Share

Dicintai Pengawal Tajir
Dicintai Pengawal Tajir
Penulis: Nityassi

1. Dimana Suamimu?

Berdiri di samping pintu utama ballroom hotel bintang lima, Naysila dilanda gelisah luar biasa.

Dibalut dress merah dengan tatanan rambut lurus berwarna hitam membuatnya terlihat cantik dan mempesona.

Setiap pasang mata memandang ke arah dirinya.

Para sponsor berbisik satu sama lain.

"Lihat itu! bahkan di malam sepenting ini suaminya tak terlihat hadir," celetuk salah seorang.

"Sama seperti ketika ulang tahun Pak Baskoro bulan lalu. Padahal Nay adalah putri sulung keluarga itu. Namun sepertinya keadaan mereka tidak rukun," timpal temannya.

Acara launching produk baru sepaket alat makeup terdiri dari sunscreen, toner, juga eye cream, merupakan produk unggulan yang dikeluarkan pada pertengahan tahun ini.

"Selamat Nay, mama sangat bangga padamu," ujar ibu Marta diiringi senyum merekah pada sudut bibirnya.

Melirik jam mahal yang melingkar di pergelangan sebelah kiri, dirinya terus menatap pintu utama yang terbuka lebar.

Hingga waktu yang ditentukan, pria tampan tak lain adalah sang suami belum juga nampak.

Tetiba seorang kawan lama menyentuh sikunya, membuat angan Nay buyar seketika.

"Hai, sebenarnya, acara potong pita akan dilakukan pukul berapa? tamu undangan mulai resah, masih menunggu seseorang?" tegur Marco.

Saat duduk di bangku kuliah, mereka sempat dijodohkan oleh kedua keluarga. Namun Nay sengaja menolak.

"Eh iya, sebentar lagi. Pliiss, bantu aku untuk menenangkan mereka. Padahal aku sudah memperingatkan Sean berulang kali. Ini adalah acara penting dalam hidupku. Tapi entahlah," terangnya sembari menyembunyikan rona kecewa.

"Hemmm, sudah ku duga. Sepertinya kau bukan prioritas baginya. Maaf Nay, mungkin terdengar menyakitkan. Tapi itu adalah fakta."

Marco kemudian berlalu. Pria itu berusaha menghibur para tamu yang mulai membuat kasak-kusuk.

Dari kejauhan kedua orang tua menatapnya penuh kemarahan.

Saat itu Martin yang merupakan pengawal kepercayaan sang papa baru datang dari arah luar.

"Dimana Sean? sudah terlihat? aku menghubungi ponselnya, tetapi malah dimatikan," keluh Nay begitu pria itu mendekat.

"Maaf Nona, ada kabar buruk,"

"Apa itu?"

"Pak Sean meneleponku melalui ponsel temannya. Malam ini ia tak bisa hadir. Ada urusan mendesak katanya. Ia memintaku menyampaikan hal ini kepadamu," terang Martin mengurai penjelasan yang ia terima.

"Kau serius? hal apa yang lebih penting dari ini? aku sudah memberinya peringatan untuk mengosongkan semua jadwal. Tapi dia?" ujar Nay berapi-api.

"Tapi menunggunya juga tidak mungkin Non. Semua orang sudah menantikan momen utama yang harus kau lakukan segera. Ayahmu juga terus menatap kemari. Sebaiknya kita mulai saja. Terpaksa, harus tanpa suamimu," usul Martin.

Dirinya dan Naysila cukup akrab layaknya seorang teman. Lamanya waktu pengabdian yang ia lakukan kepada keluarga Pak Baskoro membuat dirinya menjadi salah satu orang yang dipercaya oleh keluarga konglomerat itu.

Nay akhirnya setuju, di depan para sponsor dirinya memegang sebuah gunting untuk meresmikan peluncuran merk terbaru dari perusahaan yang ia jalankan.

Senyum palsu harus ia perlihatkan di depan semua orang.

Iringan tepuk tangan menambah meriah acara malam ini. Setelahnya para tamu dipersilakan untuk menikmati hidangan yang sudah disediakan.

Perempuan berambut panjang itu berusaha menjauhi keberadaan sang papa, sebab ia yakin, akan memperoleh protes keras dari sang ayah.

"Tunggu Nay! kau harus menjawab pertanyaan papa dulu," titah Pak Baskoro, mencegah langkah putrinya.

Nay menggigit bibirnya. Gugup juga takut.

"Iya Pa?" lirih Nay berusaha terlihat normal.

"Dimana suami yang kau banggakan itu? apa dia lupa? dengan acara sepenting ini?" cecar si papa.

"Pa, Sean tadi udah bersiap kemari. Tetapi mendadak ada keadaan darurat. Jadi......"

"Jadi dia urung untuk datang? hmm, untung papamu ini pandai membuat alasan. Kau tahu Nay, teman papa menanyakan keberadaan Sean yang seharusnya mendampingimu pada saat ini."

"Iya Pa, aku paham kok. Mau gimana lagi, kadang sesuatu terjadi di luar kendali kita. Itu biasa, kan?" kilah Nay.

Walau ragu, namun sang papa kemudian menerima alasan putrinya.

"Ya sudah, kau temui para sponsor sana. Berikan keramahan agar mereka betah menjadi rekan bisnis bagimu. Papa harus pergi untuk sekarang," pamit sang ayah.

"Tunggu! Papa dan Mama akan pulang? kalian tega meninggalkanku sendirian?" Nay mendelik tak percaya.

"Mau apa lagi Nay? Sebenarnya Papa sangat malu. Absennya suamimu, agaknya sukses menjadi topik hangat bagi mereka," ujar sang ayah sembari melirik kepada sekumpulan orang penting yang terus menyorot pada si empunya acara.

"Setidaknya kalian harus di sini Pa. Sean pasti tak sengaja melakukan hal ini," rengek sang putri, membujuk Pak Baskoro agar tak meninggalkan lokasi.

Ibu Marta memeluk Nay sangat erat, "Kami harus pulang sayang, kau juga paham, jika Mama tak menurut, papamu pasti murka nanti," bisiknya mengimbuhi.

Naysila menatap hingga kedua punggung itu menghilang dari balik pintu.

Di dekatnya, Martin berdiri dengan tenang. Pria itu diutus Pak Baskoro untuk menjaga kemudian memastikan Naysila aman hingga dirinya pulang.

Sudut matanya terasa sangat berat, bulir bening siap meluncur kapan saja, namun Nay harus menahan.

Ia mesti menampilkan senyum pada wajah oriental miliknya.

"Selamat ya Nay, kau keren sekali. Keluargamu, maksudku suamimu pasti sangat bangga padamu," ucap Velin sembari memberi dekapan erat.

Tangannya menepuk pelan pada punggung sang sahabat.

"Hidupmu sangat sempurna, suami tampan, bisnis cemerlang. Aku juga salut, kalian berdua selalu terlihat romantis ketika menampilkan foto di sosial media. Sangat cocok, bagaikan Romeo dan Juliet," timpal Amanda.

Sedangkan Naysila hanya memberi senyum tipis, menanggapi pujian para teman.

Setelah acara selesai, semua tamu berangsur pergi meninggalkan area hotel. Nay duduk di jok bagian depan, berdampingan dengan Martin.

Bibirnya senantiasa mengatup, wajahnya sengaja mengarah ke sisi kiri.

Sembari mengemudi, Martin lalu mengulurkan tisu kepada putri sang majikan.

Tangan si perempuan meraih secepat kilat, mengusut jejak basah di kedua pipinya.

"Mereka bilang kami adalah pasangan romantis. Padahal, demi memperoleh sebuah foto mesra aku harus merayunya dengan keras. Dia selalu menolak jika aku menaruh kamera di depan wajahnya," ujar Nay, sembari menertawakan nasibnya kini.

"Kau sudah memilihnya. Jadi itu adalah tanggung jawabmu untuk berjuang," balas Martin santai.

"Aku? harusnya sepasang suami isteri bekerja keras bersama, dalam menjaga keutuhan kasih sayang di antara mereka. Kenapa cuma aku?" pekiknya.

"Kalau begitu kau harus menegurnya," pria itu memberi solusi lain.

"Itu akan sulit, Sean memang dingin sejak awal pernikahan. Hal itu berbanding terbalik dengan saat kami masih pacaran. Ku kira, hubungan kami akan semakin hangat."

Wanita itu tanpa canggung mengurai kisah cinta yang sukses mengobrak-abrik hatinya.

Tatapannya berubah datar, mana kala benaknya mengingat, bahkan dalam sepekan ini keduanya belum melakukan hubungan ranjang.

"Kalau begitu cerai saja!" lagi-lagi Martin bicara sangat enteng.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status