Pagi-pagi, Lisa kembali mendengar gemericik air yang ia tahu pasti didalam kamar mandi siapa lagi kalau bukan Raffa. Kapan suaminya pulang, gadis itu tidak tahu. Ingin menanyakan namun selalu urung dilakukan. Lisa tidak berani untuk menanyakan hal-hal seperti yang biasa suami istri lakukan. Kenapa? Padahal mereka sudah menikah walaupun baru dua hari pernikahan. Tapi itu terbilang takut terlalu buru-buru. Biarkan saja, toh suaminya itu selalu pulang ke rumah mereka.
'Oh my God, terima kasih Tuhan. Pagi-pagi aku sudah mendapatkan nikmatmu yang begitu indah sedang berdiri dihadapanku.'
Lisa langsung terpesona melihat Raffa keluar dari kamar mandi memakai handuk sepinggang dengan beberapa tetesan air segar yang mengucur dari rambutnya. Otot perut yang terlihat seperti batu bata semakin membuat wanita itu ingin menyentuhnya. Walaupun yang Lisa tahu suaminya selalu sibuk bekerja tapi lelaki itu pintar merawat tubuhnya, Lisa tidak tahu kapan suami nya bisa menyemoatkn diri untuk olahraga membentuk otot seperti batu bata. Melihat betapa sempurna nya tubuh suaminya itu. Yang ditatap malah semakin mendekati Lisa dan memegang ujung rambut istrinya yang mekar seperti singa betina.
'Oh my God! Dia mendekat.'
"Rambutmu lucu sekali." Raffa tersenyum dan berlalu ke ruang ganti.
'itu memuji atau mengejek, tuan muda? Senyummu itu penuh misteri.'
Tersadar, Lisa langsung ke kamar mandi. Ah hari ini dia libur. Ya, minggu adalah jadwal libur wanita itu, beruntung dirinya tidak akan bertemu dengan teman-teman seperjuangan yang pasti akan memberikan banyak pertanyaan pada gadis itu. Kemana dirinya akan menghabiskan waktu di hari Minggu. Lelaki itu, Lisa tidak tahu apakah akan tetap bekerja atau libur seperti dirinya.
Biasanya pekerjaan CEO atau apalah itu mempunyai banyak usaha dimana-mana tidak akan pernah ada kata libur. Setiap hari akan menjadikannya sibuk bahkan di hari Weekend pun. Wanita itu ingin keluar rumah, daripada harus diam diri dalam satu tempat dengan lelaki itu membuat dirinya malah akan kesulitan untuk sekedar bernafas dan terus salah tingkah gugup didepannya.
Ada dua pilihan, kerumah orangtua nya atau ke kontrakan. Di pikir-pikir jika ke rumah orangtuanya Lisa takut jika ditanyai tentang malam pertama mereka. Terutama mamah Mia, tahu sendiri dong jika mamah Mia kalau sudah bertanya selalu beranak pinak pertanyaannya dan selalu terang-terangan menanyakan sesuatu langsung ke arahnya. Akhirnya dia memutuskan untuk ke kontrakannya sebentar, hanya ingin mengambil baju dan barang-barang lainnya yang menurut suaminya itu tidak berharga dan pasti tidak akan pantas jika barang milik Lisa ditaruh di istananya. Kecuali jika disimpan di gudang belakang. Wanita itu hanya ingin baju untuk dipakainya bekerja. Pakai gaun saat bekerja hanya akan membuatnya semakin mencolok dan beda sendiri dengan teman-temannya yang lain juga akan mengundang beberapa pertanyaan dari para pekerja salon.
Ah, gadis itu tetap akan pergi dan membawa barang miliknya. Tentunya dengan izin dulu pada Raffa--suaminya. Kalau tidak berhasil? Apakah dirinya harus merayu lagi sebagai senjata terakhir?
'Cuiih.'
"Ada yang ingin kau tanyakan?" Raffa bertanya setelah mereka selesai sarapan. Sepanjang keluar dari kamar, istrinya selalu melamun entah memikirkan apa. "Kau libur kan hari ini?"
To the point saja.
"Raffa, bolehkah aku pergi sebentar?" Raffa hanya menatap diam, Lisa kemudian melanjutkan. "Aku ingin ke kontrakan sebentar."
"Untuk apa?"
"Mengambil semua baju ku dan barang-barang ku."
Lisa melihat helaan nafas berat keluar dari mulut Raffa membuat dirinya harus siap-siap menelan ludah.
"Apa baju-baju disini tidak cocok untukmu? Atau kau ingin membeli baju lagi yang lain? Aku akan belikan."
'bukan tidak cocok, tapi terlalu bagus untukku dan terlalu wah.'
"Tidak, bukan itu maksudku." Lisa menunduk malu dan takut ditatap oleh Raffa. "Aku hanya ingin mengambil baju untukku pakai bekerja. Aku tidak enak pada karyawan lain yang memakai baju biasa dan hanya aku yang memaki gaun disana."
"Kalau begitu, aku akan memberikan semua karyawan yang ada di salon itu gaun untuk mereka pakai bekerja. Aku akan menghubungi atasanmu untuk membuat aturan baru."
'Segampang itu kau berkata akan menghubungi atasanku? Hey, apa dia akan menurutimu? kenapa jadi ngawur begini si, bukan itu maksudku tuan muda yang tampan.'
Lisa merasa dirinya tidak akan bisa membantah lagi. "Baiklah, aku akan terus memakai semua baju yang ada dilemarimu, kemanapaun aku pergi bahkan saat aku bekerja."
'puas, Tuan muda?'
Lelaki itu tersenyum. "Baguslah, dan itu termasuk aturan dalam perjanjian kita. Ingat, semua barang yang ada diruangan ini adalah milik kamu juga, istriku."
"Makasih suamiku." Lisa berusaha tersenyum untuk membuat suaminya tidak melakukan hal-hal aneh. Ya ampun, sekarang dirinya harus mulai terbiasa untuk memberikan ucapan-ucapan manis pada lelaki dihadapannya.
"Tapi bolehkan aku ke kontrakan? Aku ingin mengambil barang berharga milikku. Ya, plis."
'benar, Lisa. Memohonlah seperti ini agar tuan muda itu mengizinkamu. Kalau ini tetap tidak berhasil apakah aku harus menciumnya?'
"Baiklah, aku ikut."
"Tapi... "
"Jangan pergi jika tidak bersamaku."
Lagi-lagi Lisa mengalah, sekarang mereka sudah berada di dalam mobil yang dikendarai oleh Juna. Sekretarisnya itu tidak tahu sejak kapan sudah berada diluar dengan posisi duduk dengan menikmati secangkir kopi. Juna--lelaki itu tidak pernah banyak bicara jika bukan Tuannya yang mengajak bicara.
Lisa tidak memberitahu kan alamat kontrakan tempat dia tinggal. Toh siapa yang menemukan Diary nya adalah Raffa, dan dia pasti sudah tahu tanpa perlu bertanya. Tahu darimana? Entahlah, Lisa tidak ingin memikirkannya.
"Kontrakan mu jelek sekali."
'aku tahu, bahkan dibandingkan dengan kamar para pelayanmu yang cantik itu, lima kali lipat lebih bagus kamar mereka.'
Mereka sampai setelah berjalan melalui gang sempit yang tidak bisa dilalui kendaraan roda empat. Juna berjalan dibelakangnya.
"Mau masuk, Tuan?" Lisa sengaja menawarkan suami kaya itu untuk memasuki salah satu ruangan yang ditempati olehnya.
"Jangan, Tuan. Jika Tuan masuk terus tertimpa atap roboh, Tuan harus masuk rumah sakit. Dan itu akan menunda beberapa pekerjaan penting." Juna memperingati.
"Benar juga, aku seorang CEO tidak ingin sakit hanya gara-gara masuk kedalam kotak kecil."
'hei kalian berdua hentikan omong kosong kalian, ngomongnya bisa di filter tidak. Hargai aku sedikit yang menghuni tempat ini.'
Lisa mengumpat kesal dua lelaki yang menunggunya diluar. Dengan cepat dia mencari barang yang ingin dibawa ke dalam istana Raffa. Hendak ingin keluar, pemilik kontrakan--bu Ela tengah berdiri di ambang pintu dengan tatapan melotot. Namun saat melihat dua lelaki tampan yang duduk di sofa tamu, seketika tatapannya melembut. Janda yang selalu memakai daster yang sudah menikah empat kali itu melupakan Lisa lalu menghampiri Raffa dan Juna.
"Mas-mas ini mau ngontrak disini? Silahkan, ada dua yang kosong. Tante kasih diskon." bu Ela berucap manja membuat Raffa bergidik jijik.
"Maaf, Nyonya. Kami tidak akan menghuni tempat ini. Bahkan memikirkannya tidak akan pernah." Juna berbicara dengan sopan walaupun maksudnya menolak tapi bu Ela malah semakin gencar menggoda.
Takut terjadi keributan, Lisa segera menghampiri bu Ela.
"Bu Ela." Lisa berdiri dihadapannya dan menunduk.
"Jangan panggil nama itu, panggil saja Tante." sambil melirik dua lelaki tampan yang masih memperhatikan mereka.
'cih, sejak kapan dipanggil tante. Ada petir darimana?'
"Maaf Tante, Lisa tidak akan mengontrak disini lagi."
"Lah bagus itu. Kenapa tidak dari dulu saja." bu Ela bersidekap berusaha bersikap anggun. "Dua hari ini kamu kemana saja? Saya kira kamu kabur karena sudah nunggak beberapa bulan. Baju mahal saja bisa kamu beli, tapi kontrakan tidak kamu bayar juga."
Lisa sedikit malu, dia memang selalu nunggak uang kontrakan. Karena setiap gajian, setengah uangnya selalu ditransfer ke orangtua Lisa. Dan baju itu? Adalah baju milik Raffa, bukan dirinya.
"Maaf, Tante. Setelah gajian saya akan lunasi."
Raffa mengangkat tangannya menyuruh Juna untuk mendekati dua wanita di depannya. Seakan mengerti, sekretaris itu mengangguk.
"Maaf, Tante. Kalau boleh tahu berapa sisa tunggakan nya?"
Lisa dan bu Ela serempak melirik Juna.
"Ini bukan urusan mas-mas. Biarkan Lisa yang membayarnya. Jangan ikut campur."
"Saya harus ikut campur, Tante. Saya akan melunasi semuanya."
Bu Ela melirik Lisa dan dibalas senyuman kecil. Kembali menatap Juna. "Maaf, mas ini siapa nya Lisa?"
"Saya adalah sekretaris suaminya nona muda." Juna menunduk. " Dan yang sedang duduk itu adalah suaminya nona Lisa."
'nona muda? Nona Lisa? Hihihi kenapa terdengar keren ya.'
Bu Ela tentu saja kaget, gadis ter-kere di kontrakannya itu sudah menikah, dan lebih kaget lagi menikah dengan lelaki tampan dan kaya?
"Lisa, apa benar?" Lisa mengangguk malu. "Hebat sekali kamu bisa mendapatkan lelaki kaya, nemu dari mana?"
'Kalau aku sebutkan nemu di dalam buku Diary pasti bu Ela tidak akan percaya. Semuanya sulit untuk dijelaskan, Bu.'
Ibu Eva mendesah berat, gagal sudah dirinya untuk menikah yang ke lima kali. Padahal Raffa dan Juna sudah menjadi target selanjutnya. Juna? Apakah asistennya belum menikah? Secuil harapan muncul kembali. Bu Ela tersenyum sumringah.
"Baiklah, biayanya akan saya jumlah dulu. Saya akan memberikan nomor rekening saya. Boleh minta nomor WA mas nya?"
Tanpa menaruh curiga, Juna memberikan nomor WA kantor yang khusus dipegang oleh nya. Bukan nomor pribadi ya, hihi.
"Baiklah, Lisa. Tante akan merindukanmu."
'halah,, merindukan apaan. Paling merindukan gorengan yang setiap aku beli selalu diambil alih olehnya.'
Sudah membawa apa yang Lisa ingin bawa. Mereka cepat pergi dari sana. Lisa hanya membawa beberapa baju dan barang dalam tas gendong nya. Memang tidak ada apa-apa lagi yang harus Lisa bawa. Lemari dan tempat tidur adalah milik ibu kontrakan. Dan tas gendong itu langsung beralih tangan kepada Juna. Sedang Lisa bergandengan tangan dengan Raffa.
"Semua tidak perlu dipikirkan lagi, soal biaya nunggak kamu akan Juna selesaikan."
Lisa mengangguk. "Terima kasih."
"Masih ada hutang yang belum kamu bayar?"
Lisa menggeleng, "Hanya itu."
"Jangan pernah kesini lagi. Aku tidak ingin kamu berada ditempat seperti itu lagi. Aku ingin membuatmu seperti tuan puteri yang kau inginkan."
Lisa sudah merona, Raffa memegang pinggang istrinya erat. Mereka sudah dimobil yang melaju pelan. Tangan Raffa sudah mulai membelai rambut Lisa pelan, lalu beralih ke tangan mengelus lembut. Yang diperlakukan manis seperti itu malah semakin kaku. Juna tetap fokus menyetir.
'gawat, aku sudah mulai berpikiran kotor.'
"Emm.. Raffa kita akan kembali ke rumah?" lelaki itu menggeleng seraya mencium rambut Lisa.
"Lalu kemana?"
"Kau akan tau nanti."
'Aaaaa,,, mau apa dia meraba perutku. Tanganmu tuan muda, mohon kondisikan'
Mall terbesar di kota itu menjadi tempat yang akan didatangi Raffa dan Lisa. Mall termewah dan terlengkap adalah milik lelaki yang menggandeng tangan Lisa disampingnya. Setelah lulus kuliah tahun lalu, selain memegang perusahaan dengan jabatan tertinggi, Raffa juga memegang bisnis lainnya. Beberapa mall di sudut kota, kafe, restoran, hotel dan apartemen, semua hampir lelaki itu pegang. Bisa dihitung, setengah pertokoan dari kota itu adalah miliknya. Lelaki itu benar-benar sukses dimasa muda nya, walaupun sebagian adalah pemberian dari sang Ayah yang dikelola balik oleh sang anak.'hanya dalam mimpi aku bisa kesini dan sekarang aku benar-benar disini.'"Kau belum pernah kesini, istriku?"Lisa menggeleng cepat masih memperhatikan area mall yang luas dengan interior mewah."Kasihan sekali hidupmu."'Hei, kau suka sekali menghina orang sepertinya.'Raffa melirik Juna yang langsung
Sudah seminggu lebih berlalu dan Lisa merasa sedikit di acuhkan. Sejak obrolan mereka terakhir, saat Lisa menanyakan reepsi. Sejak saat itu Raffa tidak pernah mengajaknya berbicara dahulu. Setiap Lisa bertanya, sang suami hanya menjawab seperlunya. Setelah itu tidak ada obrolan lain, walaupun akhir-akhir ini Raffa selalu tidur bersama dengannya. Dalam artian tidur biasa dan tidak melakukan apa-apa.Sungguh, gadis itu merasa seperti istri yang tidak dianggap sekarang. Padahal saat dirumah dirinya selalu memakai gaun dan merias diri. Belajar di beberapa sosial media tentang make up, dan Lisa berhasil. Minimal dia tahu nama-nama alat make up dan cara memakainya untuk berdandan simpel dan natural. Lisa melakukannya demi Raffa, dirinya ingin melihat sang suami senang atas kerja kerasnya. Namun bukannya diberi pujian atau kata-kata romantis, Raffa hanya menjawab dengan senyum. Ah gadis itu sudah benar-benar seperti seorang istri yang ingin membahagiakan suami. Statu
Benar ya kata orang, untuk apa semua harta yang dia punya. Untuk apa tinggal dirumah mewah bak istana jika didalamnya tidak ada perasaan cinta yang tumbuh satu sama lain, khusunya tumbuh dalam hati suaminya. Ternyata semua itu tidak menjamin kebahagiaan, harta yang sekarang dirinya miliki yang jelas itu dari sang suami, jelas tidak bisa membuatnya bahagia. Hanya sebuah perasaan cinta yang tulus dan merasa dirinya dihargai sebagai seorang istrinya lah dia mungkin akan bahagia. Istilahnya, walaupun hanya tinggal di gubuk kecil tapi kedua insan saling mencintai, itu akan merasa sangat indah. Lisa pasti akan menemukan kebahagiaan disana.Lebih baik tinggal di gubuk kecil, asal bahagia. Daripada dirumah bak istana tapi seperti orang asing, dingin dan sepi. Ungkapan semua yang ada dalam buku Diary nya dulu, ternyata salah. Gadis itu teringat pernah menuliskan beberapa kalimat dalam Diary nya yang berisi bahwa impian terbesarnya adalah menikah dengan pria kaya dan tampan.
Setelah makan malam dengan keluarga besar Raffa, mereka kembali pulang. Saat ini Lisa sedang berada di dalam kamar, setelah sebelumnya Lisa membersihkan diri terlebih dahulu masuk ke kamar mandi. Sekarang, gadis itu sedang duduk dipinggir tempat tidur masih memakai pakaian baju tidur panjang tertutup."Ternyata mertua tidak semenakutkan itu," gumam Lisa melamunkan kejadian yang tadi.Obrolan yang canggung dengan Nyonya dan Tuan Juanda, berubah menjadi obrolan santai. Kedua orangtua itu benar-benar ramah dan baik pada Lisa. Menanyakan tentang sekolah Lisa dulu yang hanya melanjutkan kuliah sebentar. Membicarakan tentang kehidupan orangtua Lisa sebagai penjual gado-gado dan sebagai buruh pabrik. Dan Lisa tidak malu untuk menyebutkan latar belakang keluarga nya, justru membuat Nyonya dan Tuan Juanda merasa bangga mempunyai menantu seperti Lisa.Mereka mengobrol tanpa ditemani Raffa yang sibuk dengan Juna. Namun di akhir obrolan, kembal
Pagi hari sudah menjadi rutinitas Raffa dan Lisa sibuk bersiap-siap bekerja. Raffa ke kantor dan Lisa ke salon. Namun suasana pagi ini yang begitu cerah dengan matahari sedikit menampakkan diri dibalik awan, berbanding terbalik dengan suasana hati Lisa. Gadis itu tidak berhenti memikirkan siapa wanita yang semalam menelpon suaminya.Lebih terkejut lagi, biasanya Raffa selalu mengantar Lisa dahulu ke salon. Tapi pagi ini dia ingin memakai mobil lain ke kantor nya dan tentu saja sendiri. Lisa hanya diantar oleh Juna. Kecurigaan Lisa semakin kuat. Selama hampir sebulan ini, baru sekarang Raffa tidak ikut mengantarnya."Lisa, hari ini kamu berangkat dengan Juna saja." berbicara setelah mereka selesai sarapan."Kamu tidak ikut?""Aku akan ke kantor lebih awal, ada pekerjaan lain."'lagi-lagi alesan pekerjaan. Bilang aja kamu ingin menemui wanita yang ditelepon semalam. Iya kan?'Ra
Raffa pulang tepat jam sembilan malam, memakai mobil yang tadi pagi ia kendarai pribadi. Masuk kerumah dengan wajah bahagia dan berseri-seri, membuat aura ketampanan sang pangeran muncul berkali-kali lipat. Entah apa dan siapa yang membuat dirinya diluaran sana bahagia seperti itu, yang jelas hanya Raffa dan Tuhan yang tahu.Para pelayan wanita yang berbaris berdiri menyambut kedatangan lelaki itu berusaha sekuat tenaga untuk menahan lutut yang lemas dan bergetar akibat tidak kuat menahan senyum yang ditampilkan majikannya. Ada yang ingin menjerit, ada yang terpesona menatapnya lama, ada yang ingin pingsan dan ada yang sadar diri menunduk. Tapi semua itu sebisa mungkin mereka tahan."Apa istriku sudah makan malam?" Raffa bertanya setelah para pelayan wanita itu sudah berkumpul lengkap."Sudah, Tuan!" satu pelayan mewakili bicara dengan menunduk."Istriku tidak membicarakan aku lagi?""Tidak, Tuan. T
"Suamiku.""Ia, istriku?""Apa kita mau pindah rumah?""Tidak, kenapa?"Lisa merasa malas untuk menjawab. Jelas-jelas mereka hanya akan berkunjung ke rumah orangtua Lisa. Tapi lelaki disampingnya itu yang sejak berada didalam mobil tidak berhenti menggerayangi tubuh Lisa, membawa begitu banyak barang yang terpisah dimobil lain. Mobil box putih yang mengikuti mobil mereka dari belakang, Juna juga ikut dan seperti biasa dia berperan sebagai supir. Entah berisi apa di dalam mobil box putih itu, saat mereka akan berangkat, mobil box sudah menunggu di depan.'Hei, hentikan tanganmu. Memangnya setiap kali kau sentuh hatiku tidak berdebar apa?'"Orangtuamu pasti akan senang, aku membawakan hadiah.""Memberi satu hadiah saja mereka sudah senang, Raffa. Tidak perlu banyak seperti itu."'barang-barang yang tempo lalu kamu kirim saja sudah menyempitkan rumah o
"Tuan Raffa sudah pergi lebih dulu, Nona. Saya akan mengantarkan Nona." Satu kalimat yang keluar dari mulut Juna saat Lisa ingin menaiki mobil. Tanpa gadis itu melihat Raffa, dia sudah tahu akan seperti ini. Saat bangun tidur, suaminya masih sempat ia lihat dengan sudah berpakaian kantor rapih. Namun saat dimeja makan, Lisa hanya makan sendiri. Raffa tidak menemaninya, Lisa kira ia tengah diruang kerja nya. Sampai sarapan Lisa habis, lelaki itu pun belum kelihatan batang hidungnya. Kemana? Dan yang datang dibalik pintu utama adalah sosok jin dingin, ya Juna. Lisa hanya menghembuskan napas pasrah mendengar ucapan dari Juna. Baru satu bulan menikah sudah begini. Pertama, tidur kadang sendiri dan saat bangun lelaki itu sudah ada disampingnya. Tidak mau menjelaskan kemana dia pergi semalam. Berangkat bekerja sudah mulai sendiri-sendiri, tel