Seperti kata orang-orang, disaat mereka sudah menikah disaat itu pula sifat dan sikap pasangan yang tidak mereka tunjukkan saat masih berstatus pacaran, akan keluar sifat aslinya setelah menikah. Entah itu prilaku atau kebiasaan kecil lainnya yang saat ini Lisa tunjukkan. Tidak ada yang tahu seperti apa dirinya saat sedang tidur. Gaya tidurnya bahkan jauh dari kata elegan. Rambut sudah mekar seperti singa dengan mulut sedikit terbuka namun untungnya tidak ada air liur yang keluar. Ditambah saat ini dia sedang tidur di tempat tidur termahal dan terbaik membuat kesadarannya semakin jauh jatuh ke alam mimpi. Nikmat sekali tidurnya tuan putri ini.
Namun kenikmatannya tidak bertahan lama saat mendengar seorang pelayan mengetuk pintu.
"Nona, maaf kami membangunkan mu." pelayan itu masuk setelah mendengar jawaban dari Lisa.
Gadis itu terduduk masih dengan setengah sadar. Mengucek mata dan melihat dengan jelas ada empat pelayan yang masuk menghampiri nya.
"Ini sudah jam berapa? Apa Raffa sudah pulang?" masih berusaha mengumpulkan kesadaran.
"Belum, Nona. Waktunya mandi, kami akan memandikan nona."
'apa? Mandi? Mereka akan memandikan ku?'
Kesadarannya langsung pulih, dua pelayan sudah masuk ke dalam ruangan yang Lisa kira itu adalah kamar mandi. Dua pelayan lainnya masih berdiri di hadapan Lisa.
"Maaf, aku bisa mandi sendiri."
"Tidak, Nona. Kata Tuan kami harus melayani dan memandikan nona dengan baik dan bersih. Malam nanti adalah malam pertama untuk Nona dan Tuan. Kami akan melayani Nona sebaik mungkin."
Malam pertama? Tiba-tiba pikiran gadis itu mulai dipenuhi kembali oleh hal-hal kotor. Pipinya sudah kembali bersemu merah. Mereka membawa Lisa menuju kamar mandi, bathup sudah terisi air dengan penuh bunga dan aroma terapi. Mereka sudah mulai akan membuka baju Lisa namun ditahan.
"Aku tidak mau di mandikan, memang aku anak kecil? Aku bisa mandi sendiri."
"Tapi ini perintah Tuan, Nona."
'kenapa sih mereka? Apa tidak malu melihat wanita dewasa telanjang? Apa mereka sudah sering melakukannya? Hei, apa mereka juga memandikan Raffa seperti ini?'
Pikiran anehnya jadi merambah kemana-mana. Tidak mungkin Raffa juga di mandikan oleh mereka. Satu laki-laki dewasa dan delapan wanita dewasa, apa yang akan mereka lakukan saat seperti itu? Bukankah itu bisa dikatakan juga seperti mandi bersama?
Lisa merinding tidak mau membayangkannya. Tanpa Lisa sadar, pelayan sudah membuka hampir setengah baju nya dan sedikit memperlihatkan buah dada nya.
"Aaaaa, jangan lakukan itu!" Lisa berteriak histeris, para pelayan langsung mundur.
"Sudah aku bilang, aku bisa sendiri. Bilang sana pada tuan mu, aku bukan anak kecil yang harus dimandikan. Kalau kalian tetap memaksa, aku tidak akan mandi." Lisa mundur sedikit menjauh.
Melihat para pelayan yang mulai panik, gadis itu mendesah. Lisa tahu pasti jika mereka tidak menuruti perintah Tuannya, mereka akan dipecat.
"Sudahlah, kalian jangan takut. Biar aku yang akan bicara baik-baik pada suamiku nanti."
'suami? Geli sekali'
"Kalian tidak akan dipecat. Sekarang, bolehkah aku mandi dengan tenang?"
Akhirnya, semua pelayan meninggalkannya. Menutup pintu dan menguncinya, Lisa mulai menanggalkan semua pakaiannya. Sedari tadi gadis itu tidak berhenti mengagumi seisi kamar mandi, semua bernuansa putih dengan beberapa pohon hidup di sudut ruangan. Semua yang ada diruangan itu tidak ia dapati saat masih berada di kontrakannya.
"Wangi sekali airnya, bunga nya juga wangi." Lisa mulai menggosokkan bunga dan air sabun ke tubuhnya. "Kalau aku mandi seperti ini setiap hari, mungkin kulitku akan lebih putih dan halus. Bahkan mungkin akan melebihi putihnya tubuh seorang model."
Lisa tertawa sendiri membayangkannya. Sejenak gadis itu memikirkan kembali apa yang sudah terjadi seharian ini. Menemukan Diary, bertemu di sebuah cafe, dilamar dan menaiki kereta kencana. Seorang pangeran lalu mengucapkan janji suci pernikahan.
Oh astaga, Lisa seperti Cinderella dadakan. Sekarang dirinya sudah berada di istananya tengah mandi berhiaskan bunga-bunga.
Pangeran itu--Raffa, apakah dia benar-benar tulus menikahinya atau ada maksud lain? Saat ditanya kembali pun lelaki itu hanya menjawab karena Lisa mencintainya, bukan karena Raffa mencintainya.
Ah gadis itu masih penasaran, baginya ini adalah pernikahan teraneh. Lisa mencintainya? Ya, dulu hanya sebatas mengagumi dan rasa ke ingin tahuannya tentang sosok lelaki tampan di sekolah. Berangan-angan menikah seperti di negeri dongeng dan pangerannya pun hanya sebuah kehaluan Lisa jika itu adalah Raffa. Lisa tahu itu mustahil dan tidak berharap bahwa itu Raffa.
Dan yang terjadi sekarang yang adalah saat ini pangerannya benar-benar Raffa--lelaki tampan disekolahnya dulu. Apakah itu hanya sebuah kebetulan atau kesengajaan? Lisa masih tidak mengerti dengan semua ini.
"Sudah berapa lama aku berendam di bathup super mewah ini?" Lisa segera beranjak dan meraih baju handuk yang menggantung di lemari pakaian mandi dan memakaikan handuk kecil di rambutnya yang basah.
Gadis itu melamun memikirkan kejadian yang tidak masuk akal sampai dirinya lupa waktu. Mencari pakaian ganti?
Ah sial, Lisa lupa dirinya hanya membawa seorang diri ke istana ini. Pakaian yang tadi sudah kotor mana mungkin Lisa akan memakainya lagi.
Celingak-celinguk keluar melihat keadaan, masih aman. Tidak ada siapa-siapa di kamar. Lisa perlahan membuka pintu kamar berharap ada pelayan yang melewati kamarnya, gadis itu ingin meminjam baju pelayan untuk dia pakai.
"Hei, mau kemana?"
Suara lelaki membuat langkah Lisa terhenti, saat pintu sudah terbuka. Gadis itu melihat ke arah sumber suara dan jeng, jeng, jeng. Matanya kembali melotot, melihat Raffa sedang duduk di sofa dekat jendela kamar. Lisa tidak menyadari sudah ada Raffa disana, dirinya yang sibuk sendiri membuatnya jadi tidak fokus. Lisa masih mematung di depan pintu. Perasaan canggung mulai menyelimuti ditambah dengan kondisi dirinya yang hanya memaki baju handuk.
"Kenapa berdiri disana? Mau kemana dengan berpakaian handuk seperti itu?" Raffa berdiri dan mulai mendekat.
'gawat, apakah dia akan membuka baju handuknya dan melakukan itu?'
Pikiran Lisa lagi-lagi menjadi kotor. Kenapa gadis itu selalu memikirkan hal-hal kotor?
Raffa memperhatikan Lisa dari kepala sampai ujung kaki. Sedangkan yang ditatap hanya menunduk.
"Wah, apa jangan-jangan kau mau menggodaku?"
Dengan gerakan cepat, Lisa mengangkat wajahnya dan menyilangkan kedua tangan di dada.
"Tidak!"
Raffa menarik sudut bibir keatas. Membelai perlahan pipi Lisa lembut.
"Tentu saja kau boleh menggodaku, kau kan istriku sekarang dan ...." Raffa menjeda kalimatnya saat tatapan mereka bertemu. "... dan ini malam pertama kita. Kau sudah siap ternyata."
Lisa merasakan dadanya bergumuruh. Ada apa ini? Kenapa dia diam saja saat Raffa menyentuh pipinya? Apakah karena mereka sudah sah suami istri? Jadi Raffa boleh menyentuhnya? Merasa tidak ada sentuhan lagi dari suaminya, Lisa membuka mata dan melihat Raffa sudah melewatinya dan berada di ambang pintu.
"Mau kemana?" Lisa memukul mulutnya pelan, kenapa dia harus bertanya seperti itu? Seperti tidak ingin ditinggalkan saja.
Raffa tersenyum membuat Lisa merona.
"Apa kau tidak lapar? Pakailah baju, pelayan sudah menyiapkannya di atas meja dekat tempat tidur."
Lisa melirik ke arah yang dituju dan benar saja sudah ada pakaian wanita disana. Kenapa dia tidak melihatnya tadi.
"Aku akan menunggumu di meja makan dan jangan lupa pakai minyak wangi."
Raffa menutup pintu perlahan, Lisa langsung meraup udara sebanyak-banyaknya melepas gugup dan debaran yang menggila. Cepat Lisa memakai baju itu dan...
"Bagus sekali baju nya." Lisa terpesona saat melihat dirinya dicermin memaki gaun super lembut dan pastinya mahal.
Warna pink dengan pita kecil di dada bagian kiri membuat dirinya semakin imut. Pakaian dalam yang disediakan pun semuanya pas dipakai. Kenapa Raffa bisa tahu bahkan sampai daleman baju nya. Minyak wangi? Lisa tidak tahu harus memakai minyak wangi yang mana. Semua minyak wangi dimeja riasnya bermerk dan pasti dengan harga selangit. Raffa sudah menyiapkan semuanya.
Bodo lah, tidak mau pikir pusing. Lisa segera menuju ruang makan. Berjalan riang dengan baju baru dan pertama kalinya ia pakai. Pakaian yang dia punya hanya kaos lengan pendek dan beberapa celana jeans. Semua baju yang dia punya adalah barang hasil obralan. Seperti beli dua gratis satu, lumayan menghemat uang.
Raffa menunggu dengan memainkan ponsel, pelayan wanita sibuk menyiapkan makanan di meja. Lisa melihat berbagai macam lauk yang sudah terhidang di meja panjang itu. Kursinya ada sepuluh tapi yang dipakai hanya dua. Oleh Raffa dan Lisa.
Raffa menghentikan aktifitasnya saat Lisa sudah datang dan duduk di sampinya. Hendak pelayan wanita ingin menuangkan nasi ke piring Raffa, tangan lelaki itu terangkat.
"Sekarang, hanya istriku yang boleh melayaniku." Raffa menatap tajam Lisa. "Apa kau belum baca semua aturannya?"
Lisa langsung ingat, didalam perjanjian itu ada aturan yang mengharuskan istri untuk menemani suami di meja makan, bukan untuk melayani.
"Aku hanya boleh menemanimu di meja makan, kan? Bukan untuk melayani."
"Tapi sekarang aku ingin dilayani olehmu, istriku." Raffa tersenyum ceria.
'kenapa dia suka sekali tersenyum si'
"Kau menikahiku hanya untuk menjadikanku pelayan?"
Laki-laki itu menggeleng. "Kau istriku, bukan pelayan. Apa salahnya jika suami meminta itu hanya pada istrinya? Salah?"
'tidak sih, tidak salah.'
Lisa menghembuskan nafas pelan. Mengalah saja, dia memang benar. Istri turuti perintah suami. Lisa kemudian menuangkan satu sendok nasi kedalam piring Raffa.
"Lauknya Tuan ingin apa?" Lisa bertanya seolah dirinya adalah pelayan.
"Panggil aku suamimu."
"Hemm." Lisa sudah malas berdebat, ia ingin cepat-cepat makan semua makanan itu.
"Apa saja yang kau tuangkan dalam piring. Aku akan memakannya."
Memutar bola mata malas, Lisa asal memasukan beberapa lauk di piring Raffa. Tanpa menolak, Raffa menerima apa yang dipilihkan sang istri untuknya dan memakan dengan lahap. Tidak ada yang berbicara selama acara makan berlangsung dan itu adalah tata tertib di rumah ini. Berbeda saat Lisa makan dengan berantakan di kontrakannya. Makan sambil berbicara tidak jelas di depan tv mini. Raffa benar-benar menghabiskannya, Lisa sedikit tidak enak hati sebab tadi dia memasukan lauk di piring Raffa tidaklah sedikit. Lisa hanya ingin mengerjainya sedikit, tapi sekarang malah dia yang merasa bersalah.
"Apa ada yang ingin kau tanyakan?"
'ada, tapi jika aku menanyakannya lagi pasti kau akan menjawab yang sama'
"Dirumah ini kau tinggal sendiri? Selain dengan para pelayan?"
"Hemm." Raffa menjawab dengan anggukan kecil dan memejamkan mata.
"Kenapa begitu ada banyak kamar kosong dilantai atas? Apa kau setiap harinya selalu berpindah blind ah kamar tidur?"
'atau kamar kosong itu untuk ke delapan pelayan cantik-cantik itu? Dan kau menghabiskan malam dengan mereka?'
Raffa tergelak mendengar pertanyaan dari istrinya itu. "Kamar-kamar itu nanti untuk anak-anak kita kelak. Aku sudah menyiapkannya jauh hari."
Sekarang Lisa melotot lagi.
'anak-anak kita?'
"Kau ingin punya anak berapa? Lima? Sepuluh?"
'gila, aku bahkan belum memikirkannya'
Merasa suasana sudah mulai berubah panas, Lisa berdehem menetralkan kondisi jantung. Enggan menjawab pertanyaan itu, Lisa berdiri dari duduk.
"A-aku ingin ke kamar." Lisa buru-buru pergi dari sana dan langkahnya terhenti saat Raffa memanggil.
"Kau tidak akan tersesat lagi?" terdengar suara Raffa menertawainya. Lisa semakin mempercepat langkah.
Ya ampuun, Lisa harus bagaimana menghadapi lelaki itu? Setiap dekat dengannya jantung gadis itu selalu berdetak cepat seperti kembang api. Padahal baru sehari mereka bertemu dan kenapa membuat Lisa menjadi selalu gugup dan salah tingkah. Gadis itu merebahkan diri di kasur dengan setengah badan dan kakinya menjuntai ke bawah. Masih tetap memakai gaun pink, karena tidak mau memaki baju tidur yang sudah entah sejak kapan ada didalam kamar mereka. Baju tidur tipis dengan kekurangan bahan. Darimana pelayan itu mendapatkan baju seperti ini, dan tidak salah lagi pasti ini perintah tuan muda nya.
Biarlah dia tidur memakai gaun daripada harus memakai baju tidur sobek-sobek.
Suara pintu terbuka namun Lisa tidak menyadari, dirinya masih melamunkan hal-hal yang tidak berguna. Raffa memandang Lisa dengan tatapan lembut.
"Ekhem," gadis itu tersadar dan menoleh masih dengan posisi tidur setengah badan dengan posisi kaki menjuntai.
"Kau sampai tiduran seperti itu, sudah tidak sabar ingin melakukan malam pertama?"
Melihat dirinya masih setia dengan posisi seperti itu lantas menarik diri bangun dan duduk merapikan bajunya.
"Kenapa tidak mengetuk dulu."
"Untuk apa? Ini juga kamarku dan hanya ada istriku di dalamnya." Raffa sudah duduk di samping Lisa. "Kenapa tidak memakai baju tidur itu, pasti terlihat seksi saat kau memakainya."
Mulai mengelus rambut Lisa lembut.
"Tidak, itu tidak cocok denganku."
"Cocok." Raffa mencium aroma rambut Lisa, membuat gadis itu merinding. "Apa kau mencintaiku?"
Lisa tidak menjawab.
"Apa kau ingin tahu isi hatiku?"
"Tidak." cepat Lisa menjawab.
'tidak, aku tidak ingin tahu seperti apa isi hatimu. Seperti apa perasaanmu padaku. Entah kenapa aku takut mendengar jawabanmu yang mungkin akan membuatku kecewa.'
Lisa merasakan hembusan nafas suaminya itu di telinga nya. Lisa menutup pelan mata, entahlah kenapa dirinya hanya diam dan tidak menolak. Lisa mulai merasakan Raffa memeluk pelan dirinya.
'apakah dia akan melakukannya? Sekarang? Apa aku siap? Ya, aku siap. Aku siap'
Lisa begitu percaya diri, pikiran kotor kembali memenuhi otaknya.
Namun, saat Raffa ingin meraba tengkuk leher gadis itu. Sebuah suara nyaring berbunyi dari ponsel Raffa. Lelaki itu menjauh untuk mengangkat telepon, sebentar dia melirik Lisa yang juga tengah melihatnya.
"Kau, tidurlah jangan menungguku. Aku mungkin akan pulang sedikit lama."
"Kemana?" ya ampun, rasanya Lisa tidak mau menghentikan ini. Dan merasakan sesuatu yang tidak beres.
"Aku ingin mengurus sesuatu dulu." Raffa pergi tanpa menunggu jawaban atau menatap Lisa.
'aku ditinggal di malam pertama? Suamiku pergi? Apakah mungkin menemui wanita lain?'
Lisa sudah mengkhayal kemana-mana seperti di sinetron dan drama-drama korea. Dan tanpa sadar sudah menyebut Raffa suami beberapa kali. Ya, sekarang dia memang suaminya. Walaupun belum tahu seperti apa perasaannya Raffa. Dia juga belum tahu perasaannya sendiri.
'sudahlah, mungkin dia memang ada urusan. Aku tidak mau berfikir negatif dulu.'
Lisa tidur terlelap masih memakai gaun pink.
Acara malam pertama pun gagal, padahal gadis itu sudah sangat ingin melakukannya dan merasakannya. Bahkan sepanjang hari ini pun pikirannya selalu dipenuhi hal-hal kotor yang menjurus kesana.
Wajar kan? Toh sudah menikah ini dan sudah sah.
Lisa kini sudah berada di meja makan bersama Raffa. Gadis itu masih melamunkan peristiwa tadi pagi saat dirinya bangun tidur karena mendengar gemericik air di dalam kamar mandi di kamarnya. Tak berapa lama dirinya melihat Raffa keluar dengan keadaan tubuh dan wajah yang segar.'sepertinya dia sudah mandi, jam berapa semalam dia pulang ya?'"Kau sudah bangun?" Raffa berjalan melewatinya kearah lemari pakaian seraya mengusap-usap rambut basah dengan handuk kecil. "Aku baru tahu kalau tidurmu seperti kebo."Lisa yang mendengar itu terlonjak kaget dan malu, dia akui memang tidurnya seperti itu. Tapi, sekarang dia sudah menikah dengan laki-laki didepannya itu. Sebisa mungkin harus jaga sikap dan terlihat untuk tidak memalukan. Raffa belum membuka lemari, lelaki itu berbalik menatap Lisa.'astaga, tubuhnya atletis sekali. Bolehkah aku memeluknya? Hihihi'"Tapi aku suka." lagi-lagi senyuman miring ya
Mempunyai rumah impian seperti istana adalah keinginan semua orang. Ya, termasuk Lisa, bahkan gadis itu sudah memimpikannya sejak masih di bangku sekolah. Rumah besar, punya banyak mobil, punya suami tampan dan kaya. Bahkan sekarang itu semua sudah dia dapatkan. Benar-benar beruntung hidup gadis itu. Tapi masalahnya satu pertanyaan yang masih mengganjal dipikiran Lisa. Tentang pernikahan mendadak nya, jika alasan Raffa menikahinya hanya karena ingin mewujudkan ke-haluannya itu bisa di toleransi dan Lisa akan berterima kasih karena itu. Karena Raffa benar-benar mewujudkannya. Jika karena alasan lain yang selama ini Lisa takutkan? Balas dendam karena pernah menjadi penguntit?Masuk ke dalam rumah sudah disambut oleh delapan pelayan wanita, Lisa benar-benar merasa dilayani seperti tuan puteri dirumah yang seperti istana ini."Mari, Nona.""Apa yang kalian lakukan?""Kami akan memandikan Nona."
Pagi-pagi, Lisa kembali mendengar gemericik air yang ia tahu pasti didalam kamar mandi siapa lagi kalau bukan Raffa. Kapan suaminya pulang, gadis itu tidak tahu. Ingin menanyakan namun selalu urung dilakukan. Lisa tidak berani untuk menanyakan hal-hal seperti yang biasa suami istri lakukan. Kenapa? Padahal mereka sudah menikah walaupun baru dua hari pernikahan. Tapi itu terbilang takut terlalu buru-buru. Biarkan saja, toh suaminya itu selalu pulang ke rumah mereka. 'Oh my God, terima kasih Tuhan. Pagi-pagi aku sudah mendapatkan nikmatmu yang begitu indah sedang berdiri dihadapanku.' Lisa langsung terpesona melihat Raffa keluar dari kamar mandi memakai handuk sepinggang dengan beberapa tetesan air segar yang mengucur dari rambutnya. Otot perut yang terlihat seperti batu bata semakin membuat wanita itu ingin menyentuhnya. Walaupun yang Lisa tahu suaminya selalu sibuk bekerja tapi lelaki itu
Mall terbesar di kota itu menjadi tempat yang akan didatangi Raffa dan Lisa. Mall termewah dan terlengkap adalah milik lelaki yang menggandeng tangan Lisa disampingnya. Setelah lulus kuliah tahun lalu, selain memegang perusahaan dengan jabatan tertinggi, Raffa juga memegang bisnis lainnya. Beberapa mall di sudut kota, kafe, restoran, hotel dan apartemen, semua hampir lelaki itu pegang. Bisa dihitung, setengah pertokoan dari kota itu adalah miliknya. Lelaki itu benar-benar sukses dimasa muda nya, walaupun sebagian adalah pemberian dari sang Ayah yang dikelola balik oleh sang anak.'hanya dalam mimpi aku bisa kesini dan sekarang aku benar-benar disini.'"Kau belum pernah kesini, istriku?"Lisa menggeleng cepat masih memperhatikan area mall yang luas dengan interior mewah."Kasihan sekali hidupmu."'Hei, kau suka sekali menghina orang sepertinya.'Raffa melirik Juna yang langsung
Sudah seminggu lebih berlalu dan Lisa merasa sedikit di acuhkan. Sejak obrolan mereka terakhir, saat Lisa menanyakan reepsi. Sejak saat itu Raffa tidak pernah mengajaknya berbicara dahulu. Setiap Lisa bertanya, sang suami hanya menjawab seperlunya. Setelah itu tidak ada obrolan lain, walaupun akhir-akhir ini Raffa selalu tidur bersama dengannya. Dalam artian tidur biasa dan tidak melakukan apa-apa.Sungguh, gadis itu merasa seperti istri yang tidak dianggap sekarang. Padahal saat dirumah dirinya selalu memakai gaun dan merias diri. Belajar di beberapa sosial media tentang make up, dan Lisa berhasil. Minimal dia tahu nama-nama alat make up dan cara memakainya untuk berdandan simpel dan natural. Lisa melakukannya demi Raffa, dirinya ingin melihat sang suami senang atas kerja kerasnya. Namun bukannya diberi pujian atau kata-kata romantis, Raffa hanya menjawab dengan senyum. Ah gadis itu sudah benar-benar seperti seorang istri yang ingin membahagiakan suami. Statu
Benar ya kata orang, untuk apa semua harta yang dia punya. Untuk apa tinggal dirumah mewah bak istana jika didalamnya tidak ada perasaan cinta yang tumbuh satu sama lain, khusunya tumbuh dalam hati suaminya. Ternyata semua itu tidak menjamin kebahagiaan, harta yang sekarang dirinya miliki yang jelas itu dari sang suami, jelas tidak bisa membuatnya bahagia. Hanya sebuah perasaan cinta yang tulus dan merasa dirinya dihargai sebagai seorang istrinya lah dia mungkin akan bahagia. Istilahnya, walaupun hanya tinggal di gubuk kecil tapi kedua insan saling mencintai, itu akan merasa sangat indah. Lisa pasti akan menemukan kebahagiaan disana.Lebih baik tinggal di gubuk kecil, asal bahagia. Daripada dirumah bak istana tapi seperti orang asing, dingin dan sepi. Ungkapan semua yang ada dalam buku Diary nya dulu, ternyata salah. Gadis itu teringat pernah menuliskan beberapa kalimat dalam Diary nya yang berisi bahwa impian terbesarnya adalah menikah dengan pria kaya dan tampan.
Setelah makan malam dengan keluarga besar Raffa, mereka kembali pulang. Saat ini Lisa sedang berada di dalam kamar, setelah sebelumnya Lisa membersihkan diri terlebih dahulu masuk ke kamar mandi. Sekarang, gadis itu sedang duduk dipinggir tempat tidur masih memakai pakaian baju tidur panjang tertutup."Ternyata mertua tidak semenakutkan itu," gumam Lisa melamunkan kejadian yang tadi.Obrolan yang canggung dengan Nyonya dan Tuan Juanda, berubah menjadi obrolan santai. Kedua orangtua itu benar-benar ramah dan baik pada Lisa. Menanyakan tentang sekolah Lisa dulu yang hanya melanjutkan kuliah sebentar. Membicarakan tentang kehidupan orangtua Lisa sebagai penjual gado-gado dan sebagai buruh pabrik. Dan Lisa tidak malu untuk menyebutkan latar belakang keluarga nya, justru membuat Nyonya dan Tuan Juanda merasa bangga mempunyai menantu seperti Lisa.Mereka mengobrol tanpa ditemani Raffa yang sibuk dengan Juna. Namun di akhir obrolan, kembal
Pagi hari sudah menjadi rutinitas Raffa dan Lisa sibuk bersiap-siap bekerja. Raffa ke kantor dan Lisa ke salon. Namun suasana pagi ini yang begitu cerah dengan matahari sedikit menampakkan diri dibalik awan, berbanding terbalik dengan suasana hati Lisa. Gadis itu tidak berhenti memikirkan siapa wanita yang semalam menelpon suaminya.Lebih terkejut lagi, biasanya Raffa selalu mengantar Lisa dahulu ke salon. Tapi pagi ini dia ingin memakai mobil lain ke kantor nya dan tentu saja sendiri. Lisa hanya diantar oleh Juna. Kecurigaan Lisa semakin kuat. Selama hampir sebulan ini, baru sekarang Raffa tidak ikut mengantarnya."Lisa, hari ini kamu berangkat dengan Juna saja." berbicara setelah mereka selesai sarapan."Kamu tidak ikut?""Aku akan ke kantor lebih awal, ada pekerjaan lain."'lagi-lagi alesan pekerjaan. Bilang aja kamu ingin menemui wanita yang ditelepon semalam. Iya kan?'Ra
Honeymoon atau bulan madu bagi setiap pasangan yang sudah menikah adalah sebuah impian. Setelah menikah, malam pertama mereka lakukan sebagai suatu kenangan manis yang selalu terikat dalam memori mereka. Ya, namun bagi pasangan ini, Lisa dan Raffa. Mereka melakukan malam pertama setelah tiga bulan pernikahan. Wanita itu bahagia, walaupun sudah lewat masa nya tapi ini yang pertama bagi mereka.Malam pertama tidak perlu selalu dilakukan setelah mereka sudah akad atau sudah sah kan? Malam pertama dilakukan karena mereka siap satu sama lain untuk melakukannya. Dan inilah waktunya, mereka sudah mengeluarkan semua perasaan yang selama tiga bulan itu ditahan lewat kegiatan yang sudah mereka lakukan. Menyalurkan perasaan bahagia, cinta, dan melepaskan semua harapan yang akan mereka bangun di masa depan.Lisa bahagia, ia sudah menjadi istri seutuhnya. Semalam Raffa benar-benar memberikan kelembutan, memuja dan memanjakan istrinya di atas tempat tidur. Ranjan
"Singkongnya besar sekali."Lisa menggeliat seraya mengusap lengan kokoh Raffa yang memeluknya dari samping."Tapi kenapa halus ya? Apa singkongnya sudah dikupas?"Ya, wanita itu mengigau disaat tidur. Bermimpi mengira bahwa yang ada ditubuhnya adalah singkong yang dia panen dibelakang rumahnya.Astaga, saking capek nya karena pesta pernikahan kemarin Lisa sampai mengigau seperti itu. Raffa yang sebenarnya sudah bangun sengaja untuk tidak membangunkan istrinya. Ia ingin melihat apa yang wanita itu akan lakukan selanjutnya.Dan Lisa mengelus serta memeluk lengan kokoh itu. Raffa tersenyum sambil terpejam, ia juga mengeratkan pelukannya namun saat jari-jari tangan lelaki itu mulai bergreliya pada area favoritnya, Lisa kembali mengoceh."Mah, singkong nya merayap!" teriak wanita itu seraya memegang jari-jari tangan lelaki itu untuk menghentikannya. Ternyata Lisa masih berada dala
Hari yang baru, suasana yang baru dan kegiatan yang baru. Baru malam kemarin Lisa tidur dengan nyenyak, tanpa pikiran dan beban yang selalu ia pikirkan. Perasaan curiga, was-was dan khawatir sudah tidak ia rasakan lagi.Benar kata mamah Mia, dalam hubungan pernikahan harus ada kejujuran, keterbukaan antar pasangan dan kepercayaan. Ketiga prinsip itu jika salah satunya tidak di terapkan, pernikahan tidak akan pernah harmonis. Kalaupun ketiga prinsip itu diterapkan, masalah tetap akan menerpa kehidupan rumah tangga mereka.Berfikir dewasa dan bijak dalam menyikapi masalah juga jangan langsung mengambil kesimpulan jika belum dibicarakan baik-baik dan mereka sudah berhasil melewatinya. Hanya dengan saling terbuka satu sama lain.Hari ini, Raffa mewujudkan keinginan istrinya. Pesta pernikahan mewah akan di adakan di tiga tempat. Sedikit lagi pekerjaan Raffa sudah Juna bereskan. Kini, Raffa sudah bisa mengambil liburan sedikit
Akhirnya semua sudah terpecahkan. Ternyata lelaki itu juga mencintainya bahkan lebih dari cinta wanita itu. Senang, bahagia, tidak bisa diungkapkan, terharu. Begitu perasaan hati Lisa saat ini. Dirinya dicintai segitu tulus dan begitu dalam oleh lelaki itu. Ini yang namanya pengorbanan cinta, perjuangan seorang Raffa untuk melindungi wanita yang dicintainya sampai akhirnya mewujudkan keinginannya yaitu memiliki Lisa sepenuh hati.Raffa percaya jika Lisa perlahan akan mencintainya dan sekarang wanita itu mengungkapkannya.Terlepas dari semua yang sudah Raffa keluarkan isi hatinya dan kejujurannya. Lisa akhirnya bersedia ikut pulang. Dan Lisa masih penasaran akan sosok wanita hamil yang sekarang tinggal dirumahnya. Ya, istrinya itu ingin tahu apa alasan suaminya menyimpan wanita itu dirumahnya, dirumah mereka."Jadi, semuanya hanya salah paham?" Mia mulai berbicara setelah Raffa menjelaskan semuanya.Lisa
"Tapi aku juga sedih, saat itu aku juga harus keluar negeri."Ya, setelah Raffa menemukan Diary milik Lisa. Sebenarnya ia ingin tinggal disini dan sekolah disini. Namun ayahnya yang dulu adalah kepala sekolah di sekolah mereka, sudah mendaftarkan Raffa di Universitas ternama diluar negeri. Itu juga keinginan orangtuanya agar saat lelaki itu kembali ke tanah air, ia sudah bisa mengelola bisnis dan perusahaan ayahnya. Mau tidak mau Raffa pun pergi ke luar negeri dengan hati yang berat. Harus meninggalkan Lisa, gadis pujaannya."Tapi perjuanganku belum selesai." Raffa berbicara dengan sesekali mengusap rambut istrinya, sesekali mencium aromanya dan membelai pipinya lembut.Membuat orang yang diperlakukannya hanya diam merasakan sentuhan yang wanita itu tahu adalah sentuhan ketulusan nya. Lisa sudah benar-benar merasakan bahwa suaminya itu memang mencintainya tulus."Saat aku diluar negeri, aku memerintahkan orang-orang
"Kenapa gue bisa lupa sih?" Wajah Lisa sudah pucat, perutnya melilit tidak tertahankan. "Kenapa baru tanggal segini udah datang, gue kira dua hari lagi baru datang nih tamu bulanan."Pelajaran mulai tidak fokus, wajahnya penuh keringat dan sesuatu dibalik celananya mulai keluar."Duh gawat!"Lisa tidak ingin darah bulanan nya sampai menembus rok sekolah. Bisa-bisa teman-teman menertawakannya dan kejadian itu akan membuat gadis itu tidak akan bisa melupakannya sampai sudah keluar sekolah pun."Pak!" Lisa mengacungkan tangan ditengah-tengah pelajaran matematika. "Izin ke toilet."Pak guru mengizinkan dan gadis itu cepat berlari sambil menahan laju keluarnya darah agar tidak terlalu banyak keluar. Bukan ke arah toilet, namun pergi ke warung si mbok. Dan gadis itu melewati kelas Raffa. Lelaki paling tampan dan kaya di sekolahnya itu segera mengikuti Lisa.Raffa merasa Lisa tidak p
"Sebelum aku?""Aku sudah jatuh cinta padamu saat kita masih kelas satu SMA."Kaget, terkejut, sekaligus bingung. Apa wanita itu tidak salah dengar? Lisa mencoba mencerna kalimat Raffa yang masih membuatnya berfikir keras. Lelaki itu bilang sudah mencintainya sejak mereka awal masuk sekolah? Padahal yang Lisa tahu dirinya baru pertama kali bertemu dengan lelaki super tampan di sekolahnya saat mereka tidak sengaja bertubrukan di jalan pulang sekolah. Itu pun saat mereka sudah kelas tiga SMA dan suaminya itu mengatakan sudah jatuh cinta padanya sejak kelas satu?'Itu berarti dia sudah mengenalku sebelum aku mengenalnya?'"K-kau memelukku?" Raffa tiba-tiba memeluk Lisa lembut, mencium aroma wangi milik rambut istrinya. Lelaki itu tersenyum."Kau istriku. Apa aku tidak boleh memeluk istriku?"Wajah Lisa merona merah, beruntung mereka masih dalam situasi berpelukan.
"Silahkan, Tuan muda."Mereka tiba. Orangtua Lisa menyambutnya dengan ramah. Dalam perjalanan menuju kediaman orangtua Lisa, Raffa menelepon Mia dan menjelaskan kalau itu hanyalah salah paham. Mia mengerti dan Ayahnya pun juga mengerti. Biarkan masalah ini mereka tangani sendiri. Pukul tujuh malam lelaki itu sampai. Hanya orangtua dari wanita itu yang menyambutnya di depan teras rumah."Maaf, nak Raffa harus jauh-jauh kesini.""Tidak apa. Saya kesini hanya ingin menjemput Lisa."Mereka berempat masuk kedalam rumah namun tetap tidak menemukan Lisa. Juna hanya berdiri di samping Tuan mudanya. Dan orangtua Lisa duduk dihadapan Raffa."Sekali lagi, maaf atas anak kami yang bertindak kekana-kanakkan." Mia berucap sungkan."Dirumah kami, malah setiap hari istriku bersikap seperti anak-anak." Raffa tersenyum setelah me
Suasana dirumah saat ini membuat mood Lisa berubah. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke salon walaupun sudah telat sebenarnya untuk jam masuk kerja. Tapi apa yang akan ia lakukan jika berada didalam rumah dengan wanita selingkuhan suaminya. Malah semakin membatin dan daripada hanya mengurung diri sambil menangisi nasibnya. Lisa akan berangkat kerja saja.Obrolan tadi dikamarnya dengan Raffa membuat wanita itu sudah siap dengan keputusannya."Kemana?" Raffa bertanya saat Lisa keluar sudah memakai pakaian rapi. Suasana menjadi sedikit canggung."Salon."Mengerti, Raffa tidak bertanya apa-apa lagi. Mereka berangkat diantar Juna. Sekeretaris itu pun hanya diam dan merasa aneh dengan kedua pasangan ini yang biasanya selalu rame dengan mulut dan tangan Raffa. Kini mereka hanya saling diam. Dudukpun Lisa seperti menjaga jarak dari Raffa. Suaminya itu hanya memainkan ponsel selama perjalanan.