Share

5. Bersekongkol

"Untuk bulan ini belum. Sepertinya Pak Bayu mulai curiga. Aku kesulitan mencari celah. Menggelapkan dana perusahaan bukan pekerjaan mudah Se. Kau sih enak, tinggal duduk manis sembari menunggu laporan. Tapi aku kesulitan," keluhnya.

"Walau begitu aku yakin, kau pasti bisa. Sebenarnya ada tips lebih mudah Ras, kau tinggal membuat sedikit jebakan untuk pria tua itu. Seolah dia melecehkan dirimu. Dengan begitu kau bisa memerasnya. Meminta ia untuk mengalihkan dua puluh lima persen setiap bulannya. Ku rasa lebih dari cukup."

"Aku lebih pintar! pernah mencoba beberapa kali, tapi Pak Bayu itu orangnya sangat teguh pendirian. Tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tapi bukankah dia hampir pensiun?"

"Hmm, andai saja, kau sebagai sekretaris bisa naik menggantikan dirinya. Tapi sepertinya papa mertua sudah punya pilihan sendiri."

"Benarkah? siapa itu? makanya Se, kau kan menantu lelaki Pak Baskoro. Mintalah kenaikan posisi menjadi Anggota Dewan Komisaris. Agar kau punya kekuasaan lebih banyak nantinya."

Membahas soal uang menjadikan otak keduanya menjadi lebih tajam.

"Aku tak yakin Ras. Setiap hari hampir gila, mencari cara demi membujuk beliau. Dia itu sangat teliti juga cerdik."

"Ku kira istrimu bisa membantu. Dia adalah putri kesayangan Pak Baskoro,"

"Kau lupa? papa memiliki seorang putra yang selalu ia banggakan."

"Tapi dia tinggal di luar negeri," sahut Rasti.

"Dua hari lalu, aku tak sengaja menguping pembicaraan papa dengan Pak Bayu. Mereka menyebut nama Akhtar beberapa kali. Aku jadi curiga,"

"Oh My God! jika dia pulang, maka tamat riwayat kita,"

"Kita harus waspada, makanya jangan konyol dengan berharap aku datang setiap waktu. Jika selama 4 tahun kita mudah berdusta, membuat alasan palsu di depan Nay. Hal itu tidak akan sama, lebih baik berjaga-jaga, daripada kita hancur hingga kehilangan jerih payah yang kita kumpulkan sejauh ini."

Sorot si pria lebih tajam. Kali ini wajahnya menggambarkan peringatan yang amat serius.

"Iya-iya, aku paham. Apalah dayaku, namanya juga kangen.

"Setiap hari masih bisa saling pandang, apa itu belum cukup?"

"Di kantor, kita seperti orang asing," sahut Rasti kesal.

"Menurutku ini malah seru, bertemu secara diam-diam, lalu melepas kangen seperti ini. Ras, kau harus bersikap bijak. Coba ingat lagi, dulunya kita hanya sepasang kekasih yang hidup dalam kesederhanaan. Tapi sekarang? kemana kau pergi menggunakan kendaraan mewah. Kau bisa berbelanja tanpa harus menimbang harganya lebih dulu. Ini menjadi impian banyak orang Ras. Oleh karena itu....."

"Okey, jadi aku harus terus menahan. Dan entah sampai kapan," potong Rasti.

"Dasar perempuan!! RUMIT! Kesal marah, kangen juga marah."

sean mengusap pucuk kepala sang kekasih.

Berdebat cukup lama membuat kantuknya sudah menghilang.

"Mandi bareng yuk, habis ini aku harus pulang. Jika tidak, Nay pasti akan curiga," ajaknya seraya mengangkat tubuh Rasti tanpa perlawanan.

***

Di kediamannya yang mewah, Pak Baskoro berbincang berdua bersama Martin Abraham.

"Apa yang kau dapat? belakangan putriku terlihat tertekan. Aku jadi cemas, hal itu akan mempengaruhi kesehatannya. Kondisiku semakin tua, singgasana ini butuh seorang pewaris yang akan meneruskan perjuangan PT INDOJAYA grup beberapa tahun ke depan."

Pria paruh baya menimang sebuah potret kebersamaan keluarga besar. Sampai kini dirinya belum memutuskan, siapa yang akan ia pilih sebagai pengganti dirinya kelak.

"Saya mendapat informasi, bahwa Nona Naysila sengaja memasang alat kontrasepsi di dalam rahimnya," terang Martin.

Ia sengaja mengutus seseorang untuk terus mengawasi kehidupan pribadi si wanita. Atas permintaan Pak Baskoro tentunya.

Mendengar hal itu membuat ayah Nay tersenyum sinis.

"Semua ini sudah jelas. Putriku tak mencintai pria itu sepenuh hati. Ia ragu, apakah Sean bisa menjadi ayah yang baik atau sebaliknya."

"Maaf Pak. Tapi jika dilihat dari sudut lain, bisa saja putri anda sengaja melakukan hal itu. Karena ia ingin fokus mengembangkan bisnis terlebih dahulu. Jangankan menunda, pasangan di luar sana bahkan tidak sedikit, memutuskan untuk child free Pak," jelas Martin.

"Begitu rupanya, lalu mengenai Sean, bagaimana?"

Pengawal itu beralih menatap dirinya.

"Sejauh ini sikapnya terlihat normal. Dia berbakat, juga setia terhadap perusahaan."

"Kau yakin?"

"Iya Pak."

Pak Baskoro merotasi tubuhnya, masih segar dalam ingatan. Ketika Naysila membawa pacarnya ke rumah mereka untuk pertama kali.

Pembawaan Sean terlalu baik dan ramah, justru membuat sang ayah menaruh curiga.

Ia mengira bahwa pemuda itu sengaja mendekati putrinya karena sifat tamak belaka.

"Menurutmu, apakah dia pantas jika ku beri kenaikan jabatan?" imbuh Pak Baskoro.

Martin bukan sekedar pengawal biasa. Akan tetapi dia adalah tangan kanan sekaligus pemberi pengaruh bagi setiap langkah si Bos besar.

"Tentu saja Pak, dia pantas mendapatkannya."

Agaknya kecurigaan ayah Nay mulai berkurang. Perlahan ia dapat menerima keberadaan Sean, berdasarkan dedikasi yang dia tunjukkan bagi perusahaan.

"Mungkin ini adalah saatnya," lirihnya. Tak lama dirinya mengambil telepon genggam, guna mengatur janji temu dengan putri tercinta.

"Iya Pa?" jawab Nay dari kejauhan.

"Besok datanglah ke kafe Olivia. Papa punya sebuah permintaan untukmu," titahnya.

"Tumben Papa butuh aku? soal apa?"

"Soal masa depan keluarga kita."

"Hah, maksud Papa?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status