"Gara-gara dia, hidup saya dan Mama harus hidup dalam kekurangan. Dan gara-gara dia juga, saya harus kehilangan kasih sayang seorang ayah," lanjut Karina lagi.
Bumi merasa tidak nyaman. Dia tidak bisa membayangkan nasibnya jika Karina mengetahui yang sebenarnya.Hanya saja, ada satu pertanyaan yang sangat pria itu ingin tahu. "Lalu apa yang akan kamu lakukan jika si pe-pengecut itu datang untuk meminta maaf pada kamu?"Karina menatap Bumi dengan yakin, lalu menjawab, "Apa lagi? Tentu saja saya akan menjebloskan dia ke penjara, atau jika perlu dia harus bernasib sama seperti Ayah saya."Hening cukup lama di antara keduanya, hingga akhirnya Bumi memilih berdeham untuk mengalihkan Karina. "Ekhem!""Bisa kita mulai? Saya masih ada pertemuan yang harus dihadiri," ucap Bumi cepat.Seakan disadarkan tujuan awalnya berkunjung ke makam sang ayah, Karina menepuk dahinya. "Astaghfirullah. Maaf, maaf. Saya beneran lupa tujuan awal saya datang ke sini."Bumi mengangguk singkat, lalu membuat gestur Karina segera memulai."Assalamualaikum, Ayah," sapa Karina setelah berjongkok di sisi makam ayahnya."Rina datang lagi ke sini, tapi maaf hari ini Mama gak bisa dateng. Karena Mama ... Mama ...."Karina menjeda ucapan, lalu menengadahkan kepalanya seraya berkedip beberapa kali agar air matanya tidak keluar.Dia tidak ingin sang ayah melihatnya menangis saat berkunjung.Karina tersentak saat ada selembar kain kecil di depannya. Dia menatap tangan yang memegang kain tersebut."Pakai ini. Saya tahu kamu gak bawa sapu tangan atau tissue buat hapus air mata kamu," pungkas Bumi.Karina menatap Bumi dan sapu tangan secara bergantian."Ambil aja." Bumi kembali berucap karena Karina hanya memandang sapu tangan miliknya tanpa diambil.Karina pun mengambil sapu tangan itu, lalu dipakainya untuk menghapus air mata yang sempat keluar. "Makasih," katanya.Bumi mengangguk.Sebelum melanjutkan, Karina menghela napas panjang. "Ayah, kemarin siang Mama jadi korban kecelakaan, dan harus ngejalanin operasi di bagian kepala.""Ayah gak perlu khawatir sama keadaan Mama, karena Mama sekarang baik-baik aja. Cuman nunggu keadaan Mama pulih baru Mama bisa pulang.""Ayah, tolong doain Mama biar cepet sembuh. Biar biasa nemenin Rina lagi di rumah."Karina menatap pada Bumi yang berada di sisinya, lalu kembali pada nisan sang ayah."Ayah, kenalin ini Bumi," tutur Karina memperkenalkan Bumi pada ayahnya."Bumi ini yang udah bantuin Rina buat bayarin biaya operasi Mama. Dan berkat Bumi juga Mama masih ada di sisi Rina."Ada keheningan yang menyapa mereka. Lalu terdengar ucapan Karina pada makam ayahnya."Ayah, Rina mau minta izin untuk nikah sama Bumi. Tolong doakan pernikahan kita agar berjalan lancar."Entah keberanian dari mana, Bumi menggenggam tangan Karina. Lalu mengajak perempuan itu untuk berdiri."Pak Bagus, izinkan saya untuk menikah dengan putri Anda. Saya berjanji akan selalu membuat putri Anda bahagia selama menikah dengan saya," ujar Bumi sungguh-sungguh.Di sertai angin pagi yang berhembus lembut, Karina tertegun dengan ucapan Bumi. Entah mengapa dia merasa sangat tersentuh akan janji Bumi yang diberikan pada ayahnya.Lalu, Karina mengalihkan tatapan pada tangan Bumi yang menggenggam tangannya.Rasanya hangat, dan nyaman.*****Kini Karina dan Bumi sudah duduk saling berhadapan setelah dari pemakaman.Bumi menyerah sebuah amplop coklat pada Karina."Bukalah," pinta Bumi.Karina pun membuka amplop coklat tersebut, dan terdapat dua kertas. Namun, isi di dalam kertas tersebut sama."Itu adalah surat perjanjian selama kita dalam ikatan pernikahan." Suara Bumi mengudara dalam ruangan pribadi di kantornya."Kamu bisa baca dan pahami dulu poin-poin yang ada di surat ini," tambahnya.Karina tidak membalas, tetapi dia melakukan perintah Bumi untuk membaca poin-poin yang tertuang dalam surat perjanjian itu.[PERJANJIAN NIKAH KONTRAK 1 TAHUN :1. PIHAK LAKI-LAKI DAN PIHAK PEREMPUAN AKAN TINGGAL DALAM SATU RUMAH SETELAH MENIKAH.2. PIHAK LAKI-LAKI BERKEWAJIBAN UNTUK MEMBIAYAINYA KEBUTUHAN PIHAK PEREMPUAN.3. TIDAK BOLEH MELAKUKAN KONTAK FISIK KECUALI DI DEPAN KELUARGA MASING-MASING.4. TIDAK DIPERKENANKAN UNTUK MENGURUSI KEHIDUPAN SATU SAMA LAIN.5. SELAMA MASIH DALAM IKATAN PERNIKAHAN KONTRAK TIDAK DIPERKENANKAN UNTUK MEMINTA BERPISAH.6. KEDUA BELAH PIHAK DILARANG UNTUK SALING JATUH CINTA.7. TIDAK BOLEH ADA ORANG LAIN YANG MENGETAHUI PERNIKAHAN KONTRAK INI.]Hanya ada tujuh poin yang tercantum, dan Karina menyetujuinya. Toh, di perjanjian tersebut tidak ada yang merugikan dirinya."Ok, saya setuju dengan poin-poin perjanjian ini," ucap Karina."Kamu serius?" tanya Bumi.Karina mengangguk, "Iya, saya serius.""Baiklah, kamu bisa tanda tangani surat perjanjian ini."Masing-masing dari Karina dan Bumi sudah memegang surat perjanjian pernikahan kontrak yang telah ditanda tangani."Besok jika kamu tidak ada rencana apa pun, saya ingin memperkenalkan kamu ke Kakek saya," tukas Bumi.Karina mengangguk, "Boleh."Lalu keduanya pun terdiam dengan kegiatan masing-masing."Bagaimana keadaan Mama kamu?" Bumi memecah keheningan yang sempat menyapa mereka berdua.Karina menatap Bumi sekilas, lalu kembali pada surat perjanjian yang dia simpan di tasnya. "Subuh tadi Mama udah siuman. Mungkin sekarang Mama lagi tidur habis makan obat, dan keadaannya mulai membaik."Bumi mengangguk mendengarnya. "Semoga Mama kamu segera sembuh.""Aamiin. Terima kasih."Karina menyampirkan tasnya di bahu kanan. "Jika tidak ada lagi yang harus dibicarakan, saya izin pamit buat balik lagi ke rumah sakit."Bumi mengangguk, lalu berdiri dan diikuti oleh Karina."Untuk acara besok. Saya akan menjemput kamu di rumah sakit," tutur Bumi.Karina mengerutkan kening. "Apa enggak ngerepotin? Saya bisa langsung ke rumah Kakek kamu," balasnya tidak enak hati."Gak apa-apa, saya akan tetap menjemput kamu di rumah sakit.""Baiklah, jika kamu pengennya begitu.""Saya permisi dulu," pamit Karina seraya menundukkan kepalanya sedikit."Silakan."Bumi menatap punggung Karina yang perlahan hilang di pintu ruangan kantornya."Semoga dengan seiringnya waktu kamu mau memaafkan saya, Karina.""Saya sudah ada di tempat parkir rumah sakit." Satu kalimat itu yang Karina dengar setelah mengangkat panggilan telepon dari Bumi. Kemarin saat perjalanan menuju kantor, Bumi meminta nomor kontak Karina dengan alasan agar lebih mudah menghubungi perempuan itu jika ada beberapa hal yang harus dibicarakan. "Jangan ditutup dulu sebelum gue jawab bisa, 'kan?" gerutu Karina pelan saat sambungan telepon sudah berakhir tanpa dia menjawab. Dia menatap sang Ibu yang baru selesai meminum obat, dan kini ibunya sedang berbaring menunggu reaksi obat. "Ma?" panggil Karina. Rahma menatap putrinya. "Iya, Rin?" "Ma, Rina mau izin dulu ke luar sebentar. Rina mau ketemuan dulu sama produser film, katanya ada peran yang cocok buat Rina." Karina terpaksa harus berbohong pada ibunya perihal dia harus meninggalkan sang ibu sebentar di rumah sakit sendirian. Rahma mengangguk pelan. "Iya, kamu pergi aja. Mama gak apa-apa kamu tinggalin di sini. Masih ada suster penjaga, nanti kalau Mama butuh apa-apa
Seperti janji Bumi kemarin, bahwa pria itu akan berkunjung ke rumah sakit untuk bertemu dengan Rahma, ibunya Karina Lavina. Sebelum masuk ke kamar inap, Bumi memeriksa kembali penampilan dan beberapa buah tangan. Hari ini Bumi mengenakan pakaian santai, tetapi masih enak dipandang oleh orang lain. Bumi bersiap untuk mengetuk pintu kamar inap, tetapi sudah lebih dulu dibuka oleh seorang pria. "Akhirnya dateng juga orang yang ditunggu-tunggu," sapa Tiko ceria, dan mendapati Bumi yang terkejut. "Halo, ganteng," tambahnya seraya mengedipkan mata kanannya. Bumi diam-diam meneliti penampilan Tiko. Apakah pria ini yang diceritakan oleh Karina kemarin? Sepertinya iya, karena tingkah pria di depannya ini sama persis dengan yang digambarkan oleh Karina, lebih atraktif saat berhadapan dengan pria. "Jangan dilihat segitunya dong, kan aku jadi malu." Tiko terkikik pelan seraya menatap Bumi malu-malu. "Ti, tamunya udah dateng, ya?" celetuk Rahma, karena Tiko belum juga kembali saat mengata
"Baiklah." Walaupun bingung dengan permintaan Karina, Bumi tetap menyetujui ucapan perempuan itu.Diikutinya Karina keluar dari kamar inap ibunya setelah menundukkan kepala, sopan.***"Saya ingin kita menikah saat Mama saya sudah sembuh," tukas Karina setelah berada di luar kamar inap.Bumi mengerutkan keningnya. "Kamu bawa saya keluar cuma mau ngomong kaya gitu? Saya kira ada yang penting.""Tapi itu sangat penting bagi saya. Walaupun nanti yang membiayai, dan mengurus segala kebutuhan pernikahan adalah kamu. Tapi, saya sangat tahu bagaimana watak Mama saya," pungkas Karina."Mama saya akan tetap berusaha untuk ikut membantu dalam segala kebutuhan pernikahan kita nanti. Dan saya gak ingin Mama kecapean karena belum sepenuhnya sembuh, lalu berakibat fatal nantinya."Bumi tahu apa yang menjadi ketakutan bagi Karina. Toh, dia pun tidak setega itu membuat seorang wanita paruh baya kecapean karena membantu pernikahannya nanti."Kamu tenang saja. Saya tidak akan menikahi kamu dalam waktu
Sejak insiden lingerie tadi, Karina tak bisa tenang.Dia bahkan tidak bisa memejamkan matanya. Terlebih, Bumi pun sampai saat ini belum kembali ke kamar setelah acara pesta pernikahan selesai. "Lho? Kenapa gue harus mikirin dia?" ucap Karina tanpa sadar menepuk-nepuk pipinya, "Mendingan gue tidur sekarang."Segera, gadis itu merebahkan tubuhnya dan menarik selimut sampai dada. Hanya saja, baru akan menutup mata, tiba-tiba pintu kamar telah terbuka. Wangi parfum Bumi langsung semerbak memenuhi penciumannya!Dengan cepat, Karina menutup matanya untuk berpura-pura tidur.Di sisi lain, Bumi menoleh ke arah ranjang.Menyadari sang istri sudah tertidur, dia pun membuka jas pengantinnya, lalu berjalan menuju kamar mandi.Karina mengintip sedikit saat mendengar pintu kamar mandi telah tertutup kembali.Hanya saja, baru ia mengembuskan napas lega, tiba-tiba pintu kamar mandi kembali terbuka! "Kok cepet banget sih, mandinya? Dia gak mungkin mandi ular, 'kan?" ucap Karina dalam hati, berusa
"Kakek tahu apa yang sedang kamu rencanain." Deg! Bumi menatap sang kakek dengan sorot penuh kehati-hatian. "Maksud Kakek, apa? Bumi gak ngerti," sanggah Bumi seraya tertawa kecil. Berusaha agar kakeknya tidak mengetahuinya bahwa dia tengah dilanda kepanikan. Namun, sepertinya usaha Bumi yang mengelak menemukan jalan buntu, karena Jimmy menyadarinya. "Jangan tegang begitu, Nak," pungkas Jimmy. Lalu, pria yang sudah tidak muda lagi itu memandangi sesuatu di balik jendela kamar tidur Bumi yang menyajikan pemandangan indah. Sebuah lautan yang dikelilingi oleh tebing gunung yang tinggi. "Kakek punya cerita. Kamu mau denger gak, Mi?" Jimmy menatap Bumi sekilas, lalu kembali menatap ke depan. "Apa itu?" Jimmy menghela napas panjang sebelum memulai cerita. "Kakek punya cucu satu-satunya, namanya Bumi Cakrawala Suherman. Dulu--""Kakek." Bumi melihat sang kakek dengan sorot mata tidak ingin bercanda. Jimmy hanya bisa terkekeh dengan respon Bumi. Lalu mengangguk, "Baik, baik. Kali ini
Karina mencebikkan bibirnya melihat bagaimana Bumi memonopoli ibunya. Awalnya dia ingin menolak kehadiran Bumi saat pria itu menawarkan diri untuk bergabung, tetapi ibunya malah menyambut dengan baik. Sedangkan di sisi kanan Karina ada Tiko, pria kemayu itu masih ber-swafoto dari berbagai sudut. "Udah sih, jangan manyun terus kaya gitu. Nanti bibir yeiy pegel, lho," celetuknya ketika melihat raut Karina yang sangat tidak enak dipandang. Karina menoleh pada Tiko sejenak, lalu menghela napas panjang. Dia kembali menatap ke arah ibunya dan Bumi. "Gue tuh pengen hari ini khusus buat jalan-jalan sama Mama, sama lo juga, tanpa ada orang lain sebelum gue tinggal sama Bumi," imbuhnya. "Laki yeiy bukan orang lain. Dia suaminya yeiy." "Iya, tahu. Tapi ...." "Tapi apa, hmm?" Tiko menatap Karina dengan senyuman jahil dan alis yang digerakkan. "Apa sih, Ti?" Karina membalas tatapan Tiko dengan sinis. Tiko seketika tertawa. "Kenapa lo malah ketawa, Ti? Gak ada yang lucu juga di sini," pu
Hari ini adalah kepulangan Rahma, Tiko, Jimmy, dan Diego setelah melaksanakan liburan sekaligus menjadi saksi pernikahan Karina dan Bumi di Swiss. Seperti perkataan Jimmy tempo hari bahwa dia memberi hadiah pada Karina dan Bumi berupa voucher untuk berbulan madu terlebih dulu di Swiss sebelum pulang ke Indonesia. Maka, pengantin baru itu hanya bisa mengantar anggota keluarga mereka sampai ke bandara. "Nanti kalau udah sampe di Indonesia kabarin Rina, ya, Ma." Karina berucap pesan pada sang ibu dengan memeluk wanita paruh baya itu yang sangat dia sayangi. "Iya, nanti Mama kabarin Rina kalau udah sampe," sahut Rahma dengan mengelus rambut panjang anak perempuannya. Karina meregangkan pelukannya, tetapi tangannya masih memegang lengan sang ibu. "Pokoknya jangan lupa kabarin Rina," ingatnya kembali. Rahma mengangguk, "Iya, Rina." Puas akan jawaban sang ibu, kini Karina menatap Tiko. "Lo juga, ya, Ti. Jangan lupa kabarin gue kalau udah sampe Indonesia." "Yeiy tenang aja, nanti yeiy
"Untuk yang kemarin lupain saja," tutur Bumi memecah suasana hening yang terjadi di mobil sejak meninggalkan kawasan bandara. Karina tidak langsung menjawab, dia mengerti apa maksud ucapan Bumi. Apa lagi jika bukan perihal nama panggilan? Apa dia sakit hati? Tentu saja tidak. Memangnya dia mengharapkan apa dari pria asing yang baru beberapa hari menjadi suaminya? Cinta? Karina tidak percaya akan namanya cinta, dan masih dini untuk menyimpulkan hal itu. Perempuan itu melirik sejenak pada Bumi yang tengah menyetir, lalu kembali menatap ke depan. "Iya." Ada jeda beberapa saat sebelum Karina menambahkan, "Lagipula kita enggak sedekat itu buat punya nama panggilan masing-masing."Bumi mengangguk, membenarkan ucapan Karina. "Kamu benar, kita enggak sedekat itu untuk memiliki nama panggilan," ucapnya pelan. Karina tidak membalas lagi, dia lebih memilih untuk menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi mobil. Lalu, menutup mata mencoba untuk tidur. Dan meninggalkan Bumi yang menyet