Dark Secret 2 [Mentari]

Dark Secret 2 [Mentari]

last updateLast Updated : 2021-06-10
By:  PRINCESSACompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
3 ratings. 3 reviews
27Chapters
3.5Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

Mentari kira, setelah melalui banyaknya rintangan dalam kisah percintaan di masalalu, kemudian patah hati, maka kebahagiaan akan segera menghampiri. Mentari salah. Semua yang terjadi di hidupnya seolah sebuah drama sedih yang tak berkesudahan. Jika sebelumnya batal menikah, lalu lukanya sembuh karena pria bernama Bian, maka kali ini Mentari kembali terluka karena pria yang sama. Hingga tragedi menakutkan itu terjadi dan membuat Bian murka, Mentari tidak bisa lagi lepas dari jeratan pria duda tersebut. Apakah Mentari bisa kembali sembuh bersama Bian seperti sebelumnya? Atau malah semakin memperparah lukanya?

View More

Chapter 1

Pantai dan Permintaan Pulang

Mentari melamun, tatapannya lurus ke hamparan ombak laut di depan sana. Entah sudah berapa lama wanita itu duduk diam menikmati angina yang menerpa tubuhnya. Mentari hanya menikmati apa yang dia rasakan saat ini. Tenang, damai dan menyedihkan.

Mentari menatap beberapa orang yang bermain di tepi pantai. Semuanya tampak senang dan tertawa lepas. Semuanya tampak menikmati waktu yang terus bergulir tanpa memikirkan senja yang sebentar lagi tiba. Mentari iri. Mentari juga ingin seperti mereka. Bersama, tertawa, saling menggoda dan tentunya saling melindungi.

Helaan napas yang terasa berat, bisa menjadi tanda betapa Mentari tersiksa. Hanya saja, wanita itu pintar menyembunyikannya. Mentari lebih suka bersedih sendiri. Untuk apa mengatakan perasaannya pada orang yang bahkan belum tentu mau mengerti apa yang ia rasakan.

Tatapan mata Mentari menyisir area pantai. Kenangan itu, kenapa begitu menyakitkan? Cinta memang tidak ada yang abadi. Kecuali cinta Sang Pencipta kepada hamba-Nya. Bahkan ketika sang hamba sudah berlumur dosa, Sang Pencipta tidak pernah meninggalkannya.

Mentari tersenyum tipis. Garis hidupnya sungguh miris. Ditinggal sang kekasih bukanlah hal yang Mentari tangisi berhari-hari. Tapi kali ini, Mentari benar-benar merasa hidupnya diambang kematian.

“Kakak cantik, mau ikut main gak?”

Mentari mendongak dan menemukan seorang bocah laki-laki berdiri di dekatnya. Tampan. Itulah yang Mentari nilai untuk pertama kalinya. Senyuman bocah itu juga manis dan lembut. Mentari suka. Tapi, seolah menyadari sesuatu, Mentari menggeleng. Tidak. Mentari tidak boleh mengatakan suka dengan mudah. Mentari harus merubah sifatnya yang satu itu.

“Main apa?” tanya Mentari membalas senyuman bocah tersebut.

“Itu,” Tangan mungilnya menunjuk sebuah istana dari pasir yang tampak cantik. “Kakak cantik mau jadi princess nya? Karena kami cuma punya pangeran,” lanjutnya.

Mentari mengernyit bingung. Princess? Dirinya? Bagaimana bisa? Mentari tertawa dan menggeleng geli. Matanya melirik istana pasir tersebut, lalu beralih pada sekumpulan anak-anak seusia bocah laki-laki itu yang tengah memandanginya.

“Kalian gak punya teman perempuan?” tanya Mentari penasaran.

“Punya. Tapi dia cengeng. Itu,” Jari bocah itu kembali menunjuk kea rah lain. Mentari refleks mengikuti arah tunjuknya dan pandangannya terpaku lama pada sosok bocah perempuan yang sedang menangis di atas pangkuan seorang pria.

“Dia ceneng. Kami cuma bilang dia kurang cantik jadi princess, tapi dia nangis dan ngadu ke papanya,” ungkap bocah laki-laki yang tidak Mentari tahu siapa namanya.

Mentari masih setia menatap ke arah bocah perempuan dan seorang pria tersebut. Senyum Mentari berganti wajah sedih. Andai, andai dulu dia memberikan harta berharganya, apakah tunangannya saat itu tidak akan berselingkuh? Lalu lihatlah, sang mantan sudah bahagia dengan keluarga kecilnya.

“Kami juga bilang, kalau princess harus punya ibu. Dia gak punya ibu, jadi gak bisa jadi princess,” Bocah itu terus saja menjelaskan sesuatu yang tidak didengar oleh Mentari. Mentari sedang mengingat hal menyakitkan yang membuatnya menjauhi yang namanya pria.

“Kita…, udahan aja. Aku gak bisa lanjutin ini, Tar. Aku…,”

“Oke, gak papa.” Hanya itu yang bisa Mentari katakana saat dia dicampakkan oleh pria yang lebih memilih selingkuhannya.

“Kak!”

Mentari terlonjak dan menatap bingung bocah laki-laki di dekatnya.

“Kalian main aja, Kakak harus pergi. Bawa dia main. Laki-laki gak boleh jahat sama perempuan. Apalagi sampai dibikin nangis,” ujar Mentari sambil mengusap kepala bocah itu.

Mentari jadi merindukan keponakan-keponakannya.

***

Setiap malam, hal yang dilakukan Mentari selalu sama, berbaring dengan pipi basah karena air mata. Entah kenapa, semuanya sulit Mentari lupakan. Padahal ini sudah hampir satu tahun. Tapi luka menyakitkan itu masih saja terasa jelas di hatinya.

Dering ponsel Mentari membuatnya menyeka pipinya yang basah dan segera mengulurkan tangan untuk meraih benda pipih di atas nakas.

Senyum Mentari langsung merekah indah. Dengan perasaan yang menghangat, Mentari menjawab panggilan tersebut. Wajah tampan seorang pria langsung menghiasi layar ponselnya.

"Ganggu, ya?" tanyanya.

Mentari menggeleng. "Anak-anak mana?"

Tak lama setelah Mentari bertanya, seorang gadis cantik mengambil alih ponsel milik sang pria. "Mami!" serunya sambil tersenyum lebar.

"Halo, Princess," sapa Mentari dengan senyuman lembut.

"Kangen!"

"Mami juga. Kakak kenapa belum tidur?"

"Tadi udah mau tidur, tapi diganggu sama si tuyul," rutuknya dengan ekspresi yang seketika berubah kesal.

Mentari tertawa. "Diapain lagi sama adek?"

"Masa dia duduk di perut Kakak gak mau turun. Kakak dorong, dia teriak marah, Kakak marahin balik, dia nangis, ngadu ke Ayah, dan.... Mami pasti tahu kelanjutannya," adu gadis 8 tahun tersebut.

Mentari mengangguk dengan tawa geli di bibirnya, "Kakak kena omel sama Ayah," lanjut Mentari.

"Iya! Mana itu tuyul pake melet-melet lidah pula pas keluar kamar. Kan, ngeselin! Makanya Kakak suruh Ayah telpon Mami ini, temenin bobo," ujarnya manja.

"Oke, ayo tidur, Kakak mau dinyanyiin apa?" tanya Mentari.

Gadis bernama Yosi itu menggeleng. "Gak mau nyanyi. Kakak mau cerita aja. Tapi tunggu dulu," Yosi tampak menoleh ke samping dan berbicara pada seseorang di sana.

"Ayah keluar aja, hapenya sama Kakak dulu. Mau tidur sama Mami," katanya.

Mentari diam mendengarkan, hingga suara pria itu juga terdengar menyahut. "Yaudah, Ayah balik ke kamar dulu. Jangan begadang. Dan habis telponan sama Mami langsung taruh hapenya di atas meja. Paham?"

Yosi mengangguk patuh. Mentari tersenyum melihatnya. Lalu, wajah pria yang Yosi panggil ayah, tampak mengintip sedikit. "Kamu juga jaga kesehatan, itu kantung mata udah kayak panda," ujarnya sebelum berlalu.

"Ayah nyebelin, ya, kan?" bisik Yosi pada Mentari.

Mentari tertawa dan mengangguk. "Ayo, mau cerita apa? Mami gak mau dengar cinta-cintaan, ya, Kak."

Yosi mendadak lemas. "Siapa juga mau cerita cinta-cintaan. Kakak tuh, ya, Mi, mau bilang, kalau besok, Nenek ulang tahun. Mami gak pulang?"

Mentari mengerjap. Benarkah? Kenapa dia bisa lupa?

"Besok, ya? Bukannya Minggu depan?"

Yosi mencebikkan bibir. "Pasti Mami lupa. Nenek selalu bilang, 'rumah sepi, ya, Kak, gak ada Mami,' wajahnya sedih banget. Kakak jadi ikutan sedih. Mami gak kangen sama kami?"

Mentari menahan perih di matanya. Jelas saja di merindukan semua hal di sana. Tapi....

"Mami..., harus pulang. Harus. Mami janji perginya gak lama. Tapi ini udah lama banget. Kakak gak ada lagi teman bobonya," Suara Yosi jelas bergetar menahan tangis. Matanya pun sudah berkaca-kaca.

"Sayang, maafin Mami, ya, Mami gak maksud bohong. Mami cuma-"

"Ayah bilang, Mami lagi sakit, makanya pergi dulu, buat sembuh. Tapi lama. Nenek juga bilang, apa Mami bakal pulang pas Nenek udah gak ada?"

Hati Mentari seperti ditikam ribuan pedang. Bukan itu maksud kepergian Mentari. Dia hanya ingin benar-benar sembuh dari lukanya sebelum kembali melanjutkan hidup dengan keluarganya di sana.

"Pulang, ya, kalau Mami sayang sama kami, Mami harus pulang. Kalau Mami gak pulang besok, Kakak gak mau ketemu Mami lagi." Panggilan telepon langsung terputus begitu saja. Mentari termangu. Haruskah dia pulang besok?

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
linda Sisy
kereennnnnnnnnnnnnnn
2022-09-18 08:48:15
0
default avatar
euphorialiterature
Hi Princessa, lucu ceritanya. Ditunggu karya lainnya.
2022-02-26 12:39:17
0
user avatar
Wina Widianti
Cerita duda bucin yang ga kalah serunya sama cerita jingan series lainnya. Pokoknya momi paling the best deh.
2021-06-28 08:23:18
0
27 Chapters
Pantai dan Permintaan Pulang
Mentari melamun, tatapannya lurus ke hamparan ombak laut di depan sana. Entah sudah berapa lama wanita itu duduk diam menikmati angina yang menerpa tubuhnya. Mentari hanya menikmati apa yang dia rasakan saat ini. Tenang, damai dan menyedihkan.Mentari menatap beberapa orang yang bermain di tepi pantai. Semuanya tampak senang dan tertawa lepas. Semuanya tampak menikmati waktu yang terus bergulir tanpa memikirkan senja yang sebentar lagi tiba. Mentari iri. Mentari juga ingin seperti mereka. Bersama, tertawa, saling menggoda dan tentunya saling melindungi.Helaan napas yang terasa berat, bisa menjadi tanda betapa Mentari tersiksa. Hanya saja, wanita itu pintar menyembunyikannya. Mentari lebih suka bersedih sendiri. Untuk apa mengatakan perasaannya pada orang yang bahkan belum tentu mau mengerti apa yang ia rasakan.Tatapan mata Mentari menyisir area pantai. Kenangan itu, kenapa begitu menyakitkan? Cinta memang tidak ada yang abadi. Kecuali cinta Sang Pencipta kepad
last updateLast Updated : 2021-05-19
Read more
Rumah Ini dan Kesiapan Mentari
Langkah kaki Mentari terasa begitu berat memasuki rumah besar dan mewah yang dulu ia tinggalkan. Banyak kisah di sini. Banyak kenangan juga. Dan, sumber luka Mentari juga berasal dari sini. Tidak ada yang berubah secara signifikan. Semuanya masih sama. Terawat."Mami!"Mentari menoleh cepat. Matanya menatap gadis yang semalam menyadarkannya betapa pentingnya arti sebuah keluarga. Mentari juga menyadari betap
last updateLast Updated : 2021-05-19
Read more
Berantem dan Bualan Kosong
Mentari duduk bersandar di kepala ranjang. Kakinya ia tekuk dan ia peluk. Ketukan di pintu kamarnya membuat Mentari menenggelamkan kepala di antara lututnya. Dia tidak ingin bertemu dengan Bian untuk saat ini. Lagipula, kenapa Bian ada di sini? Senja bilang pria itu masih ada pekerjaan di Malaysia dan akan kembali Minggu depan."Apa aku pergi sekarang aja?" Mentari menggumam pelan.Rencananya memang akan tetap tinggal di sini selama Bian belum kembali. Lalu nanti, Mentari akan mencari rumah untuknya sendiri, at
last updateLast Updated : 2021-05-19
Read more
Air Mata dan Mantan Kekasih
Bian membeku mendengar ucapan Mentari. Tidak. Wanita itu pasti membual. Mentari tidak mungkin..."Aku membunuhnya. A-aku..." Mentari tidak dapat melanjutkan kata-katanya ketika dia ingat bahwa dulu, dia pernah melakukan kesalahan sehingga janin kecil tak berdosa itu pergi."Kamu... Bohong," Bian tidak percaya."Di mana anak itu, Mentari?! Di mana an
last updateLast Updated : 2021-05-19
Read more
Racauan Mentari dan Balasan Bian
Usai makan malam, yang mana masih saja memberikan bekas goresan luka di hati Mentari, wanita itu tetap terlihat baik-baik saja di depan Bian. Bahkan, ketika Bian bilang ingin mampir sebentar ke apartemennya untuk mengecek beberapa pekerjaannya sebelum besok ada rapat penting dengan dewan direksi luar negeri, Mentari menurut saja.Keduanya masuk ke unit apartemen mewah milik Bian. Bian berlalu ke dalam kamar dan keluar setelah tiga puluh menit berakhir. Pria itu berjalan ke arah ruang tamu di mana tadi ia meninggalkan Mentari.
last updateLast Updated : 2021-05-19
Read more
Tangisan Mentari dan Penyesalan Bian
"Cuma sampai di situ aku berhasil mengingatnya saat sadar. Aku gak mimpi, Senja. Malam itu, nyata." Mentari menggertakkan giginya. Terlalu mabuk sampai tidak sadar sedang bercinta secara nyata dengan pria yang ia mimpikan di saat yang bersamaan."Dan aku udah gak pernah lihat Bian lagi setelah bangun di pagi itu. Dia pergi. Ninggalin aku. Jauhin aku," isak Mentari menyudahi caritanya kepada Senja.Senja meme
last updateLast Updated : 2021-05-19
Read more
Kondisi Mentari dan Pergi
Telinga Bian yang tajam saat mendengar nama Mentari disebutkan membuat pria itu langsung beranjak dan berlari keluar ruang kerja Genta. Bian memasuki kamar Mentari, sudah ada Hasna di dalam sana sambil menepuk pelan pipi wanita itu."Mentari kenapa?" Bian bertanya dengan nada khawatir serta panik.Hasna menggeleng sebagai jawaban. Dia tidak tahu apa yang terjadi sehingga wanita itu tak sadarkan diri seperti
last updateLast Updated : 2021-05-19
Read more
Kegaduhan dan Wanita Jahat
Mentari terbangun dengan ringisan kecil keluar dari bibirnya. Hasna yang saat itu sedang meletakkan nampan di atas nakas seketika menoleh dan membantu Mentari untuk duduk bersandar di kepala ranjang."Pusing?" tanyanya.Mentari perlahan membuka mata dan dahinya berkerut memperhatikan sekeliling. "Iya. Aku kenapa, Bu?"
last updateLast Updated : 2021-05-19
Read more
Hilang dan Sebuah Kebohongan
Sore harinya di kediaman Senja dan Genta, sebuah mobil mewah berhenti di depan perkarang rumah tersebut. Setelah memperlihatkan identitas si pengemudi, barulah gerbang yang menjulang tinggi itu dibuka, lalu mobil dipersilakan masuk.Mentari yang duduk di taman depan rumah menemani kedua keponakannya bermain seketika menoleh. Mentari tidak asing dengan mobil yang baru saja berhenti di depan rumah kembarannya.
last updateLast Updated : 2021-05-19
Read more
Ingatan Menakutkan dan Trauma Fisik
Ketika tiba di Jakarta, Bian mendapat telepon dari sekretarisnya, Daisy. Wanita itu berkata kalau klien yang ingin menjalin kerja sama dengan perusahaan mereka menginginkan bertemu besok di lokasi yang menjadi target proyek.Bian mengusap kasar wajahnya. Selalu saja ada hambatan jika ini menyangkut Mentari. Sepertinya Tuhan tidak ingin Bian bertemu dengan wanita itu dalam waktu dekat."Baik, siapkan keperlua
last updateLast Updated : 2021-05-19
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status