"Kita hanya punya satu urusan. Aku hanya butuh keturunan darimu. Setelah itu, kita akan bercerai.“ Sandra pernah berpikir bahwa pernikahan adalah awal dari kebahagiaan, tapi realita justru menamparnya. Hidupnya berubah menjadi penjara, dengan suami yang tak pernah menginginkannya, dan cinta yang tak pernah ia terima. Di tengah rasa sakit dan penolakan, Sandra harus memutuskan bertahan atau melepaskan seseorang yang sejak awal memang tak pernah menjadi miliknya. Bisakah Sandra mempertahankan pernikahannya? Ataukah hatinya akan terus hancur dalam pernikahan tanpa cinta ini?
view moreHari-hari di kediaman Irene terasa lambat bagi Sandra. Di rumah itu, Irene selalu memperlakukannya dengan hangat, seolah Sandra adalah bagian dari. Berbeda jauh dari Bram, yang menganggapnya orang asing. Di mata Irene, mereka adalah pasangan pengantin baru yang sedang menyesuaikan diri. Tapi hanya Sandra yang tahu, pernikahan ini hanyalah kesepakatan tanpa cinta.Pagi itu, Sandra membantu Irene di dapur. Tangannya sibuk mengaduk adonan, mencoba menepis resah yang terus menghantui.“San, kamu tidak perlu repot-repot begini,” ujar Irene lembut.Sandra tersenyum kecil. “Sandra senang membantu, Ma.”Irene tertawa pelan, matanya penuh kasih. “Kamu itu pengantin baru. Tugas kamu cuma satu, kasih Mama cucu yang lucu.”Hati Sandra mencelos. Sandra menelan ludah, menyembunyikan luka di balik senyum tipis.“InsyaAllah, Ma…”Irene hanya tersenyum, lalu melanjutkan pekerjaannya. Menjelang siang, Sandra memilih naik ke kamar. Kakinya melangkah pelan, menahan rasa mual yang mulai datang tanpa seb
Sandra duduk di meja makan, menatap piring di depannya tanpa selera. Suasana pagi itu hening, tak ada satu kata pun yang keluar dari mereka. Hanya suara sendok yang sesekali berbenturan dengan piring.Sejak semalam, ia berharap ada perubahan di antara mereka. Harapan kecil bahwa hubungan ini bisa lebih baik meski tanpa cinta. Tapi ternyata, semuanya tetap sama. Dingin, seperti tak pernah ada yang berarti.Sandra menunduk, menyembunyikan kekecewaannya. Ia tahu, pernikahan ini bukan tempatnya menggantungkan impian.Tiba-tiba, suara Bram memecah kesunyian.“Sore nanti, Mama ingin kamu datang ke rumah.”Sandra menoleh, sedikit terkejut. “Kenapa tiba-tiba, Mas?” tanyanya hati-hati.“Saya juga tidak tidak tau.”Tidak biasanya Mama Irene meminta kami datang. Aku menepis pikiran buruk, dan mulai menyuap makananku. “Saya jemput sepulang kerja, saya harap kamu sudah siap.”----- Senja mulai turun ketika Sandra selesai mematut diri di depan cermin. Penampilannya sederhana, hanya blus putih ber
Malamitu, Sandra hanya bisa menatap kosong ke arah jendela, pikirannya sibukmengurai ucapan-ucapan dari suami barunya yang dingin itu. Iasudah tahu sejak awal bahwa pernikahan ini bukan berdasarkan cinta. Brammemaksanya menandatangani kontrak dengan ancaman, membuatnya terjebak dalam pernikahanini. Meski begitu, ia berusaha menerima. Ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa iabisa menjalani semuanya dengan baik.Namun,sikap Bram membuktikan bahwa semua usahanya sia-sia.Tatapandingin, ucapan tajam, seolah keberadaannya hanya gangguan. Setiap pertemuanhanya mengingatkannya bahwa ia tak lebih dari orang asing di rumah ini. Brak!TubuhSandra seketika menegang ketika tersadar, seseorang telah membuka pintu kamarnyadan memaksa masuk. "MasBram …" Sandramenelan ludah. Jantungnya berdegup kencang saat ia melihat sang suami berdiritepat di depan ranjangnya, deru napasnya memburu, dan wajahnya terlihat memerah.“Mas… kamu mabuk?” tanya Sandra pelan, dalam hati merasa khawatir jika
Perkataan Bram masih terngiang di kepala Sandra. Kata-kata itu menusuknya lebih dalam daripada yang dia kira. Jadi, selama ini, pernikahan ini tak berarti apa-apa baginya?Sandra menggeleng, menepis pikiran buruk yang mulai menguasai benaknya. Dia menatap sekeliling, menyadari betapa sunyinya rumah ini. Para asisten rumah tangga sibuk dengan tugas masing-masing, sementara suaminya tak ada. Hanya dia yang tak melakukan apa pun.Sandra bukan tipe yang betah berdiam diri. Bosan mulai merayapi dirinya. Entah dorongan dari mana, langkahnya membawanya ke depan pintu kamar Bram. Tatapannya tertuju pada gagang pintu. Apakah dia harus masuk?Dia ragu sejenak, tetapi begitu menyadari pintu tak dikunci, rasa penasaran menguasainya. Perlahan, Sandra mendorong pintu dan melangkah masuk.Ruangan itu didominasi warna gold dan silver, tampak elegan dan dingin. Tidak seperti kamarnya yang terang dan hangat, kamar ini terasa begitu asing.Matanya menyapu seluruh ruangan, lalu berhenti pada sebuah pigur
"Saya terima nikah dan kawinnya SandraAdriani binti Abdullah dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai."Ruangan tempat para pria berkumpul hening sejenak.Lalu, seruan saksi menggema."Sah! Sah!"Di ruangan berbeda, Sandra meremas ujung kebayanya. Tangannya sedingin es,kakinya lemas, tapi dia tetap duduk dengan punggung lurus. Matanya terpejamsaat suara itu menusuk telinganya.Sah…Waktu tak bisa diputar kembali. Sekarang, dia telah menjadi seorang istri.“Nduk, ayo temui suamimu.”Suara Amina membuyarkan lamunannya. Sang ibu menggenggam tangannya erat, seolahmemberinya kekuatan. Dengan langkah gemetar, Sandra mengikuti langkah ibunyamenuju ruang utama, di mana suaminya menunggu.Begitu tiba, suasana mendadak terasa asing bagi Sandra. Semua mata tertujupadanya.Di sana, seorang pria berdiri dengan postur tegap, mengenakan setelan rapi,wajahnya tampan—tapi ekspresinya sulit ditebak.Itukah suaminya?“Sandra, ini Nak Bram, suamimu,” kata Amina dengan lembut.Sandra mengangkat waj
"Saya terima nikah dan kawinnya SandraAdriani binti Abdullah dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai."Ruangan tempat para pria berkumpul hening sejenak.Lalu, seruan saksi menggema."Sah! Sah!"Di ruangan berbeda, Sandra meremas ujung kebayanya. Tangannya sedingin es,kakinya lemas, tapi dia tetap duduk dengan punggung lurus. Matanya terpejamsaat suara itu menusuk telinganya.Sah…Waktu tak bisa diputar kembali. Sekarang, dia telah menjadi seorang istri.“Nduk, ayo temui suamimu.”Suara Amina membuyarkan lamunannya. Sang ibu menggenggam tangannya erat, seolahmemberinya kekuatan. Dengan langkah gemetar, Sandra mengikuti langkah ibunyamenuju ruang utama, di mana suaminya menunggu.Begitu tiba, suasana mendadak terasa asing bagi Sandra. Semua mata tertujupadanya.Di sana, seorang pria berdiri dengan postur tegap, mengenakan setelan rapi,wajahnya tampan—tapi ekspresinya sulit ditebak.Itukah suaminya?“Sandra, ini Nak Bram, suamimu,” kata Amina dengan lembut.Sandra mengangkat waj...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments