya.Setelah kepala pelayan pergi, Da
Zara sudah memberi tahu Julie apa yang terjadi saat Tiffany bertemu Sanny terakhir kali. Julie tidak ingin Tiffany berhadapan dengan Sanny. Namun, dia tidak bisa menghalangi Tiffany yang ingin melihat kondisi Sean.Julie yang memapah Tiffany mencebik dan mengingatkan, "Nanti kalau kamu bertemu Sanny, jangan anggap serius omongannya."Tiffany menyahut sembari mengangguk, "Iya, aku tahu."Sanny memang tidak menyukai Tiffany. Julie mendesah, lalu memapah Tiffany keluar. Kamar Sean terletak di lantai paling atas. Belasan pria kekar yang berpakaian hitam berdiri di depan pintu kamar Sean.Tiffany yang dipapah Julie berucap dengan lirih, "Sofyan, aku mau lihat Sean."Wajah Tiffany sangat pucat. Sofyan yang dilema memandang Tiffany sambil menjelaskan, "Nyonya, tapi Nona Sanny memerintahkan siapa pun nggak boleh masuk tanpa persetujuannya."Tiffany membalas, "Tapi, aku ini istri Sean."Julie menimpali seraya mengernyit, "Benar, Tiffany ini istri sah Sean. Kenapa kalian halangi dia lihat suami
Julie membantah, "Nggak! Jangan bicara sembarangan!"Tiffany menanggapi dengan ekspresi girang, "Kamu ini memang keras kepala. Kamu menjaganya semalaman, tapi bilang nggak suka dia lagi. Julie, kamu nggak jujur."Julie terdiam. Tiffany tersenyum. Tiba-tiba, dia merasa ada yang tidak beres. Tiffany bertanya, "Kamu bilang Mark pergi ke perusahaan?"Namun, Rika mengatakan Sean pergi pagi-pagi karena hendak membereskan urusan pekerjaan. Julie menyahut seraya mengernyit, "Iya, ada apa?"Tiffany bertanya lagi, "Kamu yakin Mark ditolak setelah mencari Sean, lalu Mark pergi ke perusahaan?""Iya," jawab Julie. Dia juga merasa ada yang tidak beres. Juli bertanya, "Ada apa, Tiff?"Jantung Tiffany berdegup kencang. Jika Sean tidak pergi ke perusahaan, kenapa dia membohonginya dan Rika?Tiffany menarik napas dalam-dalam, lalu memberi tahu Julie ucapan Rika. Dia berujar, "Aku mau tanya Kak Rika dulu."Rika memandang Tiffany dengan ekspresi panik sambil berkata, "Tuan Sean memang nggak langsung membe
Tiffany tidak tahu kapan tepatnya dia tertidur. Yang dia ingat hanyalah Sean memeluknya dengan erat, berbicara pelan di dekat telinganya untuk menyampaikan banyak kata-kata yang hangat dan menenangkan.Pada akhirnya, dia mencium lembut telinga Tiffany sambil berkata, "Terima kasih telah datang ke sisiku."Setelah itu, Tiffany pun terlelap. Dalam tidurnya, Tiffany bermimpi. Sebuah mimpi yang asing dan membuatnya merasa tidak nyaman.Di mimpinya, sekelompok pria menyeret seorang wanita ke sebuah ruangan. Tiffany tidak bisa bergerak dan bicara. Dia hanya terbaring di tempat tidur, tubuhnya kaku seperti batu.Dari ruangan di sebelah, terdengar suara tawa pria dan jeritan memilukan dari seorang wanita. Suara itu begitu menyayat hati dan membuat air matanya hampir mengalir tanpa sadar.Tiffany ingin bangkit dan berbicara, tetapi tubuhnya terasa seperti lumpuh total. Dia tidak mampu meminta tolong atau melakukan apa pun. Yang bisa dia lakukan hanyalah mendengar suara wanita itu berteriak deng
Sean berjalan mendekat dan menarik Tiffany ke dalam pelukannya. "Hatimu masih nggak nyaman?"Saat tangannya menyentuh Tiffany, tubuh gadis itu refleks menegang dan mencoba menghindar. Butuh beberapa detik sebelum dia menyadari bahwa yang menyentuhnya adalah Sean. Hatinya berdebar sejenak dan akhirnya dia merangkak masuk ke pelukan pria itu."Sayang ....""Aku tahu, apa yang terjadi hari ini sulit untuk kamu terima." Sean memejamkan matanya, suaranya penuh dengan ketulusan. "Kamu takut nggak? Darah yang mengalir dalam tubuhku adalah darah yang sama dengan mereka."Tubuh Tiffany membeku sesaat, semua sendinya terasa kaku. Namun, dia segera menggelengkan kepala dengan mantap. "Aku tahu, kamu nggak seperti mereka."Sean menghela napas panjang, lalu memeluk Tiffany lebih erat. Dia tersenyum sinis terhadap dirinya sendiri. "Dulu, aku memang seperti mereka. Aku nggak peduli pada apa pun, nggak punya beban, dan siap mati bersama siapa saja. Tapi sekarang ...."Sean mengulurkan tangan untuk men
Mark tersentak saat wajahnya terhempas ke samping akibat pukulan Sean.Dengan tenang, dia mengangkat tangan untuk menyeka darah di sudut bibirnya. "Tiffany nggak mengalami sesuatu yang serius. Apa kamu harus marah sebesar ini?"Hari ini, Sean telah berhadapan dengan Sanny sepanjang hari di perusahaan.Sanny bersikeras ingin menghancurkan Grup Tanuwijaya, sementara Sean hanya ingin memastikan Ronny menerima hukuman atas perbuatannya. Namun, pertengkaran saudara itu tidak menghasilkan apa-apa.Oleh karena itu, Mark memutuskan untuk mengambil inisiatif. Dia menggunakan Tiffany sebagai umpan untuk menjebak Michael dan mencoba memecahkan konflik Keluarga Tanuwijaya yang kacau ini.Tentu saja, dia tidak pernah memberi tahu Sean tentang rencana itu. Namun, bahkan dengan caranya ini, Mark telah mengikuti Tiffany sejak dia keluar dari sekolah untuk memastikan dia tidak mengalami hal buruk."Apa yang akan kamu lakukan kalau yang ditekan Michael hari ini adalah Julie? Gimana kalau orang yang dita
Tiffany tidak melihat apa pun.Namun, bau darah yang menyengat di udara dan jeritan menyayat hati dari Michael membuat jantungnya seperti diremas dan meninggalkan rasa sakit yang sulit diungkapkan.Sean mengeluarkan kain sutra hitam yang selalu disimpannya di sakunya. Dis menutupi mata Tiffany, lalu menggendongnya erat di pelukannya."Karena Paman sudah membuat pilihan, aku akan menepati janjiku."Setelah berkata demikian, Sean menghela napas panjang. "Mark, telepon Charles. Setelah selesai, temui aku."Wajah Mark memucat, tetapi dia mengangguk tanpa berkata apa-apa. Dengan Tiffany yang masih berada di pelukannya, Sean berjalan keluar dengan langkah cepat. Tiffany memejamkan matanya rapat-rapat, bahkan tidak berani membuka sedikit pun.Sebagai seorang mahasiswa kedokteran, dia selalu merasa bahwa dia tidak seharusnya takut pada adegan berdarah apa pun. Namun, apa yang baru saja terjadi adalah sesuatu yang tidak bisa dia hadapi. Dia tidak berani melihatnya.Bahkan jika Michael adalah or
Suasana di rumah tua itu hening, begitu sunyi hingga hanya terdengar deru napas tegang dari semua orang.Lulu tiba-tiba berdiri dengan panik dan melindungi putra kesayangannya di belakang tubuhnya. "Nggak ada yang boleh menyentuh mata anakku!""Sean, kamu terlalu kejam! Dia cuma nyentuh istrimu yang bodoh itu! Tapi kamu berani minta mata anakku sebagai gantinya! Aku ...!""Paman."Dia mengangkat matanya dan menatap Ronny dengan dingin. "Aku memberimu pilihan.""Kalau kamu bersedia menyerahkan Grup Tanuwijaya kepadaku dan bersumpah nggak akan pernah lagi mencoba merebut kendali Grup Tanuwijaya, maka masalah ini akan selesai. Aku akan menyelamatkan mata Kakak.""Tapi kalau kamu memilih untuk mengorbankan mata Kakak, maka aku hanya akan menargetkan Grup Ronny yang kamu dirikan sendiri. Aku akan mundur dari persaingan untuk Grup Tanuwijaya.""Kalau Kak Sanny ingin menghancurkan Grup Tanuwijaya dan kamu ingin mempertahankannya, itu urusan kalian. Aku nggak akan ikut campur.""Sean!" Sanny me
Mark hanya bisa menghela napas dalam hati, menyadari betapa berbeda pandangan Sean dan Sanny tentang masalah keluarga mereka. Dulu, Sean pernah memiliki pemikiran untuk membiarkan Grup Tanuwijaya "mati" sebagai penebus dosa atas tragedi yang menimpa orang tuanya.Namun seiring waktu, dia hanya berharap kebenaran dapat terungkap, Ronny menerima hukuman yang pantas, dan dia bisa meminta maaf di depan makam orang tuanya. Sementara itu, Sanny tetap ingin menghancurkan semuanya."Tentang kejadian orang tua kalian dulu ...."Ronny menutup matanya dan senyuman getir muncul di wajahnya. "Kalau aku bilang itu bukan perbuatanku, kalian pasti nggak akan percaya. Tapi, soal kejadian itu ...."Dia menghela napas panjang, lalu menatap Sanny dengan mata penuh kelelahan. "Sanny, 13 tahun yang lalu, kamu sudah mencoba menuduhku dengan berbagai alasan untuk menyeretku bersama orang tuamu ke dalam kehancuran.""Sekarang setelah 13 tahun berlalu, aku nggak nyangka kamu masih menyimpan dendam itu. Ya, aku
Ucapan Sanny membuat seisi ruangan menjadi sunyi senyap. Tidak ada satu pun yang mampu berkata-kata. Tiffany menatap Sanny dengan tatapan terkejut dan perasaan dingin menyelimuti hatinya.Tiffany memang tahu bahwa Ronny kemungkinan besar adalah dalang di balik penghancuran keluarga Sean, termasuk orang tua dan kakaknya. Dia juga tahu bahwa meskipun Sean tidak pernah terlibat dengan Grup Tanuwijaya, jauh di dalam hatinya, Sean memahami betapa pentingnya perusahaan itu.Sean pernah bercerita pada Tiffany, bagaimana orang tuanya sangat menghargai warisan ini ketika mereka masih hidup. Mereka ingin memperluas, memperkuat, dan memuliakan Grup Tanuwijaya sebagai warisan keluarga yang besar.Namun kini, Sanny terang-terangan menyatakan keinginannya untuk menghancurkan seluruh warisan Keluarga Tanuwijaya. Semua ini hanya karena Ronny yang begitu serakah ingin memiliki semuanya. Oleh karena itu, Sanny ingin menghancurkan semuanya.Logika itu sekilas tampaknya masuk akal. Namun, Grup Tanuwijaya