"Mm ... anu ... peran Mbak Karina yang sebelumnya dikasih sama produser terpaksa harus digantiin." Karina Lavina yang sedari tadi menunduk membaca script film di ruang make up, sontak mengerutkan kening. Dia tidak paham akan ucapan perempuan yang diketahuinya merupakan salah satu staf produksi film terbarunya. "Maksudnya gimana, ya, Mbak?" "Peran sebagai Sita di film 'Ada Apa Denganmu?' yang sebelumnya dikasih ke Mbak Karina, terpaksa harus diganti sama talent yang lain. Ini kemauan dari produser film ini sendiri," tukas staf itu pada Karina. Seperti tersambar petir di siang bolong, tubuh Karina tiba-tiba menjadi kaku, tidak bisa digerakkan. Lalu, tidak lama kemudian Karina tertawa keras seraya memegang perutnya. "Mbak, jangan suka bercanda kaya gitu, ah. Saya sampe ketawa keras tadi," ucap Karina setelah menghentikan tawanya.Sayangnya, staf perempuan tersebut justru menatap serius. "Saya serius." Deg! Tanpa mengatakan apa pun lagi, Karina pergi dari ruang make up dengan lang
"Bumi Cakrawala Suherman." Karina kini duduk di single bed seraya memandangi kartu nama yang dia dapatkan dari pria asing tadi siang. Awalnya, Karina tidak mengetahui siapa pria asing yang secara tiba-tiba mengajaknya untuk menikah itu. Namun, setelah diberikan sebuah kartu nama dan ada logo perusahaan yang tertera di sana akhirnya Karina tahu bahwa Bumi adalah cucu satu-satunya pendiri production house dan agensi pertama di Indonesia, Jimmy Suherman dari The One Group. Karina tentu saja terkejut bisa bertemu secara langsung dengan orang yang baru satu bulan dinobatkan sebagai 'CEO' di The One Group. Pasalnya orang yang digadang-gadang menduduki kursi tertinggi itu sangat sulit dicari di berbagai media massa, seperti sedang menyembunyikan diri?Tidak lama dia menurunkan kartu nama itu, lalu menghela napas panjang. Pikirannya melalang buana ke kejadian saat dia di kafe bersama Bumi. "Kamu mungkin bertanya-tanya dengan ucapan saya di halte bus tadi," ucap Bumi kala itu saat keduan
"Sumpah, ya! Nih cowok dari belakang aja udah keliatan cakep, apalagi dari depan? Duh, Titi pasti udah masuk rumah sakit, saking gak kuatnya liat dia. AAA!" Karina mengabaikan ocehan Tiko terkait pria yang menjadi highlight berita terbaru di seluruh berita online karena pikirannya dipaksa untuk kembali ke kejadian saat pria itu mengajukan sebuah penawaran. Walaupun foto yang ditampilkan hanya berupa punggung, tetapi Karina tahu bahwa pria itu adalah Bumi Cakrawala Suherman. Tunggu!Jika penawaran itu sudah terjadi seminggu lalu, berarti besok dirinya harus memberikan jawaban atas pertanyaan yang Bumi berikan tempo hari. Oh tidak! Karina belum memikirkan jawaban pasti yang harus dia berikan besok. Dia memang tidak terlalu memikirkan penawaran itu karena selama ini dirinya disibukkan dengan berbagai casting. Jadi, pikiran itu teralihkan. "Titi harus gimana kalau nanti gak sengaja ketemu sama di--""Gue pernah ketemu sama nih cowok, bukan cuma ketemu tapi ngobrol, Ti!" potong Karin
"Rin, lo kenapa? Kenapa diem aja?" Tidak mendapat jawaban, Tiko mengambil kertas dari tangan Karina dan membacanya. Akhirnya dia paham apa yang membuat Karina menjadi diam setelah membaca formulir tersebut. "Rin, kalau lo mikirin ini mending--""Gak, gak, Ti. Gue udah banyak banget ngerepotin lo, dan gue gak mau lagi lebih ngerepotin lo, Ti." Karina memotong ucapan Tiko karena tahu apa yang akan dikatakan oleh sahabatnya itu. "Tapi lo punya uang segini banyak dari mana dalam waktu singkat?" Yang dikatakan oleh Tiko benar, Karina tidak memiliki uang sebanyak itu untuk membayar biaya operasi sang ibu. Dia memang memiliki simpanan uang, tetapi nominalnya sangat jauh dari yang diperlukan. Menerima kembali bantuan Tiko pun Karina sangat merasa sungkan karena sudah sering membuat sahabatnya itu repot. "Pake uang gue aja dulu, ya, Rin," bujuk Tiko. Karina menggeleng, "Enggak, Tiko. Kalau gue terima bantuan lo lagi, gue ngerasa gue itu cuma beban buat lo doang. Lagian uang yang udah lo
Bumi seketika tertegun mendengar cerita Karina tentang mengubah penawaran yang dia berikan. Entah mengapa, dia merasa terganggu dengan cairan bening yang keluar dari mata perempuan itu. Sayangnya, Karina justru menganggap lain respon Bumi.Terlebih, sudah lima menit berlalu, dan Bumi tidak mengeluarkan satu kata pun membuat Karina berhenti berharap. "Baik, jika Anda menolak permintaan saya, dengan begitu saya pun menolak tawaran--""Tidak." Bumi memotong ucapan Karina tiba-tiba. "Saya setuju dengan perubahan itu." "Berikan saya, nomor rekening kamu agar saya dapat mentransfernya segera," ucap Bumi lagi dengan tegas. Kedua sudut bibir Karina terangkat, memamerkan senyuman bahagia dan lega. "Terima kasih, terima kasih banyak, Anda mau menyetujuinya. Saya sangat senang," tukasnya.Secara refleks, dia bahkan berjalan menghampiri meja kerja Bumi, dan menggenggam erat tangan pria itu. Tubuh Bumi lantas menegang saat Karina menggenggam tangannya. Setelah berhasil menguasai tubuhnya, p
Suasana pemakaman umum di Jakarta Barat terlihat tidak terlalu ramai di pagi hari, hanya ada beberapa penjaga yang tengah membersihkan area makam. Terlihat sebuah mobil sedan mewah milik Bumi terparkir di halaman pemakaman. Salah seorang penjaga menghampiri mobil tersebut. "Saya kira Anda tidak akan datang. Karena sudah dua minggu Anda tidak ke sini," ucapnya pada Bumi yang baru saja turun seraya memegang setangkai bunga mawar putih. Bumi tersenyum formal. "Maaf, saya sedang berada di luar negeri," balasnya. Si penjaga mengangguk mengerti. "Seperti biasa?" Bumi mengangguk. "Hati-hati. Tadi malam turun hujan. Tanahnya jadi basah." Bumi kembali mengangguk, lalu berpamitan pada si penjaga. Dia terus membawa langkahnya pada salah satu makam yang terawat. Bagus Hendrawan Bin Asep Sunandar. Itu adalah nama nisan makam yang Bumi hampiri. Bumi meletakkan setangkai bunga mawar putih di bawah nisan, lalu duduk di sekitar makam. "Halo, Bapak Bagus," sapanya. "Bagaimana keadaan Bapak d
"Gara-gara dia, hidup saya dan Mama harus hidup dalam kekurangan. Dan gara-gara dia juga, saya harus kehilangan kasih sayang seorang ayah," lanjut Karina lagi.Bumi merasa tidak nyaman. Dia tidak bisa membayangkan nasibnya jika Karina mengetahui yang sebenarnya.Hanya saja, ada satu pertanyaan yang sangat pria itu ingin tahu. "Lalu apa yang akan kamu lakukan jika si pe-pengecut itu datang untuk meminta maaf pada kamu?" Karina menatap Bumi dengan yakin, lalu menjawab, "Apa lagi? Tentu saja saya akan menjebloskan dia ke penjara, atau jika perlu dia harus bernasib sama seperti Ayah saya." Hening cukup lama di antara keduanya, hingga akhirnya Bumi memilih berdeham untuk mengalihkan Karina. "Ekhem!" "Bisa kita mulai? Saya masih ada pertemuan yang harus dihadiri," ucap Bumi cepat.Seakan disadarkan tujuan awalnya berkunjung ke makam sang ayah, Karina menepuk dahinya. "Astaghfirullah. Maaf, maaf. Saya beneran lupa tujuan awal saya datang ke sini." Bumi mengangguk singkat, lalu membuat ges
"Saya sudah ada di tempat parkir rumah sakit." Satu kalimat itu yang Karina dengar setelah mengangkat panggilan telepon dari Bumi. Kemarin saat perjalanan menuju kantor, Bumi meminta nomor kontak Karina dengan alasan agar lebih mudah menghubungi perempuan itu jika ada beberapa hal yang harus dibicarakan. "Jangan ditutup dulu sebelum gue jawab bisa, 'kan?" gerutu Karina pelan saat sambungan telepon sudah berakhir tanpa dia menjawab. Dia menatap sang Ibu yang baru selesai meminum obat, dan kini ibunya sedang berbaring menunggu reaksi obat. "Ma?" panggil Karina. Rahma menatap putrinya. "Iya, Rin?" "Ma, Rina mau izin dulu ke luar sebentar. Rina mau ketemuan dulu sama produser film, katanya ada peran yang cocok buat Rina." Karina terpaksa harus berbohong pada ibunya perihal dia harus meninggalkan sang ibu sebentar di rumah sakit sendirian. Rahma mengangguk pelan. "Iya, kamu pergi aja. Mama gak apa-apa kamu tinggalin di sini. Masih ada suster penjaga, nanti kalau Mama butuh apa-apa