"Singkongnya besar sekali."
Lisa menggeliat seraya mengusap lengan kokoh Raffa yang memeluknya dari samping.
"Tapi kenapa halus ya? Apa singkongnya sudah dikupas?"
Ya, wanita itu mengigau disaat tidur. Bermimpi mengira bahwa yang ada ditubuhnya adalah singkong yang dia panen dibelakang rumahnya.
Astaga, saking capek nya karena pesta pernikahan kemarin Lisa sampai mengigau seperti itu. Raffa yang sebenarnya sudah bangun sengaja untuk tidak membangunkan istrinya. Ia ingin melihat apa yang wanita itu akan lakukan selanjutnya.
Dan Lisa mengelus serta memeluk lengan kokoh itu. Raffa tersenyum sambil terpejam, ia juga mengeratkan pelukannya namun saat jari-jari tangan lelaki itu mulai bergreliya pada area favoritnya, Lisa kembali mengoceh.
"Mah, singkong nya merayap!" teriak wanita itu seraya memegang jari-jari tangan lelaki itu untuk menghentikannya. Ternyata Lisa masih berada dala
Honeymoon atau bulan madu bagi setiap pasangan yang sudah menikah adalah sebuah impian. Setelah menikah, malam pertama mereka lakukan sebagai suatu kenangan manis yang selalu terikat dalam memori mereka. Ya, namun bagi pasangan ini, Lisa dan Raffa. Mereka melakukan malam pertama setelah tiga bulan pernikahan. Wanita itu bahagia, walaupun sudah lewat masa nya tapi ini yang pertama bagi mereka.Malam pertama tidak perlu selalu dilakukan setelah mereka sudah akad atau sudah sah kan? Malam pertama dilakukan karena mereka siap satu sama lain untuk melakukannya. Dan inilah waktunya, mereka sudah mengeluarkan semua perasaan yang selama tiga bulan itu ditahan lewat kegiatan yang sudah mereka lakukan. Menyalurkan perasaan bahagia, cinta, dan melepaskan semua harapan yang akan mereka bangun di masa depan.Lisa bahagia, ia sudah menjadi istri seutuhnya. Semalam Raffa benar-benar memberikan kelembutan, memuja dan memanjakan istrinya di atas tempat tidur. Ranjan
Hari yang begitu melelahkan untukku ditambah terik matahari yang tak berpindah sedikitpun diatas kepalaku begitu menyengat membuatku terpaksa harus memesan minuman di kafe mahal ini. Kafe yang hanya biasanya aku lewati saja, kini aku sedang duduk di kursi yang berada diluar menunggu minuman yang sudah dipesan. Bukannya tidak mau, tapi harga satu minumannya saja disini sudah membuat dompetku menganga. Bayangkan saja, lima minuman disini setara dengan gaji ku selama dua minggu. Ah kalau saja dia tidak menyuruhku untuk bertemu disini, aku tidak akan mau. Tapi aku benar-benar penasaran dengan orang itu yang sudah berani-beraninya membuka bahkan mungkin sudah membaca semua isi Diaryku. Pagi ini, aku temukan diary ku yang telah usang dan telah hilang enam tahun yang lalu tepat di depan pintu kontrakan. Tidak perlu berlama-lama aku untuk mengenalinya karena dengan jelas sekali aku langsung hafal kalau itu adalah diary ku. Dia
Ingat pertama kali aku bertemu dengannya kenapa jadi ketawa-ketawa sendiri dan kenapa aku dulu seberani itu padanya. Mungkin jiwa anak muda ku yang membara waktu itu. Nih orang yang ditunggu-tunggu belum datang juga, apa dia lupa? Tapi katanya kalau gue gak ada di tempat pas dia datang, curhatan diary ku bakalan tersebar besok. Aku mencoba bersabar menunggu sebentar lagi mungkin dia naik angkot atau ojol dan terkena macet. Ya, mungkin saja. Setengah minuman sudah masuk kedalam kerongkonganku. Ya sudah, daripada melamun lagi mending aku baca-baca kenangan dulu. Kubuka lagi lembaran yang lainnya aku tertawa lagi. Ya ampun, dimana otakku waktu itu berani-berani nya mendatangi kantor kepala sekolah hanya untuk menanyai siapa lelaki tampan yang bertubrukan waktu itu denganku. Dan guru lain hanya melotot kearahku untuk tidak macam-macam dengan murid itu. Memangnya kenapa?
Aku masih berusaha mencerna satu kata yang membuat tubuhku mendadak beku. KUA? Bukannya itu tempat orang-orang untuk mendaftarkan pernikahan? Lalu siapa yang ingin dinikahi tuan muda ini? Kenapa harus mengajak aku, dan cincin ini? Oh sungguh indah sekali, harga nya pasti sepuluh tahun gaji ku di salon. Tidak, pasti seumur hidup untuk aku membayarnya pun tidak akan sanggup."K-KUA? Mau apa?" Aku benar-benar gugup dan bingung. Lelaki disampingku ini hanya bermain dengan ponsel mahalnya."Apakah akan ada yang menikah?" lelaki itu mengangguk sekali. "Si-siapa? Kenapa aku harus ikut?"Tuan muda itu menoleh melihatku. "Kita." Hanya satu kata tapi mampu membuat jantungku hampir copot."KITA?" Suaraku begitu nyaring memekik telinga nya dan juga telinga pak kusir di depannya.Lelaki itu hanya menghela napas panjang dan kembali diam.Kita? Dia bilang kita? Ya Tuhan! Mimpi apa aku semalam, tib
*** POV author"Selamat siang, Tuan. Semua sudah siap." Seorang lelaki menunduk sopan ke arah Raffa.Mereka masuk lebih dalam ke sebuah ruangan yang terlihat disana orangtua Lisa sudah duduk melihat ke arah gadis itu dengan senyum merekah. Pak Dani--ayah Lisa sudah duduk berdampingan dengan yang Lisa tahu dia adalah seorang penghulu. Raffa sudah duduk dibangku yang disediakan, terdapat dua bangku kosong untuknya dan untuk gadis itu. Sedangkan Lisa masih berdiri tidak percaya dengan apa yang dia lihat sekarang. Bu Mia--mamah Lisa duduk di kursi belakangnya masih tersenyum gurat bahagia di wajah yang sudah tidak muda lagi."Mah, apa-apaan ini?" Lisa mendekat ke arah Mia dan berbisik."Kamu yang apa-apaan, sayang. Berita bahagia sebesar ini kenapa kamu tidak beritahu?"what?"Kalau kamu ngebet ingin nikah sekarang kenapa tidak bilang sama mamah? Kalau tahu, mama
Selama perjalanan Lisa masih diam merasa ini hanyalah mimpi. Namun seketika sadar, tangan lelaki disampingnya menggenggam tangan gadis itu sebentar lalu melepaskannya lagi. Ya, ini bukan mimpi."Kau senang, akhirnya bisa menikah denganku? Itu impianmu kan?" Raffa melirik sekilas lalu kembali menatap jalanan.Menunggu Lisa yang tak kunjung menjawab, Raffa mulai berbicara lagi."Kau ingat, dibuku Diary yang kau tulis? Kau memimpikan berharap lelaki itu adalah a--""Iya, aku senang." Lisa menjawab cepat namun pandangannya masih menunduk menahan gugup.Kenapa ia bisa segugup ini? Raffa menarik sudut bibirnya."Baguslah."Mobil sampai, penjaga rumah memberi hormat padanya, memasuki sebuah gerbang besar dengan halaman yang luas. Ditengahnya terdapat air mancur mini yang cantik, taman bunga, juga pohon-pohon yang berjejer rapi.'apakah ada orangtuanya diru
Seperti kata orang-orang, disaat mereka sudah menikah disaat itu pula sifat dan sikap pasangan yang tidak mereka tunjukkan saat masih berstatus pacaran, akan keluar sifat aslinya setelah menikah. Entah itu prilaku atau kebiasaan kecil lainnya yang saat ini Lisa tunjukkan. Tidak ada yang tahu seperti apa dirinya saat sedang tidur. Gaya tidurnya bahkan jauh dari kata elegan. Rambut sudah mekar seperti singa dengan mulut sedikit terbuka namun untungnya tidak ada air liur yang keluar. Ditambah saat ini dia sedang tidur di tempat tidur termahal dan terbaik membuat kesadarannya semakin jauh jatuh ke alam mimpi. Nikmat sekali tidurnya tuan putri ini.Namun kenikmatannya tidak bertahan lama saat mendengar seorang pelayan mengetuk pintu."Nona, maaf kami membangunkan mu." pelayan itu masuk setelah mendengar jawaban dari Lisa.Gadis itu terduduk masih dengan setengah sadar. Mengucek mata dan melihat dengan jelas ada empat pelayan yang masuk m
Lisa kini sudah berada di meja makan bersama Raffa. Gadis itu masih melamunkan peristiwa tadi pagi saat dirinya bangun tidur karena mendengar gemericik air di dalam kamar mandi di kamarnya. Tak berapa lama dirinya melihat Raffa keluar dengan keadaan tubuh dan wajah yang segar.'sepertinya dia sudah mandi, jam berapa semalam dia pulang ya?'"Kau sudah bangun?" Raffa berjalan melewatinya kearah lemari pakaian seraya mengusap-usap rambut basah dengan handuk kecil. "Aku baru tahu kalau tidurmu seperti kebo."Lisa yang mendengar itu terlonjak kaget dan malu, dia akui memang tidurnya seperti itu. Tapi, sekarang dia sudah menikah dengan laki-laki didepannya itu. Sebisa mungkin harus jaga sikap dan terlihat untuk tidak memalukan. Raffa belum membuka lemari, lelaki itu berbalik menatap Lisa.'astaga, tubuhnya atletis sekali. Bolehkah aku memeluknya? Hihihi'"Tapi aku suka." lagi-lagi senyuman miring ya