Share

Bab 4

"Jadi, menurutmu kenapa aku sewa pengacara?"

Aku memejamkan mataku dan menghela napas panjang. "Yudha, aku sudah bilang ingin bercerai. Kamu sendiri saja yang menganggap aku terlalu terobsesi padamu."

"Jangan lupa bilang ke Dimas juga."

"Sampai jumpa di pengadilan nanti sore."

Yudha lama tidak bersuara.

Tapi tidak masalah sama sekali. Intinya, aku sudah menyampaikan keinginanku dengan jelas.

Tapi, saat aku hendak menutup telepon, tiba-tiba terdengar teriakan marah dari sana. "Ratna! Kamu masih nggak paham juga?!"

"Berapa kali aku harus menjelaskan, menyelamatkan nyawa sudah jadi tugasku!"

"Monika syok berat sampai nggak berani tidur. Sebagai temannya, apa salah aku menemani dia selama dua hari?"

Isak tangis lemah Monika segera terdengar begitu kalimat terakhir terucap.

"Kak Yudha, kamu dan Kak Dimas pulang saja. Aku nggak apa-apa sendirian ...."

"Kak Ratna dan Kak Tiara sedang hamil."

"Kalau sampai terjadi apa-apa dengan mereka karena aku, seumur hidup aku nggak akan pernah memaafkan diriku sendiri. Aku nggak punya muka bertemu kalian lagi ...."

Yudha semakin tidak sabar. "Jangan didengarkan, dia cuma cari gara-gara."

"Monika, sekarang yang penting kamu istirahat cukup dan jangan bersedih lagi. Serahkan sisanya pada kami."

"Aku juga pasti pulang waktu dia melahirkan."

"Dia mengeluh pendarahan terus beberapa hari ini, padahal nggak ada apa-apa sama sekali. Menjengkelkan! Aku nggak mau diseret dalam permainannya. Setiap hari cuma membuatku malu saja!"

Tidak terjadi apa-apa sama sekali ....

Tawaku pecah dan wajahku semakin pucat. Aku menutup telepon.

Adikku di ranjang sebelah juga dapat mendengarnya dengan jelas.

"Kak, menangislah."

Dia memelukku dengan lembut sambil meneteskan air mata. "Menangislah biar lebih lega. Kita akan bangkit dan menyambut masa depan yang lebih baik. Jangan terima dihina bajingan seperti mereka!"

"Ayo kita jalan-jalan setelah bercerai!"

"Oke."

Kami menghapus air mata satu sama lain, tersenyum penuh kepahitan dan patah hati.

Tak lama kemudian, Monika mengunggah postingan baru di akun media sosialnya.

Sebuah foto lagi.

Yudha memasak di dapur sambil bertelanjang dada. Sedangkan Dimas sedang membawa masakan ke meja makan. Ujung seragam polisinya tidak dimasukkan dengan rapi seperti biasanya. Kerahnya terbuka lebar dan lehernya diwarnai bekas merah yang mengundang pikiran macam-macam.

Seolah ingin berteriak kepada dunia apa yang telah mereka lakukan.

"Mungkinkah mereka bertiga ...?"

Adikku terlihat kaget sekaligus jijik, lalu dia benar-benar muntah.

Aku juga merasa mual.

Tapi bagaimanapun juga, manusia berbeda dari binatang yang tidak punya rasa malu dan bisa kawin seenaknya tanpa peduli apa pun.

Kali ini, ponsel adikku yang berdering.

"Tiara, aku beri waktu sepuluh menit, cari contoh surat pernyataan putus hubungan keluarga dari internet!"

Dimas berbicara seperti sedang memerintah seorang narapidana. "Tulis sekarang juga dan kirimkan fotonya kepadaku. Janji jangan berhubungan lagi dengan kakakmu yang bodoh dan jahat itu, mengerti?"

"Kalau kamu nggak sedang hamil, sudah kutampar wajahmu!"

Adikku hampir melontarkan ponselnya karena geram.

Dimas berteriak lebih marah lagi karena tidak mendengar jawaban. "Dengar, nggak? Kamu tuli atau mati?"

"Jawab aku!"

"Untuk apa aku bicara dengan bajingan sepertimu?! Kamu dan Yudha sama-sama bajingan!"

Aku menyambar ponsel Tiara dan akhirnya memberondongnya dengan umpatan. "Kalau kamu cinta mati dengan anjing betina sialan itu, cerai saja! Kalian bertiga silakan hidup bersama sesuka kalian. Kalian mati pun kami nggak akan peduli lagi!"

Aku segera menutup telepon dan memblokir nomor itu.

Berengsek!

Kami tidak sudi berhubungan dengan dua pria bodoh itu lagi!

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Reni Ardiana
ikut emosi liat kelakuan si Yudha dkk ...andai ada dlm dunia nyata tk pites smpk penyet km Yudha...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status