Share

Bab 4 - Permintaan Ibu Mertua

Penulis: Gumi Gula
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-26 14:02:10

Sandra duduk di meja makan, menatap piring di depannya tanpa selera. Suasana pagi itu hening, tak ada satu kata pun yang keluar dari mereka. Hanya suara sendok yang sesekali berbenturan dengan piring.

Sejak semalam, ia berharap ada perubahan di antara mereka. Harapan kecil bahwa hubungan ini bisa lebih baik meski tanpa cinta. Tapi ternyata, semuanya tetap sama. Dingin, seperti tak pernah ada yang berarti.

Sandra menunduk, menyembunyikan kekecewaannya. Ia tahu, pernikahan ini bukan tempatnya menggantungkan impian.

Tiba-tiba, suara Bram memecah kesunyian.

“Sore nanti, Mama ingin kamu datang ke rumah.”

Sandra menoleh, sedikit terkejut. “Kenapa tiba-tiba, Mas?” tanyanya hati-hati.

“Saya juga tidak tidak tau.”

Tidak biasanya Mama Irene meminta kami datang. Aku menepis pikiran buruk, dan mulai menyuap makananku.

“Saya jemput sepulang kerja, saya harap kamu sudah siap.”

-----

Senja mulai turun ketika Sandra selesai mematut diri di depan cermin. Penampilannya sederhana, hanya blus putih berlengan panjang dipadukan rok hitam selutut. Rambutnya dikuncir rapi, tanpa hiasan berlebih. Raut wajahnya pun polos, tanpa polesan makeup mencolok. Ia tahu, Bram tidak akan peduli.

Dengan napas panjang, Sandra duduk di sofa ruang tamu, menunggu suaminya pulang. Suasana rumah tetap sama hening, hanya beberapa pekerja yang berlalu lalang.

Tak lama, suara deru mobil terdengar memasuki pekarangan. Sesaat kemudian, bunyi klakson terdengar satu kali, singkat, sebagai penanda.

Sandra segera bangkit, merapikan sedikit ujung blusnya sebelum melangkah keluar. Ia membuka pintu, melangkah mendekati mobil dengan hati-hati. Jendela mobil masih tertutup, membuatnya mengetuk kaca pelan.

Bram menurunkan jendela dengan gerakan malas. Tatapannya datar, tanpa sapaan.

“Masuk.”

Hanya satu kata, dingin dan singkat.

Sandra membuka pintu belakang, berniat duduk di kursi belakang. Namun, gerakan tangannya terhenti ketika suara sarkas keluar dari bibir pria itu. “Kamu pikir saya supir kamu?”

Sandra menelan ludah, merasa sedikit canggung. Ujung jarinya mencengkeram pegangan pintu, sebelum akhirnya menutupnya kembali perlahan. Tanpa menjawab, ia beralih ke pintu depan, duduk di samping kemudi.

Bram tak lagi berkata, hanya menyalakan mesin dan melajukan mobil tanpa sepatah kata pun. Udara di dalam mobil terasa menyesakkan, seolah-olah jarak di antara mereka lebih dingin dari udara luar.

Sepanjang perjalanan, Sandra duduk dengan tangan terlipat di pangkuannya, menatap lurus ke jalanan di depan. Nafasnya pelan, seolah berusaha meredam segala kegelisahan yang berkecamuk dalam dada.

Ia tak berani membuka suara. Ia tahu, Bram tak pernah suka jika ia mulai berbicara lebih dulu. Terlebih lagi, Sandra sadar betul—keberadaannya di sisi pria itu tak dia inginkan.

Dia menutup mulutnya, hingga akhirnya, suara berat itu memecah kebekuan.

“Nanti di depan Mama, jangan buat masalah.”

Sandra menoleh pelan. Ada nada peringatan di balik suara dingin itu. Hatinya semakin menciut.

“Berperilakulah layaknya istri yang baik.”

Kata-kata itu begitu tajam, menekankan bahwa hubungan ini hanyalah kesepakatan tanpa ruang perasaan. Sandra menelan ludah, mencoba mengabaikan rasa sesak yang merayap di dadanya.

“Aku mengerti, Mas,” jawabnya lirih, hampir berbisik.

Bram melirik sekilas, lalu kembali menatap jalan tanpa ekspresi.

“Bagus,” jawaban itu datar, seolah tidak ada beban di dalamnya.

Sandra menggigit bibirnya, memilih menunduk, menatap jemari yang saling meremas di pangkuannya. Mungkin memang begini takdir yang harus ia jalani. Tidak akan pernah dicintai.

Mobil terus melaju, membawa mereka mendekati rumah Mama Irene. Udara sore semakin dingin, seakan ikut meresapi suasana hati Sandra yang semakin berat.

Setibanya di gerbang rumah besar itu, Bram memperlambat laju mobil. Pagar besi terbuka perlahan, memperlihatkan halaman luas dengan taman tertata rapi. Sandra menelan ludah, menegakkan punggungnya, berusaha menata napas.

Saat mobil berhenti, Bram segera turun tanpa berkata apa-apa. Sandra mengikuti, menutup pintu mobil dengan hati-hati.

“Jangan lupa senyum,” gumam Bram tanpa menoleh.

Sandra terdiam sejenak, sebelum akhirnya memaksakan senyum tipis di wajahnya.

Hari ini, ia harus memainkan perannya.

Bram menekan bel dengan ekspresi datar, menunggu di depan pintu. Sandra berdiri di sampingnya, merasa jantungnya berdegup cepat, mencoba menenangkan diri.

Langkah kaki terdengar mendekat, dan Sandra menahan napas, matanya fokus pada pintu yang perlahan terbuka. Namun, sebelum pintu sepenuhnya terbuka, Bram mengejutkannya dengan gerakan yang tak terduga. Lengan pria itu melingkar di pinggangnya, gerakannya halus namun cukup membuat Sandra terdiam.

Matanya membesar, dan tanpa sadar, ia menoleh ke arahnya. Pintu terbuka lebih lebar, menampilkan sosok Irene yang tersenyum ramah. "Sampai juga kalian," suaranya lembut, memeriksa keduanya dengan teliti.

“Sedikit macet tadi, Ma,” jawab Bram, suara dinginnya tak berubah.

Irene menghela napas pelan, "Sudah Mama duga. Pasti kalian terjebak macet. Masuklah," ujarnya, melangkah lebih dulu.

Bram menggiring Sandra masuk, masih dengan tangan di pinggangnya. Baru setelah melewati ambang pintu, ia melonggarkan pelukannya, memberi Sandra ruang untuk berjalan lebih dulu.

Setelah masuk, Irene langsung menatap keduanya penuh selidik. “Bagaimana hubungan kalian?” tanyanya tanpa basa-basi.

Baru saja mengambil duduk, Sandra tertegun mendengarnya. Dia sesaat melirik Bram yang duduk di sampingnya.

“Baik, Ma,” jawab Bram datar.

Irene menyipitkan mata, seakan tak percaya. “Mama tidak bertanya denganmu. Mama bertanya dengan Sandra,” ketusnya.

Sandra buru-buru mengangguk, menahan getar suaranya. “Kami baik-baik saja, Ma. Mas Bram memperlakukanku dengan baik. Dia sangat perhatian,” alibiku.

Irene menyandarkan tubuh, matanya masih belum lepas dari mereka. “Mama senang mendengar bahwa Bram memperlakukan kamu dengan baik, San. Lalu… kapan Mama bisa menimang cucu?”

Sandra membeku, jantungnya berdebar. Bram tetap tenang, bahkan nyaris tak bereaksi.

“Mungkin secepatnya,” jawab Bram santai.

Irene tersenyum, matanya berbinar mendengar jawaban Bram. "Mama berharap begitu. Anak-anak itu penting untuk masa depan, kalian berdua sudah waktunya membangun keluarga. Dengan hadirnya anak, akan semakin melengkapi satu sama lain.”

Aku tercubit mendengar ucapan Mama Irene. Dengan hadirnya anak diantara kami, membuat semuanya pupus. Dan disaat itu, aku harus pergi sesuai dengan perjanjian kami. 

Bab terkait

  • Sebatas Istri Kontrak yang Tak Diinginkan   Bab 5 - Mual?

    Hari-hari di kediaman Irene terasa lambat bagi Sandra. Di rumah itu, Irene selalu memperlakukannya dengan hangat, seolah Sandra adalah bagian dari. Berbeda jauh dari Bram, yang menganggapnya orang asing. Di mata Irene, mereka adalah pasangan pengantin baru yang sedang menyesuaikan diri. Tapi hanya Sandra yang tahu, pernikahan ini hanyalah kesepakatan tanpa cinta.Pagi itu, Sandra membantu Irene di dapur. Tangannya sibuk mengaduk adonan, mencoba menepis resah yang terus menghantui.“San, kamu tidak perlu repot-repot begini,” ujar Irene lembut.Sandra tersenyum kecil. “Sandra senang membantu, Ma.”Irene tertawa pelan, matanya penuh kasih. “Kamu itu pengantin baru. Tugas kamu cuma satu, kasih Mama cucu yang lucu.”Hati Sandra mencelos. Sandra menelan ludah, menyembunyikan luka di balik senyum tipis.“InsyaAllah, Ma…”Irene hanya tersenyum, lalu melanjutkan pekerjaannya. Menjelang siang, Sandra memilih naik ke kamar. Kakinya melangkah pelan, menahan rasa mual yang mulai datang tanpa seb

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-26
  • Sebatas Istri Kontrak yang Tak Diinginkan   Bab 6 - Jejak Kehadiran

    Sandra duduk di ruang tamu, tangannya mengelus perut yang masih rata. Irene, yang duduk di seberangnya, tampak lebih perhatian sejak mengetahui kehamilannya. Wanita itu memastikan Sandra beristirahat cukup, makan teratur, dan tidak terlalu banyak bergerak. “Kalian jadi kembali?” tanya Irene sambil menuangkan teh ke cangkir Sandra. Sandra menunduk, ragu menjawab. Namun, sebelum ia sempat membuka suara, Bram yang baru saja turun dari lantai atas lebih dulu menimpali. “Iya, Ma. Bram harus kembali bekerja.” Irene mengerutkan kening, meletakkan cangkirnya di atas meja dengan sedikit keras. “Baru saja tinggal, sudah mau pergi. Setidaknya tinggal beberapa hari lagi.” Bram menarik napas pendek, jelas tidak sependapat. “Tidak bisa, Ma. Kita sudah terlalu lama di sini. Pekerjaan menumpuk banyak di kantor.” “Tapi istrimu sedang hamil, Bram. Siapa yang akan menjaganya di sana?” Nada suara Irene meninggi, sorot matanya tajam. “Apa kamu tega membiarkannya sendirian di mansion?” Sandra

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-06
  • Sebatas Istri Kontrak yang Tak Diinginkan   Bab 1 - Pernikahan

    "Saya terima nikah dan kawinnya SandraAdriani binti Abdullah dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai."Ruangan tempat para pria berkumpul hening sejenak.Lalu, seruan saksi menggema."Sah! Sah!"Di ruangan berbeda, Sandra meremas ujung kebayanya. Tangannya sedingin es,kakinya lemas, tapi dia tetap duduk dengan punggung lurus. Matanya terpejamsaat suara itu menusuk telinganya.Sah…Waktu tak bisa diputar kembali. Sekarang, dia telah menjadi seorang istri.“Nduk, ayo temui suamimu.”Suara Amina membuyarkan lamunannya. Sang ibu menggenggam tangannya erat, seolahmemberinya kekuatan. Dengan langkah gemetar, Sandra mengikuti langkah ibunyamenuju ruang utama, di mana suaminya menunggu.Begitu tiba, suasana mendadak terasa asing bagi Sandra. Semua mata tertujupadanya.Di sana, seorang pria berdiri dengan postur tegap, mengenakan setelan rapi,wajahnya tampan—tapi ekspresinya sulit ditebak.Itukah suaminya?“Sandra, ini Nak Bram, suamimu,” kata Amina dengan lembut.Sandra mengangkat waj

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-26
  • Sebatas Istri Kontrak yang Tak Diinginkan   Bab 2 - Perjanjian

    Perkataan Bram masih terngiang di kepala Sandra. Kata-kata itu menusuknya lebih dalam daripada yang dia kira. Jadi, selama ini, pernikahan ini tak berarti apa-apa baginya?Sandra menggeleng, menepis pikiran buruk yang mulai menguasai benaknya. Dia menatap sekeliling, menyadari betapa sunyinya rumah ini. Para asisten rumah tangga sibuk dengan tugas masing-masing, sementara suaminya tak ada. Hanya dia yang tak melakukan apa pun.Sandra bukan tipe yang betah berdiam diri. Bosan mulai merayapi dirinya. Entah dorongan dari mana, langkahnya membawanya ke depan pintu kamar Bram. Tatapannya tertuju pada gagang pintu. Apakah dia harus masuk?Dia ragu sejenak, tetapi begitu menyadari pintu tak dikunci, rasa penasaran menguasainya. Perlahan, Sandra mendorong pintu dan melangkah masuk.Ruangan itu didominasi warna gold dan silver, tampak elegan dan dingin. Tidak seperti kamarnya yang terang dan hangat, kamar ini terasa begitu asing.Matanya menyapu seluruh ruangan, lalu berhenti pada sebuah pigur

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-26
  • Sebatas Istri Kontrak yang Tak Diinginkan   Bab 3 - Malam Tanpa Cinta

    Malamitu, Sandra hanya bisa menatap kosong ke arah jendela, pikirannya sibukmengurai ucapan-ucapan dari suami barunya yang dingin itu. Iasudah tahu sejak awal bahwa pernikahan ini bukan berdasarkan cinta. Brammemaksanya menandatangani kontrak dengan ancaman, membuatnya terjebak dalam pernikahanini. Meski begitu, ia berusaha menerima. Ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa iabisa menjalani semuanya dengan baik.Namun,sikap Bram membuktikan bahwa semua usahanya sia-sia.Tatapandingin, ucapan tajam, seolah keberadaannya hanya gangguan. Setiap pertemuanhanya mengingatkannya bahwa ia tak lebih dari orang asing di rumah ini. Brak!TubuhSandra seketika menegang ketika tersadar, seseorang telah membuka pintu kamarnyadan memaksa masuk. "MasBram …" Sandramenelan ludah. Jantungnya berdegup kencang saat ia melihat sang suami berdiritepat di depan ranjangnya, deru napasnya memburu, dan wajahnya terlihat memerah.“Mas… kamu mabuk?” tanya Sandra pelan, dalam hati merasa khawatir jika

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-26

Bab terbaru

  • Sebatas Istri Kontrak yang Tak Diinginkan   Bab 6 - Jejak Kehadiran

    Sandra duduk di ruang tamu, tangannya mengelus perut yang masih rata. Irene, yang duduk di seberangnya, tampak lebih perhatian sejak mengetahui kehamilannya. Wanita itu memastikan Sandra beristirahat cukup, makan teratur, dan tidak terlalu banyak bergerak. “Kalian jadi kembali?” tanya Irene sambil menuangkan teh ke cangkir Sandra. Sandra menunduk, ragu menjawab. Namun, sebelum ia sempat membuka suara, Bram yang baru saja turun dari lantai atas lebih dulu menimpali. “Iya, Ma. Bram harus kembali bekerja.” Irene mengerutkan kening, meletakkan cangkirnya di atas meja dengan sedikit keras. “Baru saja tinggal, sudah mau pergi. Setidaknya tinggal beberapa hari lagi.” Bram menarik napas pendek, jelas tidak sependapat. “Tidak bisa, Ma. Kita sudah terlalu lama di sini. Pekerjaan menumpuk banyak di kantor.” “Tapi istrimu sedang hamil, Bram. Siapa yang akan menjaganya di sana?” Nada suara Irene meninggi, sorot matanya tajam. “Apa kamu tega membiarkannya sendirian di mansion?” Sandra

  • Sebatas Istri Kontrak yang Tak Diinginkan   Bab 5 - Mual?

    Hari-hari di kediaman Irene terasa lambat bagi Sandra. Di rumah itu, Irene selalu memperlakukannya dengan hangat, seolah Sandra adalah bagian dari. Berbeda jauh dari Bram, yang menganggapnya orang asing. Di mata Irene, mereka adalah pasangan pengantin baru yang sedang menyesuaikan diri. Tapi hanya Sandra yang tahu, pernikahan ini hanyalah kesepakatan tanpa cinta.Pagi itu, Sandra membantu Irene di dapur. Tangannya sibuk mengaduk adonan, mencoba menepis resah yang terus menghantui.“San, kamu tidak perlu repot-repot begini,” ujar Irene lembut.Sandra tersenyum kecil. “Sandra senang membantu, Ma.”Irene tertawa pelan, matanya penuh kasih. “Kamu itu pengantin baru. Tugas kamu cuma satu, kasih Mama cucu yang lucu.”Hati Sandra mencelos. Sandra menelan ludah, menyembunyikan luka di balik senyum tipis.“InsyaAllah, Ma…”Irene hanya tersenyum, lalu melanjutkan pekerjaannya. Menjelang siang, Sandra memilih naik ke kamar. Kakinya melangkah pelan, menahan rasa mual yang mulai datang tanpa seb

  • Sebatas Istri Kontrak yang Tak Diinginkan   Bab 4 - Permintaan Ibu Mertua

    Sandra duduk di meja makan, menatap piring di depannya tanpa selera. Suasana pagi itu hening, tak ada satu kata pun yang keluar dari mereka. Hanya suara sendok yang sesekali berbenturan dengan piring.Sejak semalam, ia berharap ada perubahan di antara mereka. Harapan kecil bahwa hubungan ini bisa lebih baik meski tanpa cinta. Tapi ternyata, semuanya tetap sama. Dingin, seperti tak pernah ada yang berarti.Sandra menunduk, menyembunyikan kekecewaannya. Ia tahu, pernikahan ini bukan tempatnya menggantungkan impian.Tiba-tiba, suara Bram memecah kesunyian.“Sore nanti, Mama ingin kamu datang ke rumah.”Sandra menoleh, sedikit terkejut. “Kenapa tiba-tiba, Mas?” tanyanya hati-hati.“Saya juga tidak tidak tau.”Tidak biasanya Mama Irene meminta kami datang. Aku menepis pikiran buruk, dan mulai menyuap makananku. “Saya jemput sepulang kerja, saya harap kamu sudah siap.”----- Senja mulai turun ketika Sandra selesai mematut diri di depan cermin. Penampilannya sederhana, hanya blus putih ber

  • Sebatas Istri Kontrak yang Tak Diinginkan   Bab 3 - Malam Tanpa Cinta

    Malamitu, Sandra hanya bisa menatap kosong ke arah jendela, pikirannya sibukmengurai ucapan-ucapan dari suami barunya yang dingin itu. Iasudah tahu sejak awal bahwa pernikahan ini bukan berdasarkan cinta. Brammemaksanya menandatangani kontrak dengan ancaman, membuatnya terjebak dalam pernikahanini. Meski begitu, ia berusaha menerima. Ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa iabisa menjalani semuanya dengan baik.Namun,sikap Bram membuktikan bahwa semua usahanya sia-sia.Tatapandingin, ucapan tajam, seolah keberadaannya hanya gangguan. Setiap pertemuanhanya mengingatkannya bahwa ia tak lebih dari orang asing di rumah ini. Brak!TubuhSandra seketika menegang ketika tersadar, seseorang telah membuka pintu kamarnyadan memaksa masuk. "MasBram …" Sandramenelan ludah. Jantungnya berdegup kencang saat ia melihat sang suami berdiritepat di depan ranjangnya, deru napasnya memburu, dan wajahnya terlihat memerah.“Mas… kamu mabuk?” tanya Sandra pelan, dalam hati merasa khawatir jika

  • Sebatas Istri Kontrak yang Tak Diinginkan   Bab 2 - Perjanjian

    Perkataan Bram masih terngiang di kepala Sandra. Kata-kata itu menusuknya lebih dalam daripada yang dia kira. Jadi, selama ini, pernikahan ini tak berarti apa-apa baginya?Sandra menggeleng, menepis pikiran buruk yang mulai menguasai benaknya. Dia menatap sekeliling, menyadari betapa sunyinya rumah ini. Para asisten rumah tangga sibuk dengan tugas masing-masing, sementara suaminya tak ada. Hanya dia yang tak melakukan apa pun.Sandra bukan tipe yang betah berdiam diri. Bosan mulai merayapi dirinya. Entah dorongan dari mana, langkahnya membawanya ke depan pintu kamar Bram. Tatapannya tertuju pada gagang pintu. Apakah dia harus masuk?Dia ragu sejenak, tetapi begitu menyadari pintu tak dikunci, rasa penasaran menguasainya. Perlahan, Sandra mendorong pintu dan melangkah masuk.Ruangan itu didominasi warna gold dan silver, tampak elegan dan dingin. Tidak seperti kamarnya yang terang dan hangat, kamar ini terasa begitu asing.Matanya menyapu seluruh ruangan, lalu berhenti pada sebuah pigur

  • Sebatas Istri Kontrak yang Tak Diinginkan   Bab 1 - Pernikahan

    "Saya terima nikah dan kawinnya SandraAdriani binti Abdullah dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai."Ruangan tempat para pria berkumpul hening sejenak.Lalu, seruan saksi menggema."Sah! Sah!"Di ruangan berbeda, Sandra meremas ujung kebayanya. Tangannya sedingin es,kakinya lemas, tapi dia tetap duduk dengan punggung lurus. Matanya terpejamsaat suara itu menusuk telinganya.Sah…Waktu tak bisa diputar kembali. Sekarang, dia telah menjadi seorang istri.“Nduk, ayo temui suamimu.”Suara Amina membuyarkan lamunannya. Sang ibu menggenggam tangannya erat, seolahmemberinya kekuatan. Dengan langkah gemetar, Sandra mengikuti langkah ibunyamenuju ruang utama, di mana suaminya menunggu.Begitu tiba, suasana mendadak terasa asing bagi Sandra. Semua mata tertujupadanya.Di sana, seorang pria berdiri dengan postur tegap, mengenakan setelan rapi,wajahnya tampan—tapi ekspresinya sulit ditebak.Itukah suaminya?“Sandra, ini Nak Bram, suamimu,” kata Amina dengan lembut.Sandra mengangkat waj

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status