Home / Romansa / Dark Secret 2 [Mentari] / Tangisan Mentari dan Penyesalan Bian

Share

Tangisan Mentari dan Penyesalan Bian

Author: PRINCESSA
last update Last Updated: 2021-05-19 13:06:09

"Cuma sampai di situ aku berhasil mengingatnya saat sadar. Aku gak mimpi, Senja. Malam itu, nyata." Mentari menggertakkan giginya. Terlalu mabuk sampai tidak sadar sedang bercinta secara nyata dengan pria yang ia mimpikan di saat yang bersamaan.

"Dan aku udah gak pernah lihat Bian lagi setelah bangun di pagi itu. Dia pergi. Ninggalin aku. Jauhin aku," isak Mentari menyudahi caritanya kepada Senja.

Senja memeluk kembarannya dengan erat. Senja tidak tahu kalau Bian akan setega itu menyakiti perasaan Mentari.

"Aku niatnya cuma minum sedikit malam itu buat ngilangin sakit hati aku, Senja. Tapi aku gak tahu kalau bakal kalap mau ngabisin dua botol. Paginya kepalaku seperti mau pecah. Ditambah lagi dengan fakta aku ditinggal sendiri dalam keadaan telanjang," Tangis Mentari semakin menjadi. Tubuhnya bergetar hebat.

Senja hanya bisa mengelus punggung wanita itu untuk menenangkannya. Tidak ada kata-kata yang pas yang harus Senja ucapkan. Semuanya sangat menyakitkan.

"Dan beberapa Minggu setelah itu, aku tahu aku hamil, aku mau cari Bian ke kantornya. Tapi..."

Mentari ingat, dia melihat Bian bersama seorang wanita memasuki mobil pria itu dan pergi begitu saja tanpa tahu kehadirannya. Wanita yang berstatus sebagai dokter yang Mentari ingat bernama Kania.

"Itulah alasan kenapa aku gak pernah lagi ke sini. Aku hanya mengurung diri di rumah. Sampai Mama dan Papa pergi ke luar negeri, aku tetap gak keluar kamar. Aku gak tahu gimana nasib aku dan anak itu ke depannya. Aku bingung dan takut, Senja."

Senja menepuk pelan punggung Mentari. "Sampai akhirnya aku ngirim e-mail ke Bian sekaligus bukti pemeriksaan dari rumah sakit. Aku gak tahu apa dia baca atau enggak. Setelah itu, aku nelpon kamu dan bohong, lalu..."

"Kamu pergi sesuai saran aku buat nenangin diri, tapi kamu malah gak kembali selama setahun," potong Senja dengan nada sedih.

Ya, benar. Bahkan, Mentari masih ingat dengan jelas, kejadian mengenaskan yang menimpanya hingga ia kehilangan janin mungil itu. Mentari depresi, bahkan orangtuanya sampai harus membawanya ke psikiater. Butuh waktu 7 bulan untuk Mentari kembali terlihat normal dan menerima kehilangan tersebut.

Hal yang Mentari syukuri, kedua orangtuanya selalu berada di pihaknya bahkan ketika tahu Mentari mengandung benih pria yang tidak Mentari sebutkan siapa. Mentari hanya tidak ingin Merusak hubungan baik antara orangtua angkatnya dengan Hasna.

"Jadi, selama ini kamu di mana? Balik ke luar negeri?" tanya Senja.

Mentari menggeleng. "Aku masih di dalam negeri. Di kampung halaman orangtua angkatku," jawab Mentari.

Senja ingat, beberapa kali Bian mencari Genta hanya untuk meminta bantuan agar bisa bertemu Mentari. Waktu itu, Senja jelas bingung. Apa lagi hubungannya dengan Bian? Bukankah pria itu juga menolak kembarannya? Lalu, kenapa masih mencari? Dan Senja tahu jawabannya, Bian pasti sudah melihat e-mail yang Mentari kirimkan padanya. Sayangnya, pria itu terlambat. Mentari sudah pergi.

Senja memang sering berkomunikasi dengan Mentari semenjak wanita itu pergi, bahkan kedua putrinya juga sama. Hanya saja, Senja tidak pernah menanyai keberadaan kembarannya itu di mana, karena berharap Mentari yang berinisiatif memberi tahunya lebih dulu.

"Aku bahkan gak bisa buang perasaan sialan ini, Senja. Aku masih aja mencintai pria tak berperasaan seperti dia. Kenapa? Kenapa?! Aku benci perasaan ini," isak Mentari.

"Cinta gak bisa disalahkan, Mentari. Dia memang hadir tanpa melihat waktu, kondisi dan tujuannya. Kita hanya bisa berusaha untuk mengendalikannya. Mau dipendam, diungkapkan, atau dibunuh secara diam-diam, itu pilihan yang sama-sama beresiko."

***

Di ruangan Genta, Bian tampak menunduk dengan kedua tangan yang saling meremas. Genta tahu adiknya pasti syok dengan informasi yang baru saja ia beri tahu. Genta juga tahu, Bian pasti sangat menyesal karena membuang kesempatan yang mungkin, tidak akan pernah lagi ada untuk kedua kalinya.

"Untuk informasi yang lebih detail, kamu cari aja sendiri. Aku yakin, kamu lebih dari mampu hanya untuk menggali informasi setahun yang lalu," ujar suami Senja tersebut.

Bian tetap diam. Ingatannya berlalu ke satu tahun yang lalu. Di pagi yang cerah, ia terbangun dengan lengan memeluk posesif seorang wanita. Bian jelas bahagia, apalagi setelah melewati malam panas bersama wanita itu. Mentari.

Kalau bukan karena jam penerbangannya dan mengejar jam rapat dengan dewan direksi di luar negeri, Bian tidak akan meninggalkan Mentari sendirian di pagi itu. Sayangnya, Bian tidak bisa merubah jadwal yang sudah ia susun sejak satu bulan lamanya.

"Aku... Bingung, Mas..." Bian merasa pundaknya lebih berat. Seolah beban yang dipikulnya bertambah berkali-kali lipat.

"Kamu pikirkan dulu," Genta menepuk pundak sang adik. "Dan aku mohon, jangan rusak acara malam ini. Kamu tahu, kan, Mentari pulang karena menghargai Ibu yang ulang tahun hari ini. Jadi, tolong, jaga suasana hati dan emosi kamu. Apa pun itu, hal-hal yang mau kamu bahas sama Mentari, aku harap diselesaikan setelah acara usai. Ibu udah jelas kecewa. Dan aku gak mau lihat Ibu makin kecewa karena kacaunya acara makan malamnya," lanjut Genta.

Bian mengangguk pelan, "seharusnya aku yang gak pulang mendadak kayak gini. Aku cuma terlalu bersemangat untuk ketemu dia, Mas. Aku... Merindukan Mentari," balas Bian.

Genta ikut mengangguk. Dia tahu bagaimana tersiksanya sang adik selama ini. Makanya Genta membantu mencari informasi tentang Mentari secara diam-diam. Genta tidak mau kalau Senja sampai tahu. Genta tidak ingin istrinya jatuh sakit karena tahu kejadian yang sebenarnya terjadi pada kondisi Mentari. Senja sangat pemikir, dan itu salah satu alasan Genta menyembunyikannya.

"Oci lihat kamu masuk ke kamar Mentari, dia juga dengar kamu bentak Mentari, dan aku, Senja serta Ibu menyusul karena itu. Oci sampai nangis. Aku ingin kamu jaga ucapan dan intonasi bicaramu selama di sini. Aku gak mau anak-anakku sampai ketakutan. Kamu paham?" Genta jelas sedang menekan kekesalannya atas tingkah ceroboh Bian.

"Iya, Mas, maaf," sesal Bian. "Aku juga berterima kasih ke Oci karena suka laporin hal-hal tentang Mentari," ungkapnya.

Genta menghela napas panjang. Sepertinya kisah cinta adiknya ini benar-benar mengenaskan. Menduda ditinggal istri dan anaknya karena lebih dulu dipanggil Tuhan, lalu berhubungan dengan Nurul, dan menjalin hubungan gelap dengan Kania. Sekarang malah terombang-ambing karena kesalahpahaman yang terjadi dengan Mentari.

"Jangan putus asa. Kamu harus tetap waras demi Mentari. Bukannya kamu sendiri yang berulah? Tidak langsung membalas ketika Mentari mengungkapkan perasaannya. Membuatnya juga salah paham akan tipe wanita idamanmu setelah bertemu Kania," decak Genta.

Ya, Bian akui semua memang bersumber darinya. Andai saja malam itu Bian langsung membalas perasaan Mentari, mungkin sekarang mereka sudah menimang bayi mungil.

"Mas?" Suara Senja yang memanggil serta ketukan berulang kali di pintu ruang kerjanya, membuat Genta segera beranjak.

Genta tersenyum saat membuka pintu  dan Senja berdiri di sana. "Mentari, pingsan," lapor Senja dengan suara bergetar.

Related chapters

  • Dark Secret 2 [Mentari]   Kondisi Mentari dan Pergi

    Telinga Bian yang tajam saat mendengar nama Mentari disebutkan membuat pria itu langsung beranjak dan berlari keluar ruang kerja Genta. Bian memasuki kamar Mentari, sudah ada Hasna di dalam sana sambil menepuk pelan pipi wanita itu."Mentari kenapa?" Bian bertanya dengan nada khawatir serta panik.Hasna menggeleng sebagai jawaban. Dia tidak tahu apa yang terjadi sehingga wanita itu tak sadarkan diri seperti

    Last Updated : 2021-05-19
  • Dark Secret 2 [Mentari]   Kegaduhan dan Wanita Jahat

    Mentari terbangun dengan ringisan kecil keluar dari bibirnya. Hasna yang saat itu sedang meletakkan nampan di atas nakas seketika menoleh dan membantu Mentari untuk duduk bersandar di kepala ranjang."Pusing?" tanyanya.Mentari perlahan membuka mata dan dahinya berkerut memperhatikan sekeliling. "Iya. Aku kenapa, Bu?"

    Last Updated : 2021-05-19
  • Dark Secret 2 [Mentari]   Hilang dan Sebuah Kebohongan

    Sore harinya di kediaman Senja dan Genta, sebuah mobil mewah berhenti di depan perkarang rumah tersebut. Setelah memperlihatkan identitas si pengemudi, barulah gerbang yang menjulang tinggi itu dibuka, lalu mobil dipersilakan masuk.Mentari yang duduk di taman depan rumah menemani kedua keponakannya bermain seketika menoleh. Mentari tidak asing dengan mobil yang baru saja berhenti di depan rumah kembarannya.

    Last Updated : 2021-05-19
  • Dark Secret 2 [Mentari]   Ingatan Menakutkan dan Trauma Fisik

    Ketika tiba di Jakarta, Bian mendapat telepon dari sekretarisnya, Daisy. Wanita itu berkata kalau klien yang ingin menjalin kerja sama dengan perusahaan mereka menginginkan bertemu besok di lokasi yang menjadi target proyek.Bian mengusap kasar wajahnya. Selalu saja ada hambatan jika ini menyangkut Mentari. Sepertinya Tuhan tidak ingin Bian bertemu dengan wanita itu dalam waktu dekat."Baik, siapkan keperlua

    Last Updated : 2021-05-19
  • Dark Secret 2 [Mentari]   Bukan Mimpi dan Penjelasan Bian

    Bian menatap wajah lelap Mentari dengan pandangan lembut. Wanita itu sangat tenang dalam tidurnya. Wajahnya yang cantik tidak bisa ditutupi meski dihiasi kulit pucat."Maafin aku," Bian menggenggam tangan Mentari yang bebas dari jarum infus. Wanita itu memang sudah dipindahkan ke ruang perawatan VVIP sesuai dengan yang Bian minta.Ponsel Bian berdering, membuat pria itu segera beranjak untuk mengangkat pangg

    Last Updated : 2021-05-19
  • Dark Secret 2 [Mentari]   Tak Disangka Sakit Hati

    Pagi menjelang, Bian terbangun lebih dulu karena getaran sebuah benda di atas meja di sebelah ranjang pasien. Dengan sebelah lengan yang masih dijadikan bantal oleh kepala Mentari, Bian bergerak pelan untuk meraih ponselnya.Bian menggigit bibir saat Mentari sedikit bergerak karena mungkin merasakan gerakan tubuhnya. Setelah melihat wanita itu kembali tenang, Bian menatap layar ponsel miliknya."Sial," decak

    Last Updated : 2021-05-19
  • Dark Secret 2 [Mentari]   Isak Tangis dan Rencana

    Mentari mengernyit bingung ketika pintu ruang inapnya terbuka dan yang kembali hanya ayahnya saja. Bian tidak ada bersama pria itu. "Bian mana, Pa?" Ikhsan tersenyum pada Mentari lalu berjalan ke arah sofa. Pria itu menghembuskan napas panjang sebelum menjawab pertanyaan putrinya.

    Last Updated : 2021-05-19
  • Dark Secret 2 [Mentari]   Seperti Mimpi dan Sebuah Kesempatan

    "Bu, tenang," Genta mengusap punggung Hasna sambil tersenyum lembut."Gimana Ibu bisa tenang kalau adikmu itu mendadak gini nyuruh ke Jakarta. Bawa-bawa orangtua Mentari pula. Bikin masalah apa lagi dia, Genta... Ya, Tuhan," keluh Hasna.Genta menghela napas. Ibunya tidak pernah berpikir positif lagi kepada Bian sejak adiknya itu melukai wanita yang disayangi ibu mereka seperti putrinya sendiri.

    Last Updated : 2021-05-19

Latest chapter

  • Dark Secret 2 [Mentari]   Ketagihan - Bonus

    "Good morning,My Sunshine," Bian memberikan kecupan-kecupan ringan di pipi Mentari yang baru saja membuka mata. Mentari tersenyum secerah sinar matahari pagi ini. "Nyenyak banget," gumamnya dengan perasaan bahagia. Ini tidur pertama yang sangat Mentari nikmati setelah enam bulan menikah dengan Bian. Mentari merasa benar-benar menjadi wanita utuh kali ini. Bian sudah menanam sahamnya dan itu membuat Mentari bisa bernapas lega.

  • Dark Secret 2 [Mentari]   Program Masa Depan - Bonus

    "Bi," Bian menatap Mentari dengan pandangan bertanya. Pria itu mengusap pipi istrinya dengan lembut. Posisi mereka saat ini sama-sama berbaring menyamping. Menatap kebahagiaan dari wajah masing-masing. "Udah enam bulan. Aku udah sembuh. Kamu..." Bian tersenyum lembut dan mendekatkan wajahnya untuk bisa menyentuh ujung hidung Mentari dengan ujung

  • Dark Secret 2 [Mentari]   Rencana Berdua - Bonus

    Enam bulan berlalu. "Ya... Ya..." Mentari menunduk dan tersenyum. Seorang bayi gembul berusia 5 bulan sedang menatap pada seorang pria dengan mata bulatnya yang jernih. "Dadah Ayah..." Mentari melambaikan tangan si bocah pada pria di depan mereka.

  • Dark Secret 2 [Mentari]   Kedatangan - Bonus

    “Ay, maaf, ya. Aku belum bisa ajak kamu honeymoon atau ke mana pun dalam keadaan kayak gini,”bisik Bian dengan nada bersalah kepada wanita yang kini sudah resmi menjadi istrinya. “Gak apa-apa. Aku bareng sama kamu kayak gini aja udah senang, Bi, aku gak butuh yang lain untuk saat ini,”balas Mentari. Hari sudah malam. Acara akad diselenggarakan pada pagi menjelang siang tadi. Kini anggota keluarga yang lain sudah pergi dan meninggalkan Bian serta Mentari berduaan. “Siapa?” Pintu ruangan yang diketuk, lalu terbuka membuat Bian serta Mentari menoleh bersamaan. Saat Bian bertanya, tidak ada suara. Ternyata… “Mama,” Mentari mengurai pelukannya pada tubuh sang suami. Wanita itu menegakkan tubuhnya saat orang yang ia panggil ‘mama’itu mendekat. Raut wajahnya pias dan penuh penyesalan. “Ay, selamat,”ujarnya. Mentari berdiri dan menerima uluran tangan ibunya. Mentari menyayangi kedua orangtua angkatnya seperti orangtua kandung.

  • Dark Secret 2 [Mentari]   Akad Nikah - Bonus

    Hitungan jam menuju hari yang ditunggu oleh Mentari dan Bian. Meski keadaan Bian masih dalam tahap pemulihan, tapi hal tersebut tidak menyurutkan niat dan semangatnya untuk mempersunting wanita pujaannya. “Kenapa?”tanya Bian saat Mentari mendongak. Wanita itu tengah berbaring di sofa dengan paha Bian sebagai alasnya. “Aku… mau ikut konsultasi. Aku… mau sembuh, Bi.” Bian tahu ke mana arah pembicaraan mereka kali ini. Senyum lembut yang Bian berikan membuat Mentari sedikit tenang. Elusan telapak tangan Bian di rambutnya bisa Mentari rasakan penuh dengan perasaan sayang. “Apa pun keputusan kamu, aku akan selalu dukung. Apalagi itu untuk kebaikan kamu, Ay,”balas Bian. Mentari menarik napas sebelum membuangnya secara perlahan. Mentari berharap traumanya akan benar-benar sembuh total dan ia bisa hidup dengan tenang Bersama Bian tanpa dibayang-bayang masalalu menakutkan. “Kapan mau mulai konsultasi?”tanya Bian. Ibu jarinya mengusap kening Men

  • Dark Secret 2 [Mentari]   Happy Ending

    Kini urusan Kania dan Bian sudah selesai. Tidak ada yang perlu mereka khawatirkan lagi. Kania tidak menginginkan Bian lagi. Kania sadar, tidak ada hal baik yang akan terjadi jika ia memaksakan keinginan konyolnya.Kania berbalik dan melangkah menuju pintu di mana Mentari masih terdiam bisu. Kania berhenti sejenak dan tersenyum sambil mengangguk kecil pada Mentari sebelum benar-benar pergi dari sana."Sini,"

  • Dark Secret 2 [Mentari]   Kania

    Bian tengah menunggu Mentari yang katanya ingin membeli camilan di supermarket sebelah rumah sakit. Sementara Hasna, Genta dan Nisa sudah kembali ke Bali untuk menjemput Senja. Kembaran Mentari itu bersikeras ingin hadir di pernikahan Bian dan Mentari, padahal ia tengah hamil besar saat ini.Pintu kamar inap yang terbuka membuat senyum Bian mengembang. Namun, saat bukan Mentari yang masuk, senyumnya langsung hilang begitu saja. Apalagi sosok di depannya sana bukan lah orang yang ingin ia lihat.

  • Dark Secret 2 [Mentari]   Sebuah Akhir

    Hasna memeluk Mentari dengan erat. Tangisnya kembali pecah ketika wanita itu bertanya ke mana saja calon menantunya tersebut selama seminggu ini. Hasna tidak menyangka kalau orangtua Mentari menghukum Bian seperti ini.Menjauhkan Bian dari Mentari sama saja membunuh putranya itu secara perlahan dengan pasti."Maafin aku, Bu," bisik Mentari dengan suara parau.Hasna menggeleng. Keduanya mengurai pelukan dan jemari tua Hasna mengelus pipi basah Mentari."Jangan pergi lagi, ya, Nak. Jangan tinggalin Bian," mohonnya.Mentari semakin terisak. Kepalanya menggeleng dengan kuat. "Aku gak akan ninggalin Bian, Bu, aku gak mau kehilangan Bian lagi," balasnya.Hasna mengangguk, "kalian berhak bahagia. Ibu selalu mendoakan yang terbaik untuk kalian."Mentari mengusap punggung tangan Hasna dengan ibu jarinya. Pandangan wanita itu sedikit menunduk. Ada keinginan yang harus dia sampaikan. Tapi Mentari ragu, apakah ini waktu yang tepat atau tidak?

  • Dark Secret 2 [Mentari]   Terlambat?

    Mentari mengusap air matanya yang tidak mau berhenti sejak tadi. Tangannya dengan cepat memasukkan beberapa barang yang menurutnya cukup penting ke dalam tas kecil miliknya. Ponsel yang Ikhsan berikan juga ia bawa. Jaga-jaga kalau ia membutuhkan sesuatu dengan benda itu.Mentari menatap pintu kamar. Orangtuanya pasti sudah terlelap saat ini. Mentari akan pergi. Dia tidak bisa berdiam diri di sini. Mentari harus bertemu Bian. Rasa rindunya semakin menyiksa. Apalagi Mentari tidak tahu bagaimana Bian saat ini. Apakah pria itu mencarinya? Semua akses yang bisa Mentari gunakan untuk berkomunikasi dengan Bian

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status