"Bumi Cakrawala Suherman."
Karina kini duduk di single bed seraya memandangi kartu nama yang dia dapatkan dari pria asing tadi siang.Awalnya, Karina tidak mengetahui siapa pria asing yang secara tiba-tiba mengajaknya untuk menikah itu.Namun, setelah diberikan sebuah kartu nama dan ada logo perusahaan yang tertera di sana akhirnya Karina tahu bahwa Bumi adalah cucu satu-satunya pendiri production house dan agensi pertama di Indonesia, Jimmy Suherman dari The One Group.Karina tentu saja terkejut bisa bertemu secara langsung dengan orang yang baru satu bulan dinobatkan sebagai 'CEO' di The One Group.Pasalnya orang yang digadang-gadang menduduki kursi tertinggi itu sangat sulit dicari di berbagai media massa, seperti sedang menyembunyikan diri?Tidak lama dia menurunkan kartu nama itu, lalu menghela napas panjang. Pikirannya melalang buana ke kejadian saat dia di kafe bersama Bumi."Kamu mungkin bertanya-tanya dengan ucapan saya di halte bus tadi," ucap Bumi kala itu saat keduanya duduk di salah satu kursi kafe.Karina mengangguk pelan. "Ya, jujur aja saya kaget waktu Anda tiba-tiba ngajak saya nikah. Padahal kita gak pernah ketemu sebelumnya."Bumi mengangguk mengerti, lalu menggeser sebuah kartu nama di atas meja pada Karina, dan diterima oleh perempuan itu.Tanpa sadar Karina melotot. "The One Group?" gumamnya."Seperti yang tertera di kartu nama itu, saya wajah baru CEO The One Group," ungkap Bumi tegas."Saya ingin melakukan penawaran dengan kamu," tambahnya ketika Karina hanya diam saja tidak mengeluarkan sepatah kata pun.Mata Karina berkedip beberapa kali, lalu bertanya dengan kening yang berkerut, "Penawaran? Penawaran apa, ya, maksudnya?"Bumi berdeham sekali lagi, "Begini, mungkin ini akan terdengar konyol di telinga kamu. Tapi, saya benar-benar butuh bantuan kamu.""Kakek saya, Jimmy Suherman, menginginkan saya untuk menikah sebelum jatah hidup beliau di dunia habis. Maka dari itu, saya ingin mengajak kamu untuk bekerja sama dalam pernikahan kontrak selama satu tahun," paparnya.Karina tidak langsung menjawab, tetapi ia memilih untuk meneliti wajah Bumi. "Anda mabuk, ya? Kenapa malah ngajak saya? Kenapa gak pacar Anda aja yang Anda ajak nikah?""Udah, ah, jangan ngawur. Mending saya pergi aja dari sini. Saya sibuk," imbuhnya seraya berdiri dari kursi."Saya tidak memiliki seorang pacar," cegah Bumi sebelum Karina melangkahkan kaki."Oh. Ya udah, Anda nyari yang lain aja, saya gak minat.""Saya akan membantu kamu dalam mencapai impian kamu sebagai aktris terkenal." Bumi kembali mencegah kepergian Karina, dan itu membuahkan hasil karena perempuan itu kini berbalik menatapnya."Kamu sudah tahu, 'kan, kalau saya memegang jabatan sebagai CEO di The One Group? Mudah bagi saya untuk mengangkat karir kamu di bidang seni peran dalam waktu sekejap," tawarnya lebih jelas.Karina kembali meneliti penampilan Bumi dari ujung rambut hingga ujung sepatu pantofel pria itu.Dia bertanya-tanya bagaimana Bumi bisa tahu kalau dirinya sedang meraih mimpi sebagai aktris terkenal?"Saya tahu apa yang kamu pikirkan tentang saya, tapi maaf saya tidak bisa menjelaskannya sekarang, karena saya ada pertemuan dengan seorang klien. Jadi, untuk menghemat waktu kamu boleh memikirkan tawaran saya sebelumnya.""Saya akan menagih jawaban kamu satu minggu dari sekarang. Saya, permisi," ucap Bumi lalu pergi.Karina mendengkus kala kembali mengingat bagaimana cara pria itu pergi dari hadapannya ketika di kafe."Dasar manusia sombong. Dikira cuma dia doang yang sibuk? Gue juga kali," gerutunya.Dia pun merebahkan tubuhnya di ranjang dan berusaha tidur."Saya akan membantu kamu dalam mencapai impian kamu sebagai aktris terkenal."Sayangnya, ucapan Bumi mendadak terngiang di kepala Karina.Penawaran tersebut terdengar menggiurkan. Namun, bukankah dirinya sama saja seperti orang-orang di luar sana yang memanfaatkan sebuah koneksi jika dia mengambil penawaran itu?Karina menggaruk kepala. "Tau ah, pusing. Yang jelas gue gak akan nerima penawaran itu," lirih lalu tertidur.*****Sayangnya, Karina merasa ada dedemit yang mengikuti dirinya.Sudah seminggu sejak gagalnya dia mendapat peran di film, lagi-lagi Karina harus gagal mendapatkan peran untuk sinetron yang akan tayang tiga bulan lagi.Alasannya sama, ada artis pendatang baru yang memakai kata 'relasi' dari artis senior!Menahan emosi, Karina menuju kost-an sahabatnya."Nyebelin!" omelnya begitu tiba."Yeiy kenapa, sih? Dateng-dateng langsung nyelonong ke kamar, terus tiduran di kasur eikeu. Terus sekarang ngomel-ngomel gak jelas lagi," tegur seorang pria bergaya kemayu yang tengah memegang kapas dengan jari kelingking diangkat."Gue kesel banget, Titi! Masa tadi gue udah effort banget buat mendalami karakter biar dipilih sama juri, eh tahu-tahu salah satu staf di sana ngomong ke gue gini, "Maaf, Mbak, untuk peran yang ini ternyata sudah di-booking". Ngomong gitu coba, Ti! Kan gue kesel. Buang-buang waktu tahu, gak?!"Tiko Slamet yang sering dipanggil 'Titi' karena gayanya yang kemayu menghela napas. "Koneksi lagi?"Karina mengangguk lesu. "Iya. Capek tahu, gak? Setiap ada kesempatan bagus di depan mata gue, eh malah ditikung sama orang yang katanya punya koneksi itu. Pokoknya sebel! Sebel! Sebel! Kapan karir gue naik, Titi?" pungkasnya, menahan isakan."Kalau kaya gini terus, gue kasian sama Mama yang udah percaya penuh ke gue. Gue ngerasa jadi anak gagal, karena gak bisa bahagiain Mama."Melihat itu, Tiko buru-buru menghampiri Karina yang terisak. "Hush! Jangan ngomong gitu, Rina. Bukannya gak bisa, tapi belum. Nanti juga lo bakalan bikin Mama Rahma bahagia," imbuhnya menenangkan sahabatnya itu."Lagian gue malah mikir kalau Mama Rahma udah bahagia, karena dengan adanya lo di dunia Mama Rahma udah bahagia," imbuhnya yakin."Tapi--""Udah ah, jangan banyak tapi-tapian. Gue yakin karir lo bakalan sukses ke depannya, begitu pun dengan karir gue."Karina menatap Tiko masih dengan sisa-sisa air mata dan mata merah, lalu merentangkan kedua tangan. "Titi! Gue beruntung banget bisa sahabatan sama lo," tukasnya seraya memeluk tubuh pria kemayu itu.Tiko pun membalas pelukan Karina, "Gue juga beruntung banget bisa ketemu sama lo yang udah terima gue apa adanya, tanpa banyak nyinyir," sahutnya.Karina kadang aneh dengan Tiko, di saat sedang serius pria kemayu itu akan mengeluarkan sisi pria yang hangat, dan saling mengerti.Namun, di saat tidak terlalu serius akan kembali menjadi kemayu."Oh iya, yeiy udah baca berita hari ini belum?"Nah kan, Tiko akan merubah vokal dan gayanya menjadi kemayu lagi. Walaupun begitu, Karina tetap merasa bersyukur bisa bertemu dengan seorang Tiko Slamet.Diperhatikannya Tiko yang menggapai ponsel di atas nakas samping ranjang.Setelahnya, membuka media sosial, dan menggulir beberapa laman berita online hingga menghentikan pada berita yang dimaksud. "Ini, coba yeiy baca."Karina lantas menerima ponsel Tiko, lalu membaca judul berita yang tertera di sana.[DIDUGA SEBAGAI WAJAH BARU THE ONE GROUP PRIA INI TERLIHAT SEDANG BERSAMA DENGAN SEORANG PEREMPUAN DI KAFE LIGHT OUT!]Deg!Bersambung."Sumpah, ya! Nih cowok dari belakang aja udah keliatan cakep, apalagi dari depan? Duh, Titi pasti udah masuk rumah sakit, saking gak kuatnya liat dia. AAA!" Karina mengabaikan ocehan Tiko terkait pria yang menjadi highlight berita terbaru di seluruh berita online karena pikirannya dipaksa untuk kembali ke kejadian saat pria itu mengajukan sebuah penawaran. Walaupun foto yang ditampilkan hanya berupa punggung, tetapi Karina tahu bahwa pria itu adalah Bumi Cakrawala Suherman. Tunggu!Jika penawaran itu sudah terjadi seminggu lalu, berarti besok dirinya harus memberikan jawaban atas pertanyaan yang Bumi berikan tempo hari. Oh tidak! Karina belum memikirkan jawaban pasti yang harus dia berikan besok. Dia memang tidak terlalu memikirkan penawaran itu karena selama ini dirinya disibukkan dengan berbagai casting. Jadi, pikiran itu teralihkan. "Titi harus gimana kalau nanti gak sengaja ketemu sama di--""Gue pernah ketemu sama nih cowok, bukan cuma ketemu tapi ngobrol, Ti!" potong Karin
"Rin, lo kenapa? Kenapa diem aja?" Tidak mendapat jawaban, Tiko mengambil kertas dari tangan Karina dan membacanya. Akhirnya dia paham apa yang membuat Karina menjadi diam setelah membaca formulir tersebut. "Rin, kalau lo mikirin ini mending--""Gak, gak, Ti. Gue udah banyak banget ngerepotin lo, dan gue gak mau lagi lebih ngerepotin lo, Ti." Karina memotong ucapan Tiko karena tahu apa yang akan dikatakan oleh sahabatnya itu. "Tapi lo punya uang segini banyak dari mana dalam waktu singkat?" Yang dikatakan oleh Tiko benar, Karina tidak memiliki uang sebanyak itu untuk membayar biaya operasi sang ibu. Dia memang memiliki simpanan uang, tetapi nominalnya sangat jauh dari yang diperlukan. Menerima kembali bantuan Tiko pun Karina sangat merasa sungkan karena sudah sering membuat sahabatnya itu repot. "Pake uang gue aja dulu, ya, Rin," bujuk Tiko. Karina menggeleng, "Enggak, Tiko. Kalau gue terima bantuan lo lagi, gue ngerasa gue itu cuma beban buat lo doang. Lagian uang yang udah lo
Bumi seketika tertegun mendengar cerita Karina tentang mengubah penawaran yang dia berikan. Entah mengapa, dia merasa terganggu dengan cairan bening yang keluar dari mata perempuan itu. Sayangnya, Karina justru menganggap lain respon Bumi.Terlebih, sudah lima menit berlalu, dan Bumi tidak mengeluarkan satu kata pun membuat Karina berhenti berharap. "Baik, jika Anda menolak permintaan saya, dengan begitu saya pun menolak tawaran--""Tidak." Bumi memotong ucapan Karina tiba-tiba. "Saya setuju dengan perubahan itu." "Berikan saya, nomor rekening kamu agar saya dapat mentransfernya segera," ucap Bumi lagi dengan tegas. Kedua sudut bibir Karina terangkat, memamerkan senyuman bahagia dan lega. "Terima kasih, terima kasih banyak, Anda mau menyetujuinya. Saya sangat senang," tukasnya.Secara refleks, dia bahkan berjalan menghampiri meja kerja Bumi, dan menggenggam erat tangan pria itu. Tubuh Bumi lantas menegang saat Karina menggenggam tangannya. Setelah berhasil menguasai tubuhnya, p
Suasana pemakaman umum di Jakarta Barat terlihat tidak terlalu ramai di pagi hari, hanya ada beberapa penjaga yang tengah membersihkan area makam. Terlihat sebuah mobil sedan mewah milik Bumi terparkir di halaman pemakaman. Salah seorang penjaga menghampiri mobil tersebut. "Saya kira Anda tidak akan datang. Karena sudah dua minggu Anda tidak ke sini," ucapnya pada Bumi yang baru saja turun seraya memegang setangkai bunga mawar putih. Bumi tersenyum formal. "Maaf, saya sedang berada di luar negeri," balasnya. Si penjaga mengangguk mengerti. "Seperti biasa?" Bumi mengangguk. "Hati-hati. Tadi malam turun hujan. Tanahnya jadi basah." Bumi kembali mengangguk, lalu berpamitan pada si penjaga. Dia terus membawa langkahnya pada salah satu makam yang terawat. Bagus Hendrawan Bin Asep Sunandar. Itu adalah nama nisan makam yang Bumi hampiri. Bumi meletakkan setangkai bunga mawar putih di bawah nisan, lalu duduk di sekitar makam. "Halo, Bapak Bagus," sapanya. "Bagaimana keadaan Bapak d
"Gara-gara dia, hidup saya dan Mama harus hidup dalam kekurangan. Dan gara-gara dia juga, saya harus kehilangan kasih sayang seorang ayah," lanjut Karina lagi.Bumi merasa tidak nyaman. Dia tidak bisa membayangkan nasibnya jika Karina mengetahui yang sebenarnya.Hanya saja, ada satu pertanyaan yang sangat pria itu ingin tahu. "Lalu apa yang akan kamu lakukan jika si pe-pengecut itu datang untuk meminta maaf pada kamu?" Karina menatap Bumi dengan yakin, lalu menjawab, "Apa lagi? Tentu saja saya akan menjebloskan dia ke penjara, atau jika perlu dia harus bernasib sama seperti Ayah saya." Hening cukup lama di antara keduanya, hingga akhirnya Bumi memilih berdeham untuk mengalihkan Karina. "Ekhem!" "Bisa kita mulai? Saya masih ada pertemuan yang harus dihadiri," ucap Bumi cepat.Seakan disadarkan tujuan awalnya berkunjung ke makam sang ayah, Karina menepuk dahinya. "Astaghfirullah. Maaf, maaf. Saya beneran lupa tujuan awal saya datang ke sini." Bumi mengangguk singkat, lalu membuat ges
"Saya sudah ada di tempat parkir rumah sakit." Satu kalimat itu yang Karina dengar setelah mengangkat panggilan telepon dari Bumi. Kemarin saat perjalanan menuju kantor, Bumi meminta nomor kontak Karina dengan alasan agar lebih mudah menghubungi perempuan itu jika ada beberapa hal yang harus dibicarakan. "Jangan ditutup dulu sebelum gue jawab bisa, 'kan?" gerutu Karina pelan saat sambungan telepon sudah berakhir tanpa dia menjawab. Dia menatap sang Ibu yang baru selesai meminum obat, dan kini ibunya sedang berbaring menunggu reaksi obat. "Ma?" panggil Karina. Rahma menatap putrinya. "Iya, Rin?" "Ma, Rina mau izin dulu ke luar sebentar. Rina mau ketemuan dulu sama produser film, katanya ada peran yang cocok buat Rina." Karina terpaksa harus berbohong pada ibunya perihal dia harus meninggalkan sang ibu sebentar di rumah sakit sendirian. Rahma mengangguk pelan. "Iya, kamu pergi aja. Mama gak apa-apa kamu tinggalin di sini. Masih ada suster penjaga, nanti kalau Mama butuh apa-apa
Seperti janji Bumi kemarin, bahwa pria itu akan berkunjung ke rumah sakit untuk bertemu dengan Rahma, ibunya Karina Lavina. Sebelum masuk ke kamar inap, Bumi memeriksa kembali penampilan dan beberapa buah tangan. Hari ini Bumi mengenakan pakaian santai, tetapi masih enak dipandang oleh orang lain. Bumi bersiap untuk mengetuk pintu kamar inap, tetapi sudah lebih dulu dibuka oleh seorang pria. "Akhirnya dateng juga orang yang ditunggu-tunggu," sapa Tiko ceria, dan mendapati Bumi yang terkejut. "Halo, ganteng," tambahnya seraya mengedipkan mata kanannya. Bumi diam-diam meneliti penampilan Tiko. Apakah pria ini yang diceritakan oleh Karina kemarin? Sepertinya iya, karena tingkah pria di depannya ini sama persis dengan yang digambarkan oleh Karina, lebih atraktif saat berhadapan dengan pria. "Jangan dilihat segitunya dong, kan aku jadi malu." Tiko terkikik pelan seraya menatap Bumi malu-malu. "Ti, tamunya udah dateng, ya?" celetuk Rahma, karena Tiko belum juga kembali saat mengata
"Baiklah." Walaupun bingung dengan permintaan Karina, Bumi tetap menyetujui ucapan perempuan itu.Diikutinya Karina keluar dari kamar inap ibunya setelah menundukkan kepala, sopan.***"Saya ingin kita menikah saat Mama saya sudah sembuh," tukas Karina setelah berada di luar kamar inap.Bumi mengerutkan keningnya. "Kamu bawa saya keluar cuma mau ngomong kaya gitu? Saya kira ada yang penting.""Tapi itu sangat penting bagi saya. Walaupun nanti yang membiayai, dan mengurus segala kebutuhan pernikahan adalah kamu. Tapi, saya sangat tahu bagaimana watak Mama saya," pungkas Karina."Mama saya akan tetap berusaha untuk ikut membantu dalam segala kebutuhan pernikahan kita nanti. Dan saya gak ingin Mama kecapean karena belum sepenuhnya sembuh, lalu berakibat fatal nantinya."Bumi tahu apa yang menjadi ketakutan bagi Karina. Toh, dia pun tidak setega itu membuat seorang wanita paruh baya kecapean karena membantu pernikahannya nanti."Kamu tenang saja. Saya tidak akan menikahi kamu dalam waktu