Berdiri di samping pintu utama ballroom hotel bintang lima, Naysila dilanda gelisah luar biasa.
Dibalut dress merah dengan tatanan rambut lurus berwarna hitam membuatnya terlihat cantik dan mempesona. Setiap pasang mata memandang ke arah dirinya. Para sponsor berbisik satu sama lain. "Lihat itu! bahkan di malam sepenting ini suaminya tak terlihat hadir," celetuk salah seorang. "Sama seperti ketika ulang tahun Pak Baskoro bulan lalu. Padahal Nay adalah putri sulung keluarga itu. Namun sepertinya keadaan mereka tidak rukun," timpal temannya. Acara launching produk baru sepaket alat makeup terdiri dari sunscreen, toner, juga eye cream, merupakan produk unggulan yang dikeluarkan pada pertengahan tahun ini. "Selamat Nay, mama sangat bangga padamu," ujar ibu Marta diiringi senyum merekah pada sudut bibirnya. Melirik jam mahal yang melingkar di pergelangan sebelah kiri, dirinya terus menatap pintu utama yang terbuka lebar. Hingga waktu yang ditentukan, pria tampan tak lain adalah sang suami belum juga nampak. Tetiba seorang kawan lama menyentuh sikunya, membuat angan Nay buyar seketika. "Hai, sebenarnya, acara potong pita akan dilakukan pukul berapa? tamu undangan mulai resah, masih menunggu seseorang?" tegur Marco. Saat duduk di bangku kuliah, mereka sempat dijodohkan oleh kedua keluarga. Namun Nay sengaja menolak. "Eh iya, sebentar lagi. Pliiss, bantu aku untuk menenangkan mereka. Padahal aku sudah memperingatkan Sean berulang kali. Ini adalah acara penting dalam hidupku. Tapi entahlah," terangnya sembari menyembunyikan rona kecewa. "Hemmm, sudah ku duga. Sepertinya kau bukan prioritas baginya. Maaf Nay, mungkin terdengar menyakitkan. Tapi itu adalah fakta." Marco kemudian berlalu. Pria itu berusaha menghibur para tamu yang mulai membuat kasak-kusuk. Dari kejauhan kedua orang tua menatapnya penuh kemarahan. Saat itu Martin yang merupakan pengawal kepercayaan sang papa baru datang dari arah luar. "Dimana Sean? sudah terlihat? aku menghubungi ponselnya, tetapi malah dimatikan," keluh Nay begitu pria itu mendekat. "Maaf Nona, ada kabar buruk," "Apa itu?" "Pak Sean meneleponku melalui ponsel temannya. Malam ini ia tak bisa hadir. Ada urusan mendesak katanya. Ia memintaku menyampaikan hal ini kepadamu," terang Martin mengurai penjelasan yang ia terima. "Kau serius? hal apa yang lebih penting dari ini? aku sudah memberinya peringatan untuk mengosongkan semua jadwal. Tapi dia?" ujar Nay berapi-api. "Tapi menunggunya juga tidak mungkin Non. Semua orang sudah menantikan momen utama yang harus kau lakukan segera. Ayahmu juga terus menatap kemari. Sebaiknya kita mulai saja. Terpaksa, harus tanpa suamimu," usul Martin. Dirinya dan Naysila cukup akrab layaknya seorang teman. Lamanya waktu pengabdian yang ia lakukan kepada keluarga Pak Baskoro membuat dirinya menjadi salah satu orang yang dipercaya oleh keluarga konglomerat itu. Nay akhirnya setuju, di depan para sponsor dirinya memegang sebuah gunting untuk meresmikan peluncuran merk terbaru dari perusahaan yang ia jalankan. Senyum palsu harus ia perlihatkan di depan semua orang. Iringan tepuk tangan menambah meriah acara malam ini. Setelahnya para tamu dipersilakan untuk menikmati hidangan yang sudah disediakan. Perempuan berambut panjang itu berusaha menjauhi keberadaan sang papa, sebab ia yakin, akan memperoleh protes keras dari sang ayah. "Tunggu Nay! kau harus menjawab pertanyaan papa dulu," titah Pak Baskoro, mencegah langkah putrinya. Nay menggigit bibirnya. Gugup juga takut. "Iya Pa?" lirih Nay berusaha terlihat normal. "Dimana suami yang kau banggakan itu? apa dia lupa? dengan acara sepenting ini?" cecar si papa. "Pa, Sean tadi udah bersiap kemari. Tetapi mendadak ada keadaan darurat. Jadi......" "Jadi dia urung untuk datang? hmm, untung papamu ini pandai membuat alasan. Kau tahu Nay, teman papa menanyakan keberadaan Sean yang seharusnya mendampingimu pada saat ini." "Iya Pa, aku paham kok. Mau gimana lagi, kadang sesuatu terjadi di luar kendali kita. Itu biasa, kan?" kilah Nay. Walau ragu, namun sang papa kemudian menerima alasan putrinya. "Ya sudah, kau temui para sponsor sana. Berikan keramahan agar mereka betah menjadi rekan bisnis bagimu. Papa harus pergi untuk sekarang," pamit sang ayah. "Tunggu! Papa dan Mama akan pulang? kalian tega meninggalkanku sendirian?" Nay mendelik tak percaya. "Mau apa lagi Nay? Sebenarnya Papa sangat malu. Absennya suamimu, agaknya sukses menjadi topik hangat bagi mereka," ujar sang ayah sembari melirik kepada sekumpulan orang penting yang terus menyorot pada si empunya acara. "Setidaknya kalian harus di sini Pa. Sean pasti tak sengaja melakukan hal ini," rengek sang putri, membujuk Pak Baskoro agar tak meninggalkan lokasi. Ibu Marta memeluk Nay sangat erat, "Kami harus pulang sayang, kau juga paham, jika Mama tak menurut, papamu pasti murka nanti," bisiknya mengimbuhi. Naysila menatap hingga kedua punggung itu menghilang dari balik pintu. Di dekatnya, Martin berdiri dengan tenang. Pria itu diutus Pak Baskoro untuk menjaga kemudian memastikan Naysila aman hingga dirinya pulang. Sudut matanya terasa sangat berat, bulir bening siap meluncur kapan saja, namun Nay harus menahan. Ia mesti menampilkan senyum pada wajah oriental miliknya. "Selamat ya Nay, kau keren sekali. Keluargamu, maksudku suamimu pasti sangat bangga padamu," ucap Velin sembari memberi dekapan erat. Tangannya menepuk pelan pada punggung sang sahabat. "Hidupmu sangat sempurna, suami tampan, bisnis cemerlang. Aku juga salut, kalian berdua selalu terlihat romantis ketika menampilkan foto di sosial media. Sangat cocok, bagaikan Romeo dan Juliet," timpal Amanda. Sedangkan Naysila hanya memberi senyum tipis, menanggapi pujian para teman. Setelah acara selesai, semua tamu berangsur pergi meninggalkan area hotel. Nay duduk di jok bagian depan, berdampingan dengan Martin. Bibirnya senantiasa mengatup, wajahnya sengaja mengarah ke sisi kiri. Sembari mengemudi, Martin lalu mengulurkan tisu kepada putri sang majikan. Tangan si perempuan meraih secepat kilat, mengusut jejak basah di kedua pipinya. "Mereka bilang kami adalah pasangan romantis. Padahal, demi memperoleh sebuah foto mesra aku harus merayunya dengan keras. Dia selalu menolak jika aku menaruh kamera di depan wajahnya," ujar Nay, sembari menertawakan nasibnya kini. "Kau sudah memilihnya. Jadi itu adalah tanggung jawabmu untuk berjuang," balas Martin santai. "Aku? harusnya sepasang suami isteri bekerja keras bersama, dalam menjaga keutuhan kasih sayang di antara mereka. Kenapa cuma aku?" pekiknya. "Kalau begitu kau harus menegurnya," pria itu memberi solusi lain. "Itu akan sulit, Sean memang dingin sejak awal pernikahan. Hal itu berbanding terbalik dengan saat kami masih pacaran. Ku kira, hubungan kami akan semakin hangat." Wanita itu tanpa canggung mengurai kisah cinta yang sukses mengobrak-abrik hatinya. Tatapannya berubah datar, mana kala benaknya mengingat, bahkan dalam sepekan ini keduanya belum melakukan hubungan ranjang. "Kalau begitu cerai saja!" lagi-lagi Martin bicara sangat enteng.Nay tersentak, ia lalu mengambil tas yang berada di atas pangkuan. BUUUUKHHH! Pukulan keras dari benda mahal miliknya, mendarat tepat di depan dada sang pengawal. "Jangan harap!! bagiku, ini hanya masalah kecil. Ke depannya, aku yakin semua akan berubah lebih baik," bantahnya cepat. "Hentikan mobilnya! bukankah kau bersikap terlalu jauh? kau pikir dengan berpisah bisa menyelesaikan semua masalah?" sentaknya kesal. "Kau benar Nona. Maaf karena sudah membuatmu kesal," balas Martin lebih sopan. "Aku mau turun! hentikan, jika tidak aku akan lompat!" ulang Nay. "Jangan Nona, nanti Pak Baskoro pasti memarahiku." "Kalau begitu kau yang turun! aku tak sudi berada di dekatmu." Kendaraan warna hitam seharga setengah Miliar itu menepi di bahu jalan. "Hati-hati di jalan Nona," pesan si pengawal. "Harusnya kau tak perlu mengadu kepada papa terkait hal ini. Sebab semua ini memang kesalahanmu!" bibir tipis itu memberi peringatan keras. "Tentu, sesuai keinginanmu." **
"Kenapa? kau butuh uang, atau sekedar sentuhan?" cecar si pria. "Dua-duanya dong, apa kau bisa memberikan padaku?" "Tergantung, jika bisa membuatku puas. Maka seperti yang kau kenal. Aku bukanlah orang pelit. "Okey, akan ku usahakan." Keduanya melempar senyum penuh makna. Tak dipungkiri, perempuan itu memiliki body lebih padat dibanding istrinya. Bentuk dada yang cukup besar membuat kedua mata si pria enggan berpaling Sedangkan Widya menyadari kelakuan Sean, sengaja menyingkap helaian rambut panjang, lanjut mengikat menjadi satu. Hal itu bertujuan, agar pria tampan di sebelahnya dapat menikmati dirinya dengan leluasa. Acara sudah berlangsung kurang lebih tiga puluh menit. Tetiba semua mata tertuju pada satu arah, yakni pintu kaca area restoran. "Wow, bagaikan bidadari turun dari kahyangan," ucap Rio. "Sean, istrimu sangat mempesona. Kau pasti bersemangat setiap malam. Aku sungguh iri padamu," timpal Anton. Kedua pria sampai tak berkedip selama beberapa detik.
"Maksudmu apa? aku tak ada niatan begitu. Jika itu menyinggung perasaanmu, aku sungguh minta maaf sayang." Perempuan itu berniat menangkup wajah sang suami, namun Sean menepis kasar sentuhan tangan dari si wanita. "Itulah alasan mengapa aku tak mengajakmu. Mereka menjadi tak menghargaiku lagi. Bagi mereka, kau jauh lebih menarik. Sedangkan aku, tidak ada apa-apanya," gerutu Sean menambahkan. "Astaga sayang, itu gak bener. Kau itu tampan dan hebat. Aku bahkan sangat tergila-gila padamu," bujuk Nay. "Sudahlah! pendapatku memang tidak penting. Turun sana! aku masih ada pekerjaan di tempat lain." Dengan tega, Sean mengusir istrinya agar menaiki angkutan umum. "Tapi ini kan sudah sore. Kau mau kemana? kita pulang aja yuk. Nanti aku berikan pijatan eksklusif untukmu. Gimana?" rayuan manis menguar dari bibir tipis si perempuan. Berharap dapat meluluhkan amarah sang suami. "Lupakan! aku tak butuh sentuhan darimu. Kau begitu karena ingin terlihat hebat. Kau pikir aku bodoh
"Untuk bulan ini belum. Sepertinya Pak Bayu mulai curiga. Aku kesulitan mencari celah. Menggelapkan dana perusahaan bukan pekerjaan mudah Se. Kau sih enak, tinggal duduk manis sembari menunggu laporan. Tapi aku kesulitan," keluhnya. "Walau begitu aku yakin, kau pasti bisa. Sebenarnya ada tips lebih mudah Ras, kau tinggal membuat sedikit jebakan untuk pria tua itu. Seolah dia melecehkan dirimu. Dengan begitu kau bisa memerasnya. Meminta ia untuk mengalihkan dua puluh lima persen setiap bulannya. Ku rasa lebih dari cukup." "Aku lebih pintar! pernah mencoba beberapa kali, tapi Pak Bayu itu orangnya sangat teguh pendirian. Tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tapi bukankah dia hampir pensiun?" "Hmm, andai saja, kau sebagai sekretaris bisa naik menggantikan dirinya. Tapi sepertinya papa mertua sudah punya pilihan sendiri." "Benarkah? siapa itu? makanya Se, kau kan menantu lelaki Pak Baskoro. Mintalah kenaikan posisi menjadi Anggota Dewan Komisaris. Agar kau punya kekuasaan lebi
Duduk berhadapan dengan sang ayah, Naysila berusaha keras menolak keinginan Pak Baskoro. "Papa paham, kau belum siap menimang bayi saat ini. Tapi lihat orang tuamu! usia kami tak lagi muda Nay," bujuknya, berharap sang putri akan goyah dari keputusan semula. "Kenapa sih Pa? kalian sebagai orang tua harusnya bisa menjadi panutan. Aku bukan mesin pencetak anak, seperti yang kalian harapkan. Zaman sudah berubah, jika masalah pemimpin, ada suamiku. Dia menghabiskan banyak waktu untuk bekerja. Ku kira dia layak untuk menggantikan Papa."Helaan napas sang ayah begitu berat, "Darah itu lebih kental daripada air nak. Papa ingin seorang pewaris. Karena Papa menyayangimu.""Apakah ucapan Papa bisa aku percaya?""Kenapa tidak?""Ada Akhtar di sisimu. Dia adalah putra kesayangan Papa dan Mama," sindir Nay diiringi sorot mata yang memicing ke satu arah. Sang ayah tersenyum kecil, "Kau cemburu padanya? dibanding Sean, adikmu jauh lebih mumpuni. Namun karena kau anak tertua, Papa ingin agar ketu
Berada di dalam ruang rapat perusahaan, Pak Baskoro menentang keras keputusan Sean yang memberi izin pada supplier, bahwa ia memperbolehkan distribusi sebuah produk minuman mengandung alkohol lebih dari 40 persen, melalui perusahaan Indojaya miliknya. Pak Baskoro sebagai Komisaris Utama ia sangat menentang akan hal itu. "Selama bertahun-tahun kami menjaga kebersihan juga kepuasan konsumen. Berbisnis bukan perkara mendapat banyak keuntungan, akan tetapi juga berkah yang terkandung di dalamnya. Saya tetap gak setuju dengan keputusan Pak Sean Geovani," ucapnya tegas. Anggota rapat yang terdiri dari empat puluh orang dari perwakilan setiap divisi, tak mampu menentang keinginan Pak Baskoro yang berpegang teguh pada prinsip juga norma agama. "Tapi zaman sudah berubah Pak. Kita harus mengikuti perkembangan, bukan berlandaskan apa yang kita suka dan tidak," sanggah Sean. Di depan para pegawai hubungan keduanya bagaikan orang asing. Pak Baskoro tak segan-segan melayangkan kritik ped
Naysila mondar-mandir di depan pintu utama warna silver. Dirinya amat cemas dengan reaksi sang suami malam ini."Dia pasti tak akan suka," gumamnya sembari menggigit kuku lentik karena khawatir luar biasa.Tak lama.Pintu terbuka perlahan, Sean muncul dengan wajah masam. Lelah, sudah pasti.Dasi yang mengikat lehernya juga lepas dari tempat semula, tatapannya lesu juga kesal."Tumben Nay, menungguku di sini? sudah makan?" tegurnya berbasa-basi."Sudah, kau sendiri?" sang istri terburu meraih tas dari genggaman si suami.Perhatian kecil senantiasa Naysila berikan sebagai wujud pengabdian kepada pria yang amat ia cintai.Berniat mengambil segelas air, namun matanya membulat sempurna ketika dirinya memasuki area dapur.Perabot serba baru dengan merk ternama terpampang di depan wajah Sean.Ia lalu berbalik, menghampiri istrinya yang mematung di ambang pintu."Katakan! darimana semua ini?" sungutnya sembari melotot tajam."I--tu dari papa," jawab Nay terbata."Dia lagi? sepertinya papamu
Sedang serius di dalam ruang kerja berada pada lantai dua bangunan, Nay dikejutkan dengan kedatangan sang sekretaris. "Permisi Kak, tapi mendadak para wartawan ingin menemui anda saat ini. Katanya untuk wawancara atas produk kita yang terbaru," seru Julia menyampaikan informasi. Nay tentu heran, pasalnya ia tak ingat telah membuat janji. "Apa kau mengundang mereka? harusnya minta izin dulu padaku. Jangan seperti ini!" tegasnya. "Tidak Kak, mereka datang atas kemauan sendiri," sahut Jul. "Hmm, baiklah, aku akan turun. Bawa mereka masuk," titah si Bos. Begitulah Naysila, antara bisnis dan pewarta berita harus terjalin sebuah harmonisasi indah demi keuntungan keduanya. Oleh sebab itu sangat perlu menjalin hubungan baik di antara dia dan para wartawan. Julia mengikuti arahan dari si Bos Cantik, ia mempersilakan sekitar dua puluh orang untuk memasuki aula utama. Duduk berjajar dengan rapi, para pria dan wanita menunggu kehadiran seorang pengusaha muda yang sukses malang melinta
Satu jam berikutnya Martin meninggalkan area lembab dengan handuk melilit sebatas pinggang, netranya menyipit ke satu arah. "Tidak salah lagi, pasti ada yang sengaja memberiku obat di dalam minuman ini!" geram batinnya sembari meremat botol kaca. Hanya ada satu ranjang ukuran king di dalam ruang mewah itu. Namun si pria masih memiliki kesadaran penuh. Ia tak akan menempati alas empuk sebab menyadari statusnya hanya sebagai anak buah. Mengambil celana pendek dari dalam koper dirinya kemudian merebahkan dirinya pada permukaan sofa. Nay sudah lelap, hingga tak menyadari kedatangan dirinya. ** Di ruangan sebelah Sean Geovani teramat kesal. Jebakan yang ia rancang ternyata gagal. "Bagaimana pria itu bisa lolos? saat obat itu merasuk ke dalam jaringan sel, keinginan bercinta sangatlah kuat. Mengapa dia memilih menahan rasa itu?"Sean berpikir logis, ia membayangkan bahwa pengawal itu akan memaksakan dirinya kepada Naysila. Pada momen yang tepat ia berniat menggerebek kamar sebela
Gerakan lambat Martin berniat mendekatkan bibirnya ke arah Naysila, wanita itu hampir menyerah. Nay memejam kedua netranya, kini dirinya menjadi lebih tenang. Tinggal berjarak satu cm, mendadak Martin menghentikan aksinya. Tersenyum tipis kemudian meniup wajah Nay yang merona kemerahan. "Apa yang kau harapkan Nona," tanya Martin memecah keheningan. Cumbuan itu tidak terjadi. Si perempuan membuka mata, pupil kecoklatan membulat diselipi banyak pertanyaan. Sang pengawal melepas cengkeraman di kedua tangan Naysila, menyisakan tatapan heran dari sosok si wanita. Pria itu merapikan atasan seperti sedia kala. Membiarkan angan si Nona buyar seketika. "Kau ngerjain aku? berani sekali!! keterlaluan!" sungut Nay sembari mengalihkan tubuhnya ke arah lain. Satu tangannya bertengger di depan dada, memastikan debaran jantungnya memang sedang beradu sangat kencang. "Kenapa? kau ingin merasakan ciuman dariku?" goda Martin. "Astaga, kau harus bersiap. Jika aku adukan ke papa maka setelah it
"Bram, siapkan dua kamar untukku. Pastikan sesuai keinginanku di salah satu kamarnya," pinta Sean melalui sambungan telepon. "Ini tidak benar Se, kau ingin memata-matai istrimu sendiri? kamera cctv di dalam kamar? aku tak sanggup. Kalau sampai Pak Baskoro murka, habislah aku." Brama awalnya menolak ide gila yang diberikan oleh Sean Geovani. Bagaimana bisa seorang suami berniat membuat rekaman video intim antara istrinya dan pria lain? "Ini hanya jebakan saja, aku akan menerobos masuk sebelum pria itu berhasil menyentuh istriku. Kau kira aku sudah tidak waras?" tegas Sean, berpegang teguh pada pendirian. "Tetap saja, aku tidak berani. Kau tau, seperti apa pengaruh Pak Baskoro. Niat membantumu malah akan menjerumuskan diriku ke balik jeruji besi. Aku tidak mau!" "Bram, kau tak percaya padaku? okey, jika itu maumu. Tapi jangan salahkan aku, jika perselingkuhanmu dengan salah satu staf akan ku ungkap di depan istrimu." Skakmat. Bram tak berkutik jika sudah menyinggung perihal h
Malam itu Nay mengemas dua stel pakaian untuk ia bawa keesokan harinya. Sean baru saja tiba, langkahnya lalu mendekati sosok istrinya yang nampak lesu tanpa bersemangat. Mengecup mesra bahunya sembari memeluk erat bagian tubuh ramping tersebut. "Senyum sayang, kenapa manyun begitu?" tegurnya. Suara berat terdengar seksi pada pendengaran Nay, membuat dirinya menggeliat perlahan. "Gimana bisa? kali ini aku harus pergi seorang diri. Ayolah sayang, kita pergi bersama. Sudah beberapa bulan kau selalu sibuk," pintanya sangat manja. Sang istri berbalik kemudian mengalungkan kedua tangan di leher Sean. "Aku tak bisa, mengapa tak ajak Julia saja? lagian ini untuk pekerjaan. Percuma jika aku ikut. Paling kau anggurkan diriku di kamar hotel, benar kan?" protes si suami. "Ah, tapi pasti seru jika ada kau. Mama Jul sedang sakit, jadi ia tak bisa ikut." Nay memainkan jemarinya, bergerak memutar pada permukaan dada bidang milik sang suami. Sean memperhatikan lekat wajah cantik
Pak Baskoro menyungging senyum tipis, "Kau selalu bisa diandalkan. Untuk itu akan ku kirim bonus yang telah aku janjikan," ucapnya puas. "Nona Nay marah gara-gara kejadian tadi pagi. Jika boleh tahu, mengapa anda ingin memisahkan Nona dari suaminya? saya kira anda sudah luluh. Sebelumnya sempat meminta Nona melahirkan seorang pewaris. Tapi sekarang?" "Kau sangat penasaran rupanya? aku ingin mendapat cucu, karena ia akan menjadi senjata sekaligus aset yang akan mewarisi kekayaan Baskoro Wijaya. Aku tak sudi jika kejayaan juga ketenaran ini menjadi milik pria licik, tak lain adalah Sean Geovani. Setelah Nay hamil, pria serakah itu harus segera ku tendang jauh. Jika perlu ia harus musnah dari muka bumi ini," terangnya penuh penegasan. "Tapi Pak, Nona sangat memuja dirinya. Bagaimana jika perasaannya hancur? dia putri tersayang bagimu?" raut cemas tergambar pada wajah Martin saat ini. Pupilnya melebar, diikuti suara kian melemah. "Justru itu, aku paham betul, apa yang baik untu
Sedang serius di dalam ruang kerja berada pada lantai dua bangunan, Nay dikejutkan dengan kedatangan sang sekretaris. "Permisi Kak, tapi mendadak para wartawan ingin menemui anda saat ini. Katanya untuk wawancara atas produk kita yang terbaru," seru Julia menyampaikan informasi. Nay tentu heran, pasalnya ia tak ingat telah membuat janji. "Apa kau mengundang mereka? harusnya minta izin dulu padaku. Jangan seperti ini!" tegasnya. "Tidak Kak, mereka datang atas kemauan sendiri," sahut Jul. "Hmm, baiklah, aku akan turun. Bawa mereka masuk," titah si Bos. Begitulah Naysila, antara bisnis dan pewarta berita harus terjalin sebuah harmonisasi indah demi keuntungan keduanya. Oleh sebab itu sangat perlu menjalin hubungan baik di antara dia dan para wartawan. Julia mengikuti arahan dari si Bos Cantik, ia mempersilakan sekitar dua puluh orang untuk memasuki aula utama. Duduk berjajar dengan rapi, para pria dan wanita menunggu kehadiran seorang pengusaha muda yang sukses malang melinta
Naysila mondar-mandir di depan pintu utama warna silver. Dirinya amat cemas dengan reaksi sang suami malam ini."Dia pasti tak akan suka," gumamnya sembari menggigit kuku lentik karena khawatir luar biasa.Tak lama.Pintu terbuka perlahan, Sean muncul dengan wajah masam. Lelah, sudah pasti.Dasi yang mengikat lehernya juga lepas dari tempat semula, tatapannya lesu juga kesal."Tumben Nay, menungguku di sini? sudah makan?" tegurnya berbasa-basi."Sudah, kau sendiri?" sang istri terburu meraih tas dari genggaman si suami.Perhatian kecil senantiasa Naysila berikan sebagai wujud pengabdian kepada pria yang amat ia cintai.Berniat mengambil segelas air, namun matanya membulat sempurna ketika dirinya memasuki area dapur.Perabot serba baru dengan merk ternama terpampang di depan wajah Sean.Ia lalu berbalik, menghampiri istrinya yang mematung di ambang pintu."Katakan! darimana semua ini?" sungutnya sembari melotot tajam."I--tu dari papa," jawab Nay terbata."Dia lagi? sepertinya papamu
Berada di dalam ruang rapat perusahaan, Pak Baskoro menentang keras keputusan Sean yang memberi izin pada supplier, bahwa ia memperbolehkan distribusi sebuah produk minuman mengandung alkohol lebih dari 40 persen, melalui perusahaan Indojaya miliknya. Pak Baskoro sebagai Komisaris Utama ia sangat menentang akan hal itu. "Selama bertahun-tahun kami menjaga kebersihan juga kepuasan konsumen. Berbisnis bukan perkara mendapat banyak keuntungan, akan tetapi juga berkah yang terkandung di dalamnya. Saya tetap gak setuju dengan keputusan Pak Sean Geovani," ucapnya tegas. Anggota rapat yang terdiri dari empat puluh orang dari perwakilan setiap divisi, tak mampu menentang keinginan Pak Baskoro yang berpegang teguh pada prinsip juga norma agama. "Tapi zaman sudah berubah Pak. Kita harus mengikuti perkembangan, bukan berlandaskan apa yang kita suka dan tidak," sanggah Sean. Di depan para pegawai hubungan keduanya bagaikan orang asing. Pak Baskoro tak segan-segan melayangkan kritik ped
Duduk berhadapan dengan sang ayah, Naysila berusaha keras menolak keinginan Pak Baskoro. "Papa paham, kau belum siap menimang bayi saat ini. Tapi lihat orang tuamu! usia kami tak lagi muda Nay," bujuknya, berharap sang putri akan goyah dari keputusan semula. "Kenapa sih Pa? kalian sebagai orang tua harusnya bisa menjadi panutan. Aku bukan mesin pencetak anak, seperti yang kalian harapkan. Zaman sudah berubah, jika masalah pemimpin, ada suamiku. Dia menghabiskan banyak waktu untuk bekerja. Ku kira dia layak untuk menggantikan Papa."Helaan napas sang ayah begitu berat, "Darah itu lebih kental daripada air nak. Papa ingin seorang pewaris. Karena Papa menyayangimu.""Apakah ucapan Papa bisa aku percaya?""Kenapa tidak?""Ada Akhtar di sisimu. Dia adalah putra kesayangan Papa dan Mama," sindir Nay diiringi sorot mata yang memicing ke satu arah. Sang ayah tersenyum kecil, "Kau cemburu padanya? dibanding Sean, adikmu jauh lebih mumpuni. Namun karena kau anak tertua, Papa ingin agar ketu