Share

DAISY
DAISY
Author: Min_Jikyu

Prolog~

Daisy sesekali menoleh pada pintu utama rumah sakit yang terbuat dari kaca transparan, menunggu pintu itu terbuka dan sosok lelaki yang ia tunggu datang. Lama sekali, ia jadi merasa sangat gugup dan berdebar. Ia mengalihkan perasaan aneh itu dengan mengetukkan ujung sepatunya ke lantai sembari meremas ujung dress yang ia kenakan.

Lama menunduk, Daisy merasakan tempat duduk di sebelahnya bergerak. Senyum manis Daisy muncul bersama lesung pipinya, ia mendongak. “Sudah selesai Ar—“

“Arthur?”

“Kenapa Daisy? Takut bertemu aku lagi?”

Daisy membulatkan mata, terkejut. Ia ingin sekali berlari dan berteriak meminta bantuan orang-orang, tapi tubuhnya seperti sedang terikat oleh tali yang tak terlihat. Tubuhnya sulit digerakkan dan dia hanya bisa terdiam di tempat.

“Lepaskan, lepaskan aku!” pekik Daisy, ketika seseorang di depannya menyeret dirinya keluar rumah sakit.

“Layton!”

Lelaki bernama Layton itu menghempaskan tangan Daisy kuat-kuat, ketika mereka sampai di area parkir yang cukup sepi. Ia berbalik, menatap Daisy yang terlihat sedang mengatur napas.

“Kau mau apa lagi? Aku sudah tidak punya apa-apa,” teriak Daisy. Ia muak bertemu Layton. “Berhenti mengusik hidupku, Layton!”

“Aku hanya ingin mengambil bayiku. Di mana dia?” tanya Layton, ada kilat kemarahan di mata coklat lelaki itu.

Daisy menggeleng pelan, ia berusaha tenang meski sebenarnya ingin meledak. “Bayimu? Bahkan kau tidak pernah menemuinya saat aku tengah mengandung, masih berani kau mengatakan jika dia bayimu?”

“Aku yang membuatnya susah payah!”

“Kau pikir, rahimku hanya sebagai tempat menabur benihmu?” teriak Daisy.

“Memang, kau adalah jalang tempat anak-anakku tumbuh.”

Plak!

Satu tamparan keras mendarat di pipi Layton.

“Aku juga tidak akan sudi mengandung anak-anakmu!”

Layton tertawa sumbang, mengusap pipinya yang memerah karena tamparan Daisy. Lelaki itu meludah ke samping, sebelum mencengkeram dagu Daisy kuat hingga membuat wanita itu meringis menahan sakit.

“Lepaskan aku, Layton!” Daisy berusaha melepaskan cengkeraman Layton di dagunya. Air mata wanita itu sudah meluruh sejak tadi.

“Dasar wanita lemah, begini saja kau sudah menangis. Pantas saja, harta kedua orang tuamu dikuasai oleh Bibi Calyn, kau saja tidak punya kekuatan untuk melawan mereka selain menangis dan menangis!” Layton menyeringai.

Daisy semakin terisak.

“Aku hanya ingin bayiku, di mana dia sekarang?”

“Dia sudah meninggal!” teriak Daisy sangat kencang, hingga cengkeraman di dagunya perlahan mengendur.

Layton terlihat terkejut dan marah, ia mengepalkan tangannya kuat, dan tanpa perasaan menampar Daisy sampai wanita itu tersungkur ke tanah. “Dasar wanita tidak berguna!” tukas Layton. “Kenapa kau membunuh anakku, bodoh!”

Daisy menangis sejadi-jadinya.

“Kau memang tidak akan pernah pantas menjadi seorang ibu! Aku akan membunuhmu juga karena telah membunuh anakku!” murka Layton.

Tak tanggung-tanggung, Layton menendang perut bekas luka cesar Daisy berkali-kali. Sementara Daisy hanya bisa menjerit kuat karena merasakan rasa sakit yang teramat hingga tubuhnya bergetar.

“Jangan, jangan tendang perutku Layton. Sakit, ku mohon!” Daisy berusaha melindungi perutnya.

“Kau harus mati!”

Beberapa saat, Layton begitu terkejut melihat darah yang begitu banyak keluar dari paha dalam Daisy. Lalu sebagian lagi merembes di perut wanita itu, yang menyebabkan dress putih yang ia kenakan berwarna kemerahan. Daisy tersengal, tubuhnya bergetar hebat karena rasa sakit yang tidak berhenti menghunjam tubuhnya.

“Tolong!” ucap Daisy lirih, ia menatap Layton yang berlari tunggang langgang meninggalkannya dengan mata mengabur.

Ini sudah di ujung ajal.

Semakin Daisy mencoba menarik napas, rasa sakitnya semakin menjadi.

Daisy tahu, ia tidak akan ditemukan dengan mudah oleh seseorang, karena Layton membawanya ke tempat parkir yang begitu sepi. Tidak ada orang di sini, tidak ada yang tahu ia kesakitan, tidak akan ada yang menolongnya.

Pada akhirnya, Daisy akan mati di tempat ini, sendirian. Mungkin, jika nanti seseorang menemukannya, itu karena bau menyengat dari tubuhnya yang membusuk.

Astaga, dia akan mati mengenaskan.

Pemikiran buruk itu terus memenuhi isi kepala Daisy, ia benar-benar sudah putus asa dan berharap mati di tempat ini.

Lebih baik seperti itu, dia akan bertemu Mama dan Papa di sana. Ia akan bertemu Alden—putranya, dan bermain bersama di atas sana. Dia tidak perlu menahan sakit di payudaranya yang penuh karena asinya yang keluar percuma. Dia tidak akan merasa sakit untuk pemulihan pasca operasi cesar. Dia tidak akan merepotkan Eve lagi, dia akan terlepas dari rasa sakit yang setiap hari menghantuinya.

Sampai tiba-tiba, seseorang menariknya dalam dekapan. “Daisy!”

Mata hijau itu lagi—Arthur. Daisy dapat melihat dengan jelas kekhawatiran di mata hijau meneduhkan milik Arthur.

Sekali gerak, Arthur menggendong tubuh lemas Daisy. Lelaki itu berjalan setengah berlari menuju rumah sakit, sesekali kepalanya ia tolehkan ke bawah untuk melihat kondisi Daisy.

“Biarkan aku mati, biarkan aku mati!” racau Daisy.

Sebelum Daisy benar-benar kehilangan batas kesadarannya, sayup-sayup ia mendengar suara Arthur yang terdengar bagai gema di kepalanya.

“Aku tidak akan membiarkanmu mati! Aku mencintaimu, Daisy.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status