Beranda / Romansa / Clarity / 10. Menginap

Share

10. Menginap

Penulis: onDubu SHine
last update Terakhir Diperbarui: 2021-02-18 11:53:31

Disinilah ia sekarang. Gadis itu memandang punggung Julian harap cemas, ia takut jika orang tuanya akan memarahinya karena membawa gadis ke dalam rumah. Tapi hanya itu yang bisa ia lakukan sekarang. Ia tidak ingin pulang ke rumah dan melihat ibunya bersama pria lain. Memikirkannya saja membuatnya mual. Tapi keputusannya untuk menginap di rumah seorang laki-laki yang baru ia kenal satu minggu itu suatu keputusan bodoh dan aneh. Lalu, ap bedanya ia dengan ibunya?

"Silahkan masuk"

Suara Julian membuyarkan lamunannya. Ia menarik napas dalam lalu mengembuskannya perlahan. Ini kali pertama ia memasuki rumah orang lain selain Joe.

Jinny mengikuti Julian dari belakang melangkah ke dalam ruang tengah. Matanya memandangi sekeliling rumah. Sangat rapi dan bersih, tidak terlalu besar namun sangat nyaman di tinggali. Tidak seperti rumahnya yang besar namun terasa hampa.

Julian melepas ranselnya lalu menentengnya dan Jinny hanya diam mengikuti langkah laku-laki itu.

Julian menghentikan langkahnya ketika sampai di ruang tengah. Jinny terkejut dan hampir menabrak punggung laki-laki itu jika ia terus melamun dan tidak menyadari Julian yang berhenti tiba-tiba. Ia mundur beberapa langkah agar tidak terlalu dekat dengan Julian.

Di sana terdapat TV yang sedang menyala, dan seseorang tengah duduk di sofa dengan posisi mebelakangi mereka.

"Hai, mam" sapa Julian dan berjalan menuju sofa.

Jinny hanya diam di tempat.

"Sudah pulang, nak?" sahut Nancy—ibu Julian.

"Mom, aku membawa seseorang dan dia akan menginap malam ini"

Nancy mengangkat alis bingung "Paul?" tanya Nancy yang hanya tahu kalau anaknya hanya berteman dengan satu orang yaitu Paul.

"Bukan Paul, namun Jinny, Jinny Wilson" Julian mengoreksi dan menoleh ke arah Jinny. Gadis itu tersenyum kaku.

Nancy berdiri dan mengikuti arah pandang Julian. Wanita paruh baya itu cukup terkejut, namun sesaat kemudian menyambut hangat kehadiran Jinny.

"Oh, Hai, Wilson, aku cukup terkejut" sapa Nancy, mengitari sofa, melangkah menghampiri Jinny.

Gadis itu tersenyum kaku, melambaikan tangannya ragu.

"Hai, Nancy"

Nancy memeluk Jinny, dan gadis itu cukup tercengang. Ia tak menyangka jika orang tua Julian menyambutnya hangat.

Julian hanya diam dan tersenyum. Ia meletakkan tasnya di atas sofa lalu melepaskan jaket tebalnya.

Nancy melepas pelukannya, lalu berkata "Aku senang kau akan menginap di sini, tapi..."

Nancy menengok ke belakang dan menatap Julian tajam, seakan ia sangat membutuhkan penjelasan dari laki-laki itu. Julian mengernyit, namun mengerti maksud tatapan ibunya.

Wanita itu kembali menatap Jinny dan menggiringnya menuju sofa. Sementara Julian lebih dulu duduk di sebelah kiri sofa.

"Maaf, aku dan Julian tidak ada maksud buruk. Aku hanya minta tolong padanya untuk mengizinkanku menginap disini, karena...," ia diam, melirik Julian sejenak lalu melanjutkan "Aku ada sedikit masalah dengan ibuku, dan kebetulan bertemu dengan Julian"

Nancy mengelus punggung Jinny lembut.

"Aku sama sekali tidak keberatan atau marah kau menginap disini, aku sangat senang ada anak perempuan di rumahku" kata Nancy dengan senyumnya yang merekah.

"Terima kasih, aku tak tahu harus membalas kebaikanmu seperti apa"

"Kau tidak perlu membalas apapun, karena kau adalah pelanggan tetapku di toko itu sudah lebih dari cukup"

Jinny tersenyum. Ia malu namun merasa lega atas sambutan baik Nancy padanya. Sangat lama sekali rasanya ia tidak mendapat belaian lembut seorang ibu.

"Baiklah, sekarang kau bersihkan dirimu kemudian istirahatlah" ucapnya lalu Nancy menatap Julian "Antarkan dia kekamarmu"

Jinny mengangkat alis terkejut, apakah ia malam ini tidur di kamar Julian? Oh, Tuhan ini sangat memalukan.

"Maafkan kami, rumah ini hanya memiliki tiga kamar saja, satu untuk Julian dan satunya lagi untuk adikknya"

"Ti, tidak apa-apa, aku tidak masalah dengan itu"

Julian hanya tersenyum kecil melihat wajah Jinny yang memerah.

"Aku akan mengambilkan baju ganti untukmu"

Jinny dan Julian saling menatap, laki-laki itu mengangkat bahu sambil lalu. Sementara Jinny bingung harus bersikap seperti apa, ia tidak bisa lari sekarang.

***

Joe menatap malas hidangan di atas meja. Ia hanya memainkan pasta dengan garpu karena ia tidak nafsu makan meski hidangan di hadapannya tampak lezat. Ia tak mendengarkan percakapan ibu dan dua orang tamu yang berkunjung ke rumahnya. Bukan karena undangan pesta melainkan jamuan makan malam untuk memeperkenalkan Joe dengan seorang gadis yang duduk diseberang kursinya. Yep, bisa di bilang ini adalah sebuah perjodohan.

Laki-laki itu melirik ke arah gadis di hadapannya. Sepertinya gadis itu sama sepertinya yang tidak suka dengan perjodohan gila ini. Hanya karena ibunya dan orang tua gadis itu mengingat janji untuk menjodohkan anak mereka kelak. Sangat bodoh dan tidak masuk akal, bagaimana bisa mereka melakukan perjanjian itu tanpa bertanya apakah si anak bersedia atau tidak.

Tiga hari yang lalu ibunya menelpon Joe untuk cepat pulang ke rumah karena ada sesuatu yang ingin di sampaikannya saat itu.

"Mom, apakah apakah kau sudah gila? Menjodohkan aku dengan anak temanmu?" Tanya Joe dengan nada frustasi.

"Aku dan keluarga Berthold berteman sejak SMA dan kami berencana menjodohkan kalian jika aku memiliki anak laki-laki dan mereka memiliki anak perempuan. Dan kau tahi, anak perempuan mereka bernama Diana Berthold, ia gadis yang cantik dan pintar"

Mendengar penjelasan ibunya, ia semakin tidak percaya dengan jalan pikiran para orang tua yang memiliki rencana bodoh semacam perjodohan tidak masuk akal itu.

"Aku menolak"

"Tidak bisa! hari sabtu nanti ibu akan mengundang mereka makan malam di rumah kita" bantah ibunya.

"Kau belum meminta persetujuan ayah tentang ini"

"Ayahmu setuju dan ia senang dengan perjodohan ini"

"Apa!?"

Ibunya tidak menjelaskan apapun lagi ketika ia mendapat telepon dari keluarga Berthold. Wanita paruh baya itu menjawab dengan ramah dan tersenyum lebar.

Joe mendengus, dan melengos pergi ke kamar. Ini sungguh gila.

Ibunya—Jessica Fernandez—dan keluarga Berthold asyik menceritakan tentang masa-masa SMA yang menurut mereka memalukan dan menyenangkan.

Sementara Diana Berthold hanya diam, ia sesekali mencuri pandang ke arah Joe. Ia dan Joe hanya bertegur sapa saat mereka pertama berkenalan satu jam yang lalu, setelah itu Joe hanya diam dan tidak mengatakan sepatah katapun.

Diam-diam ia mengagumi sosok Joe yang tampan meski ia menolak untuk di jodohkan oleh kedua orang tuanya.

"Mom, aku ke toilet sebentar" bisik Julian pada Jessica yang duduk sampingnya.

"Jangan lama-lama"

Julian mendorong kursinya ke belakang kemudian berdiri, sebelumpergi ia juga permisi pada keluarga Berthold. Laki-laki itu juga melirik sekilas Diana lalu meninggalkan meja makan. Diana hanya tersenyum samar, memandangi punggung Julian yang semakin menjauh.

Sesampainya di kamar ia menutup pintu kemudian mengembuskan napas dalam. Perjodohan sungguh konyol hingga membuatnya frustasi. Julian hendak ke toilet ketika ponselnya bergetar di atas meje belajar. Ia baru ingat jika lupa membawa ponselnya sejak kedatangan keluarga Berthold. Ia mengira jika yang menelponnya adalah Jinny dan ketika melihat nama yang tertera di layar ponselnya ternyata bukan nama gadis itu melainkan Sera Wilson. Keningnya berkerut heran.

"Selamat malam, Sera—"

"Hallo, Joe, apakah Jinny ada di sana?" Sera menyela dan menyambar Julian dengan pertanyaan dengan nada khawatir

Julian mengernyit tidak mengerti maksud pertanyaan Sera yang menanyakan keberadaan Jinny padanya. Apakah sesuatu telah terjadi dengan Jinny?

"Jinny?"

"Iya, apakah dia ada disana?" tanya lagi, yang sekarang nadanya terdengar lebih tenang.

"Ada apa dengan Jinny?" Julian balik bertanya tanpa menjawab pertanyaan Sera, wajahnya tampak khawatir.

"Ada sedikit kesalah pahaman antara aku dan Jinny hingga ia lari dari rumah. Ini salahku, tidak seharusnya aku melakukannya..." Sera menjelaskan dengan tenang namun terdengar bergetar. Ia berkali-kali menarik napas lalu berusaha mengembuskannya.

"Aku harap dia sedang bersamamu, dan aku bisa sedikit tenang..."

Julian memejamkan mata dan mengembuskan napas dalam. Ia berusaha agar tetap tenang agar Sera tidak semakin khawatir.

"Tenang Sera, aku akan mencarinya. Aku akan memberi kabar jika menemukannya"

Joe menutup telepon setelah Sera menaruh harap padanya. Ia menatap layar ponsel dan ia mengangkat alis ketika mendapat pemberitahuan panggilan tak terjawab dari Jinny. Dengan cepat menghubungi kembali gadis itu dan berharap Jinny menjawabnya.

***

Jinny telah selesai membersihkan dirinya dan mengenakan pakaian ganti yang di berikan Nancy padanya. Meskipun ukuran baju itu sedikit besar namun Jinny sangat nyaman mengenakannya. Gadis itu sekarang ada di kamar Julian dan duduk di pinggiran kasur, ia memandangi seluruh isi kamar laki-laki itu. Jinny cukup takjub dengan keadaan kamar Julian yang rapi dan bersih untuk ukuran kamar anak laki-laki. Yah, bayangan jika kamar Julian berantakan sebelumnya adalah salah.

Gadis itu memperhatikan meja di samping tempat tidur yang terdapat komputer dengan set yang lengkap, tidak salah jika Julian masuk fakultas Teknik Komputer. Di samping meja komputer terdapat rak buku yang juga di hiasi dengan miniatur tokoh kartun pororo. Ia tersenyum kecil melihatnya, sungguh lucu karena itu juga merupakan serial kartun favoritenya. Di samping lemari terdapat jendela yang di bawahnya ada sofa yang berukuran sedang dan sepertinya cukup digunakan untuk tidur. Ukuran kamar tidak terlalu besar namun cukup nyaman.

Ia hendak akan berdiri ketika suara ketukan pintu terdengar, ia menengok kebelakang dan mempersilahkan masuk. Julian muncul dari balik pintu. Laki-laki itu baru selesai mandi terlihat dari rambutnya yang basah.

Jinny menatap Julian canggung, pikiran yang tidak-tidak muncul di benaknya. Ini kali pertama ia berdua dengan seorang laki-laki di kamar. Dan oh, ia baru ingat jika ia akan tidur di kasur Julian malam ini. Memikirkannya saja membuatnya sulit untuk bernapas. Ia tidak pernah tidur di kamar laki-laki, termasuk Joe sekalipun.

"Tenang saja, aku akan tidur di sofa sana," Julian seakan mengerti gelagat gadis itu dan menunjuk arah sofa yang berada dekat dengan jendela "Dan kau tidur di kasurku"

Jinny tersenyum kaku. Ia tak dapat menyembunyikan wajah malunya.

"Apakah kau lebih suka lampu di matikan saat tidur?" tanya Julian, berjalan ke arah lemari dan mengambil cadangan selimut.

"Tentu saja, aku tidak suka jika ada setitik cahaya ketika tidur. Itu sangat mengganggu mataku"

"Aku pikir kau takut jika lampu di matikan" Julian tertawa kecil mulai menggoda Jinny.

"Apakah kau berusaaha menakut-nakuitku lagi?" tanya Jinny dengan wajah memberengut.

"Tidak" Julian menengeok ke arah Jinny dengan tersenyum kecil.

Julian meletakkan selimut di sofa setelah mengambilnya dari lemari. Jinny hanya memperthatikan laki-laki itu, ketika ia akan menaikkan kakinya ke atas kasur, ponselnya bergetar. Ia mencabut kabel charger saat baterai ponselnya penuh, bersyukur Julian memilki charger yang sama dengan ukuran ponselnya.

Ia melihat nama yang tertera di layar dan terkejut. Oh Tuhan, bagaiman ia harus menjawab panggilan Joe ketika ia sedang berada di kamar laki-laki.

"Ha, hai, Joe" sapa Jinny ketika memutuskan untuk menjawabnya.

Julian menoleh menatap Jinny ketika gadis itu menerima telepon.

"Kau di mana sekarang?" tanya Joe dengan nada khawatir.

"A..aku, aku di..."

"Di mana? Ibumu menelponku dan menanyakan keberadaanmu padaku"

Jinny menggigit bibir bawahnya, ia mengangat pandangannya dan menatap Julian yang juga sedang menatapnya. Apakah ia harus jujur jika sedang bersama dengan Julian malam ini?

Dugaannya benar, pasti ibunya akan menghubungi Joe dan menanyakan tentangnya pada laki-laki itu. Itu tidak salah, karena hanya Joe yang dekat dengannya dan Sera tahu itu.

"Tenang Joe, sekarang aku sedang bersama dengan Julian. Aku kebetulan bertemu dengannya di jalan, dan dia menolongku"

"Okay, sekarang beritahu aku posisimu sekarang, aku akan menjemputmu"

Jinny memejamkan matanya sejenak, mengatur napas dan detak jantungnya. Ia tak mengerti kenapa ia takut memberitahu keberadaannya sekarang.

"Aku di rumah Julian, dan kau tidak perlu menjemputkan karena aku tidak apa-apa. Besok pagi aku pulang, dan beritahu ibuku untuk tidak mengkhwatirkanku"

Setelah mengatakan semua itu ia menarik napas lalu mengembuskannya. Sementara Julian hanya diam dan duduk di atas sofa sambil memainkan ponsel.

Jinny mengernyit ketika Joe hanya diam saja. Kenapa atmosfer di sekitarnya menjadi aneh seperti itu.

"J, Joe?"

"Baiklah, aku akan mengabarkan ibumu jika kau baik-baik saja"

Joe menutup sambungan telepon dan mengembuskan napas dalam. Ia lega jika Jinny baik-baik saja, namun kenapa perasaan lega itu tidak sejalan dengan hatinya. Rahangnya mengeras seraya menggenggam erat ponselnya. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
alanasyifa11
sejauh ini aku nyaman banget bacanya,alur ceritanya bagus,overall oke banget btw author kalo ada sosmd aku igin follow dong
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Clarity   11. Mimpi buruk

    Julian mencari tas sekolahnya yang tiba-tiba menghilang. Ia yakin tidak membawa tas itu di saat pelajaran olahraga. Anak laki-laku itu berlari ke menuju loker berharap ia memang lupa dan menaruhnya di sana. Namun nihil, ketika di buka hanya terdapat kertas sampah yang ia tak tahu siapa menaruh sampah-sampah itu di sana. Ia menunduk, pundaknya bergetar. Anak laki-laki tak boleh menangis. Ya, itu yang selalu di tanamkan oleh ayahnya, jika ia meneteskan setitik air mata, maka dia adalah laki-laki yang lemah."Kau baik-baik saja?" Seorang anak laki-laki menepuk pundaknya.Julian menoleh, dan berusaha menyunggingkan senyum."Tas sekolahku hilang""Aku yakin ini ulah Matthew"

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-20
  • Clarity   12. Rasa sakit

    Kecanggungan masih menyelimuti gadis itu meski Julian tampak biasa saja, sepertinya ia sudah melupakan kejadian pagi tadi. Tak ada percakapan yang terjadi sepanjang perjalanan menuju halte bus. Sebelum pamit pada keluarga Julian, Jinny menolak tawaran Nancy agar Julian mengantarnya sampai halte, namun karena laki-laki itu yang mengiayakan dan tetap akan mengantarnya, Jinny tak bisa berkata apapun.Sesampainya di halte Jinny memutar badan menghadap Julian yang berada beberapa langkah di belakangnya. Dia menatap, tersenyum kaku kemudian menghela napas dalam sebelum membuka mulut.Julian menghentikan langkahnya ketika gadis yang berjalan di depannya berhenti dan memutar badan menghadap ke arahnya. Ia mengangkat alis bingung."Terima kasih" ucapnya setelah memberanikan diri membuka mulut.

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-23
  • Clarity   13. Babak belur dan gosip

    Nancy sangat terkejut melihat keadaan Julian yang babak belur dan pesanan yang seharusnya di antarkan sudah tak berbentuk karena preman yang selain menendang sepedanya juga menginjak kue pesanan hingga hancur. Paul yang juga ikut dengannya ke toko kue mengantar Julianpun tak luput dari keterkejutan Nancy."Ada apa dengan kalian? Kenapa wajah kalian penuh luka seperti ini?"Julian dan Paul hanya diam, tidak berani menjawab."Julian! Aku sudah berulang kali memberitahumu untuk tidak meladeni para preman-preman itu!" Nancy meceramahi mereka dengan wajah marah "Kenapa kau tidak mendengarkan kata-kataku, huh!? Dan kau Paul! Bukannya melerai, kau malah ikut-ikutan!"Paul meringkuk, tidak berani menatap wajah Nancy yang mengerikan saat marah

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-25
  • Clarity   00. Prolog

    High dive into frozen waves where the past comes back to lifeFight fear for the selfish pain, it was worth it every timeHold still right before we crash 'cause we both know how this endsA clock ticks 'till it breaks your glass and I drown in you again'Cause you are the piece of me I wish I didn't needChasing relentlessly, still fight and I don't know whyIf our love is tragedy, why are you my remedy?If our love's insanity, why are you my clarity?If our love is tragedy, why are you my remedy?If our love's insanity, why are you my clarity?Julian menatap keluar jendela cafe dan mendapati Jinny terduduk mematung di tengah derasnya hujan. Matanya membulat kemudian langsung berlari ke luar menghampiri gadis itu. Ia memeluk Jinny erat.Walk on thr

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-17
  • Clarity   01. Identitasnya

    Aku tenggelam padamu lagiKarena kau adalah bagian dari diriku-Julian Wheeler-***"HEI!APA YANGKALIANLAKUKAN SAMPAI LAMA SEPERTI ITU?CEPAT BAWA PERLATANNYA KEMARI!"Julian menoleh ke belakang, ke arah sumber suara yang ada di luar sana, di ikuti oleh Paul yang membelakangi laki-laki itu. Paul bersungut kesal "Ada masalah hidup apa si pak tua itu?" setelah mendengar teriakan lantang pak tua yang di sebut-sebut tadi, alias Cody Hansen pelatih club sepak bola mereka."Cody menyuruh kita mengambil semua peratalan sialan ini karena kita terlambat, Paul

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-17
  • Clarity   02. Mimpi indah

    Jika cinta kita adalah tragedy lalu kenapa kau adalah penyembuhku?Jika cinta kita adalah kegilaan, kenapa kau adalah kejernihan ku?-Jinny Wilson-***Alunan musik serta suara merdu dari penyanyi wanita dan pria yang membawakan laguDestinymilikJim Brickman, mengiringi langkah seorang gadis cantik, dengan balutan gaun putih, seraya tersenyum manis menatap lurus kedepan. Tampak para tamu merasakan kebahagiaan dan terhanyut dalam suasana. Gadis itu melewati lorong deretan bangku yang di penuhi para undangan menuju ke sebuah altar, dimana seorang laki-laki tampan nan gagah dengan balutan tuxedo putih menunggunya dengan senyum yang merekah.Gadis itu menyambut uluran tangan

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-17
  • Clarity   03. Birthday

    Jinny mendongakkan kepala ke atas dan memejamkan mata menikmati sentuhan angin yang membelai lembut wajahnya. Pikiran tentang kedua orang tuanya ia singkirkan sejenak, ia hanya ingin mendengar suara nyaring kicauan burung gereja yang menari di atas sana. Ia membuka matanya ketika suara laki-laki yang ia kenal menyela diantara gemersak suara dedaunan."Hai, Jinny Wilson, maaf membuatmu menunggu lama" kata Joe yang kini sudah duduk dis amping Jinny.Gadis itu menurunkan pandangannya menghadap Joe dan menyunggikan senyum sempurna. Hanya laki-laki itu yang selalu ada untuknya, setidaknya untuk saat ini ia ingin terus bisa melihat tatapan hangat Joe. Meskipun ia tahu suatu saat nanti Joe akan menemukan cinta sejatinya pada wanita lain. Ya, itu akan terjadi jika ia hanya diam dan tidak melakukan sesuatu terhadap perasaannya pada Joe.

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-18
  • Clarity   04. Pertemuan tak terduga

    Gadis bermata coklat pekat dan berambut pendek sebahu itu berjalan menyusuri jalan raya menuju pertokoan. Hari itu ia pergi tanpa Joe, karena ia tidak ingin rencana yang sudah ia susun dengan rapi terbongkar. Sebenarnya Joe menawarkan diri untuk mengantarnya setelah rapat senat selasai, tapi Jinny menolak dengan halus dengan alasan ia harus membeli sesuatu yang berhubungan dengan privasi wanita, dan laki-laki tidak boleh tahu akan hal itu.Jinny sudah berada di toko serba guna, dan ia membeli beberapa barang seperti kertas lipat, lilin ulang tahun dan keperluan lainnya yang ia perlukan untuk melancarkan rencana kejutan ulang tahun untuk Joe Fernandez yang ke 21 tahun."Sepertinya sudah cukup" gumamnya setelah barang yang ia perlukan terkumpul di dalam ranjang.Well, hanya satu yang san

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-18

Bab terbaru

  • Clarity   13. Babak belur dan gosip

    Nancy sangat terkejut melihat keadaan Julian yang babak belur dan pesanan yang seharusnya di antarkan sudah tak berbentuk karena preman yang selain menendang sepedanya juga menginjak kue pesanan hingga hancur. Paul yang juga ikut dengannya ke toko kue mengantar Julianpun tak luput dari keterkejutan Nancy."Ada apa dengan kalian? Kenapa wajah kalian penuh luka seperti ini?"Julian dan Paul hanya diam, tidak berani menjawab."Julian! Aku sudah berulang kali memberitahumu untuk tidak meladeni para preman-preman itu!" Nancy meceramahi mereka dengan wajah marah "Kenapa kau tidak mendengarkan kata-kataku, huh!? Dan kau Paul! Bukannya melerai, kau malah ikut-ikutan!"Paul meringkuk, tidak berani menatap wajah Nancy yang mengerikan saat marah

  • Clarity   12. Rasa sakit

    Kecanggungan masih menyelimuti gadis itu meski Julian tampak biasa saja, sepertinya ia sudah melupakan kejadian pagi tadi. Tak ada percakapan yang terjadi sepanjang perjalanan menuju halte bus. Sebelum pamit pada keluarga Julian, Jinny menolak tawaran Nancy agar Julian mengantarnya sampai halte, namun karena laki-laki itu yang mengiayakan dan tetap akan mengantarnya, Jinny tak bisa berkata apapun.Sesampainya di halte Jinny memutar badan menghadap Julian yang berada beberapa langkah di belakangnya. Dia menatap, tersenyum kaku kemudian menghela napas dalam sebelum membuka mulut.Julian menghentikan langkahnya ketika gadis yang berjalan di depannya berhenti dan memutar badan menghadap ke arahnya. Ia mengangkat alis bingung."Terima kasih" ucapnya setelah memberanikan diri membuka mulut.

  • Clarity   11. Mimpi buruk

    Julian mencari tas sekolahnya yang tiba-tiba menghilang. Ia yakin tidak membawa tas itu di saat pelajaran olahraga. Anak laki-laku itu berlari ke menuju loker berharap ia memang lupa dan menaruhnya di sana. Namun nihil, ketika di buka hanya terdapat kertas sampah yang ia tak tahu siapa menaruh sampah-sampah itu di sana. Ia menunduk, pundaknya bergetar. Anak laki-laki tak boleh menangis. Ya, itu yang selalu di tanamkan oleh ayahnya, jika ia meneteskan setitik air mata, maka dia adalah laki-laki yang lemah."Kau baik-baik saja?" Seorang anak laki-laki menepuk pundaknya.Julian menoleh, dan berusaha menyunggingkan senyum."Tas sekolahku hilang""Aku yakin ini ulah Matthew"

  • Clarity   10. Menginap

    Disinilah ia sekarang. Gadis itu memandang punggung Julian harap cemas, ia takut jika orang tuanya akan memarahinya karena membawa gadis ke dalam rumah. Tapi hanya itu yang bisa ia lakukan sekarang. Ia tidak ingin pulang ke rumah dan melihat ibunya bersama pria lain. Memikirkannya saja membuatnya mual. Tapi keputusannya untuk menginap di rumah seorang laki-laki yang baru ia kenal satu minggu itu suatu keputusan bodoh dan aneh. Lalu, ap bedanya ia dengan ibunya?"Silahkan masuk"Suara Julian membuyarkan lamunannya. Ia menarik napas dalam lalu mengembuskannya perlahan. Ini kali pertama ia memasuki rumah orang lain selain Joe.Jinny mengikuti Julian dari belakang melangkah ke dalam ruang tengah. Matanya memandangi sekeliling rumah. Sangat rapi dan bersih, tidak terlalu besar namun sangat

  • Clarity   09. Ikut denganmu

    Jinny menghempaskan tubuhnya ke sofa. Ia menyenderkan kepala di punggu sofa dan memejamkan matanya sejenak. Hening. Hanya suara detakan jarum jam dan mesin penghangat ruangan yang terdengar. Ia mengembuskan napas, membuka mata kemudian mengambil ponsel yang ada di dalam tas. Ada lima panggilan tak terjawab dari ibunya. Ia tahu maksud wanita itu menghubunginya, maka dari itu ia lebih baik tak menjawab.Ia baru akan berdiri ketika suara seseorang membuka pintu. Ia menoleh dan mendapati ibunya masuk bersama dengan seorang pria. Matanya menatap dingin kearah ibunya dan pria itu. Siapa pria berjenggot itu? Apakah dia pacar baru ibunya? Tapi kan, ibu dan ayahnya belum bercerai.Sera Wilson tersenyum pada pria yang berada disampingnya. Ia tidak menyadari keberadaan Jinny yang kini sedang memperhatikan mereka. Langkahnya terhenti ketika akan me

  • Clarity   08. Iri

    "Hai, Jinny, maaf membuatmu menunggu lama"Jinny menoleh dan tersenyum sempurna ketika Joe menghampirinya. Julian yang juga menoleh kearah Joe yang saat itu sudah berdiri di samping Jinny."Akhirnya, kau datang juga""Sebeneranya rapat sudah selesai tiga puluh menit yang lalu, namun ibuku tiba-tiba menelpon dan menyuruhku untuk segera pulang kerumah"Pandangan Joe kini beralih pada Julian yang hanya diam. "Oh, hai Julian, senang bisa bertemu denganmu lagi" sapa Joe ramah."Hai, Joe, sama-sama" balas Julian dengan tersenyum ramah.Setelah saling sapa satu sama lain, Julian dan Jinny berdiri, dan gadis itu menatap Julian yang ada disa

  • Clarity   07. Lovely friend

    "Jika kau menolak, mengapa kau datang menemuiku?"Joe FernandezJoe Fernandez, ketua Senat sekaligus ketua panitia kegiatan Bazzar kampus sedang menjelaskan struktur kegiatan yang akan berlangsung pada tanggal 10 Januari nanti. Para anggota senat dan juga panita acara memperhatikan Joe mempresentasikan proposal yang akan di ajukan ke pihak universitas. Tak ada yang mampu menyela penjelasan laki-laki itu, semua yang di sampaikannya sudah sangat jelas dan tampak semua setuju dengan rencana Joe pada kegitan Bazzar nanti. Tidak perlu di ragukan bagaimana Joe begitu lugas dan percaya diri dalam menyampaikan gagasan-gagasan menariknya."Aku harap kegitan bazzar kali ini berjalan dengan lancar, dan semua ketua seksi yang sudah aku tunjuk untuk bisa menjalankan semua tugas de

  • Clarity   06. Menutup hati

    Hari minggu tanggal 25 Desember hari ulang tahun Joe Fernandez yang ke dua puluh satu. Jinny sibuk mempersiapkan kejutan untuk Joe, mulai dari membuat makanan ringan, membuat hadiah spesial, dan tidak lupa ia juga sudah mempersiapkan kue ulang tahun yang kemarin malam ia pesan di La Vien Cake. Beruntung saat turun dari bus kemarin malam, ibu Joe menelponnya untuk cepat pulang karena ayahnya akan segera berangkat ke Mexico untuk menjenguk kakeknya yang sedang sakit. Saat itu Jinny merasa lega dan tak perlu menjelaskan apa saja yang sudah ia beli. Sebenarnya saat perjalanan pulang, Jinny mengalihkan pembicaraan agar Joe tidak bertanya lebih lanjut apa yang sedang ia lakukan di tempat kemarin. Jinny mengeluarkan Tourtiere dari oven. Sejak pagi ia sibuk mempelajari resep untuk membuat Tourtiere—makanan favorite Joe—hingga sore menjelang ia baru berhasil membuatnya. A

  • Clarity   05. Sebuah takdir?

    Julian dan Jinny berlari kecil begitu turun dari bus. Angin bulan desember yang dingin menerpa wajah keduanya, membuat Jinny harus berjalan dengan kepala ditundukkan, begitu juga dengan Julian. Ia mengeratkan pegangannya pada kantong belanjaan yang ia bawa. Julian menjejalkan kedua tangan ke saku jaket tebalnya dan mereka berjalan cepat di sepanjang trotoar ke arah tokoLa Vien Cake.Lonceng kecil yang tergantung di atas pintu depan berdenting nyaring ketika Julian mendorong pintu dan masuk ke toko kecil yang klasik dengan mengusung gaya vintage. Mereka mengembuskan napas lega ketika rasa hangat di dalam toko mulai menjalari tubuh keduanya."Selamat datang diLa Vien Cake" sapa Clara salah satu karyawan toko kue itu dengan tersenyum ramah menyambut Julian dan Jinny.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status