Share

BAB 5

Valen melangkah menuruni tangga, pagi itu makanan sudah memenuhi meja. Dia bagai putri kerajaan yang apa-apa saja selalu menyuruh orang lain dan hanya bisa bersolek. Kali ini ia sengaja berpakaian dinas untuk merayu suaminya.

Tangan putih membelai lembut pundak Yuda, beralih ke wajah, ia pun meraba lembut kumis tipisnya. Namun, pria itu masih fokus ke layar HP, tak memperdulikan. Menyadari suami yang acuh membuat Valen menghentikan diri kemudian memasang wajah masam.

"Mas! Kamu sedang lihat apa sampai mengabaikanku?"

Yuda berbalik dan mendapati wanita itu seperti kunti gentayangan, sama sekali tak terpesona. Seakan penglihatan dan hati pria itu sudah tersihir oleh Alina seorang.

"Kamu ngapain berpakaian seperti itu?"

"Aku sedang mengenang masa lalu. Dulu saat Aira masih hidup, aku sering menggoda kamu di depan dia dengan pakaian seperti ini, melihatnya cemburu dan sakit hati aku merasakan bahagia."

"Sama sekali tidak lucu!"

"Kenapa, Mas? Kamu masih mencintai dia?"

Yuda tak menggubris kalimat istrinya dan kembali sibuk dengan ponsel. Valen yang jengkel akhirnya mengambil benda persegi panjang itu kemudian melihat siapa yang membuat suaminya sibuk sendiri.

"Alina? Sekretaris baru kamu itu? Aku sudah bilang jauhi dia, Mas!"

"Kamu kenapa sih? Aku juga butuh kesenangan!" ucapnya merebut kembali ponselnya.

"Oke, aku tinggal bilang saja sama papa untuk mencabut saham dari perusahaan kamu."

"Silahkan! Dan jika itu terjadi, kamu siap-siap kehilangan diriku selamanya!"

Diancam balik. Ultimatum tersebut semakin menjadikan Valen tak berkutik, cintanya kepada Yuda sudah amat dalam, bahkan mengorbankan nyawa pun ia rela asalkan pria itu tetap di sampingnya.

Namun sekarang Yuda sudah bisa mengancam balik dan tak takut akan ancaman yang menjadi senjata ampuhnya selama ini. Gawat, ini benar-benar akan berbahaya. Hal yang paling bisa perempuan itu lakukan hanya sedikit melunak dulu, dan mengikuti permainan Yuda.

 🍁

Alina yang sudah tiba di kantor menaruh bawaannya ke dalam ruangan, ia berdecak lama. Jika begini terus akan butuh waktu lama untuknya mendapatkan informasi tentang Aira. Lebih baik ia mencoba menyinggung sedikit masalah itu pada karyawan yang lain, mungkin mereka mengetahui sesuatu.

Ia bergegas keluar dan mendapati beberapa staf sedang sibuk dengan pekerjaan masing-masing, Alina mendekati seorang perempuan yang sudah menjadi karyawan lama di sana.

"Permisi Bu Nawang," ucapnya mendekati. "Saya ingin bertanya sesuatu jika tidak sibuk."

"Tidak sama sekali, Bu Alin. Silahkan saja."

"Eeem, sedikit aneh sih pertanyaan saya. Tapi saya akan mati penasaran jika tak bertanya. Jadi, apa Bu Nawang pernah mendengar nama Aira?"

Perempuan setengah baya itu menautkan alis, nama itu seperti familiar.

"Aira?" Dia berpikir, "Aira ya?"

"Iya, namanya Aira Purnamasari."

"Kalau nggak salah ya, Bu. Aira itu nama pembantu Pak Yuda yang meninggal seminggu lalu."

"Pembantu?" Alina memastikan dengan klimaks tinggi.

"Iya. Dia pembantu Pak Yuda," jawabnya yakin.

Kurang ajar! Dasar lelaki bajingan! Istrinya sendiri dia katakan pembantu? Apa ini alasan Aira sampai sekarang tak pernah memperkenalkan keluarganya kepada Alina?

"Kalau boleh tahu meninggalnya karena apa?"

"Dari berita yang beredar, Aira terpeleset dari kamar mandi dan terkunci dalam waktu yang lama.”

Alina tertawa gentir. Alasan yang sudah basi! Anehnya polisi percaya atau memang sudah kenyang dengan bayaran.

"Aneh kan, Bu? Saya saja tidak percaya," ucap wanita itu.

Bahkan siapa pun yang mendengar tak akan pernah masuk di akal. Alina mengepalkan tangan ingin melampiaskan kesal, beruntung semesta sedang mendukungnya. Kini Yuda baru saja muncul dari pintu.

"Terima kasih Bu Nawang," Ia mendekati Yuda lantas meninju wajahnya.

"Aauuu! Lin, sakit!"

Gadis itu tersadar dan melebarkan mata, apalagi semua karyawan menatap ke arah mereka.

“Maaf, Pak. T-tadi, tadi ada nyamuk," elaknya.

Akan tetapi di ujung pintu masuk Alina melihat Valen yang harus diberi pelajaran. Akhirnya mau tidak mau Alina mencium pipi Yuda yang tadi kena gampar.

"Sudah saya obati!"

Meledakkk! Sebagian pegawai teriak histeris, yang lain malah mematung kaget akan tindakan sekretaris mereka. 

Sementara Valen hanya bisa berdiri dengan rasa yang tercabik-cabik. Ia tak terima lantas menghampiri dengan satu tangan sudah terangkat hendak menampar.

“Dasar perempuan dusta, tidak tahu diri!"

"Valen!"

Tangannya dicegat Yuda cepat.

"Lepaskan aku, Mas! Kamu jangan berani membela wanita perusak rumah tangga orang ini!" Emosinya meraung, tapi lengan sudah dikunci suaminya.

"Kondisikan dirimu. Ini kantor!"

"Apa aku harus diam jika dia ingin merebut kamu? Aku akan bunuh dia!"

"Dia tak seburuk yang kamu bicarakan. Alina calon istriku, kami akan menikah!"

Pecah. Suasana penuh huru hara itu membuat semua orang terkesima, termasuk Alina.

Hatinya sedang teriak, tertampar dan menyesal atas tindakannya tadi. Lagi pula apa alasan laki-laki sialan itu mengatakan hal demikian? 

Calon istri? Menikah? Ini petaka!

Bersambung.....🍁

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status