"Mm ... anu ... peran Mbak Karina yang sebelumnya dikasih sama produser terpaksa harus digantiin."
Karina Lavina yang sedari tadi menunduk membaca script film di ruang make up, sontak mengerutkan kening.Dia tidak paham akan ucapan perempuan yang diketahuinya merupakan salah satu staf produksi film terbarunya."Maksudnya gimana, ya, Mbak?""Peran sebagai Sita di film 'Ada Apa Denganmu?' yang sebelumnya dikasih ke Mbak Karina, terpaksa harus diganti sama talent yang lain. Ini kemauan dari produser film ini sendiri," tukas staf itu pada Karina.Seperti tersambar petir di siang bolong, tubuh Karina tiba-tiba menjadi kaku, tidak bisa digerakkan. Lalu, tidak lama kemudian Karina tertawa keras seraya memegang perutnya."Mbak, jangan suka bercanda kaya gitu, ah. Saya sampe ketawa keras tadi," ucap Karina setelah menghentikan tawanya.Sayangnya, staf perempuan tersebut justru menatap serius. "Saya serius."Deg!Tanpa mengatakan apa pun lagi, Karina pergi dari ruang make up dengan langkah lebar.Jelas, dia tidak terima dengan keputusan sepihak yang dilayangkan oleh sang produser.Sekitar lima meter dari Karina berada, produser film itu tampak tengah berbincang dengan seorang perempuan.Segera saja, Karina menghampiri pria paruh baya itu.Namun samar-samar, dia mendengar ucapan si perempuan pada si produser."Terima kasih banyak, ya, Pak Yana. Udah masukin saya ke projek film Bapak yang ini.""Malahan saya yang harusnya terima kasih sama kamu, Bel. Anggaran yang awalnya cuman sedikit bisa jadi gede, karena kamu gabung ke projek film saya yang ini. Oh iya, kabar Pak Hendrawan gimana? Sehat?""Kabar Ayah baik, kok, Pak.""Syukurlah. Nanti sampaikan rasa terima kasih saya ke Pak Hendrawan."Karina sontak menghentikan langkahnya ketika si produser menyebut nama tersebut.Pak Hendrawan adalah salah satu donatur yang rela menggelontorkan dana tinggi untuk pembuatan film si produser.Sekarang, dia tahu alasan dirinya diberhentikan mendadak seperti ini.Tangan Karina mengepal.Rasanya dia ingin mengamuk di depan wajah si produser dan memaki-makinya karena tidak profesional dalam bekerja.Namun, mengingat bahwa kemungkinan besar kelakuannya nanti akan berakibat fatal di masa depan, Karina mengurungkan keinginannya itu.Dia pun berbalik, kembali menuju ruang make up untuk mengambil tasnya, lalu meninggalkan kawasan yang akan dipakai sebagai lokasi pembuatan film.Memang benar apa kata orang, jika ingin berkerja di suatu tempat yang bergengsi kalian harus memiliki koneksi.Skill? Itu menjadi urutan terakhir, atau bisa saja diabaikan jika kamu beruntung.*****Karina duduk di kursi panjang halte bus yang sepi.Perempuan 28 tahu itu menatap kosong pada jalanan di depannya dengan pikiran yang semrawut.Kenapa hanya untuk meraih secuil kesuksesan terasa sangat sulit digapai?Walaupun hanya lulusan SMA, Karina selalu berusaha keras untuk menjadi aktris terkenal sejak muda.Dia tidak kenal lelah pergi dari casting satu ke casting lain supaya dapat menghidupi keluarganya. Terutama, sejak ayahnya meninggal.Sayangnya, Karina selalu mendapatkan peran kecil.Barulah setelah 10 tahun berkecimpung dalam dunia seni peran, Karina mendapatkan tawaran untuk berperan sebagai karakter pendukung pemeran utama yang diproduseri oleh Yana Siswanto, salah satu produser yang tengah naik daun dua tahun belakangan ini.Namun, baru saja mencecap sedikit rasa bahagia, dirinya harus terhempas begitu saja hanya karena status 'Orang Dalam'.Tanpa terasa satu bulir air mata meluncur tanpa hambatan di pipi putih Karina. Tidak lama terdengar isakan lirih yang keluar dari bibir perempuan itu.Isakan yang awalnya lirih, semakin lama semakin terdengar nyaring.Karina menangis, mengeluarkan beban yang telah ia simpan sejak keluar dari kawasan pembuatan film.Dia tidak memedulikan pengguna jalan yang menatapnya aneh, termasuk seorang pria yang baru saja bergabung di halte bus dengannya.Kalimat mendadak dari pria itulah yang membuat Karina tersadar dan tertegun."Menikahlah denganku, Karina Lavina.""Hah?"Sinting.Satu kata itulah yang sangat ingin sekali Karina ucapkan pada sosok pria yang tengah berdiri di depannya.Hanya orang sinting yang mau menerima ajakan tersebut. Namun, dia menahannya.Di dunia entertainment, reputasi adalah nomor satu.Jadi, diam-diam Karina meneliti wajah serta tubuh sosok pria asing di depannya ini.Tampak sempurna di mata perempuan yang mengidolakan boyband asal Korea Selatan.Namun, ada sesuatu yang mengusik Karina sedari tadi. Kenapa pria asing ini tahu nama aslinya?Dia yakin tidak pernah bertemu, dan berbincang santai dengan pria asing ini sebelumnya.Akibat dari rasa penasaran tersebut Karina mengajukan sebuah pertanyaan pada pria asing itu. "Maaf, apa kita sebelumnya pernah bertemu? Tadi saya dengar Anda memanggil nama saya. Padahal saya sangat yakin kita tidak pernah bertemu sebelumnya, apalagi berbincang.""Itu tidak penting," balas si pria asing dengan tatapan datar.Apa?Tidak penting?Astaga.Ingin sekali Karina mengamuk saat ini juga.Kenapa semua orang yang dia temui hari ini selalu menguji kesabarannya?Tidak si produser sialan itu, dan tidak juga si pria asing yang sok akrab dengannya ini.Dengan kesabaran yang masih tersisa, Karina berusaha untuk tersenyum formal. "Maaf, tapi itu sangat penting bagi saya."Pria asing itu melihat ke kanan, dan ke kiri.Melihat gelagat tidak nyaman dari si pria asing, diam-diam membuat Karina tersenyum puas.Terlihat dari gestur yang ditunjukkan oleh si pria asing, Karina bisa mengerti bahwa si pria asing itu tidak nyaman akan keramaian.Bosan menunggu respon dari si pria asing, Karina menyambar dan menyampirkan tasnya di bahu kanan. "Anda tidak mau menjawab? Ok, saya akan pergi seka--""Tunggu." Pria asing itu mencegah niatan Karina yang akan berdiri.Pria asing itu berdeham, "Saya selalu melihat kamu di beberapa sinetron dan beberapa film yang kamu mainkan."Bolehkan Karina merasa terharu sekarang? Karena ada orang yang mengingatnya dalam dunia seni peran."Oh begitu. Ok," sahut Karina singkat karena tidak tahu harus melakukan apa.Maka, beberapa saat kemudian Karina menghela napas sejenak, dan menyematkan senyum formal pada pria asing yang masih berdiri di depannya. "Maaf, tapi saya tidak tertarik dengan apa yang Anda ucapkan. Saya, permisi."Karina pun berdiri dan bergegas pergi dari halte dan pria asing tersebut.Namun, pria asing itu kembali menghentikan langkahnya dengan berkata, "Saya memiliki sesuatu yang kamu inginkan."Karina sontak berbalik. "Maksudnya?" tanyanya dengan kening yang berkerut.Pria asing itu berdeham sekali lagi, lalu menatap keadaan di sekitar halte bus. "Lebih baik kita pindah tempat. Saya tidak ingin ada orang lain yang ikut mendengar," tukasnya."Saya jamin apa yang saya ucapkan nanti, kamu akan mengerti maksud dari ajakan saya sebelumnya."Bersambung."Bumi Cakrawala Suherman." Karina kini duduk di single bed seraya memandangi kartu nama yang dia dapatkan dari pria asing tadi siang. Awalnya, Karina tidak mengetahui siapa pria asing yang secara tiba-tiba mengajaknya untuk menikah itu. Namun, setelah diberikan sebuah kartu nama dan ada logo perusahaan yang tertera di sana akhirnya Karina tahu bahwa Bumi adalah cucu satu-satunya pendiri production house dan agensi pertama di Indonesia, Jimmy Suherman dari The One Group. Karina tentu saja terkejut bisa bertemu secara langsung dengan orang yang baru satu bulan dinobatkan sebagai 'CEO' di The One Group. Pasalnya orang yang digadang-gadang menduduki kursi tertinggi itu sangat sulit dicari di berbagai media massa, seperti sedang menyembunyikan diri?Tidak lama dia menurunkan kartu nama itu, lalu menghela napas panjang. Pikirannya melalang buana ke kejadian saat dia di kafe bersama Bumi. "Kamu mungkin bertanya-tanya dengan ucapan saya di halte bus tadi," ucap Bumi kala itu saat keduan
"Sumpah, ya! Nih cowok dari belakang aja udah keliatan cakep, apalagi dari depan? Duh, Titi pasti udah masuk rumah sakit, saking gak kuatnya liat dia. AAA!" Karina mengabaikan ocehan Tiko terkait pria yang menjadi highlight berita terbaru di seluruh berita online karena pikirannya dipaksa untuk kembali ke kejadian saat pria itu mengajukan sebuah penawaran. Walaupun foto yang ditampilkan hanya berupa punggung, tetapi Karina tahu bahwa pria itu adalah Bumi Cakrawala Suherman. Tunggu!Jika penawaran itu sudah terjadi seminggu lalu, berarti besok dirinya harus memberikan jawaban atas pertanyaan yang Bumi berikan tempo hari. Oh tidak! Karina belum memikirkan jawaban pasti yang harus dia berikan besok. Dia memang tidak terlalu memikirkan penawaran itu karena selama ini dirinya disibukkan dengan berbagai casting. Jadi, pikiran itu teralihkan. "Titi harus gimana kalau nanti gak sengaja ketemu sama di--""Gue pernah ketemu sama nih cowok, bukan cuma ketemu tapi ngobrol, Ti!" potong Karin
"Rin, lo kenapa? Kenapa diem aja?" Tidak mendapat jawaban, Tiko mengambil kertas dari tangan Karina dan membacanya. Akhirnya dia paham apa yang membuat Karina menjadi diam setelah membaca formulir tersebut. "Rin, kalau lo mikirin ini mending--""Gak, gak, Ti. Gue udah banyak banget ngerepotin lo, dan gue gak mau lagi lebih ngerepotin lo, Ti." Karina memotong ucapan Tiko karena tahu apa yang akan dikatakan oleh sahabatnya itu. "Tapi lo punya uang segini banyak dari mana dalam waktu singkat?" Yang dikatakan oleh Tiko benar, Karina tidak memiliki uang sebanyak itu untuk membayar biaya operasi sang ibu. Dia memang memiliki simpanan uang, tetapi nominalnya sangat jauh dari yang diperlukan. Menerima kembali bantuan Tiko pun Karina sangat merasa sungkan karena sudah sering membuat sahabatnya itu repot. "Pake uang gue aja dulu, ya, Rin," bujuk Tiko. Karina menggeleng, "Enggak, Tiko. Kalau gue terima bantuan lo lagi, gue ngerasa gue itu cuma beban buat lo doang. Lagian uang yang udah lo
Bumi seketika tertegun mendengar cerita Karina tentang mengubah penawaran yang dia berikan. Entah mengapa, dia merasa terganggu dengan cairan bening yang keluar dari mata perempuan itu. Sayangnya, Karina justru menganggap lain respon Bumi.Terlebih, sudah lima menit berlalu, dan Bumi tidak mengeluarkan satu kata pun membuat Karina berhenti berharap. "Baik, jika Anda menolak permintaan saya, dengan begitu saya pun menolak tawaran--""Tidak." Bumi memotong ucapan Karina tiba-tiba. "Saya setuju dengan perubahan itu." "Berikan saya, nomor rekening kamu agar saya dapat mentransfernya segera," ucap Bumi lagi dengan tegas. Kedua sudut bibir Karina terangkat, memamerkan senyuman bahagia dan lega. "Terima kasih, terima kasih banyak, Anda mau menyetujuinya. Saya sangat senang," tukasnya.Secara refleks, dia bahkan berjalan menghampiri meja kerja Bumi, dan menggenggam erat tangan pria itu. Tubuh Bumi lantas menegang saat Karina menggenggam tangannya. Setelah berhasil menguasai tubuhnya, p
Suasana pemakaman umum di Jakarta Barat terlihat tidak terlalu ramai di pagi hari, hanya ada beberapa penjaga yang tengah membersihkan area makam. Terlihat sebuah mobil sedan mewah milik Bumi terparkir di halaman pemakaman. Salah seorang penjaga menghampiri mobil tersebut. "Saya kira Anda tidak akan datang. Karena sudah dua minggu Anda tidak ke sini," ucapnya pada Bumi yang baru saja turun seraya memegang setangkai bunga mawar putih. Bumi tersenyum formal. "Maaf, saya sedang berada di luar negeri," balasnya. Si penjaga mengangguk mengerti. "Seperti biasa?" Bumi mengangguk. "Hati-hati. Tadi malam turun hujan. Tanahnya jadi basah." Bumi kembali mengangguk, lalu berpamitan pada si penjaga. Dia terus membawa langkahnya pada salah satu makam yang terawat. Bagus Hendrawan Bin Asep Sunandar. Itu adalah nama nisan makam yang Bumi hampiri. Bumi meletakkan setangkai bunga mawar putih di bawah nisan, lalu duduk di sekitar makam. "Halo, Bapak Bagus," sapanya. "Bagaimana keadaan Bapak d
"Gara-gara dia, hidup saya dan Mama harus hidup dalam kekurangan. Dan gara-gara dia juga, saya harus kehilangan kasih sayang seorang ayah," lanjut Karina lagi.Bumi merasa tidak nyaman. Dia tidak bisa membayangkan nasibnya jika Karina mengetahui yang sebenarnya.Hanya saja, ada satu pertanyaan yang sangat pria itu ingin tahu. "Lalu apa yang akan kamu lakukan jika si pe-pengecut itu datang untuk meminta maaf pada kamu?" Karina menatap Bumi dengan yakin, lalu menjawab, "Apa lagi? Tentu saja saya akan menjebloskan dia ke penjara, atau jika perlu dia harus bernasib sama seperti Ayah saya." Hening cukup lama di antara keduanya, hingga akhirnya Bumi memilih berdeham untuk mengalihkan Karina. "Ekhem!" "Bisa kita mulai? Saya masih ada pertemuan yang harus dihadiri," ucap Bumi cepat.Seakan disadarkan tujuan awalnya berkunjung ke makam sang ayah, Karina menepuk dahinya. "Astaghfirullah. Maaf, maaf. Saya beneran lupa tujuan awal saya datang ke sini." Bumi mengangguk singkat, lalu membuat ges
"Saya sudah ada di tempat parkir rumah sakit." Satu kalimat itu yang Karina dengar setelah mengangkat panggilan telepon dari Bumi. Kemarin saat perjalanan menuju kantor, Bumi meminta nomor kontak Karina dengan alasan agar lebih mudah menghubungi perempuan itu jika ada beberapa hal yang harus dibicarakan. "Jangan ditutup dulu sebelum gue jawab bisa, 'kan?" gerutu Karina pelan saat sambungan telepon sudah berakhir tanpa dia menjawab. Dia menatap sang Ibu yang baru selesai meminum obat, dan kini ibunya sedang berbaring menunggu reaksi obat. "Ma?" panggil Karina. Rahma menatap putrinya. "Iya, Rin?" "Ma, Rina mau izin dulu ke luar sebentar. Rina mau ketemuan dulu sama produser film, katanya ada peran yang cocok buat Rina." Karina terpaksa harus berbohong pada ibunya perihal dia harus meninggalkan sang ibu sebentar di rumah sakit sendirian. Rahma mengangguk pelan. "Iya, kamu pergi aja. Mama gak apa-apa kamu tinggalin di sini. Masih ada suster penjaga, nanti kalau Mama butuh apa-apa
Seperti janji Bumi kemarin, bahwa pria itu akan berkunjung ke rumah sakit untuk bertemu dengan Rahma, ibunya Karina Lavina. Sebelum masuk ke kamar inap, Bumi memeriksa kembali penampilan dan beberapa buah tangan. Hari ini Bumi mengenakan pakaian santai, tetapi masih enak dipandang oleh orang lain. Bumi bersiap untuk mengetuk pintu kamar inap, tetapi sudah lebih dulu dibuka oleh seorang pria. "Akhirnya dateng juga orang yang ditunggu-tunggu," sapa Tiko ceria, dan mendapati Bumi yang terkejut. "Halo, ganteng," tambahnya seraya mengedipkan mata kanannya. Bumi diam-diam meneliti penampilan Tiko. Apakah pria ini yang diceritakan oleh Karina kemarin? Sepertinya iya, karena tingkah pria di depannya ini sama persis dengan yang digambarkan oleh Karina, lebih atraktif saat berhadapan dengan pria. "Jangan dilihat segitunya dong, kan aku jadi malu." Tiko terkikik pelan seraya menatap Bumi malu-malu. "Ti, tamunya udah dateng, ya?" celetuk Rahma, karena Tiko belum juga kembali saat mengata