Hari yang begitu melelahkan untukku ditambah terik matahari yang tak berpindah sedikitpun diatas kepalaku begitu menyengat membuatku terpaksa harus memesan minuman di kafe mahal ini. Kafe yang hanya biasanya aku lewati saja, kini aku sedang duduk di kursi yang berada diluar menunggu minuman yang sudah dipesan. Bukannya tidak mau, tapi harga satu minumannya saja disini sudah membuat dompetku menganga. Bayangkan saja, lima minuman disini setara dengan gaji ku selama dua minggu.
Ah kalau saja dia tidak menyuruhku untuk bertemu disini, aku tidak akan mau. Tapi aku benar-benar penasaran dengan orang itu yang sudah berani-beraninya membuka bahkan mungkin sudah membaca semua isi Diaryku. Pagi ini, aku temukan diary ku yang telah usang dan telah hilang enam tahun yang lalu tepat di depan pintu kontrakan. Tidak perlu berlama-lama aku untuk mengenalinya karena dengan jelas sekali aku langsung hafal kalau itu adalah diary ku. Diary berwarna merah muda yang kini telah pudar dimakan usia dengan gantungan berbentuk love yang masih menempel. Dengan cepat ku ambil dan kubuka semua isinya, tidak ada keanehan dalam diary ku semua tampak baik-baik saja bahkan tidak ada bekas sobekan apapun sampai aku melihat dibagian belakang ada tulisan yang tidak sama dengan tulisan di halaman halaman lain. Kupastikan itu tulisan tangan orang yang berbeda. Benar saja, saat aku membacanya dengan cepat ku tutup mulutku yang sudah terbuka lebar akibat terkejut.
"Gadis ceroboh! Bisa-bisanya meninggalkan curhatanmu dibuku jelek ini. Aku sudah membaca semuanya!" Begitu tulisan yang ada di dalamnya.
Sampai tulisan selanjutnya orang itu menyuruhku untuk bertemu di tempat yang dia janjikan, kalau tidak datang bisa dipastikan curhatan ku berada di surat kabar besok. Begitu isi pesan nya. Memangnya siapa nya dia? Mau menyebarkan curhatanku. Tidak, bukan itu yang penting. Isinya lah yang penting, curhatan ku di diary itu hanya tentang satu lelaki dari halaman pertama sampai halaman terakhir sebelum diary ku hilang, aku hanya membicarakan lelaki itu. Jika besok dia membaca nya disurat kabar, bisa gawat. Mau ditaruh dimana muka ku dan harga diriku.
Dan saat inilah aku disini sedang menunggu orang itu. Entah lelaki atau perempuan yang penting aku sudah disini sesuai janji nya. Minuman datang, dengan cepat ku raih dan ku minum setelah sebelumnya aku aduk-aduk dahulu. Ah sungguh segar ketika cairan manis dan dingin itu melewati kerongkonganku. Biarlah, sesekali tidak ada salahnya aku minum ditempat mahal ini. Kafe dengan style anak muda kekinian ditambah interior bangunan yang dapat memanjakan mata cocok untuk berselfie ria. Belum lagi tempatnya yang strategis, jadi wajar saja kalau harga satu minuman ini setara dengan sembilan cup jus buah yang biasa ada dipinggir jalan.
Oh iya, aku Lisa Ayudia usiaku duapuluh empat tahun. Saat ini aku bekerja sebuah salon kecantikan, memang gajinya tidak besar tapi minimal bisa memberiku makan dan membayar uang kontrakan tepat waktu. Orangtuaku? Ayah bekerja sebagai buruh, sedangkan ibuku berjualan gado-gado dirumah. Memang mereka melarangku untuk bekerja tapi aku sadar, tidak selamanya aku harus merepotkan mereka. Toh aku sudah lulus kuliah tahun kemarin, aku tidak ingin lagi membebani mereka. Jadi kuputuskan untuk mencari kerja di kota bermodalkan nekad sampai akhirnya aku menemukan pekerjaan di salon. Walaupun itu bukan tipe ku tapi aku bahagia disana. Bekerja dengan orang-orang baik dan ramah. Sampai akhirnya aku bisa menyesuaikan diri.
Ah lama juga dia datang, sambil menunggu aku membuka kembali lembaran diary ku. Belum sempat aku baca karena tadi pagi bertepatan dengan diriku yang ingin berangkat kerja lalu dengan cepat aku mengurungkan niatku untuk ke salon dan memilih duduk disini. Awas saja jika nanti gaji ku dipotong, itu pasti gara-gara kamu tukang kepo diary sialan.
Lembaran pertama.
Enam tahun yang lalu.
Dear Diary ...
Hari ini gue ketemu sama cowok ganteng banget, tau gak? Ternyata dia satu sekolah sama gue. Kenapa setelah gue udah kelas tiga dan mau lulus dari sekolah ini, kenapa baru sekarang ketemu nya? Telat banget gue liat rezeki wajah cowok ganteng. Sumpah dia ganteng banget tapi gue gak tau siapa namanya yang jelas seragam yang dia pake sama kayak seragam sekolah gue.
Kulitnya putih banget kalo dipegang pasti mulus banget kayak kulit bayi. Rambutnya yang diponi kepinggir kayak oppa-oppa korea, tinggi pula. Gue aja tingginya 160cm masih harus mendongak ke atas untuk liat dia. Kira-kira tinggi cowok itu 180cm menurut gue. Kalau di ibaratkan dia kaya Siwon Super Junior.
Gue ketemu sama dia gak sengaja sih, pas pulang sekolah gue lari terburu-buru pengen ke warung nyari minum. Haus banget habis pelajaran orlahraga, gak sengaja gue nabrak dia.
"Aduuuh!" Gue yang nabrak kenapa gue yang jatuh. Dia masih berdiri dengan kokohnya liatin gue tanpa ada tanda-tanda mengulurkan tangannya untuk bantu gue berdiri. "Sorry-sorry, gue tadi gak liat. Buru-buru sih." Dengan cepat gue berdiri untuk melihat lebih jelas wajahnya.
Oh my God, sumpah ganteng banget walaupun dia liatin gue tanpa senyum. Gue liatin baju seragam nya putih banget, bersih kayak baru beli dari toko. Gue lirik logo sekolahnya ternyata sama kayak gue. Tanpa membawa tas dipunggung nya dengan gaya tangan satu dimasukin ke dalam saku celana makin tambah cool aja. Gue terus menatapnya walaupun dia terlihat risih gue tatap. Bodo ah, yang penting gue nikmatin dulu wajah tampan bak malaikat itu di depan gue. Jarang-jarang kan gue bisa ketemu sama orang tampan mirip boyband Korea itu.
Gue pengen tau namanya, plis ngomong. Tapi tak berapa lama yang gue dengar ada helaan napas panjang dari mulutnya mungkin dia pengen cepet-cepet pergi karena diliatin terus sama cewek kayak gue. Baju seragam yang sudah menguning, tas selendang yang sudah dimakan usia, sepatu bagian depan yang terlihat kelaparan menganga terus minta di lem. Rambut hanya di ikat satu dibagian tengah. Ah bener-bener 360 derajat kalau dibandingkan sama cowok tampan itu.
Benar juga, dia langsung pergi ninggalin gue gitu aja yang masih terpesona dengan ketampanannya. Dengan cepat gue berbalik, "Lo satu sekolah sama gue?" Dia terus melangkah tanpa melihat gue. "Lo anak baru?" teriak gue namun cowok itu hanya semakin menjauh.
Ok, gue masih penasaran dengannya. Anak baru? Atau anak lama yang baru gue tahu? Yang jelas dia satu sekolah sama gue, besok gue pengen tahu namanya dan harus tau siapa namanya cowok itu karena tadi gue perhatiin di baju seragamnya gue gak nemu papan nama dia di dadanya. Sayangkan ketemu orang ganteng di biarin begitu aja. Kalau gue beruntung, jadi pacar gue lah, hihihi.
Ingat pertama kali aku bertemu dengannya kenapa jadi ketawa-ketawa sendiri dan kenapa aku dulu seberani itu padanya. Mungkin jiwa anak muda ku yang membara waktu itu. Nih orang yang ditunggu-tunggu belum datang juga, apa dia lupa? Tapi katanya kalau gue gak ada di tempat pas dia datang, curhatan diary ku bakalan tersebar besok. Aku mencoba bersabar menunggu sebentar lagi mungkin dia naik angkot atau ojol dan terkena macet. Ya, mungkin saja. Setengah minuman sudah masuk kedalam kerongkonganku. Ya sudah, daripada melamun lagi mending aku baca-baca kenangan dulu. Kubuka lagi lembaran yang lainnya aku tertawa lagi. Ya ampun, dimana otakku waktu itu berani-berani nya mendatangi kantor kepala sekolah hanya untuk menanyai siapa lelaki tampan yang bertubrukan waktu itu denganku. Dan guru lain hanya melotot kearahku untuk tidak macam-macam dengan murid itu. Memangnya kenapa?
Aku masih berusaha mencerna satu kata yang membuat tubuhku mendadak beku. KUA? Bukannya itu tempat orang-orang untuk mendaftarkan pernikahan? Lalu siapa yang ingin dinikahi tuan muda ini? Kenapa harus mengajak aku, dan cincin ini? Oh sungguh indah sekali, harga nya pasti sepuluh tahun gaji ku di salon. Tidak, pasti seumur hidup untuk aku membayarnya pun tidak akan sanggup."K-KUA? Mau apa?" Aku benar-benar gugup dan bingung. Lelaki disampingku ini hanya bermain dengan ponsel mahalnya."Apakah akan ada yang menikah?" lelaki itu mengangguk sekali. "Si-siapa? Kenapa aku harus ikut?"Tuan muda itu menoleh melihatku. "Kita." Hanya satu kata tapi mampu membuat jantungku hampir copot."KITA?" Suaraku begitu nyaring memekik telinga nya dan juga telinga pak kusir di depannya.Lelaki itu hanya menghela napas panjang dan kembali diam.Kita? Dia bilang kita? Ya Tuhan! Mimpi apa aku semalam, tib
*** POV author"Selamat siang, Tuan. Semua sudah siap." Seorang lelaki menunduk sopan ke arah Raffa.Mereka masuk lebih dalam ke sebuah ruangan yang terlihat disana orangtua Lisa sudah duduk melihat ke arah gadis itu dengan senyum merekah. Pak Dani--ayah Lisa sudah duduk berdampingan dengan yang Lisa tahu dia adalah seorang penghulu. Raffa sudah duduk dibangku yang disediakan, terdapat dua bangku kosong untuknya dan untuk gadis itu. Sedangkan Lisa masih berdiri tidak percaya dengan apa yang dia lihat sekarang. Bu Mia--mamah Lisa duduk di kursi belakangnya masih tersenyum gurat bahagia di wajah yang sudah tidak muda lagi."Mah, apa-apaan ini?" Lisa mendekat ke arah Mia dan berbisik."Kamu yang apa-apaan, sayang. Berita bahagia sebesar ini kenapa kamu tidak beritahu?"what?"Kalau kamu ngebet ingin nikah sekarang kenapa tidak bilang sama mamah? Kalau tahu, mama
Selama perjalanan Lisa masih diam merasa ini hanyalah mimpi. Namun seketika sadar, tangan lelaki disampingnya menggenggam tangan gadis itu sebentar lalu melepaskannya lagi. Ya, ini bukan mimpi."Kau senang, akhirnya bisa menikah denganku? Itu impianmu kan?" Raffa melirik sekilas lalu kembali menatap jalanan.Menunggu Lisa yang tak kunjung menjawab, Raffa mulai berbicara lagi."Kau ingat, dibuku Diary yang kau tulis? Kau memimpikan berharap lelaki itu adalah a--""Iya, aku senang." Lisa menjawab cepat namun pandangannya masih menunduk menahan gugup.Kenapa ia bisa segugup ini? Raffa menarik sudut bibirnya."Baguslah."Mobil sampai, penjaga rumah memberi hormat padanya, memasuki sebuah gerbang besar dengan halaman yang luas. Ditengahnya terdapat air mancur mini yang cantik, taman bunga, juga pohon-pohon yang berjejer rapi.'apakah ada orangtuanya diru
Seperti kata orang-orang, disaat mereka sudah menikah disaat itu pula sifat dan sikap pasangan yang tidak mereka tunjukkan saat masih berstatus pacaran, akan keluar sifat aslinya setelah menikah. Entah itu prilaku atau kebiasaan kecil lainnya yang saat ini Lisa tunjukkan. Tidak ada yang tahu seperti apa dirinya saat sedang tidur. Gaya tidurnya bahkan jauh dari kata elegan. Rambut sudah mekar seperti singa dengan mulut sedikit terbuka namun untungnya tidak ada air liur yang keluar. Ditambah saat ini dia sedang tidur di tempat tidur termahal dan terbaik membuat kesadarannya semakin jauh jatuh ke alam mimpi. Nikmat sekali tidurnya tuan putri ini.Namun kenikmatannya tidak bertahan lama saat mendengar seorang pelayan mengetuk pintu."Nona, maaf kami membangunkan mu." pelayan itu masuk setelah mendengar jawaban dari Lisa.Gadis itu terduduk masih dengan setengah sadar. Mengucek mata dan melihat dengan jelas ada empat pelayan yang masuk m
Lisa kini sudah berada di meja makan bersama Raffa. Gadis itu masih melamunkan peristiwa tadi pagi saat dirinya bangun tidur karena mendengar gemericik air di dalam kamar mandi di kamarnya. Tak berapa lama dirinya melihat Raffa keluar dengan keadaan tubuh dan wajah yang segar.'sepertinya dia sudah mandi, jam berapa semalam dia pulang ya?'"Kau sudah bangun?" Raffa berjalan melewatinya kearah lemari pakaian seraya mengusap-usap rambut basah dengan handuk kecil. "Aku baru tahu kalau tidurmu seperti kebo."Lisa yang mendengar itu terlonjak kaget dan malu, dia akui memang tidurnya seperti itu. Tapi, sekarang dia sudah menikah dengan laki-laki didepannya itu. Sebisa mungkin harus jaga sikap dan terlihat untuk tidak memalukan. Raffa belum membuka lemari, lelaki itu berbalik menatap Lisa.'astaga, tubuhnya atletis sekali. Bolehkah aku memeluknya? Hihihi'"Tapi aku suka." lagi-lagi senyuman miring ya
Mempunyai rumah impian seperti istana adalah keinginan semua orang. Ya, termasuk Lisa, bahkan gadis itu sudah memimpikannya sejak masih di bangku sekolah. Rumah besar, punya banyak mobil, punya suami tampan dan kaya. Bahkan sekarang itu semua sudah dia dapatkan. Benar-benar beruntung hidup gadis itu. Tapi masalahnya satu pertanyaan yang masih mengganjal dipikiran Lisa. Tentang pernikahan mendadak nya, jika alasan Raffa menikahinya hanya karena ingin mewujudkan ke-haluannya itu bisa di toleransi dan Lisa akan berterima kasih karena itu. Karena Raffa benar-benar mewujudkannya. Jika karena alasan lain yang selama ini Lisa takutkan? Balas dendam karena pernah menjadi penguntit?Masuk ke dalam rumah sudah disambut oleh delapan pelayan wanita, Lisa benar-benar merasa dilayani seperti tuan puteri dirumah yang seperti istana ini."Mari, Nona.""Apa yang kalian lakukan?""Kami akan memandikan Nona."
Pagi-pagi, Lisa kembali mendengar gemericik air yang ia tahu pasti didalam kamar mandi siapa lagi kalau bukan Raffa. Kapan suaminya pulang, gadis itu tidak tahu. Ingin menanyakan namun selalu urung dilakukan. Lisa tidak berani untuk menanyakan hal-hal seperti yang biasa suami istri lakukan. Kenapa? Padahal mereka sudah menikah walaupun baru dua hari pernikahan. Tapi itu terbilang takut terlalu buru-buru. Biarkan saja, toh suaminya itu selalu pulang ke rumah mereka. 'Oh my God, terima kasih Tuhan. Pagi-pagi aku sudah mendapatkan nikmatmu yang begitu indah sedang berdiri dihadapanku.' Lisa langsung terpesona melihat Raffa keluar dari kamar mandi memakai handuk sepinggang dengan beberapa tetesan air segar yang mengucur dari rambutnya. Otot perut yang terlihat seperti batu bata semakin membuat wanita itu ingin menyentuhnya. Walaupun yang Lisa tahu suaminya selalu sibuk bekerja tapi lelaki itu