Kring ... kring ....
Bel yang menandakan pelanggan baru saja masuk ke dalam toko kue kembali terdengar. Daisy menunjukkan senyum manisnya dan berdiri dari tempatnya duduk.
"Selamat datang di toko DaisyMilk, ada yang bisa saya bantu?"
Daisy memberikan buku menu yang berisi bermacam-macam roti yang ada di toko ini. Toko kue peninggalan Mama Erisya yang sedikit diubah Arthur menjadi toko minimalis.
Setelah usia kandungan Daisy memasuki enam bulan. Ia diberi kesibukan untuk mengurus toko bernama DaisyMilk ini bersama empat karyawan lain yang bertugas di dapur.
"Baik, satu kue tart yang akan diambil besok, ya. Mohon dicek kembali pesanan anda."
Daisy menyodorkan tulisan pesanan yang sudah ia tulis di note pada pelanggan.
Sudah pukul dua lewat lima belas menit. Waktunya Daisy untuk pulang ke rumah, tetapi masih ada beberapa pesanan yang belum dicek ulang.
"Nona, lebih baik istirahat saja. Nanti biar saya yang menyelesaikan pesanan."
"Aku sudah memaafkan mereka," ungkap Daisy, mengeratkan selimut yang menutupi tubuh polosnya bersama Arthur. Arthur yang hanya terpejam, mengangguk singkat. "Aku tahu kau sangat baik," bisiknya, mengecup puncak kepala Daisy begitu lama. "Mungkin, hukuman itu membuat Layton dan Seryl tidak bisa menikmati kebersamaan merawat anak mereka. Aku sering berpikir, apakah aku terlalu jahat menjebloskan lelaki itu ke penjara?" Arthur terkekeh. "Tidak ada yang jahat. Itu sudah menjadi tanggung jawab Layton. Berani berbuat berarti berani menanggung konsekuensi, sayang." Sejenak, Daisy menikmati usapan lembut Arthur di perut besarnya. Sebelum merespon ucapan Arthur. "Termasuk Seryl juga?" "Ya, Seryl dan mamanya juga pantas mendapatkan semuanya. Kau sudah lama tersiksa, sayang. Sekarang giliranmu bahagia, bukan?" Balas dendam bukan solusi terbaik untuk sebuah masalah. Meski Daisy sempat kesal dan membenci, bagaimana pun juga Seryl adalah keluarga.
"Bagaimana jika honeymoon bersama?"Austin yang ada di sebelah Arthur sampai tersedak ketika sang istri mengatakan hal itu.Mereka berempat---Arthur, Daisy, Eve, dan Austin. Sedang makan malam bersama di sebuah restoran yang tidak jauh dari toko kue Daisy. Reunian dadakan, setelah hampir empat bulan tidak bertemu karena Eve menemani Austin ke luar negeri."Honeymoon lagi?" Austin agaknya keberatan. "Bulan kemarin kau sudah memintanya, sayang."Daisy yang mulai tahu akan ada perdebatan di antara pasangan itu, akhirnya bersuara. "Honeymoon, ke mana?""Ya, ke mana saja. Berempat.""Aku keberatan," sahut Arthur yang sejak tadi hanya diam, menyimak.Daisy sebenarnya ingin protes, tetapi ketika ia tahu mata Arthur mengarah ke mana, ia tidak jadi protes. "Aku tidak bisa untuk beberapa bulan ini.""Ya, tidak seru sekali." Eve menghela napas, kecewa."Tunggu sampai bayiku lahir dulu," ucap Daisy.Kehamilannya sudah memasuk
Daisy sesekali menoleh pada pintu utama rumah sakit yang terbuat dari kaca transparan, menunggu pintu itu terbuka dan sosok lelaki yang ia tunggu datang. Lama sekali, ia jadi merasa sangat gugup dan berdebar. Ia mengalihkan perasaan aneh itu dengan mengetukkan ujung sepatunya ke lantai sembari meremas ujung dress yang ia kenakan.Lama menunduk, Daisy merasakan tempat duduk di sebelahnya bergerak. Senyum manis Daisy muncul bersama lesung pipinya, ia mendongak. “Sudah selesai Ar—““Arthur?”“Kenapa Daisy? Takut bertemu aku lagi?”Daisy membulatkan mata, terkejut. Ia ingin sekali berlari dan berteriak meminta bantuan orang-orang, tapi tubuhnya seperti sedang terikat oleh tali yang tak terlihat. Tubuhnya sulit digerakkan dan dia hanya bisa terdiam di tempat.“Lepaskan, lepaskan aku!” pekik Daisy, ketika seseorang di depannya menyeret dirinya keluar rumah sakit.“Layton!”Le
Tanpa disadari, terkadang waktu berlalu dengan cepat. Seperti baru saja kemarin Daisy diantar Mama untuk mendaftar pertama kali di salah satu universitas pilihannya. Dan hari ini, ia justru sudah menunggu pengumuman nilai dan kelulusan.Dengan hati berdebar, kaki Daisy melangkah mendekati papan pengumuman yang dipadati oleh mahasiswa dan mahasiswi kampusnya, mereka semua berkerumun untuk melihat hasil nilai kelulusan.Dari beberapa raut wajah yang Daisy temui, ada beberapa mahasiswa yang memasang wajah penuh bahagia—seperti baru saja memenangkan sebuah lotre. Beberapa lagi ada yang menekuk wajahnya, dan bahkan menangis.Jelas saja, Daisy berdebar bercampur takut. Was-was sekali dengan nilainya sendiri, karena jujur, semester terakhir ini ia tidak terlalu banyak belajar, ia sibuk mempelajari bisnis yang dikelola Papa.Papa bilang, ia harus bisa sedikit bisnis, karena sebentar lagi Daisy akan menggantikan Papa memimpin perusahaan.
Dipeluknya gundukan tanah itu dengan air mata yang tetap mengalir deras. Tidak peduli awan hitam yang menggantung di langit, Daisy terus menangis meronta di samping makam kedua orang tuanya, meminta mereka untuk kembali meski mustahil akan terjadi. Angin yang berembus menerbangkan tiap helai rambut panjang Daisy, seperti pertanda bahwa ia memang harus mengikhlaskan kepergian mereka menuju alam kekal.Seharusnya, Daisy tidak memaksa mereka untuk pulang dan menghadiri wisudanya, jika ia tahu pada akhirnya akan seperti ini. Lebih baik ia berjauhan dengan kedua orang tuanya, tapi mereka tetap ada. Daripada dekat, namun mereka tak bernyawa. Daisy benar-benar menyesali keputusannya meminta mereka pulang.“Daisy sudah memakai gaun yang kalian inginkan, gaun warna hitam. Apakah ini kejutan yang kalian berikan padaku? Kalian pulang dengan keadaan seperti ini, Ma, Pa.” Gadis itu meremas gumpalan tanah di bawah lututnya."Kenapa ketika aku ingin kal
Koper kecil berisi segepok uang dengan jumlah yang tidak sedikit, mampu membuat Layton terdiam begitu lama di tempatnya duduk. Ia seperti terjatuh dalam imajinasi di kepalanya, tentang apa yang bisa ia lakukan dengan uang sebanyak itu.“Bagaimana, kau menerima tawaranku atau tidak?” tanya seorang wanita dengan kacamata mahal yang bertengger angkuh di hidung mancungnya.Layton mengusap dagunya yang dipenuhi bulu-bulu halus. “Tawaran yang cukup menarik.”“Uang ini sangat cukup untuk membayar utang perusahaanmu yang menggunung, aku jamin kau tidak akan jadi bangkrut.”Sekilas, Layton terperangah. Bagaimana orang ini bisa tahu tentang perusahaannya yang hampir bangkrut karena utangnya di mana-mana. Padahal Layton tidak pernah menceritakannya pada siapa pun, bahkan keluarganya saja tidak tahu.“Bagaimana? Kau hanya perlu menyakitinya, itu saja. Jangan terlalu lama berpikir, kau memb
Tidak ada pilihan lain, selain menceritakan masalah serius ini pada Layton. Setidaknya, Daisy memiliki harapan jika Layton mau mendampinginya untuk mengurus segala surat-surat. Ayah Layton bertugas sebagai hakim di salah satu departemen, ia bisa sesekali menanyakan langkah apa yang harus ia ambil untuk mempertahankan harta orang tuanya nanti, melalui perantara Layton. Layton membaca berkas yang diserahkan Daisy padanya. “Biar kusimpan di sini, dengan aman, Sayang,” ucapnya menenangkan. Daisy mengangguk sekilas. “Kau baik-baik saja?” tanya Layton, mengusap sisi wajah Daisy. “Aku jauh lebih baik dari sebelumnya, Lay.” Mereka berdua sedang berada di unit apartemen milik Layton. Daisy sengaja datang jauh-jauh ke apartemen itu untuk menyampaikan semua masalah yang sedang ia hadapi pada kekasihnya. Selama hampir satu tahun ia menjalin hubungan dengan lelaki bermata coklat itu, Daisy memiliki tempat keluh kesah, selain
“Dia tertidur di apartemenku.”Dini hari, Layton baru mengantarkan Daisy pulang dengan kondisi gadis itu yang tertidur. Eve membuka pintu lebih lebar, mempersilakan Layton yang menggendong tubuh Daisy masuk. Ia membukakan pintu kamar mereka, dan menunggu Layton selesai membaringkan Daisy.“Pakaiannya sedikit basah karena kehujanan, kau ganti, ya.”“Bagaimana dengan rencana Daisy, kau menyetujuinya?” tanya Eve, menahan Layton di depan pintu.Layton mengangguk kecil. “Gampang, aku akan mengurusnya nanti. Kau tenang saja.”“Aku pulang dulu!” ucap Layton, terlihat tergesa.Mengedikkan bahu, Eve memilih masuk ke dalam rumah, memastikan setiap pintu di rumah besar itu sudah terkunci, lalu naik ke lantai atas.Eve masuk ke dalam kamar untuk mengganti pakaian Daisy, dan ia mulai curiga ketika tak sengaja melihat bibir bawah Daisy yang sedikit robek