Share

Diary 7

Lisa kini sudah berada di meja makan bersama Raffa. Gadis itu masih melamunkan peristiwa tadi pagi saat dirinya bangun tidur karena mendengar gemericik air di dalam kamar mandi di kamarnya. Tak berapa lama dirinya melihat Raffa keluar dengan keadaan tubuh dan wajah yang segar. 

'sepertinya dia sudah mandi, jam berapa semalam dia pulang ya?'

"Kau sudah bangun?" Raffa berjalan melewatinya kearah lemari pakaian seraya mengusap-usap rambut basah dengan handuk kecil. "Aku baru tahu kalau tidurmu seperti kebo."

Lisa yang mendengar itu terlonjak kaget dan malu, dia akui memang tidurnya seperti itu. Tapi, sekarang dia sudah menikah dengan laki-laki didepannya itu. Sebisa mungkin harus jaga sikap dan terlihat untuk tidak memalukan. Raffa belum membuka lemari, lelaki itu berbalik menatap Lisa.

'astaga, tubuhnya atletis sekali. Bolehkah aku memeluknya? Hihihi'

"Tapi aku suka." lagi-lagi senyuman miring yang Lisa dapatkan. "Kau tidak lupa dengan perjanjian itu?"

'ya ya ya aku ingat. Aku harus memilihkanmu baju kan?'

"Kau ingin baju yang mana?" Lisa bertanya saat mereka berdua sudah berada dalam satu ruangan ganti baju.

"Terserah." Raffa memperhatikan Lisa memilih baju dan meletakannya di meja sebelah kiri.

"Raffa."

"Hem."

"Baju aku mana? Aku lupa tidak membawa baju. Apa aku pulang dulu ke kontrakan untuk membawa semua baju ku?" Lisa sudah memberikan semua pakaian yang suami itu pinta.

"Apa kau tidak membuka nya? Disebelah lemari pakaianku ada bajumu. Bukalah." seraya lelaki itu memakai baju.

Gadis itu beralih ke lemari di sisi kanannya dan benar saja sudah banyak baju wanita disana. Tapi semua itu bukan baju Lisa, itu semua adalah gaun bermerk dan mahal. Lisa menoleh ke arah suaminya dan ...

"Aaaa... " Lisa berteriak histeris sambil menutup wajah.

'Gila, kenapa dia memakai baju di depanku.'

Lelaki itu malah terlihat santai saat istrinya memalingkan wajah dengan pipi yang bersemu merah. Entah kenapa Raffa sangat menyukai itu.

"Kau tidak perlu menutup matamu, kita kan suami istri."

'sakarepmu'

Dengan cepat Lisa berlari keluar dan menunggu Raffa menyelesaikannya.

"Kau masih disini? Tidak mandi?" Raffa sudah rapih dengan pakaian kantor berwarna abu. Keningnya berkerut melihat Lisa masih berdiri di depan tempat tidur mereka.

"Aku ingin mengambil baju ku di kontrakan." Raffa masih diam menunggu kelanjutan ucapannya. "Aku ingin bekerja."

"Dimana?" Raffa terdiam sesaat. "Bukannya kemarin aku sudah bilang, kau tidak usah bekerja lagi. Aku bahkan sudah memberikan mu dua kartu untuk kau pakai bersenang-senang."

Lisa tahu, bahkan itu sudah tertulis dalam perjanjian kemarin. Tapi Lisa benar-benar ingin bekerja. Memang Lisa senang berada dalam istana besar ini, semuanya serba ada. Kalau ada yang diinginkan tinggal bilang, tapi Lisa berpikir panjang. Jika terus-terusan seperti itu mungkin dirinya akan bosan dan mungkin akan tua lebih cepat. Lisa ingin bekerja, dan itu adalah kesukaannya. Ya, gadis itu adalah seorang pekerja keras. Walaupun sekarang sudah mempunyai harta yang berlimpah meskipun milik suami itu juga. Tapi Lisa tidak mau sombong dan mengabaikan segala keinginanannya.

"Suamiku." Lisa menatap suaminya lembut. Yang ditatap malah diam mengerti maksud apa yang diinginkan Lisa.

"Aku hanya ingin bekerja." Lisa mendekat mencoba membenarkan dasi yang sudah mengikat di kerah baju suaminya. "Izinkan aku bekerja, hanya bekerja tidak ingin yang lain. Kalau suamiku mengizinkan, aku akan menuruti semua perintahmu."

Wajah Lisa sudah memerah menahan malu, apa yang sekarang dia lakukan adalah mencoba merayu Raffa agar di izinkan. Seperti tidak ingin menyia-nyiakan moment ini, Raffa dengan cepat menarik pinggang Lisa untuk lebih dekat dan seketika menempel dengan tubuhnya. Gerakan tangan Lisa pun berhenti karena terkejut. 

Raffa mencium kening Lisa lembut. Ini adalah ciuman pertama mereka. Deg, hati Lisa bergemuruh lagi namun kali ini dengan perasaan menghangat. 

"Baiklah, kau boleh bekerja. Tapi harus selalu diantar jemput."

Mendengar itu Lisa sungguh senang.

'tidak apa-apa, yang penting aku masih bisa bekerja.'

Raffa membisikkan sesuatu kepada Lisa. "Aku suka kau menggodaku seperti itu. Lakukanlah setiap hari dan setiap kau menginginkannya."

'terserah.'

Suara pelayan laki-laki yang berjaga diluar datang menghampiri Raffa dan Lisa yang sudah menghabiskan sarapannya.

"Juna sudah di depan, Tuan."

"Baiklah, suruh dia menunggu." Pelayan pergi dengan menunduk.

Raffa keluar bersama Lisa dengan bergandengan tangan. Lelaki itu menggenggam tangan istrinya lembut. Sebelumnya saat dimeja makan, Raffa memberikan ponsel keluaran baru untuk dipakai Lisa dan membuang ponsel gadis itu. Hanya ada satu nomor didalamnya siapa lagi kalau bukan nomor Raffa. Menamai nomor itu dengan nama 'My Prince' dan gadis itu dilarang menghapusnya. Lisa hanya mengangguk patuh.

Satu lagi, Raffa menyuruh dan mengingatkan  Lisa untuk memakai kartu yang ia beri.  Menyuruhnya agar jangan terlalu capek saat di salon. Kalau Raffa seperti itu, bisa-bisa Lisa semakin jatuh cinta padanya. Apakah boleh dia serakah? Mengagumi pria tampan dan kaya yang sekarang menjadi suaminya. Lisa semakin mengeratkan pegangan tangannya pada Raffa.

"Kita ke tempat kerja istriku dulu. Dia ngeyel ingin tetap bekerja."

"Baik, Tuan." mereka sudah berada di dalam mobil yang dikendarai Juna. Raffa masih belum melepas pegangan tangan mereka.

"Tapi, kita ke kontrakan dulu kan?"

"Untuk apa?" Raffa menjawab dengan melihat ke arah jendela.

"Baju bekerja ku bukan seperti ini." Raffa menoleh dan melihat baju yang dipakai Lisa.

"Memangnya bekerja di sana tidak boleh memakai gaun?" Lisa menggeleng.

Semua karyawan disana memakai baju biasa dan hanya kaos juga celana jeans.

"Siapa pemiliknya? Aku akan mengambil alih tempat salon itu." Raffa mulai menatap tajam tidak suka.

'siapa dia? Apakah dia bisa melakukannya?'

"Juna, katakan kepada pemilik salon tempat istriku bekerja. Jadwalkan pertemuan ku dengannya."

"Baik, Tuan." 

Lisa menutup mulut tidak percaya.

"A-apa kau serius?"

"Iya, Nona." Ini Juna yang menjawab. "Setiap yang dikatakan oleh Tuan selalu akan menjadi kenyataan."

Suasana mulai mencekam. Lisa tidak mau terjadi masalah. Kenapa sekarang ingin bekerja saja jadi ribet begini.

"Baiklah, aku akan memakai gaun setiap hari sesuai yang kau inginkan." Lisa memang harus mengalah, dirinya sekarang tidak bisa melawan suami yang berkuasa.

Lisa sudah menikah.

'apa yang harus aku bilang sama mereka saat mereka melihatku keluar dari mobil ini?'

Dan benar saja, Icha--sesama pegawai salon melihat Lisa turun dari mobil mewah dan seketika teriak saat melihat Lisa memaki gaun cantik.

'tuh kan jadi bahan gosip nih pasti'

"Istriku, mau kemana?" Raffa menghentikan Lisa yang sudah ingin menjauh karena melihat orang-orang memperhatikannya.

Raffa tidak keluar mobil, hanya Juna yang keluar membukakan pintu untuk Lisa.

"Kerja."

"Tidak salam dulu?" Lisa menghela nafas, maju sedikit membungkuk ke arah kaca mobil yang terbuka, meminta tangan Raffa untuk dia cium.

"Bukan itu, tapi ini." Lelaki itu menunjuk pipinya.

'what?'

"Tidak mau?" Raffa sudah mulai sedikit kesal.

'bodo lah, itung-itung ini sebuah jackpot cium lelaki tampan di pagi hari. Ralat, suami tampan.'

Mendapat apa yang diinginkan Raffa, lelaki itu tersenyum dan mengusap rambut Lisa yang terburai.

Berjalan gontai, Lisa membayangkan pernikahan mereka yang baru satu hari. Belum apa-apa dirinya sudah sering mendapatkan serangan mendadak. Hati yang tidak bisa diajak kompromi, jantung yang tidak bisa diajak berdebat. Raffa, lelaki itu sukses membuat perasaan Lisa dikocok. Bahagia sih bahagia, tapi...

"Lisa, siapa tadi? Mobil siapa itu?"

"Kamu sudah punya pacar?"

"Kamu habis darimana pakai gaun seperti ini?"

"Kemarin kenapa kamu tidak masuk? Ponsel kamu juga tidak aktif? Apa batere ponselnya kamu jemur lagi?

Rentetan pertanyaan keluar saat Lisa memasuki salon tempatnya bekerja. Icha dan Sasa--dua sahabat terdekat Lisa begitu antusias ingin mendengar jawaban dari gadis itu. Sedangkan Lisa hanya garuk kepala bingung ingin menjelaskan darimana.

"Tadi itu driver ojol."

"Halah, untuk naik taksi aja kamu gak sanggup nah ini kamu naik driver ojol?" Icha menyindir Lisa yang memang itu adalah ... Kenyataan.

Lisa menyeringai, "hehe, aku dapat itu dari kupon undian berhadiah."

"Undian? Apaan?" Sasa menimpali mendengar sesuatu tentang hadiah.

Belum ingin menjawab, untungnya ada suara lain yang tidak kalah heboh.

"Awww, Lisa. Kamu bekerja memakai gaun? Daebak!! Tidak salah lagi ini gaun mahal coy."

'kalian bisa tidak sih jangan terus menanyaiku seperti itu? Aku ingin jujur, tapi takut kalian shock dan pingsan.'

Beruntungnya lagi, ada dua pelanggan masuk. Lisa bernafas lega setidaknya untuk saat ini. Dan Lisa berdoa semoga pelanggan hari ini banyak dam dapat menyibukkan mereka. 

Semua pegawai kembali ke tempat masing-masing. Icha, Sasa dan Lili menatap Lisa intens.

"Kamu masih berhutang penjelasan pada kami, Lisa. Kita tunggu pengakuanmu."

Lisa hanya tersenyum dan menarik nafas. Mereka bertiga ini memang biangnya gosip. Di tempat salon ini hanya mereka yang paling riweuh, walaupun begitu mereka tidak pernah julid satu sama lain. Solidaritas mereka sungguh kuat, dan kepedulian mereka jika melihat salah satu pegawai kesusahan, dengan sigap mereka akan membantu. Pemilik tempat ini, Bu Lia juga walaupun tidak banyak bicara tapi beliau baik. Memperhatikan kesejahteraan para pegawainya. Oleh sebab itu Lisa betah dan nyaman bekerja disini.

Salon Ruby ini orang-orangnya sangat unik. Bayangkan didalam salon ini ada lima nama Lisa. Sangat kebetulan sekali. Icha, Sasa dan Lili adalah nama panggilan mereka agar bu Lia tidak salah memanggil nama mereka. Satu lagi, Lisa BP alias Lisa BlackPink. Tapi Lisa yang itu sudah keluar karena sudah menikah dan disuruh suami untuk tidak bekerja.

Suami? Saat suaminya menyuruh berhenti pun Lisa ngotot ingin tetap bekerja. Dasar istri yang tidak penurut. Tapi bagaimana lagi, keinginannya bekerja sangatlah kuat, jika dia keluar, gadis itu tidak mempunyai cadangan pekerjaan lain. Mencari kerja itu susah, sewaktu-waktu jika dirinya nanti diceraikan oleh Raffa, dia masih punya pekerjaan disini.

Benar sekali, pelanggan hari ini ramai dari biasanya. Jelas ini hari Sabtu, banyak gadis-gadis yang ingin berdandan lama hanya untuk berkencan di malam minggu. Dan kesibukan itu berhasil membuat semua temannya lupa akan dirinya. Sampai waktu pulang pun tiba. Ya, jam empat sore adalah tutupnya salon Ruby. Bu Lia tidak ingin membuka sampai malam dengan alasan keamanan para pegawainya. Baik sekali Bu Lia itu.

"Hei, nunggu siapa?" icha menghampiri Lisa yang duduk di bangku panjang yang ada diluar salon.

'aku nunggu suami tampan.'

"Biasanya juga langsung pulang." Sasa ikut duduk disampingnya. "Ngomong-ngomong itu gaun punya kamu? Untung Bu Lia hari ini tidak datang, kalau dia melihatmu bekerja memakai gaun ini pasti akan dimarahi."

"Mulai sekarang, aku mungkin akan terus memakai gaun ini." berkata dengan suara pelan agar Icha dan Sasa tidak mendengar ucapannya.

Lili yang baru keluar dari salon melihat mobil mewah tadi mendekat ke arah mereka.

"Siapa mereka?"

Juna keluar lebih dulu dan membukakan pintu untuk Raffa. Suami tampan itu keluar dengan gagah dan tersenyum ke arah Lisa. Yang ditatap hanya malu-malu kucing.

"Bukankah itu mobil yang tadi pagi?"

"Istriku." Lisa berdiri saat namanya dipanggil.

"ISTRIKU???" ketiga wanita yang bernama Lisa itu serempak menjawab terkejut. Mata mereka langsung berfokus pada Lisa yang menyeringai.

Raffa mendekat memegang tangan istrinya dan membawa ke dalam pelukannya.

"Kau tidak mengenalkan suami mu pada mereka?" Raffa bertanya lembut seolah mereka adalah sepasang suami istri saling mencintai.

"SUAMI???" Mereka kembali kompak.

Juna hanya diam mematung disisi kiri mobil.

"Kau tidak usah malu. Baiklah, kenalkan saya Raffa, istrinya Lisa." tidak mengulurkan tangan namun hanya tersenyum.

'malu atau senang ya, dikenalkan oleh suami tampan sebagai istrinya. Kirain dia tidak akan mengakui ku sebagai istrinya.'

"Apakah aku boleh membawa Lisa ku pulang?"

Ketiga wanita itu mengangguk.

"Teman-teman aku pulang duluan ya." Lisa melambaikan tangan hendak dirinya akan memasuki mobil.

Melirik sebentar ke arah Icha. Gadis itu berkata dengan mulut gerak-gerak tanpa bersuara seperti mengatakan ... 

"Besok aku jelaskan!" dengan tangan mengatup di dada meminta maaf.

"Kenapa kau menjemputku?"

"Kenapa? Tidak mau?"

"Aku malu sama teman-temanku."

Raffa menarik pinggang Lisa untuk semakin mendekat padanya. "Kau malu mempunyai pangeran tampan sepertiku?"

Lisa memutar bola malas, saat mendengar kesombongan yang di ucapkannya dan itu memang ... Kenyataan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status