Share

Bab 9

Sorot mata Michael membuat Tiffany merasa sangat tidak nyaman. Tiffany menarik napas dalam-dalam, lalu tersenyum sopan kepada Michael dan mendorong kursi roda Sean.

Ketika melewati Michael, pria itu tiba-tiba menjulurkan tangan untuk menahan Tiffany dan bertanya, "Kenapa terburu-buru sekali? Kamu nggak berani bicara padaku?"

Michael melipat lengannya di depan dada. Tatapannya terhadap Sean dipenuhi kebencian dan penghinaan. Meskipun begitu, dia tetap terdengar ramah saat berkata, "Sean, kenapa istrimu ini menghindar dariku? Aku rasa dia menikah denganmu karena punya motif tersembunyi."

Ketika melontarkan ini, Michael diam-diam melirik payudara Tiffany dengan tatapan cabul. Tiffany sontak mengernyit dan tanpa sadar menghindar.

Alhasil, tatapan Michael menjadi makin lancang. Pria ini bahkan menyunggingkan senyuman mesum dan menambahkan, "Kakek sudah tua, jadi mungkin nggak bisa menilai dengan baik. Tapi, aku punya wawasan luas. Gimana kalau kamu mengizinkan kami ngobrol sebentar? Biar kuuji ketulusannya."

Tangan Tiffany yang memegang kursi roda tampak memucat karena dia mencengkeramnya dengan kuat. Meskipun Tiffany anak yatim piatu dari desa, paman dan bibinya memperlakukannya dengan sangat baik. Itu sebabnya, pertumbuhannya sangat baik.

Di kampus, banyak pria yang menatap Tiffany dengan tatapan seperti ini. Namun, ada Julie yang melindunginya dari semua pria itu. Sementara itu, sekarang mereka berada di kediaman Keluarga Tanuwijaya. Ini wilayah kekuasaan Michael.

Menurut Tiffany, Sean buta sehingga tidak mungkin melihat tatapan lancang Michael. Jika Sean mengizinkan mereka mengobrol berdua, pria ini pun tidak mungkin tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Tiffany tidak bisa memberi tahu Sean semua ini. Bagaimanapun, Michael belum melakukan apa pun terhadapnya. Jadi, Tiffany hanya bisa menggertakkan giginya, berharap Sean tidak menyetujui permintaan tidak masuk akal Michael. Saking gelisahnya, tangannya sampai bergetar.

Melalui sutra hitamnya, Sean bisa melihat ekspresi cabul Michael dengan jelas. Dia menunjukkan senyuman, lalu berkata dengan tidak acuh, "Sepertinya ini pertama kalinya kamu peduli padaku ya? Seingatku, waktu calon istri pertamaku kecelakaan dan meninggal, kamu bilang dia lebih baik mati daripada menikah dengan pembawa sial, 'kan?"

Ekspresi Michael mulai terlihat masam. Dia berdeham sebelum membela diri. "Aku cuma bercanda waktu itu. Aku cuma ingin membantumu. Bagaimanapun, kamu cuma bisa mendengar suaranya, sedangkan aku bisa melihat ...."

Tatapan Michael kembali tertuju pada pinggang ramping Tiffany. Dia meneruskan, "Aku bisa melihat semuanya."

Tatapan Michael menjadi makin lancang. Dia mengulangi ucapannya, "Jadi, sebaiknya biarkan aku menguji ketulusannya kepadamu."

Wajah Tiffany tampak pucat pasi. Nada bicara Michael terdengar penuh perhatian, tetapi tatapannya dipenuhi ejekan. Pria ini masih berani mengatakan Tiffany yang punya motif lain?

"Dia cuma gadis desa. Kamu nggak perlu repot-repot. Lagian, aku akhirnya punya istri. Sekalipun dia mendekatiku karena tujuan lain, aku menerimanya dengan senang hati," ujar Sean dengan pelan.

"Selain itu ...." Sean terkekeh-kekeh sebelum meneruskan, "Tiffany anak yatim piatu dan berhasil menikah denganku. Dia mungkin juga pembawa sial. Jangan sampai kamu terkena sial setelah mengobrol dengannya nanti."

Ucapan Sean ini jelas mengandung peringatan. Michael pun termangu sesaat. Ketika merasa yang dikatakan Sean masuk akal, dia mundur selangkah dan memalingkan wajahnya tanpa berani melihat Tiffany lagi. Bukannya Michael percaya takhayul, tetapi dia lebih baik berjaga-jaga!

Ketika melihat Michael ketakutan, Sean merasa lucu. Dia berucap, "Kalau begitu, kami masuk dulu."

Tiffany menghela napas lega, lalu mendorong kursi roda Sean pergi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status