Share

Bab 6

Suasana di vila menjadi menegangkan. Sean melirik beberapa botol obat di atas meja. Tebersit kilatan dingin di matanya saat berkata, "Ternyata istriku pergi ke rumah sakit demi aku. Aku malah menyalahkanmu."

Tiffany tidak bodoh. Dia tentu memahami makna tersirat pada ucapan Sean. Sean memberi isyarat tangan kepada pelayan di samping. Kepala pelayan segera menghampiri dan mengambil beberapa botol obat itu.

Tiffany merasa kurang percaya diri. Dia bertanya, "Kamu menyuruh kepala pelayan menyimpannya karena nggak ingin makan ya?"

Tiffany bisa merasakan kekesalan pada Sean. Sean tersenyum tipis dan berujar, "Makan saja dulu."

Suara Sean terdengar sangat dingin dan rendah. Hal ini membuat Tiffany merasa gugup. Sepertinya, pria ini benar-benar marah.

Tiffany mengepalkan tangan dengan erat. Mereka baru menikah 2 hari, tetapi dia sudah membawakan obat untuk Sean. Apakah ini terkesan kurang pantas? Apakah Sean mengira Tiffany membelikannya obat karena tidak menyukai kondisinya?

Tiba-tiba, Tiffany teringat pada ucapan Julie. "Orang cacat pasti rendah diri." Seketika, Tiffany mengeluhkan tindakan Julie. Gadis ini sudah tahu orang cacat merasa rendah diri, tapi masih menyuruhnya memberi Sean obat. Namun, Tiffany merasa dirinya juga bersalah karena tidak terpikir akan hal ini.

"Makanlah," ujar Sean dengan suara rendah. Tiffany segera mengambil sendok dan mulai makan. Selama makan, hatinya merasa sangat tertekan.

Selesai makan, kepala pelayan menghampiri dan berucap, "Nyonya, tadi Tuan Besar telepon. Dia ingin kamu dan Tuan Sean makan malam di rumahnya hari ini. Setelah pulang kuliah, sopir akan menjemputmu. Tolong kosongkan waktumu untuk malam ini."

"Ya, aku sudah tahu." Tiffany tersenyum sopan dan berujar, "Aku memang nggak punya rencana apa pun malam ini."

Senyuman Tiffany tampak tulus dan manis. Siapa pun yang melihatnya akan mengira wanita ini sangat polos.

Selesai berbicara, Tiffany mengambil tasnya dan melambaikan tangan kepada Sean sambil berkata, "Aku pergi dulu."

Setelah sosok Tiffany menghilang, kepala pelayan yang berdiri di belakang Sean berkata, "Obatnya sudah dibawa untuk diteliti. Hasilnya akan segera keluar."

Selesai berbicara, kepala pelayan itu menambahkan, "Aku rasa Nyonya nggak punya motif tersembunyi padamu."

Sean melirik sekilas ke arah Tiffany pergi, lalu menginstruksi, "Selidiki identitas dokter yang makan bersamanya tadi."

Kepala pelayan memperingatkan, "Sopir bilang obat itu dari teman Nyonya. Aku rasa teman Nyonya yang patut dicurigai ...."

Sebelum kepala pelayan selesai berbicara, dia seketika terdiam karena aura suram Sean. Sean tersenyum tipis dan mengulangi perkataannya, "Aku ingin menyelidiki orang yang makan bersama Tiffany. Apa ada masalah?"

"Nggak ada ...," sahut kepala pelayan.

Setelah pelajaran berakhir, Tiffany keluar dari kampus dan melihat sopir menunggunya di gerbang. Sebuah mobil Rolls-Royce yang mewah terpampang di hadapan semua orang.

Jantung Tiffany sontak berdebar-debar. Dia segera menghampiri sopir dan berkata, "Cepat, kita pergi dari sini!"

Para mahasiswa pasti akan menyebarkan rumor jika melihatnya menaiki mobil semewah ini. Yang dikhawatirkan Tiffany pun terjadi. Begitu naik mobil, dia melihat ekspresi terkejut Leslie, teman sekelasnya.

Gawat .... Tiffany merasa cemas. Leslie ini adalah tukang gosip. Dalam waktu kurang dari 1 hari, seluruh kampus pasti akan mengetahui masalah ini.

"Duduk yang baik." Ketika Tiffany masih memikirkan cara untuk mengatasi situasi ini, tiba-tiba terdengar suara rendah seorang pria dari belakang.

Tiffany yang terkejut pun menoleh. Tampak seorang pria yang matanya ditutupi sutra hitam sedang menatapnya. Tiffany pun bertanya, "Kenapa kamu ada di sini?"

Bukannya sopir yang akan menjemputnya sendiri? Sean bersandar dengan santai sambil menyahut, "Kebetulan sejalan."

Pria ini tidak terlihat sedang berbicara jujur. Sepertinya Sean masih marah karena kejadian siang tadi. Tiffany memandang ke luar jendela dengan murung. Tidak berselang lama, dia merasa ada yang salah dengan rute mereka. Ini ... bukan rute ke rumah kakek Sean kan? Mereka akan pulang?

Tiffany mengernyit sambil bertanya, "Bukannya kita mau ke rumah kakekmu?"

Sean menimpali dengan agak kesal, "Gimana kita bisa pergi ke sana kalau pakaianmu seperti ini?"

Tiffany baru menyadari bahwa dirinya memakai celana jeans yang warnanya sudah memudar dan kaos dengan tulisan aneh. Memang pakaian ini tidak cocok untuk bertemu keluarga Sean.

"Tapi, gimana bisa kamu tahu pakaian yang kupakai hari ini?" tanya Tiffany dengan heran. Bukannya Sean buta?

Sean terkekeh-kekeh sebelum menimpali, "Aku nggak berani mengkritik gaya berpakaianmu."

Meskipun Tiffany bukan orang yang pemarah, dia tetap kesal karena terus diserang oleh Sean. Jadi, Tiffany mengerlingkan matanya dengan kesal. Ketika teringat Sean tidak bisa melihat, dia mengerlingkan matanya beberapa kali lagi.

Setelah melampiaskan amarahnya, Tiffany mencebik dan melihat pemandangan di luar lagi. Dia tiba-tiba bertanya, "Kalau aku harus pulang untuk ganti baju, ngapain kamu ikut ke kampusku? Kenapa nggak tunggu di rumah saja?"

Bagaimanapun, Sean buta. Pasti merepotkan baginya jika harus keluar rumah. Sean tersenyum dingin, lalu memanggil sopirnya, "Genta."

Sekat di antara jok depan dengan jok belakang segera naik. Dengan demikian, mereka memiliki ruang untuk mengobrol.

Sean menyerahkan sebuah dokumen kepada Tiffany dengan elegan. "Coba kamu lihat."

Tiffany tidak mengerti apa yang terjadi. Tetapi dia tetap membukanya untuk dibaca. Ini adalah laporan penelitian. Yang diteliti adalah beberapa botol obat yang tidak berlabel. Apa itu obat yang diberikan Julie siang tadi?

Tiffany cukup terkejut melihatnya. Dia tidak menyangka Sean akan membawa obat itu ke laboratorium. Namun, jika dipikir-pikir, tidak ada salahnya Sean melakukan hal seperti itu. Bagaimanapun, kesehatannya buruk. Dia tidak boleh makan obat sembarangan.

Jika mengalami alergi, hasilnya pasti akan sangat gawat. Orang kaya memang bijaksana. Setelah memikirkan ini, Tiffany segera membaca hasil penelitiannya.

"Eee ...." Hasilnya membuat Tiffany tercengang.

[ Obat-obatan di atas diidentifikasi sebagai obat yang secara khusus mengobati penyakit pada sistem reproduksi pria, seperti impotensi dan ejakulasi dini. ]

Tiffany sungguh tidak percaya. Tangannya bergetar sesaat, lalu dokumen itu terjatuh begitu saja.

Terdengar suara Sean yang berbahaya. "Ternyata istriku mengira aku nggak sanggup berhubungan intim ya?"

"Nggak ... bukan begitu ... aku ...." Untuk sesaat, Tiffany tidak tahu harus bagaimana menyusun kata-katanya.

Julie jelas-jelas mengatakan ini adalah obat mata. Hubungannya dengan Julie begitu baik. Tiffany tidak menyangka Julie akan mencelakainya seperti ini. Jika tahu khasiat obat ini, Tiffany tidak mungkin menerimanya!

Sean menjulurkan lengannya, lalu mengangkat Tiffany dan membuat wanita itu duduk di pangkuannya. Aura yang dipancarkan Sean terasa sangat berbahaya, tetapi juga seksi.

Tiffany berkata dengan wajah memerah, "Aku ...."

"Sepertinya istriku sangat tidak puas dengan malam pertama kita," goda Sean. Dia memegang dagu Tiffany, lalu meneruskan dengan pelan, "Ini baru hari kedua pernikahan, tapi istriku sudah menyiapkan barang seperti ini. Kamu benar-benar bekerja keras."

Penutup mata hitam itu membuat Sean terlihat makin menggoda. Tiffany mengalihkan pandangannya secara naluriah dan membantah, "Aku nggak tahu khasiat obat itu. Aku kira untuk ... um ...."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status