"Di Balik Tirai Malam" adalah sebuah cerita misteri psikologis dengan elemen romansa yang kuat, berlatar di sebuah resor mewah di pulau terpencil yang diselimuti kabut hampir sepanjang tahun. Cerita ini mengikuti perjalanan Arden, seorang mantan psikoterapis yang melarikan diri ke pulau ini untuk menghindari masa lalu kelamnya. Di sana, ia bekerja sebagai pelayan malam di resor, menyembunyikan dirinya dari dunia luar. Namun, hidupnya berubah ketika ia bertemu dengan Celeste, seorang wanita misterius yang menyembunyikan rahasia besar. Celeste datang ke pulau dengan niat untuk menemukan seseorang yang menghancurkan hidupnya bertahun-tahun lalu, tanpa mengetahui bahwa orang tersebut adalah Arden. Pertemuan mereka membawa mereka ke dalam hubungan yang penuh gairah, ketegangan, dan pengungkapan emosional, sementara masing-masing berjuang dengan luka batin mereka sendiri. Seiring berjalannya waktu, mereka terjerat dalam permainan psikologis yang kompleks, di mana kepercayaan dan pengkhianatan menjadi satu. Di balik Tirai Malam, sebuah acara rahasia di resor yang mengundang tamu terpilih untuk mengeksplorasi sisi gelap diri mereka, mereka menemukan bahwa kabut yang menyelimuti pulau ini bukan hanya fenomena alam, tetapi metafora dari rahasia, penyesalan, dan perasaan yang terpendam. Di tengah misteri yang mengelilingi resor, kedekatan Arden dan Celeste mengungkapkan lebih dari sekadar percintaan—mereka harus menghadapi kenyataan tentang masa lalu mereka yang bisa menghancurkan mereka berdua. "Di Balik Tirai Malam" adalah sebuah cerita tentang penebusan, gairah yang membara, dan pencarian makna di antara kabut emosional yang mengaburkan kenyataan.
Lihat lebih banyakCahaya putih dari retakan di lantai semakin terang, hampir menyilaukan. Arden mencoba menutupi matanya sambil tetap berdiri tegak. Terasa seperti dunia di bawah mereka perlahan runtuh. Para tamu panik, suara teriakan dan langkah tergesa-gesa bergema di ruangan, tapi Celeste tetap berdiri diam, seolah tidak terpengaruh oleh kekacauan di sekitarnya.“Celeste!” seru Arden, suaranya tajam, mengalahkan gemuruh di ruangan itu. “Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang kau maksud aku adalah kunci?”Celeste menoleh, wajahnya tetap tenang. “Arden, sejak awal, kau bukan hanya pengamat di sini. Kau adalah bagian dari pulau ini, seperti aku dan yang lainnya. Pulau ini mengenalmu. Masa lalumu adalah benih dari apa yang terjadi di sini.”Arden bingung, tapi tidak sempat bertanya lebih jauh ketika tanah di bawah mereka mulai runtuh, membentuk jurang besar yang perlahan menelan para tamu satu per satu. Mereka yang berdiri terlalu dekat dengan retakan jatuh ke dalam kegelapan
Ruangan terasa seperti membeku. Kata-kata Celeste, meskipun terdengar lembut, membawa beban yang membuat udara seolah menjadi lebih berat. Pertanyaan yang baru saja dia ajukan menggantung di udara, tak terjawab, namun menuntut perhatian semua orang di ruangan itu.Arden menatap Celeste, rahangnya mengeras. “Siapa yang paling kutakuti?” gumamnya, mengulang pertanyaan itu. “Aku tidak tahu. Tapi aku rasa kau tahu jawabannya lebih dari siapa pun.”Celeste tidak tersenyum kali ini. Tatapannya serius, bahkan hampir penuh empati, namun tetap memiliki nuansa misteri yang tak bisa diabaikan. “Ketakutan terbesar kita sering kali bukan pada orang lain, Arden,” katanya. “Tapi pada apa yang mereka cerminkan dari diri kita sendiri.”Kata-kata itu membuat Arden terdiam. Dia ingin melawan, ingin menyangkal, tetapi dia tahu Celeste benar. Semua ini bukan hanya tentang orang-orang di ruangan ini—ini tentang dirinya, tentang luka dan rahasia yang dia kubur begitu dalam hingg
Pagi itu, udara di Pulau Aravel terasa lebih dingin dari biasanya. Kabut yang selalu menutupi pulau itu lebih tebal, seolah menambah kesan suram pada suasana. Arden berjalan menyusuri jalan setapak yang berbatu, menuju pantai yang sunyi, tempat di mana ia biasanya mencari ketenangan.Namun, hari ini berbeda. Setiap langkah terasa berat, seolah ada sesuatu yang mengikatnya di tempat ini. Ia merasa seperti berada di dalam perangkap yang tak bisa ia lepaskan. Celeste, wanita misterius dengan tatapan penuh rahasia, terus mengganggu pikirannya. Ada sesuatu yang membuatnya merasa terhubung dengan wanita itu, meskipun mereka baru saja bertemu.Saat mencapai pantai, Arden melihat sosok pria yang familiar—Gabriel. Pria itu berdiri menghadap laut, dengan punggung tegak, seolah menantang angin yang menerpa tubuhnya. Ada ketenangan dalam dirinya yang tak dimiliki banyak orang. Namun, ada sesuatu yang gelap dalam pandangannya hari itu, seolah ada sesuatu yang mengganggu pikiran
Langit di atas Pulau Aravel selalu diselimuti kabut. Kabut yang lebat, pekat, dan dingin, seolah menyelimuti setiap sudut pulau dengan rahasia yang tak terucapkan. Arden berdiri di balkon kamarnya, memandangi dermaga kosong di kejauhan. Di atas permukaan air yang tenang, hanya pantulan lampu-lampu resor mewah itu yang berkedip samar. Di bawahnya, suara pelayan dan tamu-tamu resor terdengar, bercampur dalam gumaman yang sulit dipahami. Namun, Arden tidak tertarik untuk mendengarkan. Dia terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri—tentang alasan mengapa dia memilih tempat ini sebagai pelariannya. "Apa kau akan terus memandangi dermaga itu setiap malam?" Suara rendah, sedikit serak, menyentaknya dari lamunan. Arden menoleh. Di ambang pintu kaca, berdiri Marcus, manajer malam resor. Pria itu selalu mengenakan jas rapi dengan senyuman yang lebih seperti kedok daripada ekspresi ramah. "Aku hanya menikmati ketenangan," jawab Arden
Langit di atas Pulau Aravel selalu diselimuti kabut. Kabut yang lebat, pekat, dan dingin, seolah menyelimuti setiap sudut pulau dengan rahasia yang tak terucapkan. Arden berdiri di balkon kamarnya, memandangi dermaga kosong di kejauhan. Di atas permukaan air yang tenang, hanya pantulan lampu-lampu resor mewah itu yang berkedip samar. Di bawahnya, suara pelayan dan tamu-tamu resor terdengar, bercampur dalam gumaman yang sulit dipahami. Namun, Arden tidak tertarik untuk mendengarkan. Dia terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri—tentang alasan mengapa dia memilih tempat ini sebagai pelariannya. "Apa kau akan terus memandangi dermaga itu setiap malam?" Suara rendah, sedikit serak, menyentaknya dari lamunan. Arden menoleh. Di ambang pintu kaca, berdiri Marcus, manajer malam resor. Pria itu selalu mengenakan jas rapi dengan senyuman yang lebih seperti kedok daripada ekspresi ramah. "Aku hanya menikmati ketenangan," jawab Arden...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen