Share

Bab 2 - Perjanjian

Author: Gumi Gula
last update Last Updated: 2025-02-26 13:37:10

Perkataan Bram masih terngiang di kepala Sandra. Kata-kata itu menusuknya lebih dalam daripada yang dia kira. Jadi, selama ini, pernikahan ini tak berarti apa-apa baginya?

Sandra menggeleng, menepis pikiran buruk yang mulai menguasai benaknya. Dia menatap sekeliling, menyadari betapa sunyinya rumah ini. Para asisten rumah tangga sibuk dengan tugas masing-masing, sementara suaminya tak ada. Hanya dia yang tak melakukan apa pun.

Sandra bukan tipe yang betah berdiam diri. Bosan mulai merayapi dirinya. Entah dorongan dari mana, langkahnya membawanya ke depan pintu kamar Bram. Tatapannya tertuju pada gagang pintu. Apakah dia harus masuk?

Dia ragu sejenak, tetapi begitu menyadari pintu tak dikunci, rasa penasaran menguasainya. Perlahan, Sandra mendorong pintu dan melangkah masuk.

Ruangan itu didominasi warna gold dan silver, tampak elegan dan dingin. Tidak seperti kamarnya yang terang dan hangat, kamar ini terasa begitu asing.

Matanya menyapu seluruh ruangan, lalu berhenti pada sebuah pigura yang berdiri di atas nakas. Sebuah foto seorang wanita. Wajahnya cantik, dengan senyum lembut yang entah mengapa terasa menyakitkan bagi Sandra.

Siapa dia?

Jari-jarinya terulur, mengambil pigura itu, mengamatinya lebih dekat. Namun, sebelum sempat menelaah lebih jauh, lengannya tiba-tiba ditarik dengan kasar dari belakang.

Cengkeraman kuat membuatnya tersentak, pigura itu terlepas dari genggamannya dan jatuh ke lantai, kaca pelindungnya pecah seketika.

Sandra menoleh dengan napas memburu, matanya bertemu dengan sorot tajam penuh amarah dari Bram.

"Berani sekali kamu masuk ke kamar saya?!" suara lelaki itu menggema di ruangan, membuat tubuh Sandra membeku.

“M-Mas, aku tidak sengaja. Aku hanya—”

"Diam!" bentaknya lagi, membuat Sandra otomatis menutup mulutnya.

Sorot mata Bram membara. Rahangnya mengeras, seolah menahan sesuatu yang nyaris meledak.

"Saya tanya sekali lagi, berani-beraninya kamu masuk dan menyentuh barang pribadi saya?" Suaranya rendah, tapi tekanan di setiap katanya begitu menyesakkan.

Sandra menunduk, merasa bersalah. "Maaf, Mas, aku tidak bermaksud—"

Bram melepaskan cengkeramannya dengan kasar, hingga tubuh Sandra terdorong ke belakang. Jika saja dia tidak sempat berpegangan pada nakas, dia pasti sudah jatuh terduduk di lantai.

Dengan gemetar, Sandra berjongkok, tangannya mulai mengumpulkan pecahan kaca yang berserakan. Namun, Bram kembali menariknya untuk berdiri.

"Saya bilang, jangan menyentuhnya!" suara Bram kembali meninggi.

Sandra menahan napas, berusaha menekan tangis yang sudah menggenang di pelupuk matanya.

Bram menghela napas panjang, mengepalkan tangan di sisi tubuhnya.

"Pergi."

"Mas, aku—"

"PERGI!"

Sandra tersentak. Tanpa berpikir panjang, dia berbalik dan berlari keluar dari kamar itu. Dadanya terasa sesak. Rasa malu, sakit hati, dan kekecewaan bercampur menjadi satu.

Baru setelah sampai di kamarnya, Sandra merasakan perih yang menyengat di telapak kakinya. Dia menunduk, dan barulah menyadari pecahan kaca tadi telah melukai kakinya. Darah segar merembes, meninggalkan jejak merah di lantai.

Sandra menghela napas, lalu duduk di tepi ranjang. Tangannya meraih obat di laci meja, kemudian dengan hati-hati membersihkan luka-lukanya dengan alkohol.

Perih menjalar hingga ke seluruh tubuhnya, tapi dia tidak tahu, apakah lebih sakit luka di kakinya atau luka di hatinya.

Seharusnya kamu tidak boleh lancang, Sandra. Kamu bodoh!

Dia membalut kakinya perlahan, merutuki kebodohannya sendiri.

-----

Setelah kejadian di kamar Bram, Sandra tak berani keluar seharian. Bahkan sekadar untuk bertatap muka dengan suaminya pun dia tak sanggup. Dia hanya berdiam diri di kamar, mencoba memahami kesalahannya.

Apa yang sebenarnya diharapkan Bram darinya? Apa arti pernikahan ini bagi pria itu?

Pikirannya terus berkecamuk hingga suara ketukan di pintu mengagetkannya. Sandra menoleh ragu sebelum akhirnya bangkit dan membuka pintu.

"Nyonya…," suara Tari terdengar hati-hati.

"Ada apa, Tari?” tanya Sandra, berusaha menyembunyikan kegelisahan dalam suaranya.

"Tuan Bram memanggil Nyonya. "

Sandra menelan ludah. Tangannya yang menggenggam pintu mendadak terasa dingin.

"Mas Bram?" ucapnya hampir berbisik. "Kenapa, Tar?"

"Saya tidak tahu, Nya, tapi Tuan menunggu Nyonya di meja makan."

Jantungnya berdebar lebih cepat. Entah mengapa firasat buruk menyergapnya.

"Baik, Tar. Saya akan ke sana."

Tari mengangguk lalu pergi. Sandra menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri sebelum akhirnya melangkah keluar kamar.

Saat tiba di ruang makan, Bram sudah duduk di sana, ekspresinya sulit ditebak. Pria itu tampak santai, tapi ada sesuatu dalam tatapan matanya yang membuat Sandra ragu untuk mendekat.

"Duduk," perintah Bram dengan nada dingin.

Sandra menuruti tanpa banyak bicara. Dia duduk di hadapan suaminya, menunduk, tak berani menatap wajah pria itu terlalu lama.

Tanpa berkata apa-apa, Bram meletakkan selembar kertas di hadapannya.

"Itu kontrak pernikahan kita," ucapnya santai.

Sandra mengernyit, mengangkat kepala dan menatap Bram penuh tanya.

"Kontrak pernikahan?" suaranya bergetar. "Maksudnya apa, Mas?"

"Baca saja."

Dengan tangan sedikit gemetar, Sandra meraih kertas itu dan mulai membaca isinya.

Marriage Contract

Pihak kedua tidak boleh mencampuri urusan pribadi pihak pertama.

Pihak kedua tidak boleh jatuh cinta kepada pihak pertama.

Pihak kedua harus patuh terhadap segala perintah pihak pertama.

Pihak kedua harus memberikan keturunan kepada pihak pertama.

Pernikahan ini selesai setelah pihak kedua memberikan keturunan untuk pihak pertama.

Dadanya terasa sesak. Pandangannya mulai kabur oleh air mata yang tertahan. "Kenapa, Mas?" bisiknya hampir tak terdengar.

Bram hanya menatapnya datar.

"Tanda tangani."

Sandra menatap kertas itu dengan perasaan bercampur aduk. Hatinya menolak, tapi pikirannya tahu bahwa dia tak memiliki pilihan lain.

"Aku tidak mau," ucapnya lirih, mengembalikan kertas itu ke hadapan Bram.

Pernikahan ini mungkin bukan impiannya, tapi dia sudah berusaha menerimanya. Orang tuanya begitu bahagia saat dia menikah dengan pria sukses seperti Bramantyo. Mereka berharap Sandra akan hidup nyaman dan sejahtera. Namun, kenyataan yang dia hadapi justru sebaliknya.

Bram menyandarkan punggungnya, lalu menyeringai. "Saya akan menghancurkan keluarga kamu."

Sandra terkesiap.

"Saya bisa membuat usaha bapak kamu bangkrut dalam semalam," lanjutnya dengan nada santai, seolah yang dia katakan hanyalah hal biasa.

Sandra menggigit bibir, tangannya mengepal erat di pangkuan.

"Dasar berengsek," umpatnya dengan suara bergetar.

Bram tertawa kecil. "Saya memang berengsek. Jadi, sekarang tanda tangani surat itu."

Tatapan Sandra jatuh kembali pada kertas di hadapannya. Tangan mungilnya terangkat, perlahan meraih pena. Jari-jarinya gemetar saat menggoreskan tanda tangannya di atas kontrak itu.

Begitu selesai, Bram mengambil kertas itu dengan gerakan cepat, matanya berbinar puas.

"Jangan bodoh karena pernikahan ini, Sandra. Di mata orang lain, kita pasangan suami istri. Tapi bagi saya, kamu hanya orang asing yang kebetulan masuk dalam hidup saya."

Sandra menahan napas, menatap punggung Bram yang sudah bangkit dari tempat duduknya. Namun, pria itu tiba-tiba berhenti dan menoleh.

"Saya harap kontrak ini hanya berlangsung satu tahun," katanya dengan nada dingin. "Jadi, segeralah hamil, supaya saya bisa terbebas dari pernikahan ini."

Setelah mengatakan itu, Bram benar-benar pergi.

Sandra menunduk, menggigit bibirnya untuk menahan isak yang ingin pecah. Dada itu terasa begitu sesak.

Ya Allah… cobaan apa lagi ini?

Related chapters

  • Sebatas Istri Kontrak yang Tak Diinginkan   Bab 3 - Malam Tanpa Cinta

    Malamitu, Sandra hanya bisa menatap kosong ke arah jendela, pikirannya sibukmengurai ucapan-ucapan dari suami barunya yang dingin itu. Iasudah tahu sejak awal bahwa pernikahan ini bukan berdasarkan cinta. Brammemaksanya menandatangani kontrak dengan ancaman, membuatnya terjebak dalam pernikahanini. Meski begitu, ia berusaha menerima. Ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa iabisa menjalani semuanya dengan baik.Namun,sikap Bram membuktikan bahwa semua usahanya sia-sia.Tatapandingin, ucapan tajam, seolah keberadaannya hanya gangguan. Setiap pertemuanhanya mengingatkannya bahwa ia tak lebih dari orang asing di rumah ini. Brak!TubuhSandra seketika menegang ketika tersadar, seseorang telah membuka pintu kamarnyadan memaksa masuk. "MasBram …" Sandramenelan ludah. Jantungnya berdegup kencang saat ia melihat sang suami berdiritepat di depan ranjangnya, deru napasnya memburu, dan wajahnya terlihat memerah.“Mas… kamu mabuk?” tanya Sandra pelan, dalam hati merasa khawatir jika

    Last Updated : 2025-02-26
  • Sebatas Istri Kontrak yang Tak Diinginkan   Bab 4 - Permintaan Ibu Mertua

    Sandra duduk di meja makan, menatap piring di depannya tanpa selera. Suasana pagi itu hening, tak ada satu kata pun yang keluar dari mereka. Hanya suara sendok yang sesekali berbenturan dengan piring.Sejak semalam, ia berharap ada perubahan di antara mereka. Harapan kecil bahwa hubungan ini bisa lebih baik meski tanpa cinta. Tapi ternyata, semuanya tetap sama. Dingin, seperti tak pernah ada yang berarti.Sandra menunduk, menyembunyikan kekecewaannya. Ia tahu, pernikahan ini bukan tempatnya menggantungkan impian.Tiba-tiba, suara Bram memecah kesunyian.“Sore nanti, Mama ingin kamu datang ke rumah.”Sandra menoleh, sedikit terkejut. “Kenapa tiba-tiba, Mas?” tanyanya hati-hati.“Saya juga tidak tidak tau.”Tidak biasanya Mama Irene meminta kami datang. Aku menepis pikiran buruk, dan mulai menyuap makananku. “Saya jemput sepulang kerja, saya harap kamu sudah siap.”----- Senja mulai turun ketika Sandra selesai mematut diri di depan cermin. Penampilannya sederhana, hanya blus putih ber

    Last Updated : 2025-02-26
  • Sebatas Istri Kontrak yang Tak Diinginkan   Bab 5 - Mual?

    Hari-hari di kediaman Irene terasa lambat bagi Sandra. Di rumah itu, Irene selalu memperlakukannya dengan hangat, seolah Sandra adalah bagian dari. Berbeda jauh dari Bram, yang menganggapnya orang asing. Di mata Irene, mereka adalah pasangan pengantin baru yang sedang menyesuaikan diri. Tapi hanya Sandra yang tahu, pernikahan ini hanyalah kesepakatan tanpa cinta.Pagi itu, Sandra membantu Irene di dapur. Tangannya sibuk mengaduk adonan, mencoba menepis resah yang terus menghantui.“San, kamu tidak perlu repot-repot begini,” ujar Irene lembut.Sandra tersenyum kecil. “Sandra senang membantu, Ma.”Irene tertawa pelan, matanya penuh kasih. “Kamu itu pengantin baru. Tugas kamu cuma satu, kasih Mama cucu yang lucu.”Hati Sandra mencelos. Sandra menelan ludah, menyembunyikan luka di balik senyum tipis.“InsyaAllah, Ma…”Irene hanya tersenyum, lalu melanjutkan pekerjaannya. Menjelang siang, Sandra memilih naik ke kamar. Kakinya melangkah pelan, menahan rasa mual yang mulai datang tanpa seb

    Last Updated : 2025-02-26
  • Sebatas Istri Kontrak yang Tak Diinginkan   Bab 6 - Jejak Kehadiran

    Sandra duduk di ruang tamu, tangannya mengelus perut yang masih rata. Irene, yang duduk di seberangnya, tampak lebih perhatian sejak mengetahui kehamilannya. Wanita itu memastikan Sandra beristirahat cukup, makan teratur, dan tidak terlalu banyak bergerak. “Kalian jadi kembali?” tanya Irene sambil menuangkan teh ke cangkir Sandra. Sandra menunduk, ragu menjawab. Namun, sebelum ia sempat membuka suara, Bram yang baru saja turun dari lantai atas lebih dulu menimpali. “Iya, Ma. Bram harus kembali bekerja.” Irene mengerutkan kening, meletakkan cangkirnya di atas meja dengan sedikit keras. “Baru saja tinggal, sudah mau pergi. Setidaknya tinggal beberapa hari lagi.” Bram menarik napas pendek, jelas tidak sependapat. “Tidak bisa, Ma. Kita sudah terlalu lama di sini. Pekerjaan menumpuk banyak di kantor.” “Tapi istrimu sedang hamil, Bram. Siapa yang akan menjaganya di sana?” Nada suara Irene meninggi, sorot matanya tajam. “Apa kamu tega membiarkannya sendirian di mansion?” Sandra

    Last Updated : 2025-03-06
  • Sebatas Istri Kontrak yang Tak Diinginkan   Bab 1 - Pernikahan

    "Saya terima nikah dan kawinnya SandraAdriani binti Abdullah dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai."Ruangan tempat para pria berkumpul hening sejenak.Lalu, seruan saksi menggema."Sah! Sah!"Di ruangan berbeda, Sandra meremas ujung kebayanya. Tangannya sedingin es,kakinya lemas, tapi dia tetap duduk dengan punggung lurus. Matanya terpejamsaat suara itu menusuk telinganya.Sah…Waktu tak bisa diputar kembali. Sekarang, dia telah menjadi seorang istri.“Nduk, ayo temui suamimu.”Suara Amina membuyarkan lamunannya. Sang ibu menggenggam tangannya erat, seolahmemberinya kekuatan. Dengan langkah gemetar, Sandra mengikuti langkah ibunyamenuju ruang utama, di mana suaminya menunggu.Begitu tiba, suasana mendadak terasa asing bagi Sandra. Semua mata tertujupadanya.Di sana, seorang pria berdiri dengan postur tegap, mengenakan setelan rapi,wajahnya tampan—tapi ekspresinya sulit ditebak.Itukah suaminya?“Sandra, ini Nak Bram, suamimu,” kata Amina dengan lembut.Sandra mengangkat waj

    Last Updated : 2025-02-26

Latest chapter

  • Sebatas Istri Kontrak yang Tak Diinginkan   Bab 6 - Jejak Kehadiran

    Sandra duduk di ruang tamu, tangannya mengelus perut yang masih rata. Irene, yang duduk di seberangnya, tampak lebih perhatian sejak mengetahui kehamilannya. Wanita itu memastikan Sandra beristirahat cukup, makan teratur, dan tidak terlalu banyak bergerak. “Kalian jadi kembali?” tanya Irene sambil menuangkan teh ke cangkir Sandra. Sandra menunduk, ragu menjawab. Namun, sebelum ia sempat membuka suara, Bram yang baru saja turun dari lantai atas lebih dulu menimpali. “Iya, Ma. Bram harus kembali bekerja.” Irene mengerutkan kening, meletakkan cangkirnya di atas meja dengan sedikit keras. “Baru saja tinggal, sudah mau pergi. Setidaknya tinggal beberapa hari lagi.” Bram menarik napas pendek, jelas tidak sependapat. “Tidak bisa, Ma. Kita sudah terlalu lama di sini. Pekerjaan menumpuk banyak di kantor.” “Tapi istrimu sedang hamil, Bram. Siapa yang akan menjaganya di sana?” Nada suara Irene meninggi, sorot matanya tajam. “Apa kamu tega membiarkannya sendirian di mansion?” Sandra

  • Sebatas Istri Kontrak yang Tak Diinginkan   Bab 5 - Mual?

    Hari-hari di kediaman Irene terasa lambat bagi Sandra. Di rumah itu, Irene selalu memperlakukannya dengan hangat, seolah Sandra adalah bagian dari. Berbeda jauh dari Bram, yang menganggapnya orang asing. Di mata Irene, mereka adalah pasangan pengantin baru yang sedang menyesuaikan diri. Tapi hanya Sandra yang tahu, pernikahan ini hanyalah kesepakatan tanpa cinta.Pagi itu, Sandra membantu Irene di dapur. Tangannya sibuk mengaduk adonan, mencoba menepis resah yang terus menghantui.“San, kamu tidak perlu repot-repot begini,” ujar Irene lembut.Sandra tersenyum kecil. “Sandra senang membantu, Ma.”Irene tertawa pelan, matanya penuh kasih. “Kamu itu pengantin baru. Tugas kamu cuma satu, kasih Mama cucu yang lucu.”Hati Sandra mencelos. Sandra menelan ludah, menyembunyikan luka di balik senyum tipis.“InsyaAllah, Ma…”Irene hanya tersenyum, lalu melanjutkan pekerjaannya. Menjelang siang, Sandra memilih naik ke kamar. Kakinya melangkah pelan, menahan rasa mual yang mulai datang tanpa seb

  • Sebatas Istri Kontrak yang Tak Diinginkan   Bab 4 - Permintaan Ibu Mertua

    Sandra duduk di meja makan, menatap piring di depannya tanpa selera. Suasana pagi itu hening, tak ada satu kata pun yang keluar dari mereka. Hanya suara sendok yang sesekali berbenturan dengan piring.Sejak semalam, ia berharap ada perubahan di antara mereka. Harapan kecil bahwa hubungan ini bisa lebih baik meski tanpa cinta. Tapi ternyata, semuanya tetap sama. Dingin, seperti tak pernah ada yang berarti.Sandra menunduk, menyembunyikan kekecewaannya. Ia tahu, pernikahan ini bukan tempatnya menggantungkan impian.Tiba-tiba, suara Bram memecah kesunyian.“Sore nanti, Mama ingin kamu datang ke rumah.”Sandra menoleh, sedikit terkejut. “Kenapa tiba-tiba, Mas?” tanyanya hati-hati.“Saya juga tidak tidak tau.”Tidak biasanya Mama Irene meminta kami datang. Aku menepis pikiran buruk, dan mulai menyuap makananku. “Saya jemput sepulang kerja, saya harap kamu sudah siap.”----- Senja mulai turun ketika Sandra selesai mematut diri di depan cermin. Penampilannya sederhana, hanya blus putih ber

  • Sebatas Istri Kontrak yang Tak Diinginkan   Bab 3 - Malam Tanpa Cinta

    Malamitu, Sandra hanya bisa menatap kosong ke arah jendela, pikirannya sibukmengurai ucapan-ucapan dari suami barunya yang dingin itu. Iasudah tahu sejak awal bahwa pernikahan ini bukan berdasarkan cinta. Brammemaksanya menandatangani kontrak dengan ancaman, membuatnya terjebak dalam pernikahanini. Meski begitu, ia berusaha menerima. Ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa iabisa menjalani semuanya dengan baik.Namun,sikap Bram membuktikan bahwa semua usahanya sia-sia.Tatapandingin, ucapan tajam, seolah keberadaannya hanya gangguan. Setiap pertemuanhanya mengingatkannya bahwa ia tak lebih dari orang asing di rumah ini. Brak!TubuhSandra seketika menegang ketika tersadar, seseorang telah membuka pintu kamarnyadan memaksa masuk. "MasBram …" Sandramenelan ludah. Jantungnya berdegup kencang saat ia melihat sang suami berdiritepat di depan ranjangnya, deru napasnya memburu, dan wajahnya terlihat memerah.“Mas… kamu mabuk?” tanya Sandra pelan, dalam hati merasa khawatir jika

  • Sebatas Istri Kontrak yang Tak Diinginkan   Bab 2 - Perjanjian

    Perkataan Bram masih terngiang di kepala Sandra. Kata-kata itu menusuknya lebih dalam daripada yang dia kira. Jadi, selama ini, pernikahan ini tak berarti apa-apa baginya?Sandra menggeleng, menepis pikiran buruk yang mulai menguasai benaknya. Dia menatap sekeliling, menyadari betapa sunyinya rumah ini. Para asisten rumah tangga sibuk dengan tugas masing-masing, sementara suaminya tak ada. Hanya dia yang tak melakukan apa pun.Sandra bukan tipe yang betah berdiam diri. Bosan mulai merayapi dirinya. Entah dorongan dari mana, langkahnya membawanya ke depan pintu kamar Bram. Tatapannya tertuju pada gagang pintu. Apakah dia harus masuk?Dia ragu sejenak, tetapi begitu menyadari pintu tak dikunci, rasa penasaran menguasainya. Perlahan, Sandra mendorong pintu dan melangkah masuk.Ruangan itu didominasi warna gold dan silver, tampak elegan dan dingin. Tidak seperti kamarnya yang terang dan hangat, kamar ini terasa begitu asing.Matanya menyapu seluruh ruangan, lalu berhenti pada sebuah pigur

  • Sebatas Istri Kontrak yang Tak Diinginkan   Bab 1 - Pernikahan

    "Saya terima nikah dan kawinnya SandraAdriani binti Abdullah dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai."Ruangan tempat para pria berkumpul hening sejenak.Lalu, seruan saksi menggema."Sah! Sah!"Di ruangan berbeda, Sandra meremas ujung kebayanya. Tangannya sedingin es,kakinya lemas, tapi dia tetap duduk dengan punggung lurus. Matanya terpejamsaat suara itu menusuk telinganya.Sah…Waktu tak bisa diputar kembali. Sekarang, dia telah menjadi seorang istri.“Nduk, ayo temui suamimu.”Suara Amina membuyarkan lamunannya. Sang ibu menggenggam tangannya erat, seolahmemberinya kekuatan. Dengan langkah gemetar, Sandra mengikuti langkah ibunyamenuju ruang utama, di mana suaminya menunggu.Begitu tiba, suasana mendadak terasa asing bagi Sandra. Semua mata tertujupadanya.Di sana, seorang pria berdiri dengan postur tegap, mengenakan setelan rapi,wajahnya tampan—tapi ekspresinya sulit ditebak.Itukah suaminya?“Sandra, ini Nak Bram, suamimu,” kata Amina dengan lembut.Sandra mengangkat waj

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status