Beranda / Romansa / Clarity / 02. Mimpi indah

Share

02. Mimpi indah

Penulis: onDubu SHine
last update Terakhir Diperbarui: 2021-02-17 17:33:07

Jika cinta kita adalah tragedy lalu kenapa kau adalah penyembuhku? 

Jika cinta kita adalah kegilaan, kenapa kau adalah kejernihan ku?

-Jinny Wilson-

***

Alunan musik serta suara merdu dari penyanyi wanita dan pria yang membawakan lagu Destiny milik Jim Brickman, mengiringi langkah seorang gadis cantik, dengan balutan gaun putih, seraya tersenyum manis menatap lurus kedepan. Tampak para tamu merasakan kebahagiaan dan terhanyut dalam suasana. Gadis itu melewati lorong deretan bangku yang di penuhi para undangan menuju ke sebuah altar, dimana seorang laki-laki tampan nan gagah dengan balutan tuxedo putih menunggunya dengan senyum yang merekah.

Gadis itu menyambut uluran tangan si pengantin laki-laki setelah berdiri tepat di hadapannya. Raut bahagia tergambar jelas di wajah keduanya. Mata coklat laki-laki itu menatap dalam gadis di hadapannya, ia mencium lembut tangan mempelai wanita tepat ketika lirik lagu "you look so beautiful in white" mengalun merdu dari penyanyi pria.

Setelah mencium manis tangan mempelai wanita, laki-laki itu kemudian menatap gadis di hadapannya. Perlahan ia mendekatkan wajahnya dan mencumbu bibir merah sang mempelai. Suara riuh tepuk tangan para undangan yang turut bahagia menyaksikan kedua mempelai menggema di seluruh aula.

Bruk!

Jinny terjatuh dari kasur hingga menimbulkan suara yang cukup keras. Ia meringis kesakitan, ternyata pepatah yang mengatakan mimpi bisa menjatuhkanmu dengan kejam itu benar adanya. Jinny mengerang frustasi saat menyadari semua itu hanyalah mimpi. Ia bangun dan hendak kembali ke atas tempat tidur ketika suara alarm menghentikan niatnya untuk menyambung mimpi indahnya. Oh Tuhan! Ia ingin kembali ke mimpi itu lagi.

Satu jam kemudian Jinny sudah beriap untuk berangakat ke kampus. Gadis itu melangkah riang melewati kompleks perumahan, ia tak bisa berhenti tersenyum kala mengingat mimpinya tadi malam. Ya, laki-laki yang ada dalam mimpi itu kini sedang menunggunya di ujung jalan. Ingin segera menghampiri laki-laki itu, Jinny mempercepat langkahnya.

"Selamat pagi, Joe" sapa Jinny dengan wajah berseri.

"Selamat pagi, Jinny" balas laki-laki bernama Joe itu dengan senyuman yang selalu membuat Jinny berdebar. Setiap pagi Joe selalu menunggu Jinny di ujung jalan seberang halte bus. Rumah mereka hanya terpaut dua kompleks.

"Bagiamana tidurmu tadi malam? Apakah kau mimpi indah?" tanya Joe sambil berjalan mengikuti Jinny di sampingnya.

"Sangat indah" jawab Jinny bersemangat. Ia menyembunyikan senyumannya dengan memalingkan wajah ke samping kiri agar Joe tidak melihatnya. Tentu saja sangat indah, karena orang ada dalam mimpi indah itu adalah kau, Joe, batinnya.

"Baguslah, aku senang mendengarnya"

Tepat setelah Joe mengatakan itu, bis yang akan membawa mereka ke kampus sudah tiba. Joe melebarkan langkahnya mendahului Jinny yang saat itu sedang berpikir apakah mimpi itu bisa menjadi nyata suatu saat nanti? Sampai ia tidak sadar jika Joe mengulurkan tangan ke arahnya. "Cepat naik"

Ya, ia berharap suatu saat nanti mimpi itu menjadi nyata, dan laki-laki yang ada dihadapannya kini adalah jodoh yang dipilihkan Tuhan untuknya. Dengan mantap Jinny meraih uluran tangan Joe dan naik ke bus. Namun pertanyaannya sekarang adalah, apakah Joe juga mengharapakan hal sama seperti dirinya. Tepat setelah Jinny meraih tangan Joe dan naik, pintu bus tertutup dan perlahan berjalan.

***

Keadaan kampus pagi itu tampak ramai oleh mahasiswa yang menghadiri jadwal mata kuliah pagi, tidak semua mata kuliah di adakan pada pagi hari, oleh karena itu ada beberapa kelas yang kosong karena hanya di gunakan pada siang hari dan juga malam. Jinny dan Joe mengambil mata kuliah yang sama, maka dari itu mereka selalu datang bersama. Tak sedikit yang mengira jika mereka adalah pasangan kekasih. Jinny berharap seperti itu, namun sepertinya tidak dengan Joe.

Jinny mengekor di belakang Joe, mereka melangkah menuju kelas Mr. Edward dosen bisnis manajemen yang sebentar lagi akan di mulai. Seperti biasa, Jinny akan mengambil tempat yang sama dengan Joe ketika seseorang menyambar dan menempati tempat itu lebih dulu hingga membuat Jinny mundur ke belakang. Baru saja ia akan membuka mulut untuk mengatakan sesuatu Mr. Edward datang. Ia mengembuskan nafas berat, menahan dirinya untuk tidak mencakar wajah orang yang merebut tempatnya.

Alis Joe terangkat ketika seseorang menyambar dan duduk di sampingnya secara tiba-tiba kemudian ia beralih menatap Jinny yang saat itu berjalan menuju kursi belakang.

"Selamat pagi, Joe" sapa gadis itu dengan tersenyum polos.

Joe mendesah pelan "Pagi, Kessie" balas Joe malas.

"Ayolah, Joe, bisakah kau membalas sapaan orang lain dengan ramah?" kata Kessie dengan nada merajuk.

Tanpa mempedulikan ucapan Kessie, Joe menoleh ke belakang, ke arah Jinny. Gadis itu tersenyum samar seakan ia memberitahu jika dirinya baik-baik saja, dan tak apa jika Kessie duduk di sebelahnya. Joe melempar pandangannya ke bawah, mengembuskan nafas lalu kembali menatap ke depan.

Joe mendekatkan tubuhnya dan berbisik ke telinga Kessie "Jika kau ingin aku ramah padamu, mulai besok jangan duduk di dekatku" setelah itu ia kembali menjauhkan tubuhnya.

Ia tak peduli seperti apa respon gadis di sampingnya, ia hanya memperhatikan Mr. Edward yang sedang mempersiapkan materi perkuliahan.

Kessie mengerutkan alis, kemudian menatap sinis ke arah Joe. Ini bukan pertama kalinya Joe mengatakan hal yang menyakitkan seperti itu padanya. Ia tahu jika Joe tidak menyukainya, mungkin sangat membencinya karena perlakuan semena-menanya pada Jinny. Laki-laki itu memang selalu menjadi pelindung bagi Jinny, siapapun yang berani menyentuhnya Joe tidak akan tinggal diam. Meski orang itu wanita sekalipun.

Jinny yang duduk di belakang melihat Joe membisikkan sesuatu pada Kessie. Ia hanya menatapnya datar, ia seakan tahu apa yang dikatakan Joe pada gadis itu.

***

Siang itu Jinny memutuskan untuk membeli sandwich di kantin setelah mata kuliah statistik selesai karena perutnya meronta untuk segera di isi. Joe kala itu tidak bisa ikut bersamanya karena ada rapat dengan anggota senat untuk membahas acara bazzar yang akan di adakan tiga minggu lagi.

Kantin saat itu cukup ramai hingga membuatnya harus mengantri untuk mendapatkan sandwich yang menjadi makanan favoritenya. Ia melongokkan kepalanya ke depan melihat berapa orang yang juga mengantri seperti dirinya. Well, dia ada di urutan ke lima.

"Hei, Banny, cepat sedikit! Aku sudah sangat lapar" teriak salah satu mahasiswa pada penjual sandwich.

Pria bertubuh tambun itu menjawab dengan suaranya yang khas "Sabar sedikit, nak, kami sedang kehabisan pork, jika kau tidak bisa menahan lapar, silahkan pilih menu yang ada di stand sebelah"

Para mahasiswa yang berseru kecewa, padahal mereka sangat ingin makan sandwich yang terkenal lezat di kantin itu. Pundak Jinny melingsut ke bawah, ia sama seperti mahasiswa lainnya yang merasa kecewa.

"Lain kali persiapkan bahan-bahannya lebih banyak lagi," sahut mahasiswa lainnya yang berada di depan Jinny "Kau membuat kami menunggu lama"

Jinny keluar dari barisan antrian karena sudah tidak bisa menahan rasa lapar di perutnya. Baru saja ia akan membalikkan badan menuju stand lainnya seseorang menabrak pundaknya hingga membuatnya hampir terperosok dan mengenai mahasiswa lainnya yang berada disampingnya jiak saja sebuah tangan tidak menahan tubuhnya.

"Maaf, aku tidak sengaja, aku sedang buru-buru"

Ternyata orang menabraknya tadi dengan cepat menahan tubuh Jinny kemudian meminta maaf padanya. Jinny terkesiap saat seorang laki-laki mendekap pundaknya.

"Hei, Julian, hampir saja kau membuatnya terpental" sahut teman yang berada di sampingnya.

Sadar jika Jinny merasa tidak nyaman ia melepas dekapannya dari pundak gadis itu. Jinny menegakkan tubuhnya kembali, kemudian menatap Julian ragu. Ia tidak biasa berbicara dengan laki-laki lain selain Joe.

"I,Iya tidak apa-apa," jawab Jinny dengan gagap "Maaf, saya permisi"

Jinny melewati Julian menuju stand yang ada di dekat pintu kantin. Laki-laki itu memperhatikan sampai Jinny benar-benar sampai ke stand penjualan nasi goreng khas china. Pandangannya beralih ketika temannya—Paul mendorong pundaknnya dengan berkata "Kau tidak harus melihatnya seperti itu, dia akan takut melihatmu, dan mengira kau akan memangsanya hidup-hidup"

Julian melirik Paul sekilas "Aku seperti pernah bertemu dengannya di suatu tempat" katanya sambil lalu.

"Kau pernah bertemu dengannya? Dimana?"

"Aku tidak benar-benar ingat pernah bertemu dengannya"

"Di ingat lagi nanti jika kita sudah mengisi perut kosong ini, Julian"

Mereka berdua menghadap counter penjual burger yang sudah memanggil untuk segera memesan.

Jinny yang merasa di perhatikan, dengan ragu menoleh ke arah Julian yang saat itu sudah memalingakan wajahnya ketika Paul mendorong bahu laki-laki itu. Sama seperti Julian, ia merasa pernah bertemu dengannya di suatu tempat.

"Ini pesanan nasi gorengnya, nona"

Mendengar bibi penjual nasi goreng memanggilnya, ia dengan cepat menoleh dan mengabaikan pikirannya tentang laki-laki yang tidak sengaja menabaraknya beberapa menit yang lalu.

***

Jinny meletakkan bukunya di atas pangkuannya setelah suara ponselnya berdering. Layar ponsel menampilkan nama 'Mom' .

"Ya, mom" jawab Jinny setelah menempelkan ponselnya.

"Maaf, nak, sepertinya aku tidak bisa pulang cepat malam ini" sahut Sera di seberang telepon.

Seketika wajah Jinny berubah, tatapan matanya dingin. Ia mendesah kemudian menjawab "Baiklah, aku mengerti, sampai jumpa" tanpa menunggu balasan dari Sera ia menuntup sambungan lalu memamsukkan ponselnya ke dalam ransel. Jinny menopang kedua tangannya di pinggir kursi, ia mencondongkan tubuhnya ke depan seraya memandang hamparan danau di hadapannya.

Ia berpikir jika selama ini ia hanya hidup sendiri tanpa sipapun, ayahnya sekarang berada di balik jerusi besi akibat perbuatannya delapan tahun yang lalu, dan kini ibunya seperti tak pernah ada untuknya. Semilir angin menerpa wajanya lembut. Kucauan burung yang menari di angkasa mengalihkan pandangannya, Jinny menatap ke atas, memandang langit yang sudah berubah menjadi merah jingga. Begitu indah, batinnya.

Tanpa di sadari seseorang yang sedang duduk di atas tangga juga memandang langit yang sama dengannya. 

Bab terkait

  • Clarity   03. Birthday

    Jinny mendongakkan kepala ke atas dan memejamkan mata menikmati sentuhan angin yang membelai lembut wajahnya. Pikiran tentang kedua orang tuanya ia singkirkan sejenak, ia hanya ingin mendengar suara nyaring kicauan burung gereja yang menari di atas sana. Ia membuka matanya ketika suara laki-laki yang ia kenal menyela diantara gemersak suara dedaunan."Hai, Jinny Wilson, maaf membuatmu menunggu lama" kata Joe yang kini sudah duduk dis amping Jinny.Gadis itu menurunkan pandangannya menghadap Joe dan menyunggikan senyum sempurna. Hanya laki-laki itu yang selalu ada untuknya, setidaknya untuk saat ini ia ingin terus bisa melihat tatapan hangat Joe. Meskipun ia tahu suatu saat nanti Joe akan menemukan cinta sejatinya pada wanita lain. Ya, itu akan terjadi jika ia hanya diam dan tidak melakukan sesuatu terhadap perasaannya pada Joe.

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-18
  • Clarity   04. Pertemuan tak terduga

    Gadis bermata coklat pekat dan berambut pendek sebahu itu berjalan menyusuri jalan raya menuju pertokoan. Hari itu ia pergi tanpa Joe, karena ia tidak ingin rencana yang sudah ia susun dengan rapi terbongkar. Sebenarnya Joe menawarkan diri untuk mengantarnya setelah rapat senat selasai, tapi Jinny menolak dengan halus dengan alasan ia harus membeli sesuatu yang berhubungan dengan privasi wanita, dan laki-laki tidak boleh tahu akan hal itu.Jinny sudah berada di toko serba guna, dan ia membeli beberapa barang seperti kertas lipat, lilin ulang tahun dan keperluan lainnya yang ia perlukan untuk melancarkan rencana kejutan ulang tahun untuk Joe Fernandez yang ke 21 tahun."Sepertinya sudah cukup" gumamnya setelah barang yang ia perlukan terkumpul di dalam ranjang.Well, hanya satu yang san

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-18
  • Clarity   05. Sebuah takdir?

    Julian dan Jinny berlari kecil begitu turun dari bus. Angin bulan desember yang dingin menerpa wajah keduanya, membuat Jinny harus berjalan dengan kepala ditundukkan, begitu juga dengan Julian. Ia mengeratkan pegangannya pada kantong belanjaan yang ia bawa. Julian menjejalkan kedua tangan ke saku jaket tebalnya dan mereka berjalan cepat di sepanjang trotoar ke arah tokoLa Vien Cake.Lonceng kecil yang tergantung di atas pintu depan berdenting nyaring ketika Julian mendorong pintu dan masuk ke toko kecil yang klasik dengan mengusung gaya vintage. Mereka mengembuskan napas lega ketika rasa hangat di dalam toko mulai menjalari tubuh keduanya."Selamat datang diLa Vien Cake" sapa Clara salah satu karyawan toko kue itu dengan tersenyum ramah menyambut Julian dan Jinny.

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-18
  • Clarity   06. Menutup hati

    Hari minggu tanggal 25 Desember hari ulang tahun Joe Fernandez yang ke dua puluh satu. Jinny sibuk mempersiapkan kejutan untuk Joe, mulai dari membuat makanan ringan, membuat hadiah spesial, dan tidak lupa ia juga sudah mempersiapkan kue ulang tahun yang kemarin malam ia pesan di La Vien Cake. Beruntung saat turun dari bus kemarin malam, ibu Joe menelponnya untuk cepat pulang karena ayahnya akan segera berangkat ke Mexico untuk menjenguk kakeknya yang sedang sakit. Saat itu Jinny merasa lega dan tak perlu menjelaskan apa saja yang sudah ia beli. Sebenarnya saat perjalanan pulang, Jinny mengalihkan pembicaraan agar Joe tidak bertanya lebih lanjut apa yang sedang ia lakukan di tempat kemarin. Jinny mengeluarkan Tourtiere dari oven. Sejak pagi ia sibuk mempelajari resep untuk membuat Tourtiere—makanan favorite Joe—hingga sore menjelang ia baru berhasil membuatnya. A

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-18
  • Clarity   07. Lovely friend

    "Jika kau menolak, mengapa kau datang menemuiku?"Joe FernandezJoe Fernandez, ketua Senat sekaligus ketua panitia kegiatan Bazzar kampus sedang menjelaskan struktur kegiatan yang akan berlangsung pada tanggal 10 Januari nanti. Para anggota senat dan juga panita acara memperhatikan Joe mempresentasikan proposal yang akan di ajukan ke pihak universitas. Tak ada yang mampu menyela penjelasan laki-laki itu, semua yang di sampaikannya sudah sangat jelas dan tampak semua setuju dengan rencana Joe pada kegitan Bazzar nanti. Tidak perlu di ragukan bagaimana Joe begitu lugas dan percaya diri dalam menyampaikan gagasan-gagasan menariknya."Aku harap kegitan bazzar kali ini berjalan dengan lancar, dan semua ketua seksi yang sudah aku tunjuk untuk bisa menjalankan semua tugas de

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-18
  • Clarity   08. Iri

    "Hai, Jinny, maaf membuatmu menunggu lama"Jinny menoleh dan tersenyum sempurna ketika Joe menghampirinya. Julian yang juga menoleh kearah Joe yang saat itu sudah berdiri di samping Jinny."Akhirnya, kau datang juga""Sebeneranya rapat sudah selesai tiga puluh menit yang lalu, namun ibuku tiba-tiba menelpon dan menyuruhku untuk segera pulang kerumah"Pandangan Joe kini beralih pada Julian yang hanya diam. "Oh, hai Julian, senang bisa bertemu denganmu lagi" sapa Joe ramah."Hai, Joe, sama-sama" balas Julian dengan tersenyum ramah.Setelah saling sapa satu sama lain, Julian dan Jinny berdiri, dan gadis itu menatap Julian yang ada disa

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-18
  • Clarity   09. Ikut denganmu

    Jinny menghempaskan tubuhnya ke sofa. Ia menyenderkan kepala di punggu sofa dan memejamkan matanya sejenak. Hening. Hanya suara detakan jarum jam dan mesin penghangat ruangan yang terdengar. Ia mengembuskan napas, membuka mata kemudian mengambil ponsel yang ada di dalam tas. Ada lima panggilan tak terjawab dari ibunya. Ia tahu maksud wanita itu menghubunginya, maka dari itu ia lebih baik tak menjawab.Ia baru akan berdiri ketika suara seseorang membuka pintu. Ia menoleh dan mendapati ibunya masuk bersama dengan seorang pria. Matanya menatap dingin kearah ibunya dan pria itu. Siapa pria berjenggot itu? Apakah dia pacar baru ibunya? Tapi kan, ibu dan ayahnya belum bercerai.Sera Wilson tersenyum pada pria yang berada disampingnya. Ia tidak menyadari keberadaan Jinny yang kini sedang memperhatikan mereka. Langkahnya terhenti ketika akan me

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-18
  • Clarity   10. Menginap

    Disinilah ia sekarang. Gadis itu memandang punggung Julian harap cemas, ia takut jika orang tuanya akan memarahinya karena membawa gadis ke dalam rumah. Tapi hanya itu yang bisa ia lakukan sekarang. Ia tidak ingin pulang ke rumah dan melihat ibunya bersama pria lain. Memikirkannya saja membuatnya mual. Tapi keputusannya untuk menginap di rumah seorang laki-laki yang baru ia kenal satu minggu itu suatu keputusan bodoh dan aneh. Lalu, ap bedanya ia dengan ibunya?"Silahkan masuk"Suara Julian membuyarkan lamunannya. Ia menarik napas dalam lalu mengembuskannya perlahan. Ini kali pertama ia memasuki rumah orang lain selain Joe.Jinny mengikuti Julian dari belakang melangkah ke dalam ruang tengah. Matanya memandangi sekeliling rumah. Sangat rapi dan bersih, tidak terlalu besar namun sangat

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-18

Bab terbaru

  • Clarity   13. Babak belur dan gosip

    Nancy sangat terkejut melihat keadaan Julian yang babak belur dan pesanan yang seharusnya di antarkan sudah tak berbentuk karena preman yang selain menendang sepedanya juga menginjak kue pesanan hingga hancur. Paul yang juga ikut dengannya ke toko kue mengantar Julianpun tak luput dari keterkejutan Nancy."Ada apa dengan kalian? Kenapa wajah kalian penuh luka seperti ini?"Julian dan Paul hanya diam, tidak berani menjawab."Julian! Aku sudah berulang kali memberitahumu untuk tidak meladeni para preman-preman itu!" Nancy meceramahi mereka dengan wajah marah "Kenapa kau tidak mendengarkan kata-kataku, huh!? Dan kau Paul! Bukannya melerai, kau malah ikut-ikutan!"Paul meringkuk, tidak berani menatap wajah Nancy yang mengerikan saat marah

  • Clarity   12. Rasa sakit

    Kecanggungan masih menyelimuti gadis itu meski Julian tampak biasa saja, sepertinya ia sudah melupakan kejadian pagi tadi. Tak ada percakapan yang terjadi sepanjang perjalanan menuju halte bus. Sebelum pamit pada keluarga Julian, Jinny menolak tawaran Nancy agar Julian mengantarnya sampai halte, namun karena laki-laki itu yang mengiayakan dan tetap akan mengantarnya, Jinny tak bisa berkata apapun.Sesampainya di halte Jinny memutar badan menghadap Julian yang berada beberapa langkah di belakangnya. Dia menatap, tersenyum kaku kemudian menghela napas dalam sebelum membuka mulut.Julian menghentikan langkahnya ketika gadis yang berjalan di depannya berhenti dan memutar badan menghadap ke arahnya. Ia mengangkat alis bingung."Terima kasih" ucapnya setelah memberanikan diri membuka mulut.

  • Clarity   11. Mimpi buruk

    Julian mencari tas sekolahnya yang tiba-tiba menghilang. Ia yakin tidak membawa tas itu di saat pelajaran olahraga. Anak laki-laku itu berlari ke menuju loker berharap ia memang lupa dan menaruhnya di sana. Namun nihil, ketika di buka hanya terdapat kertas sampah yang ia tak tahu siapa menaruh sampah-sampah itu di sana. Ia menunduk, pundaknya bergetar. Anak laki-laki tak boleh menangis. Ya, itu yang selalu di tanamkan oleh ayahnya, jika ia meneteskan setitik air mata, maka dia adalah laki-laki yang lemah."Kau baik-baik saja?" Seorang anak laki-laki menepuk pundaknya.Julian menoleh, dan berusaha menyunggingkan senyum."Tas sekolahku hilang""Aku yakin ini ulah Matthew"

  • Clarity   10. Menginap

    Disinilah ia sekarang. Gadis itu memandang punggung Julian harap cemas, ia takut jika orang tuanya akan memarahinya karena membawa gadis ke dalam rumah. Tapi hanya itu yang bisa ia lakukan sekarang. Ia tidak ingin pulang ke rumah dan melihat ibunya bersama pria lain. Memikirkannya saja membuatnya mual. Tapi keputusannya untuk menginap di rumah seorang laki-laki yang baru ia kenal satu minggu itu suatu keputusan bodoh dan aneh. Lalu, ap bedanya ia dengan ibunya?"Silahkan masuk"Suara Julian membuyarkan lamunannya. Ia menarik napas dalam lalu mengembuskannya perlahan. Ini kali pertama ia memasuki rumah orang lain selain Joe.Jinny mengikuti Julian dari belakang melangkah ke dalam ruang tengah. Matanya memandangi sekeliling rumah. Sangat rapi dan bersih, tidak terlalu besar namun sangat

  • Clarity   09. Ikut denganmu

    Jinny menghempaskan tubuhnya ke sofa. Ia menyenderkan kepala di punggu sofa dan memejamkan matanya sejenak. Hening. Hanya suara detakan jarum jam dan mesin penghangat ruangan yang terdengar. Ia mengembuskan napas, membuka mata kemudian mengambil ponsel yang ada di dalam tas. Ada lima panggilan tak terjawab dari ibunya. Ia tahu maksud wanita itu menghubunginya, maka dari itu ia lebih baik tak menjawab.Ia baru akan berdiri ketika suara seseorang membuka pintu. Ia menoleh dan mendapati ibunya masuk bersama dengan seorang pria. Matanya menatap dingin kearah ibunya dan pria itu. Siapa pria berjenggot itu? Apakah dia pacar baru ibunya? Tapi kan, ibu dan ayahnya belum bercerai.Sera Wilson tersenyum pada pria yang berada disampingnya. Ia tidak menyadari keberadaan Jinny yang kini sedang memperhatikan mereka. Langkahnya terhenti ketika akan me

  • Clarity   08. Iri

    "Hai, Jinny, maaf membuatmu menunggu lama"Jinny menoleh dan tersenyum sempurna ketika Joe menghampirinya. Julian yang juga menoleh kearah Joe yang saat itu sudah berdiri di samping Jinny."Akhirnya, kau datang juga""Sebeneranya rapat sudah selesai tiga puluh menit yang lalu, namun ibuku tiba-tiba menelpon dan menyuruhku untuk segera pulang kerumah"Pandangan Joe kini beralih pada Julian yang hanya diam. "Oh, hai Julian, senang bisa bertemu denganmu lagi" sapa Joe ramah."Hai, Joe, sama-sama" balas Julian dengan tersenyum ramah.Setelah saling sapa satu sama lain, Julian dan Jinny berdiri, dan gadis itu menatap Julian yang ada disa

  • Clarity   07. Lovely friend

    "Jika kau menolak, mengapa kau datang menemuiku?"Joe FernandezJoe Fernandez, ketua Senat sekaligus ketua panitia kegiatan Bazzar kampus sedang menjelaskan struktur kegiatan yang akan berlangsung pada tanggal 10 Januari nanti. Para anggota senat dan juga panita acara memperhatikan Joe mempresentasikan proposal yang akan di ajukan ke pihak universitas. Tak ada yang mampu menyela penjelasan laki-laki itu, semua yang di sampaikannya sudah sangat jelas dan tampak semua setuju dengan rencana Joe pada kegitan Bazzar nanti. Tidak perlu di ragukan bagaimana Joe begitu lugas dan percaya diri dalam menyampaikan gagasan-gagasan menariknya."Aku harap kegitan bazzar kali ini berjalan dengan lancar, dan semua ketua seksi yang sudah aku tunjuk untuk bisa menjalankan semua tugas de

  • Clarity   06. Menutup hati

    Hari minggu tanggal 25 Desember hari ulang tahun Joe Fernandez yang ke dua puluh satu. Jinny sibuk mempersiapkan kejutan untuk Joe, mulai dari membuat makanan ringan, membuat hadiah spesial, dan tidak lupa ia juga sudah mempersiapkan kue ulang tahun yang kemarin malam ia pesan di La Vien Cake. Beruntung saat turun dari bus kemarin malam, ibu Joe menelponnya untuk cepat pulang karena ayahnya akan segera berangkat ke Mexico untuk menjenguk kakeknya yang sedang sakit. Saat itu Jinny merasa lega dan tak perlu menjelaskan apa saja yang sudah ia beli. Sebenarnya saat perjalanan pulang, Jinny mengalihkan pembicaraan agar Joe tidak bertanya lebih lanjut apa yang sedang ia lakukan di tempat kemarin. Jinny mengeluarkan Tourtiere dari oven. Sejak pagi ia sibuk mempelajari resep untuk membuat Tourtiere—makanan favorite Joe—hingga sore menjelang ia baru berhasil membuatnya. A

  • Clarity   05. Sebuah takdir?

    Julian dan Jinny berlari kecil begitu turun dari bus. Angin bulan desember yang dingin menerpa wajah keduanya, membuat Jinny harus berjalan dengan kepala ditundukkan, begitu juga dengan Julian. Ia mengeratkan pegangannya pada kantong belanjaan yang ia bawa. Julian menjejalkan kedua tangan ke saku jaket tebalnya dan mereka berjalan cepat di sepanjang trotoar ke arah tokoLa Vien Cake.Lonceng kecil yang tergantung di atas pintu depan berdenting nyaring ketika Julian mendorong pintu dan masuk ke toko kecil yang klasik dengan mengusung gaya vintage. Mereka mengembuskan napas lega ketika rasa hangat di dalam toko mulai menjalari tubuh keduanya."Selamat datang diLa Vien Cake" sapa Clara salah satu karyawan toko kue itu dengan tersenyum ramah menyambut Julian dan Jinny.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status