Bumi berjalan di koridor rumah sakit dengan Pak RT dan dua warga. Mereka akan pulang setelah menunggu beberapa menit hingga keluarga korban sampai di rumah sakit. "Kamu ini menantunya Bu Rahma, ya?" tanya Pak RT setelah semuanya masuk dan duduk di mobil Bumi. Bumi menoleh ke arah Pak RT yang duduk di kursi penumpang bagian depan, seraya memasang sabuk pengaman. "Iya, Pak, saya menantunya Bu Rahma." Pak RT dan dua warga yang duduk di kursi belakang mengangguk. "Kamu cocok sama anaknya Bu Rahma, si Karina itu," celetuk salah satu warga di kursi belakang. "Iya, kamu sama Karina cocok. Soalnya sama-sama ganteng sama cantik," sambar satu warga lainnya. "Bener itu! Soalnya banyak yang bilang, katanya kalau laki-lakinya ganteng terus perempuannya cantik itu bakalan cocok." Pak RT ikut menimpali, dan membuat dua penumpang di belakang tertawa. Bumi terkekeh kecil dengan semua ucapan para penumpang mobilnya. Lalu, menggelengkan kepala, tidak terlalu percaya akan hal-hal tersebut. "Naman
Bumi menghela napas panjang, membuat dirinya lebih rileks. Sedangkan di balik dinding, kembali terdengar suara wajan yang beradu dengan spatula, menandakan Karina dan Rahma kembali memasak. Setelah dirasa lebih tenang, Bumi mengembuskan napas. Lalu, berjalan kembali ke depan pintu. Dia harus bertingkah layaknya orang yang baru sampai. "Assalamualaikum!" seru Bumi di depan pintu. Lalu, terdengar langkah seseorang dari arah dapur. "Wa'alaikumsalam," sahut Rahma yang menyambut kedatangan Bumi. Bumi menghampiri Rahma, lalu mencium punggung tangan wanita paruh baya itu. "Tadi gimana di sana, Nak?" Rahma menanyakan tentang para korban kecelakaan. "Semuanya sudah diperiksa. Kata dokter enggak ada luka serius, cuma lecet-lecet sama shock saja. Keluarga korban juga sudah datang ke rumah sakit," jawab Bumi. Rahma mengangguk. "Syukur alhamdulillah, enggak ada yang serius. Tadi waktu denger suara motor jatuh Mama panik banget, takut kenapa-kenapa sama mereka," ungkapnya. "Sekarang mere
"Nah, ayo Nak Bumi, di makan." Rahma telah selesai menyajikan semua menu makan malam, dan duduk di kursi meja makan bersama anak serta menantunya. "Kamu harus cobain sayur sop buatan Rina. Mama yakin kamu pasti langsung suka," tambahnya. Bumi mengangguk, dan tersenyum. "Iya, Ma, pasti saya cobain. Soalnya ini kali pertama saya makan masakannya Karina." "Loh, kamu emang gak pernah masakin makanan buat suami kamu di rumah, Rin?" tanya Rahma menatap Karina penuh tuntutan. Karina yang tengah mengambil nasi untuk diletakkan di piring harus terhenti sejenak. "Di rumah ada ART yang khusus buat masak, Ma," jawabnya. "Jadi, Rina gak--Rahma mencubit pinggang Karina yang berada di sampingnya, hingga membuat ucapan sang putri tidak selesai dan meringis. "Kamu ini, sesekali masakin makanan buat suami kamu apa susahnya?" "Aduh, Ma! Sakit ih.""Jangan kebiasaan pake jasa ART, Rina." Rahma kembali memberikan wejangan. Karina mengerucutkan bibirnya. "Tapi Rina lagi sibuk-sibuknya, Ma, jadi g
Bumi dan Karina setuju untuk menginap di rumah Rahma karena keadaan di luar tidak memungkinkan mereka pulang. Maka, mau tak mau kedua orang yang selalu bertingkah seperti orang asing itu harus berada dalam satu ruangan. Setelah selesai membantu sang ibu untuk mencuci piring, kini Karina sudah berdiri di depan pintu kamar tidurnya. Dia merasa canggung hanya untuk masuk ke kamarnya sendiri. "Dia udah tidur belum, ya?" gumamnya. Lalu, Karina melihat jam yang digantung di dinding. "Masih jam 8. Pasti dia belum tidur," lanjutnya. Tidak ingin terlibat dalam suasana canggung saat bertemu Bumi di kamar, Karina lebih memilih kembali ke dapur, dan membuat coklat hangat untuk menemaninya nonton televisi di ruang tengah. Karina duduk di sofa yang berhadapan dengan televisi, lalu mencari saluran tayangan yang dia inginkan. Akhirnya Karina menjatuhkan pilihan tayangan pada salah satu saluran televisi yang menayangkan film fantasi, di mana film tersebut menceritakan tentang empat saudara ya
Karina semakin melesakkan kepalanya pada sesuatu yang membuatnya nyaman. Dan dia pun mengeratkan pelukan pada sesuatu yang dianggap sebagai guling. "Mama emang jagoan kalau milih guling. Gulingnya nyaman banget," gumamnya. Karina mengigau dalam tidurnya. Dia tidak tahu saja bahwa sesuatu yang dipeluk dengan nyaman itu adalah tubuh Bumi. Tidak berbeda jauh dengan Karina, Bumi pun mengeratkan pelukan pada tubuh Karina yang dia anggap guling. Dua orang itu masih terlena akan nyamannya tidur dan pelukan, serta belum ada niatan membuka mata untuk menyambut pagi hari yang cerah. Hingga kenyamanan itu harus terusik dengan seruan Rahma di luar kamar tidur Karina. "Rina, bangun! Udah siang. Rina!" "Lima menit lagi, Ma," balas Karina. Namun, tentu saja Rahma tidak mendengar balasan dari Karina karena putrinya itu membalasnya dengan suara lirih. "Rina, bangun!" seru Rahma lagi. Sedangkan di dalam kamar, Karina semakin melesakkan kepala pada dada bidang Bumi. Merasakan ada sesuatu yan
Karina duduk termenung di kursi meja makan. Namun, mulutnya tetap bergerak untuk mengunyah nasi goreng yang disiapkan oleh Rahma sebagai sarapan. "Jadi, dia udah bangun duluan?" gumamnya ketika mengingat ucapan Bumi ketika di kamar beberapa menit lalu. "Argh!" Karina mengusap rambutnya frustasi membayangkan dia yang nyaman tidur berada dalam pelukan Bumi. Sungguh, dia sangat malu. Bahkan saat Bumi mengatakan dia yang memeluk pria itu duluan, Karina segera bangkit dari duduknya lalu pergi dengan cepat meninggalkan Bumi seorang diri di kamar, mengabaikan rasa sakit di punggung. "Kutu sama ketombe kamu nanti jatuh ke nasi goreng." Karina sontak menghentikan gerakan tangannya pada rambut, lalu menegakan tubuh, dan membiarkan rambutnya berantakan ketika mendengar suara Bumi. Perempuan itu menatap horor pada Bumi yang kini telah duduk di hadapannya seraya meneguk teh hangat. "Kenapa lihatin saya kaya gitu? Kaya ketemu hantu saja kamu." Bumi berucap kembali dan membuat Karina
"Mm ... anu ... peran Mbak Karina yang sebelumnya dikasih sama produser terpaksa harus digantiin." Karina Lavina yang sedari tadi menunduk membaca script film di ruang make up, sontak mengerutkan kening. Dia tidak paham akan ucapan perempuan yang diketahuinya merupakan salah satu staf produksi film terbarunya. "Maksudnya gimana, ya, Mbak?" "Peran sebagai Sita di film 'Ada Apa Denganmu?' yang sebelumnya dikasih ke Mbak Karina, terpaksa harus diganti sama talent yang lain. Ini kemauan dari produser film ini sendiri," tukas staf itu pada Karina. Seperti tersambar petir di siang bolong, tubuh Karina tiba-tiba menjadi kaku, tidak bisa digerakkan. Lalu, tidak lama kemudian Karina tertawa keras seraya memegang perutnya. "Mbak, jangan suka bercanda kaya gitu, ah. Saya sampe ketawa keras tadi," ucap Karina setelah menghentikan tawanya.Sayangnya, staf perempuan tersebut justru menatap serius. "Saya serius." Deg! Tanpa mengatakan apa pun lagi, Karina pergi dari ruang make up dengan lang
"Bumi Cakrawala Suherman." Karina kini duduk di single bed seraya memandangi kartu nama yang dia dapatkan dari pria asing tadi siang. Awalnya, Karina tidak mengetahui siapa pria asing yang secara tiba-tiba mengajaknya untuk menikah itu. Namun, setelah diberikan sebuah kartu nama dan ada logo perusahaan yang tertera di sana akhirnya Karina tahu bahwa Bumi adalah cucu satu-satunya pendiri production house dan agensi pertama di Indonesia, Jimmy Suherman dari The One Group. Karina tentu saja terkejut bisa bertemu secara langsung dengan orang yang baru satu bulan dinobatkan sebagai 'CEO' di The One Group. Pasalnya orang yang digadang-gadang menduduki kursi tertinggi itu sangat sulit dicari di berbagai media massa, seperti sedang menyembunyikan diri?Tidak lama dia menurunkan kartu nama itu, lalu menghela napas panjang. Pikirannya melalang buana ke kejadian saat dia di kafe bersama Bumi. "Kamu mungkin bertanya-tanya dengan ucapan saya di halte bus tadi," ucap Bumi kala itu saat keduan