Beranda / Romansa / Dark Secret 2 [Mentari] / Pantai dan Permintaan Pulang

Share

Dark Secret 2 [Mentari]
Dark Secret 2 [Mentari]
Penulis: PRINCESSA

Pantai dan Permintaan Pulang

Penulis: PRINCESSA
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-19 12:59:19

Mentari melamun, tatapannya lurus ke hamparan ombak laut di depan sana. Entah sudah berapa lama wanita itu duduk diam menikmati angina yang menerpa tubuhnya. Mentari hanya menikmati apa yang dia rasakan saat ini. Tenang, damai dan menyedihkan.

Mentari menatap beberapa orang yang bermain di tepi pantai. Semuanya tampak senang dan tertawa lepas. Semuanya tampak menikmati waktu yang terus bergulir tanpa memikirkan senja yang sebentar lagi tiba. Mentari iri. Mentari juga ingin seperti mereka. Bersama, tertawa, saling menggoda dan tentunya saling melindungi.

Helaan napas yang terasa berat, bisa menjadi tanda betapa Mentari tersiksa. Hanya saja, wanita itu pintar menyembunyikannya. Mentari lebih suka bersedih sendiri. Untuk apa mengatakan perasaannya pada orang yang bahkan belum tentu mau mengerti apa yang ia rasakan.

Tatapan mata Mentari menyisir area pantai. Kenangan itu, kenapa begitu menyakitkan? Cinta memang tidak ada yang abadi. Kecuali cinta Sang Pencipta kepada hamba-Nya. Bahkan ketika sang hamba sudah berlumur dosa, Sang Pencipta tidak pernah meninggalkannya.

Mentari tersenyum tipis. Garis hidupnya sungguh miris. Ditinggal sang kekasih bukanlah hal yang Mentari tangisi berhari-hari. Tapi kali ini, Mentari benar-benar merasa hidupnya diambang kematian.

“Kakak cantik, mau ikut main gak?”

Mentari mendongak dan menemukan seorang bocah laki-laki berdiri di dekatnya. Tampan. Itulah yang Mentari nilai untuk pertama kalinya. Senyuman bocah itu juga manis dan lembut. Mentari suka. Tapi, seolah menyadari sesuatu, Mentari menggeleng. Tidak. Mentari tidak boleh mengatakan suka dengan mudah. Mentari harus merubah sifatnya yang satu itu.

“Main apa?” tanya Mentari membalas senyuman bocah tersebut.

“Itu,” Tangan mungilnya menunjuk sebuah istana dari pasir yang tampak cantik. “Kakak cantik mau jadi princess nya? Karena kami cuma punya pangeran,” lanjutnya.

Mentari mengernyit bingung. Princess? Dirinya? Bagaimana bisa? Mentari tertawa dan menggeleng geli. Matanya melirik istana pasir tersebut, lalu beralih pada sekumpulan anak-anak seusia bocah laki-laki itu yang tengah memandanginya.

“Kalian gak punya teman perempuan?” tanya Mentari penasaran.

“Punya. Tapi dia cengeng. Itu,” Jari bocah itu kembali menunjuk kea rah lain. Mentari refleks mengikuti arah tunjuknya dan pandangannya terpaku lama pada sosok bocah perempuan yang sedang menangis di atas pangkuan seorang pria.

“Dia ceneng. Kami cuma bilang dia kurang cantik jadi princess, tapi dia nangis dan ngadu ke papanya,” ungkap bocah laki-laki yang tidak Mentari tahu siapa namanya.

Mentari masih setia menatap ke arah bocah perempuan dan seorang pria tersebut. Senyum Mentari berganti wajah sedih. Andai, andai dulu dia memberikan harta berharganya, apakah tunangannya saat itu tidak akan berselingkuh? Lalu lihatlah, sang mantan sudah bahagia dengan keluarga kecilnya.

“Kami juga bilang, kalau princess harus punya ibu. Dia gak punya ibu, jadi gak bisa jadi princess,” Bocah itu terus saja menjelaskan sesuatu yang tidak didengar oleh Mentari. Mentari sedang mengingat hal menyakitkan yang membuatnya menjauhi yang namanya pria.

“Kita…, udahan aja. Aku gak bisa lanjutin ini, Tar. Aku…,”

“Oke, gak papa.” Hanya itu yang bisa Mentari katakana saat dia dicampakkan oleh pria yang lebih memilih selingkuhannya.

“Kak!”

Mentari terlonjak dan menatap bingung bocah laki-laki di dekatnya.

“Kalian main aja, Kakak harus pergi. Bawa dia main. Laki-laki gak boleh jahat sama perempuan. Apalagi sampai dibikin nangis,” ujar Mentari sambil mengusap kepala bocah itu.

Mentari jadi merindukan keponakan-keponakannya.

***

Setiap malam, hal yang dilakukan Mentari selalu sama, berbaring dengan pipi basah karena air mata. Entah kenapa, semuanya sulit Mentari lupakan. Padahal ini sudah hampir satu tahun. Tapi luka menyakitkan itu masih saja terasa jelas di hatinya.

Dering ponsel Mentari membuatnya menyeka pipinya yang basah dan segera mengulurkan tangan untuk meraih benda pipih di atas nakas.

Senyum Mentari langsung merekah indah. Dengan perasaan yang menghangat, Mentari menjawab panggilan tersebut. Wajah tampan seorang pria langsung menghiasi layar ponselnya.

"Ganggu, ya?" tanyanya.

Mentari menggeleng. "Anak-anak mana?"

Tak lama setelah Mentari bertanya, seorang gadis cantik mengambil alih ponsel milik sang pria. "Mami!" serunya sambil tersenyum lebar.

"Halo, Princess," sapa Mentari dengan senyuman lembut.

"Kangen!"

"Mami juga. Kakak kenapa belum tidur?"

"Tadi udah mau tidur, tapi diganggu sama si tuyul," rutuknya dengan ekspresi yang seketika berubah kesal.

Mentari tertawa. "Diapain lagi sama adek?"

"Masa dia duduk di perut Kakak gak mau turun. Kakak dorong, dia teriak marah, Kakak marahin balik, dia nangis, ngadu ke Ayah, dan.... Mami pasti tahu kelanjutannya," adu gadis 8 tahun tersebut.

Mentari mengangguk dengan tawa geli di bibirnya, "Kakak kena omel sama Ayah," lanjut Mentari.

"Iya! Mana itu tuyul pake melet-melet lidah pula pas keluar kamar. Kan, ngeselin! Makanya Kakak suruh Ayah telpon Mami ini, temenin bobo," ujarnya manja.

"Oke, ayo tidur, Kakak mau dinyanyiin apa?" tanya Mentari.

Gadis bernama Yosi itu menggeleng. "Gak mau nyanyi. Kakak mau cerita aja. Tapi tunggu dulu," Yosi tampak menoleh ke samping dan berbicara pada seseorang di sana.

"Ayah keluar aja, hapenya sama Kakak dulu. Mau tidur sama Mami," katanya.

Mentari diam mendengarkan, hingga suara pria itu juga terdengar menyahut. "Yaudah, Ayah balik ke kamar dulu. Jangan begadang. Dan habis telponan sama Mami langsung taruh hapenya di atas meja. Paham?"

Yosi mengangguk patuh. Mentari tersenyum melihatnya. Lalu, wajah pria yang Yosi panggil ayah, tampak mengintip sedikit. "Kamu juga jaga kesehatan, itu kantung mata udah kayak panda," ujarnya sebelum berlalu.

"Ayah nyebelin, ya, kan?" bisik Yosi pada Mentari.

Mentari tertawa dan mengangguk. "Ayo, mau cerita apa? Mami gak mau dengar cinta-cintaan, ya, Kak."

Yosi mendadak lemas. "Siapa juga mau cerita cinta-cintaan. Kakak tuh, ya, Mi, mau bilang, kalau besok, Nenek ulang tahun. Mami gak pulang?"

Mentari mengerjap. Benarkah? Kenapa dia bisa lupa?

"Besok, ya? Bukannya Minggu depan?"

Yosi mencebikkan bibir. "Pasti Mami lupa. Nenek selalu bilang, 'rumah sepi, ya, Kak, gak ada Mami,' wajahnya sedih banget. Kakak jadi ikutan sedih. Mami gak kangen sama kami?"

Mentari menahan perih di matanya. Jelas saja di merindukan semua hal di sana. Tapi....

"Mami..., harus pulang. Harus. Mami janji perginya gak lama. Tapi ini udah lama banget. Kakak gak ada lagi teman bobonya," Suara Yosi jelas bergetar menahan tangis. Matanya pun sudah berkaca-kaca.

"Sayang, maafin Mami, ya, Mami gak maksud bohong. Mami cuma-"

"Ayah bilang, Mami lagi sakit, makanya pergi dulu, buat sembuh. Tapi lama. Nenek juga bilang, apa Mami bakal pulang pas Nenek udah gak ada?"

Hati Mentari seperti ditikam ribuan pedang. Bukan itu maksud kepergian Mentari. Dia hanya ingin benar-benar sembuh dari lukanya sebelum kembali melanjutkan hidup dengan keluarganya di sana.

"Pulang, ya, kalau Mami sayang sama kami, Mami harus pulang. Kalau Mami gak pulang besok, Kakak gak mau ketemu Mami lagi." Panggilan telepon langsung terputus begitu saja. Mentari termangu. Haruskah dia pulang besok?

Bab terkait

  • Dark Secret 2 [Mentari]   Rumah Ini dan Kesiapan Mentari

    Langkah kaki Mentari terasa begitu berat memasuki rumah besar dan mewah yang dulu ia tinggalkan. Banyak kisah di sini. Banyak kenangan juga. Dan, sumber luka Mentari juga berasal dari sini. Tidak ada yang berubah secara signifikan. Semuanya masih sama. Terawat."Mami!"Mentari menoleh cepat. Matanya menatap gadis yang semalam menyadarkannya betapa pentingnya arti sebuah keluarga. Mentari juga menyadari betap

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-19
  • Dark Secret 2 [Mentari]   Berantem dan Bualan Kosong

    Mentari duduk bersandar di kepala ranjang. Kakinya ia tekuk dan ia peluk. Ketukan di pintu kamarnya membuat Mentari menenggelamkan kepala di antara lututnya. Dia tidak ingin bertemu dengan Bian untuk saat ini. Lagipula, kenapa Bian ada di sini? Senja bilang pria itu masih ada pekerjaan di Malaysia dan akan kembali Minggu depan."Apa aku pergi sekarang aja?" Mentari menggumam pelan.Rencananya memang akan tetap tinggal di sini selama Bian belum kembali. Lalu nanti, Mentari akan mencari rumah untuknya sendiri, at

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-19
  • Dark Secret 2 [Mentari]   Air Mata dan Mantan Kekasih

    Bian membeku mendengar ucapan Mentari. Tidak. Wanita itu pasti membual. Mentari tidak mungkin..."Aku membunuhnya. A-aku..." Mentari tidak dapat melanjutkan kata-katanya ketika dia ingat bahwa dulu, dia pernah melakukan kesalahan sehingga janin kecil tak berdosa itu pergi."Kamu... Bohong," Bian tidak percaya."Di mana anak itu, Mentari?! Di mana an

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-19
  • Dark Secret 2 [Mentari]   Racauan Mentari dan Balasan Bian

    Usai makan malam, yang mana masih saja memberikan bekas goresan luka di hati Mentari, wanita itu tetap terlihat baik-baik saja di depan Bian. Bahkan, ketika Bian bilang ingin mampir sebentar ke apartemennya untuk mengecek beberapa pekerjaannya sebelum besok ada rapat penting dengan dewan direksi luar negeri, Mentari menurut saja.Keduanya masuk ke unit apartemen mewah milik Bian. Bian berlalu ke dalam kamar dan keluar setelah tiga puluh menit berakhir. Pria itu berjalan ke arah ruang tamu di mana tadi ia meninggalkan Mentari.

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-19
  • Dark Secret 2 [Mentari]   Tangisan Mentari dan Penyesalan Bian

    "Cuma sampai di situ aku berhasil mengingatnya saat sadar. Aku gak mimpi, Senja. Malam itu, nyata." Mentari menggertakkan giginya. Terlalu mabuk sampai tidak sadar sedang bercinta secara nyata dengan pria yang ia mimpikan di saat yang bersamaan."Dan aku udah gak pernah lihat Bian lagi setelah bangun di pagi itu. Dia pergi. Ninggalin aku. Jauhin aku," isak Mentari menyudahi caritanya kepada Senja.Senja meme

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-19
  • Dark Secret 2 [Mentari]   Kondisi Mentari dan Pergi

    Telinga Bian yang tajam saat mendengar nama Mentari disebutkan membuat pria itu langsung beranjak dan berlari keluar ruang kerja Genta. Bian memasuki kamar Mentari, sudah ada Hasna di dalam sana sambil menepuk pelan pipi wanita itu."Mentari kenapa?" Bian bertanya dengan nada khawatir serta panik.Hasna menggeleng sebagai jawaban. Dia tidak tahu apa yang terjadi sehingga wanita itu tak sadarkan diri seperti

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-19
  • Dark Secret 2 [Mentari]   Kegaduhan dan Wanita Jahat

    Mentari terbangun dengan ringisan kecil keluar dari bibirnya. Hasna yang saat itu sedang meletakkan nampan di atas nakas seketika menoleh dan membantu Mentari untuk duduk bersandar di kepala ranjang."Pusing?" tanyanya.Mentari perlahan membuka mata dan dahinya berkerut memperhatikan sekeliling. "Iya. Aku kenapa, Bu?"

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-19
  • Dark Secret 2 [Mentari]   Hilang dan Sebuah Kebohongan

    Sore harinya di kediaman Senja dan Genta, sebuah mobil mewah berhenti di depan perkarang rumah tersebut. Setelah memperlihatkan identitas si pengemudi, barulah gerbang yang menjulang tinggi itu dibuka, lalu mobil dipersilakan masuk.Mentari yang duduk di taman depan rumah menemani kedua keponakannya bermain seketika menoleh. Mentari tidak asing dengan mobil yang baru saja berhenti di depan rumah kembarannya.

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-19

Bab terbaru

  • Dark Secret 2 [Mentari]   Ketagihan - Bonus

    "Good morning,My Sunshine," Bian memberikan kecupan-kecupan ringan di pipi Mentari yang baru saja membuka mata. Mentari tersenyum secerah sinar matahari pagi ini. "Nyenyak banget," gumamnya dengan perasaan bahagia. Ini tidur pertama yang sangat Mentari nikmati setelah enam bulan menikah dengan Bian. Mentari merasa benar-benar menjadi wanita utuh kali ini. Bian sudah menanam sahamnya dan itu membuat Mentari bisa bernapas lega.

  • Dark Secret 2 [Mentari]   Program Masa Depan - Bonus

    "Bi," Bian menatap Mentari dengan pandangan bertanya. Pria itu mengusap pipi istrinya dengan lembut. Posisi mereka saat ini sama-sama berbaring menyamping. Menatap kebahagiaan dari wajah masing-masing. "Udah enam bulan. Aku udah sembuh. Kamu..." Bian tersenyum lembut dan mendekatkan wajahnya untuk bisa menyentuh ujung hidung Mentari dengan ujung

  • Dark Secret 2 [Mentari]   Rencana Berdua - Bonus

    Enam bulan berlalu. "Ya... Ya..." Mentari menunduk dan tersenyum. Seorang bayi gembul berusia 5 bulan sedang menatap pada seorang pria dengan mata bulatnya yang jernih. "Dadah Ayah..." Mentari melambaikan tangan si bocah pada pria di depan mereka.

  • Dark Secret 2 [Mentari]   Kedatangan - Bonus

    “Ay, maaf, ya. Aku belum bisa ajak kamu honeymoon atau ke mana pun dalam keadaan kayak gini,”bisik Bian dengan nada bersalah kepada wanita yang kini sudah resmi menjadi istrinya. “Gak apa-apa. Aku bareng sama kamu kayak gini aja udah senang, Bi, aku gak butuh yang lain untuk saat ini,”balas Mentari. Hari sudah malam. Acara akad diselenggarakan pada pagi menjelang siang tadi. Kini anggota keluarga yang lain sudah pergi dan meninggalkan Bian serta Mentari berduaan. “Siapa?” Pintu ruangan yang diketuk, lalu terbuka membuat Bian serta Mentari menoleh bersamaan. Saat Bian bertanya, tidak ada suara. Ternyata… “Mama,” Mentari mengurai pelukannya pada tubuh sang suami. Wanita itu menegakkan tubuhnya saat orang yang ia panggil ‘mama’itu mendekat. Raut wajahnya pias dan penuh penyesalan. “Ay, selamat,”ujarnya. Mentari berdiri dan menerima uluran tangan ibunya. Mentari menyayangi kedua orangtua angkatnya seperti orangtua kandung.

  • Dark Secret 2 [Mentari]   Akad Nikah - Bonus

    Hitungan jam menuju hari yang ditunggu oleh Mentari dan Bian. Meski keadaan Bian masih dalam tahap pemulihan, tapi hal tersebut tidak menyurutkan niat dan semangatnya untuk mempersunting wanita pujaannya. “Kenapa?”tanya Bian saat Mentari mendongak. Wanita itu tengah berbaring di sofa dengan paha Bian sebagai alasnya. “Aku… mau ikut konsultasi. Aku… mau sembuh, Bi.” Bian tahu ke mana arah pembicaraan mereka kali ini. Senyum lembut yang Bian berikan membuat Mentari sedikit tenang. Elusan telapak tangan Bian di rambutnya bisa Mentari rasakan penuh dengan perasaan sayang. “Apa pun keputusan kamu, aku akan selalu dukung. Apalagi itu untuk kebaikan kamu, Ay,”balas Bian. Mentari menarik napas sebelum membuangnya secara perlahan. Mentari berharap traumanya akan benar-benar sembuh total dan ia bisa hidup dengan tenang Bersama Bian tanpa dibayang-bayang masalalu menakutkan. “Kapan mau mulai konsultasi?”tanya Bian. Ibu jarinya mengusap kening Men

  • Dark Secret 2 [Mentari]   Happy Ending

    Kini urusan Kania dan Bian sudah selesai. Tidak ada yang perlu mereka khawatirkan lagi. Kania tidak menginginkan Bian lagi. Kania sadar, tidak ada hal baik yang akan terjadi jika ia memaksakan keinginan konyolnya.Kania berbalik dan melangkah menuju pintu di mana Mentari masih terdiam bisu. Kania berhenti sejenak dan tersenyum sambil mengangguk kecil pada Mentari sebelum benar-benar pergi dari sana."Sini,"

  • Dark Secret 2 [Mentari]   Kania

    Bian tengah menunggu Mentari yang katanya ingin membeli camilan di supermarket sebelah rumah sakit. Sementara Hasna, Genta dan Nisa sudah kembali ke Bali untuk menjemput Senja. Kembaran Mentari itu bersikeras ingin hadir di pernikahan Bian dan Mentari, padahal ia tengah hamil besar saat ini.Pintu kamar inap yang terbuka membuat senyum Bian mengembang. Namun, saat bukan Mentari yang masuk, senyumnya langsung hilang begitu saja. Apalagi sosok di depannya sana bukan lah orang yang ingin ia lihat.

  • Dark Secret 2 [Mentari]   Sebuah Akhir

    Hasna memeluk Mentari dengan erat. Tangisnya kembali pecah ketika wanita itu bertanya ke mana saja calon menantunya tersebut selama seminggu ini. Hasna tidak menyangka kalau orangtua Mentari menghukum Bian seperti ini.Menjauhkan Bian dari Mentari sama saja membunuh putranya itu secara perlahan dengan pasti."Maafin aku, Bu," bisik Mentari dengan suara parau.Hasna menggeleng. Keduanya mengurai pelukan dan jemari tua Hasna mengelus pipi basah Mentari."Jangan pergi lagi, ya, Nak. Jangan tinggalin Bian," mohonnya.Mentari semakin terisak. Kepalanya menggeleng dengan kuat. "Aku gak akan ninggalin Bian, Bu, aku gak mau kehilangan Bian lagi," balasnya.Hasna mengangguk, "kalian berhak bahagia. Ibu selalu mendoakan yang terbaik untuk kalian."Mentari mengusap punggung tangan Hasna dengan ibu jarinya. Pandangan wanita itu sedikit menunduk. Ada keinginan yang harus dia sampaikan. Tapi Mentari ragu, apakah ini waktu yang tepat atau tidak?

  • Dark Secret 2 [Mentari]   Terlambat?

    Mentari mengusap air matanya yang tidak mau berhenti sejak tadi. Tangannya dengan cepat memasukkan beberapa barang yang menurutnya cukup penting ke dalam tas kecil miliknya. Ponsel yang Ikhsan berikan juga ia bawa. Jaga-jaga kalau ia membutuhkan sesuatu dengan benda itu.Mentari menatap pintu kamar. Orangtuanya pasti sudah terlelap saat ini. Mentari akan pergi. Dia tidak bisa berdiam diri di sini. Mentari harus bertemu Bian. Rasa rindunya semakin menyiksa. Apalagi Mentari tidak tahu bagaimana Bian saat ini. Apakah pria itu mencarinya? Semua akses yang bisa Mentari gunakan untuk berkomunikasi dengan Bian

DMCA.com Protection Status