Share

2. Niat Kencan

Nay tersentak, ia lalu mengambil tas yang berada di atas pangkuan.

BUUUUKHHH!

Pukulan keras dari benda mahal miliknya, mendarat tepat di depan dada sang pengawal.

"Jangan harap!! bagiku, ini hanya masalah kecil. Ke depannya, aku yakin semua akan berubah lebih baik," bantahnya cepat.

"Hentikan mobilnya! bukankah kau bersikap terlalu jauh? kau pikir dengan berpisah bisa menyelesaikan semua masalah?" sentaknya kesal.

"Kau benar Nona. Maaf karena sudah membuatmu kesal," balas Martin lebih sopan.

"Aku mau turun! hentikan, jika tidak aku akan lompat!" ulang Nay.

"Jangan Nona, nanti Pak Baskoro pasti memarahiku."

"Kalau begitu kau yang turun! aku tak sudi berada di dekatmu."

Kendaraan warna hitam seharga setengah Miliar itu menepi di bahu jalan.

"Hati-hati di jalan Nona," pesan si pengawal.

"Harusnya kau tak perlu mengadu kepada papa terkait hal ini. Sebab semua ini memang kesalahanmu!" bibir tipis itu memberi peringatan keras.

"Tentu, sesuai keinginanmu."

****

Tiba di apartemen Bougenville Residence, Nay memarkir kendaraan pada lantai paling dasar. Menatap wajahnya melalui pantulan center mirror di depannya, memastikan hanya raut kebahagiaan yang terpancar.

Lanjut menaiki lift menuju lantai 15, malam itu cukup lengang.

Memasuki kamar utama, dirinya lega sebab ternyata sang suami sudah sampai lebih dulu.

Pria itu mengenakan kemeja warna abu muda, berbaring tengkurap seperti hilang kesadaran.

Nay mendekat, bau alkohol begitu menyengat, membuat hidungnya menjadi tak nyaman.

"Setidaknya ganti bajumu dulu sayang, ya ampun, baunya bikin pusing," keluh Nay sembari melepas deretan kancing satu persatu.

Si pria menggeliat ke kanan dan kiri, mengikuti arahan dari istrinya.

"Met malam, mimpi indah. Kita bicara lagi besok. Kau harus memberi penjelasan yang masuk akal untukku."

Tak lupa memberi kecupan hangat di pipi, Nay kemudian ikut berbaring di samping tubuh sang suami.

***

Keesokan harinya sang suami sudah menghilang dari sisi ketika Nay membuka mata. Segera bangkit, hendak melewati pintu, namun telepon genggam milik Sean terus berdering tanpa henti.

Nay merogoh tas hitam milik Sean, "Panggilan ini pasti penting," gumamnya pelan.

Belum berhasil menjangkau benda pipih itu, namun ujung jemarinya terasa menyentuh sesuatu.

"Sebuah lipstik? di dalam tas suamiku?" pekiknya heran.

Menaruh benda lonjong tanpa kardus pembungkus, benaknya tentu penasaran. Membuka penutup, terlihat permukaan nampak tumpul, menandakan benda itu tak lagi baru.

"Warna merah tua, bukan seleraku banget. Bisa-bisanya nyempil di sini," imbuhnya.

Pada saat bersamaan, Sean keluar dari tempat lembab pada sudut ruangan. Mengenakan sehelai handuk sebatas pinggang, netranya membelalak mendapati istrinya berdiri di sana menatap ke arah dirinya.

"Ada apa Nay? kau sampai menggeledah tasku segala?" protes sang suami.

"Astaga, kita kan suami istri, apa salahnya? lagian aku gak berminat sebenarnya. Tadi ponselmu terus berbunyi. Dan tak sengaja, malah menemukan ini," ucapnya sembari menunjukkan benda temuan di depan wajah Sean.

Pria itu cekatan membuka tas hitam. Mengambil ponsel lalu memotret pewarna bibir dari tangan istrinya.

Membuka aplikasi pesan, hanya berselang dua menit, seorang staf perempuan mengklaim barang itu sebagai miliknya.

"Lihat! itu kepunyaan Lisa, kami memang rapat bersama pada hari kemarin. Apa kau puas?" cecar Sean sembari menghadapkan layar kepada Naysila.

"Aku percaya padamu sayang, kau ini. Sensitif banget seperti perempuan," sahutnya santai.

"Lalu kenapa masih berdiri di situ? kau tidak ke kantor memangnya?"

"Bayar dulu hutangmu! jelaskan! mengapa kau tak hadir dalam acara penting tadi malam? aku menunggumu, semua orang menantikanmu. Kau tega sekali, mengabaikanku seperti itu."

"Oh, aku lupa memberitahu. Tadinya aku mau pergi ke sana, tapi Rio ulang tahun, dan aku gak bisa menolak keinginannya."

Pria itu lanjut berpakaian, tak ada penyesalan dari sorot matanya yang lebar.

"Sean, tapi aku istrimu! aku sangat membutuhkan kehadiranmu, harusnya kau bisa memilah, apa aku tak berarti bagimu?"

"Gak usah lebai deh! ada mama papa juga kan? lagian hanya acara potong pita. Kecuali jika produkmu bisa merambah pasar luar negeri. Baru aku merasa bangga," ujarnya santai.

Nay mendengus kesal, ia kemudian berlalu.

Si wanita memilih untuk menyegarkan dirinya, menenggelamkan tubuhnya pada bathtub berisi penuh air.

Kesegaran yang dia dapat mampu meredam rasa kesal yang merebak dalam hati.

Selesai bersiap Nay menuju ruang tengah untuk sarapan bersama sang suami.

"Sibuk banget, ada klien penting memang?" tegur Nay, mendapati Sean menyantap roti lapis, namun tetap melihat ke arah layar ponsel di satu tangan.

"Hm, hari ini aku ada acara reuni bersama teman. Kemungkinan sampai malam, kau tak usah menungguku.

"Mendadak? aku ikut," celetuk Nay.

"Gak bisa sayang, semua datang sendirian. Tak ada yang membawa pasangan," sela Sean.

"Ah, kenapa sih? aku janji gak akan banyak bicara. Bosen tauk, kerja, di rumah, kerja lagi. Yah sayang, aku ikut," rengek sang istri.

Memeluk Sean dari belakang. Hal itu ia lakukan demi memperoleh informasi yang terdapat pada layar pipih milik si pria.

"Gak bisa Nay, lain kali saja. Okey?" bujuk si pria masih menolak keinginan istrinya.

"Menyebalkan! kapan kau punya waktu untukku? jika aku yang minta, kau pakai mikir berjam-jam. Tapi saat temanmu yang mengajak, kau setuju dengan mudah," gerutunya.

"Semua temanku hadir, apa aku harus bilang, jika istriku yang kaya raya melarangku pergi bersama mereka?" Sean memberi sindiran keras, hal itu merupakan kelemahan Naysila.

"Siapa yang ngelarang? okey, lakukan saja, sesuai keinginanmu! aku tak akan peduli.

Kesal, si wanita hanya menyesap teh panas, kemudian melenggang pergi. Meninggalkan sang suami yang belum menghabiskan sarapan pagi ini.

***

Seperti rencana awal, pria yang menjabat sebagai Direktur Pemasaran itu mengendara menuju sebuah restoran mewah. Di sana, kawan yang terdiri dari lelaki dan perempuan sudah berkumpul lebih dulu.

Begitu Sean sampai, keadaan menjadi heboh seketika.

"Ini dia, pria tampan yang hidupnya dipenuhi keberuntungan. Tampilannya sudah seperti seorang eksekutif muda. Setelan jas mahal, juga kendaraan mewah, ditambah seorang istri cantik dan terkenal," puji Anton.

"Iya dong, dulu kalian suka ngeremehin aku, kan? lihat sekarang! di antara kalian semua, tak ada yang mampu menandingi kekayaanku," balasnya.

"Percaya, eh istrimu yang cantik itu, gak ikut Se? padahal kami sangat penasaran, harusnya kau bawa dia."

"Dia itu sibuk, mungkin lain kali," sahut Sean.

"Ah paling alasanmu saja. Sengaja kan? biar gak ketahuan kenakalanmu yang belum hilang itu?"

Mereka begitu asik, membicarakan banyak hal diiringi gelak tawa. Duduk melingkar menghadap meja panjang, suasana akrab terjalin begitu hangat.

"Se, ternyata memang benar, uang bisa mengubah segalanya. Kau jauh lebih tampan sekarang," bisik Widya yang kebetulan duduk di sebelahnya.

"Tentu saja, kenapa? apa kau butuh sesuatu saat ini?" tanya Sean diikuti tatapan nakal, meneliti tampilan wanita single itu.

"Aku tinggal tak jauh dari sini, setelah acara selesai, mari mampir sebentar?" ajaknya seolah memancing sesuatu yang lain.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status