"Jadi, menurutmu kenapa aku sewa pengacara?"Aku memejamkan mataku dan menghela napas panjang. "Yudha, aku sudah bilang ingin bercerai. Kamu sendiri saja yang menganggap aku terlalu terobsesi padamu.""Jangan lupa bilang ke Dimas juga.""Sampai jumpa di pengadilan nanti sore."Yudha lama tidak bersuara.Tapi tidak masalah sama sekali. Intinya, aku sudah menyampaikan keinginanku dengan jelas.Tapi, saat aku hendak menutup telepon, tiba-tiba terdengar teriakan marah dari sana. "Ratna! Kamu masih nggak paham juga?!""Berapa kali aku harus menjelaskan, menyelamatkan nyawa sudah jadi tugasku!""Monika syok berat sampai nggak berani tidur. Sebagai temannya, apa salah aku menemani dia selama dua hari?"Isak tangis lemah Monika segera terdengar begitu kalimat terakhir terucap."Kak Yudha, kamu dan Kak Dimas pulang saja. Aku nggak apa-apa sendirian ....""Kak Ratna dan Kak Tiara sedang hamil.""Kalau sampai terjadi apa-apa dengan mereka karena aku, seumur hidup aku nggak akan pernah memaafkan d
Adikku tertawa lagi dengan air mata berlinang. "Kak, kamu keren sekali waktu maki-maki dia tadi.""Biar lebih keren lagi, Kakak mau potong rambut jadi lebih pendek setelah cerai nanti."Aku sengaja menggodanya, lalu kami bergandengan tangan ke meja perawat untuk mengurus prosedur kepulangan. Kami juga memutuskan untuk mencari salon kecantikan setelah ini. Dandan yang cantik untuk menyambut kembali kehidupan lajang kami sore nanti!Alhasil, kami didorong seseorang saat hendak keluar."Perawat!""Cepat panggil dokter, dia overdosis obat tidur!"Aku terkejut. Ternyata itu Dimas, menggendong Monika yang matanya terpejam.Melihat seragam polisi di tubuhnya, perawat tidak berani mengabaikan.Yudha juga menyusul di belakang dengan panik.Tapi dia melihatku di sini dan tiba-tiba tertegun. Wajahnya berubah suram dan dia berkata marah, "Ratna, aku baru tahu kamu bisa sekejam ini! Kalau terjadi sesuatu dengan Monika hari ini, aku nggak akan mengampunimu!"Tanpa jeda, dia langsung berbalik dan ber
Seluruh tubuh Yudha membeku dalam sekejap.Dia mengambil kuitansi itu dengan tidak percaya, melihat perutku yang sudah tidak menjulang lagi, dan akhirnya mengendurkan cengkeramannya perlahan-lahan. "Lahir mati?""Kenapa ... bisa lahir mati?"Setelah bergumam dua kali, dia berteriak seolah kerasukan setan, "Jelaskan! Kenapa bayinya lahir mati! Apa yang kamu lakukan padanya!""Kamu bunuh bayi itu karena cemburu karena aku nggak pulang ke rumah?!""Jawab!"Wajahnya menjadi semakin menakutkan. Matanya merah padam seakan hampir meledak.Tapi aku hanya tertawa."Pikiranku nggak menjijikkan seperti pikiranmu, Yudha, jangan samakan aku denganmu.""Kenapa lahir mati? Kamu ingat-ingat sendiri apa yang kamu katakan waktu aku telepon beberapa hari yang lalu."Yudha terlihat linglung dan panik, seolah tidak berani mengingat sama sekali.Aku memandangnya dengan penuh kebencian. "Bukannya aku sudah bilang, perutku sakit, aku pendarahan, aku minta tolong kepadamu.""Tapi apa jawabanmu?""Kamu bilang k
Dimas tampak terluka.Aku tidak peduli dan memegang tangan adikku. "Ayo pergi."Keguguran di usia kandungan yang sudah besar menimbulkan dampak yang lebih serius daripada saat usia kandungan masih muda.Meskipun bayiku lahir mati, setidaknya aku melahirkan secara alami. Berbeda dari adikku yang keguguran. Kesehatannya masih perlu dipulihkan. Aku takut dia akan jatuh sakit kalau marah-marah terus seperti ini.Biarlah orang lain tidak peduli. Aku sangat peduli.Tapi tak disangka, Yudha tiba-tiba menggenggam pergelangan tanganku. "Kamu nggak boleh pergi!""Kalaupun bayinya nggak selamat karena kebakaran, tapi kamu bersalah karena menyebabkan Monika mencoba bunuh diri!""Kamu dan Tiara harus dibawa ke kantor polisi untuk diperiksa!"Dimas pun sepertinya baru tersadar. "Benar, kalian nggak boleh pergi!""Monika anak baik-baik. Dia sangat dekat dengan teman-temannya. Kecuali kalian yang selalu cemburu, nggak ada orang lain yang ingin mencelakai dia!"Sambil mengatakan itu, dia benar-benar me
"Bukan begitu, aku ...."Hanya dalam beberapa saat, ekspresi Yudha berubah menjadi kelabu.Dia seakan menerima pukulan yang sangat keras. Bibirnya membuka-menutup beberapa kali, tapi tidak keluar sepatah kata pun.Aku teringat kembali saat Tiara menggendongku keluar dari lautan api.Tenggorokan dan paru-paruku terasa seperti diiris-iris. Rasa sakit serta darah dari perutku sangat menyiksa, seakan seluruh tulang-tulangku remuk.Aku merasa sangat tidak berdaya pada saat itu.Betapa aku berharap suami yang kucintai datang dan menghiburku.Meski kesadaranku samar-samar, bayang wajah Yudha tetap muncul di depan mataku.Aku sangat berharap bisa melihatnya segera setelah aku membuka mata, mendengarnya berkata kepadaku, "Jangan takut, aku di sini."Tapi semua itu hanya mimpi.Aku pingsan, benar-benar sendirian melahirkan bayiku yang mati!Bagaimana mungkin aku tidak membencinya?Tapi, setelah memahami sifat asli pria ini, aku tiba-tiba merasa bahwa mencurahkan semua itu pun rasanya sia-sia saj
Dia terlihat sangat merendah.Dan sangat berhati-hati.Dari masa pacaran sampai sekarang, baru satu kali ini merendahkan diri. Seperti anak kecil yang ketakutan setelah berbuat salah.Tapi, ke mana saja dia sebelum ini?"Aku nggak harus memaafkanmu cuma karena kamu minta maaf."Aku menggeleng tenang. "Nggak ada gunanya berlama-lama, Yudha, kita sudah selesai.""Tapi Kak Ratna, kami sudah mengungkap kebenarannya!""Yang memotong kabel listrik di gedung apartemen kita itu Monika. Dia memasang alat penyulut api dengan pengatur waktu, lalu pergi ke gedung tinggi puluhan kilometer jauhnya dan pura-pura diculik. Agar aku dan Yudha pergi menyelamatkannya!""Untuk melihat siapa yang akan kami pilih dalam situasi mendesak!""Dia juga membuat sendiri tulisan-tulisan dalam paket itu. Kamu benar!""Monika sangat kejam, tapi kami selalu mengira dia polos dan baik hati. Itu semua karena kami buta dan nggak bisa menilai orang!""Kami salah, sangat salah!""Kami menyakiti kalian dan membunuh anak-anak
Sungguh.Andai ini terjadi di masa lalu, aku pasti sudah sangat terharu dan langsung memaafkan Yudha tanpa pikir panjang.Tapi saat ini, kejadian-kejadian di masa lalu itu terbayang di depan mataku.Dia rela pergi hujan-hujanan di malam hari demi membelikan pembalut wanita untuk Monika.Aku terserang demam dan flu di masa awal kehamilanku, tapi disuruh menahannya sampai pagi, baru diantar ke rumah sakit.Saat aku tiba-tiba melihat ular di dapur, dia memarahiku dengan sangat keras karena dia kaget mendengar teriakanku.Tapi dia rela melewatkan makan siang demi Monika.Bergegas dari tempat kerja ke rumah Monika untuk membantu mengusir beberapa ngengat kecil.Monika minta ditemani pergi kencan dengan pemuda kaya. Meski sudah tahu Monika hanya ingin pamer padanya, dia tetap setuju. Sampai izin tidak masuk kerja dan mengajak Dimas pergi juga.Ada suatu saat ketika adikku terjatuh di usia kandungan yang masih sangat muda.Lututnya bengkak dan tidak bisa berjalan tanpa bantuan. Dia ada jadwal
Mereka berdua hanya berdiri di sana dalam kebuntuan.Sambil sesekali melirik setiap gerak-gerik kami, seolah takut kami akan melarikan diri.Tapi kami sebenarnya sudah muak melihat dua pria tidak tahu malu ini.Membuang-buang waktu dan emosi!"Begini saja."Setelah mencari ide sebentar, aku berkata, "Pergilah beli buket bunga sekarang. Tapi nggak boleh naik mobil atau naik taksi, harus lari. Yang paling cepat kembali mungkin bisa kami maafkan lebih cepat."Aku mengeluarkan ponsel. "Waktu dimulai dari sekarang."Tiara segera mengikutiku dan mengangguk-angguk. "Benar! Begitu saja!""Tiara, serahkan padaku!""Ratna, tenang saja. Aku 'kan pemadam kebakaran, aku selalu berlatih setiap hari. Lariku pasti bisa lebih cepat dari dia!"Mata mereka tiba-tiba bersinar penuh harapan.Lalu mereka berlari keluar terbirit-birit.Aku dan Tiara saling memandang, lalu tergelak tawa. Kami melambaikan tangan untuk memanggil taksi dan berkata kepada sopirnya, "Tolong jalan lebih cepat, kami dikejar dua oran