Share

7. VS MERTUA

Berada di dalam ruang rapat perusahaan, Pak Baskoro menentang keras keputusan Sean yang memberi izin pada supplier, bahwa ia memperbolehkan distribusi sebuah produk minuman mengandung alkohol lebih dari 40 persen, melalui perusahaan Indojaya miliknya.

Pak Baskoro sebagai Komisaris Utama ia sangat menentang akan hal itu.

"Selama bertahun-tahun kami menjaga kebersihan juga kepuasan konsumen. Berbisnis bukan perkara mendapat banyak keuntungan, akan tetapi juga berkah yang terkandung di dalamnya. Saya tetap gak setuju dengan keputusan Pak Sean Geovani," ucapnya tegas.

Anggota rapat yang terdiri dari empat puluh orang dari perwakilan setiap divisi, tak mampu menentang keinginan Pak Baskoro yang berpegang teguh pada prinsip juga norma agama.

"Tapi zaman sudah berubah Pak. Kita harus mengikuti perkembangan, bukan berlandaskan apa yang kita suka dan tidak," sanggah Sean.

Di depan para pegawai hubungan keduanya bagaikan orang asing.

Pak Baskoro tak segan-segan melayangkan kritik pedas kepada menantunya.

"Saya tetap tidak setuju! saya yakin, selain dirimu, masih banyak orang yang bisa mencari produsen lain. Yang bisa mencari barang sesuai kriteria perusahaan. Kalau kamu memang tak sanggup. Katakan saja! kamu bisa dimutasi ke tempat lain."

Pak Baskoro kesal, ia terburu menutup map warna biru di depannya.

"Rapat hari ini selesai. Selama saya masih berada di tempat ini, tak ada yang bisa menggoyahkan visi misi dari perusahaan Indojaya grup. Bagi yang tidak sejalan, saya persilakan untuk segera hengkang! daripada harus menjadi kerikil. Saya paling benci jika jalan saya harus terhalang. Jadi pikir, lalu buat keputusan!"

Pria paruh baya bertubuh besar kemudian meninggalkan ruang rapat. Diikuti seorang pengawal, yang senantiasa menemani langkahnya.

Semua orang saling berbisik, mereka mengasihani Sean, pria itu duduk tenang usai dipermalukan begitu dalam oleh mertuanya sendiri.

Para staf membubarkan diri, tersisa hanya seorang pria dengan kemeja warna biru muda masih duduk melamun di dalam sana.

Tak lama dering ponsel membuat angannya buyar.

"Sayang, ayo kita makan siang bersama. Aku menunggumu di lobi kantor," pinta Nay, tak lain putri sulung Pak Baskoro.

"Kau di sini? mendadak?" tanya Sean heran.

"Kenapa memangnya? apa aku perlu izin untuk menemui suamiku tercinta hm?" rona kemerahan terlukis di kedua pipi Naysila. Meski mereka berbincang melalui sambungan telepon, itu saja cukup membuat hati Nay bahagia, seolah sedang ditaburi ribuan bunga.

Pria itu bersandar pada kursi hitam, menghela napas berat.

"Baiklah, aku akan turun."

Panggilan selesai, menyisakan senyum lebar pada sudut bibir Naysila.

Sean melonggarkan letak dasinya. Ia memiliki perih yang tersimpan di dalam pikiran. Imbas perlakuan Pak Baskoro yang terkesan merendahkan harga dirinya.

"Dasar tua bangka menyebalkan! kau pikir kaulah yang paling berkuasa di tempat ini? tunggu sampai aku membuatmu terguling nanti! maka kau akan tersungkur di depanku sembari memohon ampun!" gerutunya kesal.

***

Siang hari Nay dan Sean makan di sebuah restoran western tak jauh dari perusahaan Indojaya.

Dengan telaten, Nay memberi suapan daging panggang ke mulut sang suami.

Sean menerima walau dengan sedikit terpaksa, ia merasa hal itu membuatnya ia malu karena dilakukan di tempat umum.

"Cukup sayang, kau juga harus makan. Jangan sampai mereka menganggap aku sebagai suami kejam. Sampai harus menguasai dua piring sekaligus," cibir Sean.

Nay malah terkekeh kecil, "Justru itu sayang, karena aku jarang memasak. Ingin rasanya memanjakan mu seperti ini," usaha Nay belum usai. Garpu di tangannya beralih menancap pada kentang goreng yang tergeletak di tepian. Bertumpukan dengan daun selada.

Mengarahkan ke bibir Sean, sang istri memberi arahan agar pria itu membuka mulutnya lebar.

Sean meraih gelasnya. Ia berniat menyudahi acara menyantap kali ini.

"Aku baru ingat, harus bertemu Dion untuk membahas hal penting," terangnya.

"Apa? sekarang? tapi aku belum selesai Se! setidaknya temani sampai aku...."

"Sorry sayang, kita jumpa lagi di rumah. Okey?"

Pria itu bangkit dari kursinya. Tak lupa mendaratkan kecupan singkat pada pelipis Naysila. Langkahnya cepat meninggalkan keberadaan istrinya.

Wanita berwajah oriental kehilangan selera makannya.

Meraih tas mahal yang bertengger di atas meja. Gegas meninggalkan lokasi dengan perut yang masih kosong.

Nay mengendara seorang diri, menuju sebuah apartemen yang menjadi tempat tinggal dirinya bersama sang suami.

Tiba di rumahnya, Nay beranjak ke kamar mandi. Ia hendak mencari kesegaran dengan menenggelamkan tubuhnya pada bathtub yang dipenuhi air.

Senyumnya melebar, dengan kedua netranya memejam. Menyelami rasa nyaman, mengusir segala penat juga gelisah dalam batinnya.

Selesai membersihkan tubuhnya, perempuan bermata coklat menutupi tubuhnya dengan sehelai bathtrobes putih nan tebal.

Dengan santai dirinya keluar dari kamar mandi kemudian berjalan pada walk in closet miliknya.

Memilih mini dress cantik untuk ia kenakan.

Suara berisik berasal dari ruang tamu, membuat Nay amat penasaran. Belum sempat mengganti pakaian ia melangkah cepat menyambangi arah datangnya suara.

"Ada apa ini?" cecar Nay, melihat beberapa pria memasukkan beberapa perabotan, juga sebuah lemari pendingin empat pintu keluaran terbaru tanpa seizin darinya.

"Ini perintah dari Pak Baskoro, Nona," jawab Martin.

"Apa Sean tahu hal ini?" imbuh Nay.

Pengawal itu menggeleng pelan.

Nay berdecih kesal. Ia sampai berkacak pinggang untuk memberi sebuah peringatan.

"Sampaikan pada Papa! aku menolak barang pemberian darinya. Bawa pergi semua! kalian sungguh lancang. Ini rumahku. Sean yang membeli tempat ini," ujarnya.

"Maaf Nona, saya hanya menjalankan tugas, tidak mungkin saya membawa kembali."

"Kenapa?" Nay mendelik kesal.

"Ee.... itu kasihan para pegawai yang sudah bekerja keras membawa barang-barang kemari. Tolong jangan ditolak Nona," pinta Martin sembari menunduk wajahnya.

Nay mendekat, dengan tampilan yang minim membuat Martin menjadi salah tingkah.

"Kau sangat berpengalaman bukan? minimal kabari aku dulu. Menerobos rumah orang tanpa pemberitahuan adalah tindakan ilegal. Untung aku tak melaporkanmu atas tuduhan pencurian."

Martin berusaha mengalihkan tatapannya, jangan sampai kedua mata elangnya malah membidik sosok cantik berkulit putih yang tengah berdiri depannya.

Pria itu perlahan mundur, ia tak berani memberi jawaban pada Naysila.

Wanita itu terus mendekat, sebab merasa diabaikan dengan kebungkaman pria itu.

Tanpa sengaja seorang pegawai melintas di belakangnya, hingga menyenggol tubuhnya.

Tetiba...

Brruukhh!!

Tubuh berbalut kain putih ambruk di atas pelukan sang pengawal.

Keduanya tersungkur ke belakang, mendarat pada permukaan sofa empuk dengan posisi bertumpukan.

Nay dan Martin mengunci pandang selama beberapa detik.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status