Share

Bab 2

Aku dulu berkhayal bahwa aku pasti akan bahagia setiap hari setelah menikah.

Tapi dia ingat Monika takut ketinggian. Padahal dia tidak peduli sama sekali dengan asma yang aku derita sejak hamil.

Aku terengah-engah dalam asap yang menyesakkan. Tanganku terlalu lemah untuk memegang ponsel dan sampai ponselku terjatuh beberapa kali. Rasa sakit yang luar biasa akibat kontraksi mewarnai gaun kuning mudaku menjadi warna merah darah.

Tapi dia?

Teleponku ditolak berulang kali. Baru saat aku hampir kehilangan kesadaran, dia akhirnya mengangkat panggilan.

"Sayang ... perutku ... sakit ... tolong ... cepat ke sini ...."

Suaraku jelas sangat lemah dan pendek, tidak bisa mengucapkan satu kalimat dengan lengkap.

Tapi yang kudengar pertama kali dari sana adalah tangisan Monika. "Terlalu berbahaya, Kak Yudha, jangan naik! Tinggalkan aku!"

Hatiku pun membeku seutuhnya.

Api membumbung semakin besar.

Dan Yudha memarahiku tanpa pikir panjang. "Lagi-lagi sakit lagi. Mengeluh sakit terus setiap saat. Ibu hamil lain nggak ada yang seperti kamu!"

"Kamu bukan tuan putri, nggak usah pura-pura manja!"

"Aku sedang bertugas, jangan telepon lagi!"

Tapi dia bahkan tidak tahu bahwa kesadaranku kabur beberapa kali hanya dalam beberapa kalimat itu.

"Jangan!"

Suaraku parau, berteriak sekuat tenaga, "A-aku ... pendarahan ...."

"Ah! Kak Yudha, aku takut!"

Jeritan Monika tiba-tiba terdengar dari telepon.

Yudha seketika kehilangan kesabarannya. "Pendarahan bukan berarti melahirkan. Yang seperti ini saja masih harus kuberi tahu?"

"Kenapa kamu harus telepon sekarang? Aku sedang bertugas menyelamatkan orang! Kamu tahu nggak, Monika sedang disandera pembunuh di atap gedung. Nyawanya sedang dipertaruhkan!"

"Kamu bawel terus setiap hari!"

"Nggak bisa panggil dokter sendiri? Aku bukan bidan!"

Saat ucapannya selesai, aku sudah kehabisan tenaga.

Ponselku terjatuh ke lantai. Aku memejamkan mata dan membiarkan air mataku meluncur, sementara Tiara mungkin sedang menunggu ajal menjemputnya.

Tapi kemudian, adikku itu muncul.

Tanpa peduli bahwa dia juga hamil lima bulan, Tiara menutupi kepalaku dengan handuk basah dan berlari menuruni lantai 13 sambil menggendongku di punggungnya.

Tapi begitu menurunkanku di bawah, dia memegangi perutnya kesakitan.

Jadi, tidak seperti aku.

Adikku terpaksa melakukan aborsi darurat.

"Kak, sakit ...."

Di rumah sakit, ranjangnya tepat di sebelah ranjangku. Air mata mengucur di wajahnya yang pucat. Tatapannya hampa. "Perutku sakit. Hatiku juga sakit ...."

Aku jadi semakin sedih dan kehilangan kata-kata.

Karena saat menelepon tadi, aku juga sayup-sayup mendengar suara Dimas, suaminya.

Dia terdengar seperti sedang menghibur Monika dengan sangat lembut.

Sungguh konyol.

Kami kira, kami menikah di hari yang sama karena cinta. Mana tahu, hanya satu tahun kemudian kami berdua akan berakhir seperti badut.

Ponsel adikku tiba-tiba berdering.

Dimas menelepon. Dia langsung marah-marah begitu panggilan terhubung. "Otakmu mengerut ya sejak hamil?! Sudah berapa kali kubilang, jangan berhubungan lagi dengan kakakmu yang suka drama itu!"

"Semua omonganku cuma lewat saja di telingamu, ya 'kan?"

"Penculikan Monika sangat berbahaya. Kalau Yudha salah sedikit saja dan gagal menyelamatkannya, dia bisa jatuh dari ketinggian!"

"Kakakmu pintar sekali memilih waktu. Apa dia ingin Monika mati?!"

"Jangan ikut-ikutan kakakmu. Kalau suatu hari benar-benar ada yang mati karena dia, aku sumpah akan menangkap kalian berdua dan menghukum mati kalian!"

Tanpa menunggu jawaban, telepon langsung ditutup.

Adikku hanya sempat menggerakkan bibirnya dan nomornya sudah diblokir.

"Kak ... kenapa? Kenapa bisa seperti ini?"

"Kalaupun dia salah paham, kenapa dia nggak tanya keadaan anaknya sama sekali?"

"Dia sudah satu bulan nggak pulang ...."

Adikku terisak-isak dan menutupi perutnya dengan lembut.

Masker oksigennya segera dipenuhi kabut. Suara napasnya yang sesak seperti pisau tumpul menusuk-nusuk jantungku.

"Tiara, maafkan aku. Ini semua salahku ...."

Aku menutupi wajahku penuh sesal, tersedu-sedu tak terkendali.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Reni Ardiana
jika Q yg jd Ratna tk tembak smpk mati si Yudha itu...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status