Share

Bab 6

Penulis: Clarissa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Suasana di vila menjadi menegangkan. Sean melirik beberapa botol obat di atas meja. Tebersit kilatan dingin di matanya saat berkata, "Ternyata istriku pergi ke rumah sakit demi aku. Aku malah menyalahkanmu."

Tiffany tidak bodoh. Dia tentu memahami makna tersirat pada ucapan Sean. Sean memberi isyarat tangan kepada pelayan di samping. Kepala pelayan segera menghampiri dan mengambil beberapa botol obat itu.

Tiffany merasa kurang percaya diri. Dia bertanya, "Kamu menyuruh kepala pelayan menyimpannya karena nggak ingin makan ya?"

Tiffany bisa merasakan kekesalan pada Sean. Sean tersenyum tipis dan berujar, "Makan saja dulu."

Suara Sean terdengar sangat dingin dan rendah. Hal ini membuat Tiffany merasa gugup. Sepertinya, pria ini benar-benar marah.

Tiffany mengepalkan tangan dengan erat. Mereka baru menikah 2 hari, tetapi dia sudah membawakan obat untuk Sean. Apakah ini terkesan kurang pantas? Apakah Sean mengira Tiffany membelikannya obat karena tidak menyukai kondisinya?

Tiba-tiba, Tiffany teringat pada ucapan Julie. "Orang cacat pasti rendah diri." Seketika, Tiffany mengeluhkan tindakan Julie. Gadis ini sudah tahu orang cacat merasa rendah diri, tapi masih menyuruhnya memberi Sean obat. Namun, Tiffany merasa dirinya juga bersalah karena tidak terpikir akan hal ini.

"Makanlah," ujar Sean dengan suara rendah. Tiffany segera mengambil sendok dan mulai makan. Selama makan, hatinya merasa sangat tertekan.

Selesai makan, kepala pelayan menghampiri dan berucap, "Nyonya, tadi Tuan Besar telepon. Dia ingin kamu dan Tuan Sean makan malam di rumahnya hari ini. Setelah pulang kuliah, sopir akan menjemputmu. Tolong kosongkan waktumu untuk malam ini."

"Ya, aku sudah tahu." Tiffany tersenyum sopan dan berujar, "Aku memang nggak punya rencana apa pun malam ini."

Senyuman Tiffany tampak tulus dan manis. Siapa pun yang melihatnya akan mengira wanita ini sangat polos.

Selesai berbicara, Tiffany mengambil tasnya dan melambaikan tangan kepada Sean sambil berkata, "Aku pergi dulu."

Setelah sosok Tiffany menghilang, kepala pelayan yang berdiri di belakang Sean berkata, "Obatnya sudah dibawa untuk diteliti. Hasilnya akan segera keluar."

Selesai berbicara, kepala pelayan itu menambahkan, "Aku rasa Nyonya nggak punya motif tersembunyi padamu."

Sean melirik sekilas ke arah Tiffany pergi, lalu menginstruksi, "Selidiki identitas dokter yang makan bersamanya tadi."

Kepala pelayan memperingatkan, "Sopir bilang obat itu dari teman Nyonya. Aku rasa teman Nyonya yang patut dicurigai ...."

Sebelum kepala pelayan selesai berbicara, dia seketika terdiam karena aura suram Sean. Sean tersenyum tipis dan mengulangi perkataannya, "Aku ingin menyelidiki orang yang makan bersama Tiffany. Apa ada masalah?"

"Nggak ada ...," sahut kepala pelayan.

Setelah pelajaran berakhir, Tiffany keluar dari kampus dan melihat sopir menunggunya di gerbang. Sebuah mobil Rolls-Royce yang mewah terpampang di hadapan semua orang.

Jantung Tiffany sontak berdebar-debar. Dia segera menghampiri sopir dan berkata, "Cepat, kita pergi dari sini!"

Para mahasiswa pasti akan menyebarkan rumor jika melihatnya menaiki mobil semewah ini. Yang dikhawatirkan Tiffany pun terjadi. Begitu naik mobil, dia melihat ekspresi terkejut Leslie, teman sekelasnya.

Gawat .... Tiffany merasa cemas. Leslie ini adalah tukang gosip. Dalam waktu kurang dari 1 hari, seluruh kampus pasti akan mengetahui masalah ini.

"Duduk yang baik." Ketika Tiffany masih memikirkan cara untuk mengatasi situasi ini, tiba-tiba terdengar suara rendah seorang pria dari belakang.

Tiffany yang terkejut pun menoleh. Tampak seorang pria yang matanya ditutupi sutra hitam sedang menatapnya. Tiffany pun bertanya, "Kenapa kamu ada di sini?"

Bukannya sopir yang akan menjemputnya sendiri? Sean bersandar dengan santai sambil menyahut, "Kebetulan sejalan."

Pria ini tidak terlihat sedang berbicara jujur. Sepertinya Sean masih marah karena kejadian siang tadi. Tiffany memandang ke luar jendela dengan murung. Tidak berselang lama, dia merasa ada yang salah dengan rute mereka. Ini ... bukan rute ke rumah kakek Sean kan? Mereka akan pulang?

Tiffany mengernyit sambil bertanya, "Bukannya kita mau ke rumah kakekmu?"

Sean menimpali dengan agak kesal, "Gimana kita bisa pergi ke sana kalau pakaianmu seperti ini?"

Tiffany baru menyadari bahwa dirinya memakai celana jeans yang warnanya sudah memudar dan kaos dengan tulisan aneh. Memang pakaian ini tidak cocok untuk bertemu keluarga Sean.

"Tapi, gimana bisa kamu tahu pakaian yang kupakai hari ini?" tanya Tiffany dengan heran. Bukannya Sean buta?

Sean terkekeh-kekeh sebelum menimpali, "Aku nggak berani mengkritik gaya berpakaianmu."

Meskipun Tiffany bukan orang yang pemarah, dia tetap kesal karena terus diserang oleh Sean. Jadi, Tiffany mengerlingkan matanya dengan kesal. Ketika teringat Sean tidak bisa melihat, dia mengerlingkan matanya beberapa kali lagi.

Setelah melampiaskan amarahnya, Tiffany mencebik dan melihat pemandangan di luar lagi. Dia tiba-tiba bertanya, "Kalau aku harus pulang untuk ganti baju, ngapain kamu ikut ke kampusku? Kenapa nggak tunggu di rumah saja?"

Bagaimanapun, Sean buta. Pasti merepotkan baginya jika harus keluar rumah. Sean tersenyum dingin, lalu memanggil sopirnya, "Genta."

Sekat di antara jok depan dengan jok belakang segera naik. Dengan demikian, mereka memiliki ruang untuk mengobrol.

Sean menyerahkan sebuah dokumen kepada Tiffany dengan elegan. "Coba kamu lihat."

Tiffany tidak mengerti apa yang terjadi. Tetapi dia tetap membukanya untuk dibaca. Ini adalah laporan penelitian. Yang diteliti adalah beberapa botol obat yang tidak berlabel. Apa itu obat yang diberikan Julie siang tadi?

Tiffany cukup terkejut melihatnya. Dia tidak menyangka Sean akan membawa obat itu ke laboratorium. Namun, jika dipikir-pikir, tidak ada salahnya Sean melakukan hal seperti itu. Bagaimanapun, kesehatannya buruk. Dia tidak boleh makan obat sembarangan.

Jika mengalami alergi, hasilnya pasti akan sangat gawat. Orang kaya memang bijaksana. Setelah memikirkan ini, Tiffany segera membaca hasil penelitiannya.

"Eee ...." Hasilnya membuat Tiffany tercengang.

[ Obat-obatan di atas diidentifikasi sebagai obat yang secara khusus mengobati penyakit pada sistem reproduksi pria, seperti impotensi dan ejakulasi dini. ]

Tiffany sungguh tidak percaya. Tangannya bergetar sesaat, lalu dokumen itu terjatuh begitu saja.

Terdengar suara Sean yang berbahaya. "Ternyata istriku mengira aku nggak sanggup berhubungan intim ya?"

"Nggak ... bukan begitu ... aku ...." Untuk sesaat, Tiffany tidak tahu harus bagaimana menyusun kata-katanya.

Julie jelas-jelas mengatakan ini adalah obat mata. Hubungannya dengan Julie begitu baik. Tiffany tidak menyangka Julie akan mencelakainya seperti ini. Jika tahu khasiat obat ini, Tiffany tidak mungkin menerimanya!

Sean menjulurkan lengannya, lalu mengangkat Tiffany dan membuat wanita itu duduk di pangkuannya. Aura yang dipancarkan Sean terasa sangat berbahaya, tetapi juga seksi.

Tiffany berkata dengan wajah memerah, "Aku ...."

"Sepertinya istriku sangat tidak puas dengan malam pertama kita," goda Sean. Dia memegang dagu Tiffany, lalu meneruskan dengan pelan, "Ini baru hari kedua pernikahan, tapi istriku sudah menyiapkan barang seperti ini. Kamu benar-benar bekerja keras."

Penutup mata hitam itu membuat Sean terlihat makin menggoda. Tiffany mengalihkan pandangannya secara naluriah dan membantah, "Aku nggak tahu khasiat obat itu. Aku kira untuk ... um ...."

Bab terkait

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 7

    Ketika Tiffany belum tahu harus bagaimana menjelaskan, bibir Sean tiba-tiba menempel pada bibirnya. Sean menahan lengan dan tubuh Tiffany sambil menciumnya secara intens.Keintiman yang mendadak ini membuat Tiffany pusing. Dia merasa jiwanya akan diserap oleh Sean melalui ciuman ini.Sean melepaskannya, lalu tersenyum nakal dan bertanya, "Istriku, apa kamu cukup puas?"Perasaan Tiffany sungguh kacau balau. Dia mencoba melepaskan diri dari pelukan Sean, tetapi Sean menahannya dengan sangat erat. Jarak keduanya sangat dekat. Pada akhirnya, Tiffany kehabisan tenaga."Kenapa tenagamu besar sekali?" tanya Tiffany sambil mencebik. Sebelum menikah, kakek Sean jelas-jelas memberitahunya bahwa Sean sakit-sakitan sehingga Tiffany harus merawatnya dengan baik.Tiffany mengira penyakit Sean hampir sama dengan penyakit neneknya. Namun, tangan kekar yang memegang pinggang Tiffany tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa Sean penyakitan.Tiffany tampak cemberut . Sean pun tertawa melihatnya. Sean mengangk

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 8

    Suara itu terdengar sangat manis dan lembut.Saat ini, mobil berhenti. Sean berucap, "Kamu punya setengah jam untuk mengganti baju."Suara Sean terdengar rendah, tetapi Tiffany bisa mendengar kegembiraan darinya. Sepertinya pria ini tidak marah lagi.Tiffany segera turun dari pangkuan Sean dan keluar dari mobil. Begitu mengambil langkah, dia teringat pada sesuatu sehingga bertanya, "Kamu nggak ikut turun?"Sean menyunggingkan bibirnya dan bertanya balik, "Kamu bertanya seperti itu karena ingin melanjutkan permainan kita di kamar ya?"Begitu ucapan ini dilontarkan, Tiffany langsung berlari masuk ke vila.Sambil menatap sosok belakang Tiffany yang bersemangat, Sean meletakkan kedua tangannya di belakang kepalanya untuk bersandar dengan santai. Muncul pula senyuman tipis di bibirnya.Tiffany dan Rika berdebat sekitar 10 menit di ruang ganti. Pada akhirnya, mereka mencapai kesepakatan. Mereka memilih sebuah gaun berwarna merah muda yang terlihat sangat feminin.Selesai berganti pakaian, Ri

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 9

    Sorot mata Michael membuat Tiffany merasa sangat tidak nyaman. Tiffany menarik napas dalam-dalam, lalu tersenyum sopan kepada Michael dan mendorong kursi roda Sean.Ketika melewati Michael, pria itu tiba-tiba menjulurkan tangan untuk menahan Tiffany dan bertanya, "Kenapa terburu-buru sekali? Kamu nggak berani bicara padaku?"Michael melipat lengannya di depan dada. Tatapannya terhadap Sean dipenuhi kebencian dan penghinaan. Meskipun begitu, dia tetap terdengar ramah saat berkata, "Sean, kenapa istrimu ini menghindar dariku? Aku rasa dia menikah denganmu karena punya motif tersembunyi."Ketika melontarkan ini, Michael diam-diam melirik payudara Tiffany dengan tatapan cabul. Tiffany sontak mengernyit dan tanpa sadar menghindar.Alhasil, tatapan Michael menjadi makin lancang. Pria ini bahkan menyunggingkan senyuman mesum dan menambahkan, "Kakek sudah tua, jadi mungkin nggak bisa menilai dengan baik. Tapi, aku punya wawasan luas. Gimana kalau kamu mengizinkan kami ngobrol sebentar? Biar ku

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 10

    Ketika berjalan melewati Michael, pria itu meremas bokong Tiffany. Tiffany benar-benar murka. Kemudian, dia buru-buru mendorong kursi roda Sean pergi.Setibanya di taman bunga, Tiffany masih merasa takut. Dia tidak menyangka dirinya akan menjadi korban pelecehan seksual, bahkan pelakunya adalah kakak sepupu suaminya. Parahnya, pelecehan semacam ini terjadi di rumah kakek suaminya."Ada yang sakit?" tanya Sean sambil mengernyit."Nggak kok." Tiffany tidak berani memberi tahu Sean apa yang terjadi. Bagaimanapun, hanya ada mereka bertiga tadi. Tidak ada gunanya Sean tahu karena Michael tidak mungkin bersedia mengaku.Situasi seperti ini hanya akan membuat anggota Keluarga Tanuwijaya merasa Tiffany bersikap tidak masuk akal. Mereka juga akan mengira Sean terlalu memanjakannya. Jadi, Tiffany lebih memilih memendam masalah ini."Aku ingin minum air." Ucapan Sean seketika menyadarkan Tiffany dari lamunannya. Tidak terlihat seorang pun pelayan di taman. Jadi, Tiffany terpaksa turun tangan."Bi

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 11

    Lulu tidak bisa berkata-kata. Prisa hanya memberitahunya bahwa dirinya diusir karena Tiffany. Dia tidak mendengar alasan spesifiknya. Ternyata Prisa mempermalukan Tiffany?Lulu menggigit bibirnya. Jika tahu alasannya seperti ini, dia tidak akan berani membahasnya. Pada akhirnya, Ronny terkekeh-kekeh dan mencairkan suasana. "Sean memang pria baik. Tiffany sudah menjadi menantu Keluarga Tanuwijaya. Nggak boleh ada pelayan yang menindasnya."Lulu hanya bisa mendengus dan tidak berbicara lagi. Darmawan pun mengalihkan topik pembicaraan dan mengobrol dengan Tiffany.Tiba-tiba, ponsel Ronny berdering. Dia melirik sekilas layar ponselnya, lalu ekspresinya memucat. Dia berkata, "Kalian mengobrol dulu. Aku mau jawab telepon.""Ya, nggak usah terburu-buru," ucap Sean dengan suara dingin.Setelah Ronny pergi, Michael berjalan masuk dengan ekspresi nakal. Setelah mengamati sesaat, dia akhirnya duduk di seberang Tiffany dan mengedipkan matanya lagi.Darmawan yang melihatnya langsung membentak denga

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 12

    Michael mengerlingkan mata sambil membalas, "Kalau aku keluar, bukankah aku akan dihajar sampai mati?"Suara Sean tetap terdengar datar. "Ternyata kamu begitu nggak punya tanggung jawab. Seingatku, Kakek baru memberimu jabatan presdir di anak perusahaan, 'kan? Masalah begini saja harus diurus oleh Kakek. Kalau para pemegang saham tahu, takutnya kamu bisa dilengserkan dari jabatanmu."Begitu ucapan ini dilontarkan, Michael tidak mungkin berkesempatan untuk mundur lagi. Lulu pun bangkit, lalu menarik Michael dan berujar dengan lantang, "Michael tentu bisa menangani masalah sepele begini. Kamu nggak perlu mengejeknya!"Tiffany mengernyit menatap Lulu yang membawa Michael keluar. Michael sama sekali tidak merasa dirinya bersalah. Tiffany yakin masalah ini akan berakhir buruk jika diatasi mereka.Tiffany berbalik, lalu mendapati Sean sedang meminum teh dengan santai. Darmawan memanggil kepala pelayan dengan ekspresi masam, lalu membisikkan sesuatu kepadanya.Setelah kepala pelayan pergi, Da

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 13

    Tangan Tiffany yang memegang kursi roda seketika menegang. Setelah mendengar semua ini, dia baru teringat bahwa tidak ada pelayan yang menghiraukan mereka sejak mereka masuk.Di bawah sinar bulan, Tiffany memandang wajah tampan Sean. Dia merasa pria ini sangat kasihan. Michael yang merupakan kakak sepupu Sean malah menghinanya karena cacat, bahkan melecehkan istrinya di hadapannya.Paman dan bibinya juga meremehkannya. Selain itu, kakek Sean .... Dulu Tiffany mengira Darmawan sangat menyayangi Sean. Jika tidak, mana mungkin dia peduli pada pernikahan Sean?Namun, setelah melihat sikap dingin Darmawan tadi, Tiffany merasa Darmawan tidak benar-benar menyukai Sean.Setelah memikirkan semua ini, hati Tiffany terasa getir. Sejak kecil, Sean telah kehilangan keluarga terdekatnya dan kerabatnya memperlakukannya dengan buruk. Dia pasti sangat sedih, 'kan?Tiffany tiba-tiba menjulurkan tangannya yang bergetar secara naluriah. Dia menyentuh tangan Sean yang dingin. Sean pun terkejut dan menggera

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 14

    Michael yang sedang murka tentu tidak bersedia mendengar cemoohan seperti ini. Dia menendang kursi roda Sean lagi. Kursi roda itu sampai hampir terjatuh.Michael mengira tendangan ini sudah cukup untuk membuat Sean terguling dari kursi rodanya. Namun, sepasang tangan yang mungil sontak menangkap kursi roda itu dengan erat saat kursi roda itu hampir terjatuh.Tiffany menggenggam pegangan kursi roda dengan sekuat tenaga. Dia memelototi Michael sambil membentak, "Kamu nggak boleh menindas suamiku!"Amarah pada tatapan Tiffany membuat Michael sempat mengira ada yang salah dengan pandangannya. Gadis ini jelas-jelas terlihat begitu lemah lembut sebelumnya. Tiffany bahkan tidak bersuara saat Michael meremas bokongnya. Kini, dia malah memelotot dan membentaknya?Michael terkekeh-kekeh, lalu menjulurkan tangan dan mengangkat dagu Tiffany. Dia membalas, "Kenapa? Kamu ingin membela suami cacatmu ya? Jangan lupa, kamu sendiri juga cuma wanita lemah."Michael terkekeh-kekeh kejam dan meneruskan, "K

Bab terbaru

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 188

    Tiffany mendongakkan pandangan ke arah Sean dan bertanya, "Kamu benaran suruh aku pergi main?""Iya," jawab Sean."Baiklah!" seru Tiffany. Dia memegang wajah Sean dan mengecup pipinya. "Aku pergi main, ya! Sayang, kamu duduk di sini dan jangan gerak!""Iya," sahut Sean.Setelah memastikan Sean tidak akan marah, Tiffany dengan girang menggulung kaki celana dan berlari ke dalam sungai. Tiffany berseru, "Chaplin, kamu nggak bisa tangkap ikan kalau begitu! Lihat aku!"....Sean duduk di pinggir sungai. Senyuman menghiasi wajahnya ketika melihat gadis bermata cerah itu asyik bermain dengan Chaplin. Sudah berapa lama dia tidak sesenang ini? Dia sendiri pun lupa.Sean sepertinya tidak pernah merasakan sensasi girang semacam ini lagi sejak kakak meninggal dalam kebakaran 13 tahun yang lalu. Tiffany-lah yang membuatnya merasa masih ada banyak kemungkinan yang ada jika kita masih hidup. Sean mengeluarkan ponselnya sambil tersenyum. Dia menelepon Sofyan untuk menanyakan kemajuan masalah."Pak Se

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 187

    Indira melirik Sean yang berada di kejauhan. Ekspresi wajahnya agak suram. Dia merendahkan suara dan berkata, "Belakangan ini, Santo yang tinggal di sebelah bertengkar dengan pamanmu. Dia setiap hari bergosip di desa. Dia bilang pamanmu nggak berguna sampai harus nikahkan kamu dengan orang lumpuh baru bisa obati penyakit nenekmu."Indira menatap pada Tiffany dengan ekspresi menegur. Dia bertanya, "Kenapa kamu nggak kabari dulu sebelum kamu pulang? Orang-orang di desa tertawakan keluarga kita dalam beberapa hari terakhir. Akhir-akhir ini, pamanmu juga diam di rumah saja karena itu. Kamu malah bawa Pak Sean pulang sekarang. Mau tambah masalah?"Santo adalah ayahnya Wenda. Mendengar omongan Indira, Tiffany akhirnya paham mengapa Wenda sengaja mencari masalah dengannya di kota barusan. Ternyata karena konflik antara Santo dan pamannya.Tiffany merapatkan bibir dan bertanya, "Gimana ini ...."Tiffany terlalu girang karena Sean bisa meluangkan waktu untuk menemaninya. Dia sama sekali tidak m

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 186

    Melihat rombongan itu memasuki kedai mi, bos buru-buru menyambut dengan antusias. Dia memuji, "Nak, kamu benar-benar hebat!"Bos mengambilkan buku menu untuk Tiffany dan berujar, "Suaminya Wenda sudah lama menjadi tiran di kota ini. Nggak nyangka akhirnya ketemu lawan tangguh juga!"Tiffany sering makan di kedai mi itu saat duduk di bangku SMA. Dia cukup akrab dengan bos. Sambil memesan makanan, Tiffany mengernyit dan menjawab, "Benaran?""Iya." Bos mengembuskan napas dan melanjutkan, "Wenda hamil. Beberapa waktu lalu, mereka bikin acara dan minta setiap keluarga pergi ke acara. Sebenarnya, bukan karena kami dekat, tapi minta kami kasih uang."Tiffany tercengang, lalu bertanya, "Bos pergi nggak?"Bos mengembuskan napas lagi. Dia menjawab, "Kalau berani nggak pergi, mampus nanti. Lebih baik kayak kamu, pergi dari kota ini. Dunia di luar lebih baik. Rumah makanku ini juga nggak tahu bisa bertahan sampai kapan ...."Setelah Tiffany memesan makanan, bos pergi ke dapur. Entah mengapa, Tiffa

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 185

    Sean memicingkan mata. Orang lain berpikir dia tidak bisa melihat. Pada kenyataannya, dia dapat melihat gerakan semua orang dengan jelas dari balik kain hitam. Sean menarik Tiffany ke dalam pelukan untuk melindunginya. Dia berkata, "Ternyata warga desa terpencil memang biadab. Kalian semua punya orang tua dan anak, tapi kalian mengintimidasi kami. Kalian nggak takut karma?"Detik berikutnya, terdengar bunyi guntur nyaring dari langit yang mendung dari tadi, seolah-olah menjawab omongan Sean. Orang yang penakut tidak berani bergerak. Orang yang berani tetap mendekat ke arah Tiffany dan Sean. Akan tetapi, mereka hanya mengelilingi, tidak berani benar-benar memukul Sean. Suami Wenda yang bertubuh kekar pun dipelintir tangannya hingga terkilir."Hajar mereka! Aku traktir kalian minum nanti!" teriak Wenda. Dia memegang pergelangan tangan suaminya yang terkilir dan menangis karena sakit hati! Suaminya yang selalu mengintimidasi orang lain. Kapan suaminya pernah dikalahkan? Hajar! Harus ha

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 184

    Tiffany melanjutkan, "Kalau kamu kebanyakan tenaga, rawat janin dalam kandunganmu saja. Nggak usah cari masalah di mana-mana, oke?"Kemarahan Tiffany sudah memuncak. Akan tetapi, Wenda tidak menyerah. Wenda memprovokasi, "Kenapa? Kamu mau pukul aku? Coba saja! Aku ini ibu hamil. Memangnya kamu bisa tanggung konsekuensinya?" Tiffany menarik napas dalam-dalam. Dia menggertakkan gigi dan mencibir, lalu berkata, "Kamu yang minta."Plak! Tiffany langsung menampar Wenda dengan keras. Tiffany berseru, "Aku tampar wajahmu. Kamu nggak bisa bilang janin dalam kandunganmu tersakiti, 'kan? Aku kuliah jurusan kedokteran. Kamu nggak bisa tipu aku."Wenda terbengong karena tamparan itu. Sama sekali tak terpikir olehnya ... Tiffany yang dulunya pasrah dia ejek dan marahi, yang hanya fokus belajar akhirnya melawan! Bahkan berani menamparnya!Tiffany mendongakkan kepala dan memelototi Wenda dengan ekspresi mata dingin. Dia mengangkat tangan untuk menampar lagi. Wenda mundur secara refleks. Seorang pri

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 183

    Tiffany mengenal wanita itu. Dia adalah Wenda yang berasal dari desa yang sama dengannya. Saat mengungkit kampung halamannya pada Sean dua hari lalu, Tiffany sudah memberitahukan bahwa dia dan Wenda tidak akur sejak kecil. Wenda selalu ingin menjatuhkannya di setiap kesempatan yang ada.Untungnya, Tiffany diterima di Universitas Srinen karena nilai ujian nasionalnya yang tinggi. Sementara itu, Wenda tidak diterima di universitas mana pun. Setelah lulus SMA, Wenda langsung pulang ke rumah dan menikah dengan jodoh kencan buta. Sejak itu, dunia Tiffany menjadi jauh lebih tenang. Namun, Tiffany tidak menyangka ketika dia bisa bertemu dengan Wenda ketika dia mendadak membawa Sean keluar dari mobil untuk pergi makan. Benar-benar kebetulan.Pada saat ini, Wenda yang memakai gaun ibu hamil berjalan menuju Tiffany dengan sikap dingin. Sambil berjalan, Wenda mencibir dan mengejek, "Beberapa hari lalu, keluargaku bilang Tiffany nikah dengan orang lumpuh setelah masuk kuliah."Wenda menyindir, "L

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 182

    Tiffany berjanji, "Sayang, jangan khawatir. Aku pasti akan jauh-jauh kalau ketemu dia lagi!"Sean tertawa dengan suara rendah. Dia berkata, "Oke."Usai sarapan, Tiffany mulai mengemas barang-barang yang akan dibawa pulang ke kampung halaman. Hadiah untuk keluarganya memenuhi satu mobil."Aku ikut," kata Chaplin yang sudah melihat Tiffany untuk waktu yang lama dari pintu.Tiffany tidak bisa menahan senyum ketika mendengar suara pemuda yang lantang itu. Dia berucap, "Kamu boleh ikut kalau nggak keberatan kampungku miskin!"Lebih banyak orang lebih ramai! Selain itu, ada banyak kamar di rumah paman, pasti muat! Oleh karena itu, pemuda berpakaian biru itu kembali ke kamar dengan girang untuk mengemas barang.Setelah barang-barang selesai dikemas, Tiffany mendorong Sean untuk naik ke mobil. Begitu mobil berjalan, Tiffany bahkan bersenandung karena girang.Mungkin karena kampung halamannya terpencil, lagu yang disenandungkan oleh Tiffany adalah lagu tren puluhan tahun yang lalu. Chaplin yan

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 181

    Sean terbangun karena ditelepon oleh Mark. Dia menjawab telepon dengan mata terpejam. Dia bertanya, "Ada apa?""Sean, apa maksudmu?" bentak Mark dengan marah. "Aku suruh kamu kirimkan pelayan wanita paling muda di rumahmu. Kenapa kamu kirim Kak Rika?""Mungkin karena Kak Rika memang yang paling muda," jawab Sean sambil menguap. Dia tidak tahu-menahu soal umur pelayan di rumahnya."Omong kosong!" teriak Mark dengan galak di telepon. "Kemarin aku jelas lihat ada satu yang lebih muda lagi di rumahmu!""Seberapa muda?" tanya Sean. Dia turun dari ranjang dan pergi mandi. "Aku nggak ingat ada pelayan muda di rumahku.""Ada!" teriak Mark dengan marah. "Yang aku lihat di halaman kemarin, yang siram tanaman itu! Dia muda dan cantik, lugu, dan imut banget! Aku mau yang itu!"Sean mengernyit. Wanita yang muda, cantik, lugu, dan imut. Sean teringat akan gadis kemarin yang melempar diri ke dalam pelukannya dalam keadaan basah."Deskripsimu benar." Sean membuang air kumur. "Tapi dia bukan pelayan."

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 180

    Tangan Sean yang memeluk Tiffany berangsur-angsur mengerat. Dia berkata, "Sebenarnya, yang penting hidupmu sendiri dijalani dengan baik."Tiffany menggelengkan kepala dan membantah, "Itu terlalu egois. Paman, Bibi, dan Nenek sudah besarkan aku. Aku harus rawat mereka dan beri kehidupan yang lebih baik pada mereka!"Tiffany melanjutkan, "Aku belum punya kemampuan besar sekarang, tapi kalau aku sudah jadi dokter hebat nanti, aku bisa menghidupi mereka!"Sean menatap wajah mungil Tiffany dan mengembuskan napas. Jika bukan karena Tiffany, anak orang kaya seperti Sean tidak akan pernah memahami betapa sukarnya kehidupan orang miskin.Belum pernah Sean bertemu dengan orang seperti Tiffany. Tiffany begitu gigih, mencintai kehidupan dan seluruh dunia. Sementara itu, kehidupan Sean dalam 13 tahun terakhir hanya dipenuhi kesepian dan kebencian.Sean membenci ketidakpedulian Keluarga Tanuwijaya terhadapnya. Sean membenci dirinya karena tidak bisa membunuh musuhnya. Sean membenci dunia ini yang te

DMCA.com Protection Status