Aku masih berusaha mencerna satu kata yang membuat tubuhku mendadak beku. KUA? Bukannya itu tempat orang-orang untuk mendaftarkan pernikahan? Lalu siapa yang ingin dinikahi tuan muda ini? Kenapa harus mengajak aku, dan cincin ini? Oh sungguh indah sekali, harga nya pasti sepuluh tahun gaji ku di salon. Tidak, pasti seumur hidup untuk aku membayarnya pun tidak akan sanggup.
"K-KUA? Mau apa?" Aku benar-benar gugup dan bingung. Lelaki disampingku ini hanya bermain dengan ponsel mahalnya.
"Apakah akan ada yang menikah?" lelaki itu mengangguk sekali. "Si-siapa? Kenapa aku harus ikut?"
Tuan muda itu menoleh melihatku. "Kita." Hanya satu kata tapi mampu membuat jantungku hampir copot.
"KITA?" Suaraku begitu nyaring memekik telinga nya dan juga telinga pak kusir di depannya.
Lelaki itu hanya menghela napas panjang dan kembali diam.
Kita? Dia bilang kita? Ya Tuhan! Mimpi apa aku semalam, tiba-tiba mendadak menikah dengan orang kaya dan tampan seperti dia? Terutama dia adalah teman sekolahku. Apa yang terjadi dengan tuan muda Raffa? Apakah dia terhipnotis dengan Diary ku? Tidak ada angin dan hujan tanpa sebab dia langsung mengajak ku ke KUA.
Ngomong-ngomong aku baru sadar kembali, kenapa harus naik kereta kuda? Kalau dia orang kaya kenapa tidak pakai mobil saja. Lebih simple dan tidak akan menjadi tontonan orang-orang. Aku meliriknya sekilas lalu pandanganku beralih ke depan.
Oh Tuhan! Hidungnya mancung sekali.
"Ehem, kenapa kita memakai delman untuk ke KUA?"
"Delman?" lelaki itu mengerutkan dahi.
"Ma-maksudku kereta kencana." Menunduk, berusaha menyembunyikan kegugupanku. Tanganku seraya meremas ujung tali tas.
"Tumben panggilannya aku kamu, bukan lo gue lagi?"
Lihat! Hanya menyeringai saja pesona ketampanannya masih sama.
Aku hanya ingin bersikap sopan saja kepada tuan muda. Lagipula, lo gue memang tidak cocok untuk kita yang sudah bukan remaja lagi.
"Bukannya itu yang kamu mau? Yang kamu tulis di Diary jelekmu itu."
Apa? Jelek? Sialan! Eh tapi emang sudah jelek dan usang sih.
"Aku hanya mencoba mewujudkannya." lagi-lagi lelaki itu tersenyum.
Mewujudkan? Dia menikahi ku hanya ingin mewujudkan impian teranehku yang ada di dalam Diary? Jadi itu alasan dia membawaku ke KUA?
Aku masih sulit menerka apa maksud dia membawaku ke sana dan menikahi ku. Aku hanya menyimpulkan kalau dia hanya ingin mewujudkan. Ya, hanya sebatas itu.
Tapi, tunggu dulu. Impian dalam Diary ku bukan hanya itu saja. Pernikahan yang mewah, pesta tiga malam, dan ...
"HAH??" Tersadar, aku langsung menutup mulut dengan tanganku.
Bu-bulan madu. Apa itu juga akan dia wujudkan? Tapi, hey...
Tidak mungkin akan sampai sejauh itu. Haha, ya tidak mungkin. Dia kan tidak mencintaiku, alasan yang dia berikan adalah untuk mewujudkan ke-haluanku, tidak lebih.
"Jangan memikirkan apa-apa, aku akan menikahimu hari ini juga. Kau jangan tegang begitu." Lelaki itu mengelus tanganku lembut.
"Aku ingin bertanya sesuatu." Aku mencoba karena rasa penasaranku, dan lelaki tampan itu mengangguk mempersilahkan.
"Kenapa tiba-tiba kamu datang dan langsung mengajakku pergi ke KUA? Kita juga baru bertemu setalah enam tahun, dan di sekolah juga kita tidak terlalu akrab dan saling mengenal." ucapan ku membuat lelaki itu menatap lama padaku.
Entah apa yang dia pikirkan, namun sedetik kemudian bibirnya tersenyum simpul membuat aku susah untuk sekedar berpaling dan melihat senyumnya lebih lama.
"Maka dari itu, sekarang kita menikah dulu agar kita lebih akrab dan saling mengenal."
"Apa ini tidak terlalu buru-buru?" Raffa hanya kembali fokus pada ponsel nya.
Benarkah begitu? Kalau untuk hanya sekedar saling akrab dan mengenal kenapa tidak berteman saja, bukan dengan cara menikah.
Jangan-jangan, dia ingin membalas dendam karena dulu aku pernah menjadi penguntitnya. Dia menikahi ku hanya ingin balas dendam? Dan aku akan dijadikan budak atau pembantu olehnya?
Tidak!!
"Apa kau ingin balas dendam padaku karena pernah menguntitmu waktu sekolah? Kalau kau menikahi ku hanya untuk itu, maafkan aku. Maafkan dengan sikapku yang dulu telah berani menguntit tuan muda."
Aku memohon mengatup kedua tangan di hadapannya, sementara Raffa tergelak karena mendengar perkataanku.
"Jadi, kau menyesal?"
Deg! Kini aku mulai benar-benar takut dengannya. Jadi dia hanya ingin balas dendam?
"Tuan muda, kumohon! Kau boleh menghukum ku tapi jangan membuatku menjadi budak dan pembantumu. Lagipula, dulu menguntitmu hanya sebentar karena tidak lama setelah itu Diary ku hilang dan kelulusan sudah didepan mata. Kau juga pergi kan sekolah ke Inggris."
Raffa kemudian memasukan kembali ponsel kedalam saku jasnya. "Tenanglah! Aku tidak akan menyakitimu. Ngomong-ngomong, setelah enam tahun tidak bertemu, kau sedikit berbeda." Raffa memperhatikanku sekilas.
"Maksudnya?" Raffa kembali menatap jalanan dengan menyandarkan punggung ke badan kursi kereta kencana.
"Untuk menebus kesalahanmu, kau harus menikah denganku."
"Tapi tuan muda, sebuah pernikahan itu adalah sesuatu yang sangat suci dan sakral. Pernikahan tidak untuk dipermainkan atau digunakan sebagai alat penebus apapun."
"Lalu?" Raffa masih melihat jalanan.
"Pernikahan harus ada cinta di dalamnya, tanpa itu pernikahan tidak akan berjalan bahagia. Jangan mempermainkan pernikahan tuan muda. Apa saja! Untuk menebus kesalahanku apa saja akan aku lakukan asal jangan ini."
Wow, aku mengatakannya seakan semua ucapan ku benar. Tapi memang benar, pernikahan tidak untuk dipermainkan. Pernikahan hanya untuk sepasang manusia yang saling mencintai.
Kita? Dulu saja aku tidak terlalu dekat dengannya, malah mengetahui pas mau kelulusan. Sekarang, setelah enam tahun berlalu kita baru bertemu lagi. Dan kau tuan muda, langsung mengajakku menikah seakan kita adalah sepasang kekasih yang sudah terpisah lama alias LDR.an.
Aku tidak tahu apakah dia mencintaiku atau tidak. Aku tidak mungkin menikah dengan laki-laki yang tidak mencintaiku. Walaupun dia tampan dan kaya, tapi kalau tidak ada cinta percuma. Malah aku yang akan sakit hati nanti, apalagi jika tahu kalau dia mempunyai banyak pacar diluaran sana.
Kulihat dia menghela napas lagi.
"Baiklah!"
"Baiklah apa?" kataku terkejut.
"Aku akan tetap menikahimu."
What? Aku sudah menjelaskan panjang lebar, tapi dia tetap akan menikahiku. Hey tuan muda, aku bicara tentang cinta. Apa kamu cinta sama aku? Kalau cinta sih, aku yes aja nikah sama kamu.
Tapi kalau hanya mempermainkan, aku akan kabur.
"Kalau aku tidak mau?"
Raffa memutar kepalanya ke arah menatapku.
"Bukannya kamu ingin menikah dengan lelaki tampan dan kaya? Lalu keinginan lainnya setelah menikah?"
"I-itu memang benar, tapi itu hanya jika lelaki tampan dan kaya itu juga mencintaiku. Aku tidak mau menikah tanpa cinta."
Lelaki itu menyeringai, "Kau akan menikah denganku."
"Maaf, aku tidak mau."
"Berarti aku akan menyebarkan curhatan kamu ke media kalau perlu ke seluruh dunia. Dan aku akan melaporkan ke polisi atas kasus dugaan memata-matai seseorang dan menganggu privasi orang. Bagaimana jika orangtuamu mengetahuinya."
Dadaku terasa tercabik-cabik saat mendengarnya. Bagaimana jika orangtua ku tahu? Apa yang akan terjadi dengan mereka. Aku tahu bagaimana ibu-ibu di kampung itu jika bergosip. Mulut pedas dan bibir dower nya mengalahkan gosip media lambe turah.
Aku tidak ingin orangtua ku menangis, menanggung masalah apa yang aku lakukan.
"Kenapa kau melakukan ini?" Aku memberanikan diri menatap matanya.
"Karena aku hanya ingin mewujudkan khayalan anehmu itu."
"Hanya itu? Kenapa kau memaksa?"
"Itu bukan memaksa, tapi pilihan. Kau tinggal memilih. Menikah denganku atau orangtuamu menanggung malu?"
Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Pikiranku sekarang sedang kacau. Kereta kencana mulai berhenti, Raffa turun kemudian aku ikut turun di belakangnya. Terlihat jelas gedung yang berada di depan adalah gedung KUA.
Raffa menungguku yang masih diam berdiri, mematung di tempat. Entahlah, apa aku harus masuk atau tetap disini. Sebuah keputusan ada di tangan ku.
Aku baru sadar dan baru mengetahui, ternyata lelaki yang aku ikuti dari SMA ini, lelaki yang aku puja ketampanannya adalah lelaki kaya yang sombong dan mau seenaknya. Aku benar-benar tidak menyangka kenapa aku dulu sampai menyukai lelaki ini. Sekarang, aku sudah tahu bagaimana sifat aslinya. Kalau dulu aku tahu dia memang begini, aku tidak akan menjadi penguntinya. Aku menyesal, benar-benar menyesal telah pernah mengagumi nya.
"Lisa Ayudia." Raffa memanggil namaku membuat ku kembali tersadar dari lamunan.
Ya, untuk saat ini aku harus menerima nya dulu. Soal untuk dia membenciku dan menceraikan aku cepat, bisa aku pikirkan nanti.
"Emm, tapi aku tidak membawa surat-surat persyaratannya."
"Tidak perlu! Sudah ada. Kita langsung menikah disini sekarang."
Mataku lagi-lagi terbelalak. Menikah disini sekarang? Kenapa dia buru-buru sekali, besok kan bisa. Apa dia takut aku akan kabur?
"Emm tapi, aku harus ada wali nya."
Raffa sepertinya tidak sabar, dia menarik tanganku untuk masuk ke dalam gedung. Dan entah keberapa kali mataku melotot, melihat apa yang ada di depanku.
Orangtua ku disini?
*** POV author"Selamat siang, Tuan. Semua sudah siap." Seorang lelaki menunduk sopan ke arah Raffa.Mereka masuk lebih dalam ke sebuah ruangan yang terlihat disana orangtua Lisa sudah duduk melihat ke arah gadis itu dengan senyum merekah. Pak Dani--ayah Lisa sudah duduk berdampingan dengan yang Lisa tahu dia adalah seorang penghulu. Raffa sudah duduk dibangku yang disediakan, terdapat dua bangku kosong untuknya dan untuk gadis itu. Sedangkan Lisa masih berdiri tidak percaya dengan apa yang dia lihat sekarang. Bu Mia--mamah Lisa duduk di kursi belakangnya masih tersenyum gurat bahagia di wajah yang sudah tidak muda lagi."Mah, apa-apaan ini?" Lisa mendekat ke arah Mia dan berbisik."Kamu yang apa-apaan, sayang. Berita bahagia sebesar ini kenapa kamu tidak beritahu?"what?"Kalau kamu ngebet ingin nikah sekarang kenapa tidak bilang sama mamah? Kalau tahu, mama
Selama perjalanan Lisa masih diam merasa ini hanyalah mimpi. Namun seketika sadar, tangan lelaki disampingnya menggenggam tangan gadis itu sebentar lalu melepaskannya lagi. Ya, ini bukan mimpi."Kau senang, akhirnya bisa menikah denganku? Itu impianmu kan?" Raffa melirik sekilas lalu kembali menatap jalanan.Menunggu Lisa yang tak kunjung menjawab, Raffa mulai berbicara lagi."Kau ingat, dibuku Diary yang kau tulis? Kau memimpikan berharap lelaki itu adalah a--""Iya, aku senang." Lisa menjawab cepat namun pandangannya masih menunduk menahan gugup.Kenapa ia bisa segugup ini? Raffa menarik sudut bibirnya."Baguslah."Mobil sampai, penjaga rumah memberi hormat padanya, memasuki sebuah gerbang besar dengan halaman yang luas. Ditengahnya terdapat air mancur mini yang cantik, taman bunga, juga pohon-pohon yang berjejer rapi.'apakah ada orangtuanya diru
Seperti kata orang-orang, disaat mereka sudah menikah disaat itu pula sifat dan sikap pasangan yang tidak mereka tunjukkan saat masih berstatus pacaran, akan keluar sifat aslinya setelah menikah. Entah itu prilaku atau kebiasaan kecil lainnya yang saat ini Lisa tunjukkan. Tidak ada yang tahu seperti apa dirinya saat sedang tidur. Gaya tidurnya bahkan jauh dari kata elegan. Rambut sudah mekar seperti singa dengan mulut sedikit terbuka namun untungnya tidak ada air liur yang keluar. Ditambah saat ini dia sedang tidur di tempat tidur termahal dan terbaik membuat kesadarannya semakin jauh jatuh ke alam mimpi. Nikmat sekali tidurnya tuan putri ini.Namun kenikmatannya tidak bertahan lama saat mendengar seorang pelayan mengetuk pintu."Nona, maaf kami membangunkan mu." pelayan itu masuk setelah mendengar jawaban dari Lisa.Gadis itu terduduk masih dengan setengah sadar. Mengucek mata dan melihat dengan jelas ada empat pelayan yang masuk m
Lisa kini sudah berada di meja makan bersama Raffa. Gadis itu masih melamunkan peristiwa tadi pagi saat dirinya bangun tidur karena mendengar gemericik air di dalam kamar mandi di kamarnya. Tak berapa lama dirinya melihat Raffa keluar dengan keadaan tubuh dan wajah yang segar.'sepertinya dia sudah mandi, jam berapa semalam dia pulang ya?'"Kau sudah bangun?" Raffa berjalan melewatinya kearah lemari pakaian seraya mengusap-usap rambut basah dengan handuk kecil. "Aku baru tahu kalau tidurmu seperti kebo."Lisa yang mendengar itu terlonjak kaget dan malu, dia akui memang tidurnya seperti itu. Tapi, sekarang dia sudah menikah dengan laki-laki didepannya itu. Sebisa mungkin harus jaga sikap dan terlihat untuk tidak memalukan. Raffa belum membuka lemari, lelaki itu berbalik menatap Lisa.'astaga, tubuhnya atletis sekali. Bolehkah aku memeluknya? Hihihi'"Tapi aku suka." lagi-lagi senyuman miring ya
Mempunyai rumah impian seperti istana adalah keinginan semua orang. Ya, termasuk Lisa, bahkan gadis itu sudah memimpikannya sejak masih di bangku sekolah. Rumah besar, punya banyak mobil, punya suami tampan dan kaya. Bahkan sekarang itu semua sudah dia dapatkan. Benar-benar beruntung hidup gadis itu. Tapi masalahnya satu pertanyaan yang masih mengganjal dipikiran Lisa. Tentang pernikahan mendadak nya, jika alasan Raffa menikahinya hanya karena ingin mewujudkan ke-haluannya itu bisa di toleransi dan Lisa akan berterima kasih karena itu. Karena Raffa benar-benar mewujudkannya. Jika karena alasan lain yang selama ini Lisa takutkan? Balas dendam karena pernah menjadi penguntit?Masuk ke dalam rumah sudah disambut oleh delapan pelayan wanita, Lisa benar-benar merasa dilayani seperti tuan puteri dirumah yang seperti istana ini."Mari, Nona.""Apa yang kalian lakukan?""Kami akan memandikan Nona."
Pagi-pagi, Lisa kembali mendengar gemericik air yang ia tahu pasti didalam kamar mandi siapa lagi kalau bukan Raffa. Kapan suaminya pulang, gadis itu tidak tahu. Ingin menanyakan namun selalu urung dilakukan. Lisa tidak berani untuk menanyakan hal-hal seperti yang biasa suami istri lakukan. Kenapa? Padahal mereka sudah menikah walaupun baru dua hari pernikahan. Tapi itu terbilang takut terlalu buru-buru. Biarkan saja, toh suaminya itu selalu pulang ke rumah mereka. 'Oh my God, terima kasih Tuhan. Pagi-pagi aku sudah mendapatkan nikmatmu yang begitu indah sedang berdiri dihadapanku.' Lisa langsung terpesona melihat Raffa keluar dari kamar mandi memakai handuk sepinggang dengan beberapa tetesan air segar yang mengucur dari rambutnya. Otot perut yang terlihat seperti batu bata semakin membuat wanita itu ingin menyentuhnya. Walaupun yang Lisa tahu suaminya selalu sibuk bekerja tapi lelaki itu
Mall terbesar di kota itu menjadi tempat yang akan didatangi Raffa dan Lisa. Mall termewah dan terlengkap adalah milik lelaki yang menggandeng tangan Lisa disampingnya. Setelah lulus kuliah tahun lalu, selain memegang perusahaan dengan jabatan tertinggi, Raffa juga memegang bisnis lainnya. Beberapa mall di sudut kota, kafe, restoran, hotel dan apartemen, semua hampir lelaki itu pegang. Bisa dihitung, setengah pertokoan dari kota itu adalah miliknya. Lelaki itu benar-benar sukses dimasa muda nya, walaupun sebagian adalah pemberian dari sang Ayah yang dikelola balik oleh sang anak.'hanya dalam mimpi aku bisa kesini dan sekarang aku benar-benar disini.'"Kau belum pernah kesini, istriku?"Lisa menggeleng cepat masih memperhatikan area mall yang luas dengan interior mewah."Kasihan sekali hidupmu."'Hei, kau suka sekali menghina orang sepertinya.'Raffa melirik Juna yang langsung
Sudah seminggu lebih berlalu dan Lisa merasa sedikit di acuhkan. Sejak obrolan mereka terakhir, saat Lisa menanyakan reepsi. Sejak saat itu Raffa tidak pernah mengajaknya berbicara dahulu. Setiap Lisa bertanya, sang suami hanya menjawab seperlunya. Setelah itu tidak ada obrolan lain, walaupun akhir-akhir ini Raffa selalu tidur bersama dengannya. Dalam artian tidur biasa dan tidak melakukan apa-apa.Sungguh, gadis itu merasa seperti istri yang tidak dianggap sekarang. Padahal saat dirumah dirinya selalu memakai gaun dan merias diri. Belajar di beberapa sosial media tentang make up, dan Lisa berhasil. Minimal dia tahu nama-nama alat make up dan cara memakainya untuk berdandan simpel dan natural. Lisa melakukannya demi Raffa, dirinya ingin melihat sang suami senang atas kerja kerasnya. Namun bukannya diberi pujian atau kata-kata romantis, Raffa hanya menjawab dengan senyum. Ah gadis itu sudah benar-benar seperti seorang istri yang ingin membahagiakan suami. Statu