Home / Romansa / Clarity / 04. Pertemuan tak terduga

Share

04. Pertemuan tak terduga

Author: onDubu SHine
last update Last Updated: 2021-02-18 11:46:06

Gadis bermata coklat pekat dan berambut pendek sebahu itu berjalan menyusuri jalan raya menuju pertokoan. Hari itu ia pergi tanpa Joe, karena ia tidak ingin rencana yang sudah ia susun dengan rapi terbongkar. Sebenarnya Joe menawarkan diri untuk mengantarnya setelah rapat senat selasai, tapi Jinny menolak dengan halus dengan alasan ia harus membeli sesuatu yang berhubungan dengan privasi wanita, dan laki-laki tidak boleh tahu akan hal itu.

Jinny sudah berada di toko serba guna, dan ia membeli beberapa barang seperti kertas lipat, lilin ulang tahun dan keperluan lainnya yang ia perlukan untuk melancarkan rencana kejutan ulang tahun untuk Joe Fernandez yang ke 21 tahun.

"Sepertinya sudah cukup" gumamnya setelah barang yang ia perlukan terkumpul di dalam ranjang.

Well, hanya satu yang sangat penting dan harus ia beli 'kue tart' jinny melenggang ke luar toko setelah membayar belanjaannya dan memasukkannya ke dalam kantok plastik. Toko kue yang ingin ia kunjungi berada dua kilo meter dari pusat pertokoan, tempat itu berada di pusat jajanan kuliner yang cukup terkenal.

Sudah pukul enam sore, langit sudah gelap mengingat bulan desember merupakan musim dingin dan waktu matahari terbenampun sangat cepat di bandingkan dengan musim panas. Ia sudah hafal dengan jalan itu, ia cukup melewati jalan pintas berupa gang kecil untuk menuju halte bus. Gang yang tidak begitu lebar itu hanya di terangi oleh pencahayaan lampu yang minim. Dengan bantuan sinar rembulan Jinny bisa melihat jalan dan memperlebar langkahnya agar cepat sampai halte.

Langkahnya terhenti ketika dua orang pria mabuk sedang beradu mulut dengan temannya yang juga mabuk. Ia mengembuskan nafasnya keras, tangannya menggenggam erat kantong belanjaannya. Ia berdoa dalam hati agar dua orang mabuk itu tidak menyadari keberadaannya dan bisa aman saat melintasi mereka. Nafasnya mulai tercekat ketika salah satu di antara mereka menyadari keberadaanya.

"Hai, Nona cantik, apakah kau mau melayani kami?"

Langkah kaki Jinny terhenti saat ia sedikit lagi berhasil melewati pria-pria mabuk itu. Matanya terpejam, jantungnya berdetak tak karuan, rasa takut menyelimutinya. Ia hendak meneruskan langkahnya dan mengacuhkan dua orang pemabuk itu ketika pria mabuk yang berambut klimis menghadang langkahnya.

Wajah kedua pria itu tidak terlihat dengan jelas mengingat pencahayaan yang minim. Jinny tidak membuka mulut sedikitpun, ia berusaha menghindari dengan mengambil jalur kiri namun orang itu menghalanginya lagi, begitupun saat Jinny akan mengambil jalur kanan pria itu juga menghalangi jalannya.

"Mau kemana? Jangan buru-buru nona cantik, kami tidak akan melukaimu"

Salah satu pria yang berdiri di belakang Jinny bersuara.

Jinny semakin takut, dan ia menoleh ke belakang bahu. Pria itu berada hanya lima langkah darinya.

"Kenapa kau takut dengan kami? Kami tidak akan memakanmu, nona" dengan nada khas pemabuk. Pria itu menggoyangkan tangannya yang sedang memegang botol minuman keras.

Aroma alkohol dari nafas kedua pria itu menusuk hidung Jinny. Ia sedikit memundurkan tubuhnya "Maaf saya harus cepat pergi" kata Jinny dengan nada bergetar.

"Ayolah nona, kau tidak perlu takut pada kami" suara serak pria yang ada di hadapannya mencengkram bahu Jinny. Gadis itu melotot, ia berusaha melepaskan cengkramannya.

Mendengar Jinny meminta tolong untuk membiarkannya pergi, kedua pria mabuk itu tertawa sambil berusaha menyeret Jinny ke sebuah gang kecil yang ada di sana. Gadis itu meronta hingga kantong belanjaannya terjatuh.

Tenaga kedua pria itu lebih kuat darinya, ia menangis dan berteriak minta tolong namun keadaanya gang yang begitu sepi mustahil orang lain akan mendengarnya.

Jinny terhempas dan pungungnya menghantam tembok saat pria mabuk berambut klimis mendorongnya kuat. Gadis itu mengerang kesakitan.

"Tolong lepaskan saya!"

Kedua pria itu hanya tertawa terbahak-bahak, baru saja mereka akan mendekati Jinny dan menyentuhnya seseorang berteriak dari ujung jalan.

"HEI, LEPASKAN GADIS ITU, TIKUS-TIKUS KOTOR!"

***

Julian menutup sambungan telepon dari ibunya. Hari ini ia libur part time dan diminta ibunya untuk membantunya di toko karena Banny—asisten Nancy—tidak masuk kerja karena ia harus mengantar istrinya ke rumah sakit. Ia berjalan menuju sebuah gang yang merupakan jalan pintas menuju halte bus.

Seperti biasa ia menyalakan senter dari ponselnya ketika harus melewati gang itu, karena cukup gelap meski cahaya bulan cukup membantu menerangi jalan , namun itu tidak cukup baginya, karena ia takut saat melintas nanti ada seekor tikus lewat di hadapannya. Itu membuatnya merinding jika membayangkannya.

"Hahahaha, kau tidak usah takut, nona cantik"

"Tolong lepaskan saya!"

Langkahnya terhenti ketika mendengar suara minta tolong dan suara pria yang tertawa keras. Julian menyipitkan matanya dan mengarahkan senter ponselnya ke ujung gang. Ia melihat dua orang pria mabuk memaksa seorang gadis untuk melucuti pakaiannya.

"Apakah hidupku hanya berurusan dengan sampah-sampah seperti itu?" gumamnya.

Mendengar isakan tangis gadis itu membuat Julian tidak bisa mengabaikannya, seperti ia selalu mengabaikan hal-hal tidak penting seperti urusan negara dan gosip yang beredar di kampus.

"HEI, LEPASKAN GADIS ITU, TIKUS-TIKUS KOTOR!"

Setelah Julian meneriaki mereka. Kedua pria mabuk itu menoleh kearahnya.

Julian berjalan menuju kedua pemabuk yang sedang memaksa Jinny untuk melayani nafsu bejat mereka.

"Apa urusanmu anak muda?" tanya pria berambut klimis itu kesal karena Julian mengganggu acaranya.

"Lebih baik kau pulang karena ibumu menunggumu di rumah" pria yang satunya menimpali.

Julian mendecakkan lidah "Lepaskan gadis itu, karena sebentar lagi polisi akan datang kemari dan menjeblokan kalian ke penjara" Julian mengancam.

Jinny dengan cepat berdiri dan mengatur nafasnya yang tersengal. Keringat dingin mengalir di pelipisnya. Ia lega seseorang datang menyelamatkannya.

"Apa kau berusaha mengancam kami, anak muda?"

"Baiklah, jika kalian tidak percaya aku akan menelepon polisi agar cepat datang kemari dan memberikan rekaman video pelecehan yang kalian lakukan pada gadis itu" tegas Julian dan mengacungkan ponselnya pada kedua pria itu.

Kedua pria mabuk itu mulai panik mendengar suara sirine mobil polisi yang terdengar dari ujung jalan raya. Tidak ingin mereka masuk penjara, keduanya lari terbirit-birit meninggalkan tempat itu.

Julian terkekeh, sepertinya ancamannya berhasil. Ia sangat pandai dalam hal mengelabui.

Laki-laki itu merendahkan tubuhnya mengambil kantong belanjaan yang tergeletak di tanah. Sementara Jinny menghapus keringatnya dan mengusap air matanya. Ia berusaha membuka suara ketika Julian menyerahkan kantong belanjaan miliknya.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Julian dengan nada tenang.

Jinny berusaha membuka mulut namun hanya suara kosong yang terdengar. Ia begitu syok dengan kejadian yang baru saja menimpanya.

"Te..terima kasih" balas Jinny pada akhirnya dan mengambil kantong belanjaan dari tangan Julian.

Julian mengangakat alisnya ketika wajah gadis itu kini tampak jelas karena sinar lampu tempel yang ada di atas Jinny tiba-tiba menyala meskipun tidak begitu terang.

"Jinny Wilson?" tanya Julian memastikan.

Jinny pun tertegun melihat wajah laki-laki itu. Orang yang menabraknya di kantin waktu lalu. Dia masih ingat namun ia tidak tahu namanya.

"I, iya..." gumamnya "Apakah kau yang menabrakku di kantin waktu itu?"

Julian tersenyum kecil "Kau tidak perlu mempertegasnya, karena aku tidak sengaja menabrakmu"

"Namaku Julian Wheeler, kau bisa memanggilku Julian"

"Aku Jinny Wilson..."

"Ya, aku sudah tahu"

Jinny menatap Julian heran. Kenapa dia bisa tahu namanya sementara mereka baru saja berkenalan hari ini. Seoalah tahu apa yang ada di pikiran gadis itu, Julian mengeluarkan sesuatu dari saku celananya.

"Ini milikmu, bukan?"

Jinny mengangkat alis saat Julian memperlihatkan kartu mahasiswa miliknya. Ia bahkan tidak sadar jika benda itu tidak ada dalam tasnya. Apakah ia menjatuhnya di suatu tempat?

"Kenapa kartu ini ada padamu?"

"Aku menemukannya di minimarket, mungkin kau tidak sadar menjatuhkannya saat bebelanja"

Jinny menerima kartu itu dan menatap Julian dengan mata berbinar. Ia sangat tertolong dengan kehadiran laki-laki itu. Jika tidak mungkin ia sudah menjadi santapan liar para pemabuk tadi.

"Kau maukemana?"

"Aku ingin membeli kue untuk temanku di La Vien cake"

"Bagus, kebetulan aku juga akan mengunjungi tempat itu," tukas Julian "Kita bisa pergi bersama"

Cukup mengejutkan, meskipun agak canggung, ia menerima ajakan Julian untuk pergi bersama ke toko itu. Dengan adanya laki-laki itu bersamanya, setidaknya ia bisa merasa aman dan tidak perlu takut jika ia bertemu dengan orang aneh lagi nantinya. Mungkin saja, bukan.

Baru saja akan melangkahkan kakinya ketika Julian mengulurkan tangan padanya sambil tersenyum "Senang berkenalan denganmu, Jinny"

Jinny tertegun. Meskipun sedikit ragu ia menerima uluran tangan Julian dan menjabatnya.

"Aku juga..sekali lagi terima kasih kau telah membantuku, Julian"

Gadis itu tersenyum lebar. Kilatan matanya menyiratkan jika ia baru saja mendapatkan teman baru selain Joe. Dan itu membuatnya sangat senang. Yep, dia berharap mereka bisa menjadi teman baik nantinya. 

Related chapters

  • Clarity   05. Sebuah takdir?

    Julian dan Jinny berlari kecil begitu turun dari bus. Angin bulan desember yang dingin menerpa wajah keduanya, membuat Jinny harus berjalan dengan kepala ditundukkan, begitu juga dengan Julian. Ia mengeratkan pegangannya pada kantong belanjaan yang ia bawa. Julian menjejalkan kedua tangan ke saku jaket tebalnya dan mereka berjalan cepat di sepanjang trotoar ke arah tokoLa Vien Cake.Lonceng kecil yang tergantung di atas pintu depan berdenting nyaring ketika Julian mendorong pintu dan masuk ke toko kecil yang klasik dengan mengusung gaya vintage. Mereka mengembuskan napas lega ketika rasa hangat di dalam toko mulai menjalari tubuh keduanya."Selamat datang diLa Vien Cake" sapa Clara salah satu karyawan toko kue itu dengan tersenyum ramah menyambut Julian dan Jinny.

    Last Updated : 2021-02-18
  • Clarity   06. Menutup hati

    Hari minggu tanggal 25 Desember hari ulang tahun Joe Fernandez yang ke dua puluh satu. Jinny sibuk mempersiapkan kejutan untuk Joe, mulai dari membuat makanan ringan, membuat hadiah spesial, dan tidak lupa ia juga sudah mempersiapkan kue ulang tahun yang kemarin malam ia pesan di La Vien Cake. Beruntung saat turun dari bus kemarin malam, ibu Joe menelponnya untuk cepat pulang karena ayahnya akan segera berangkat ke Mexico untuk menjenguk kakeknya yang sedang sakit. Saat itu Jinny merasa lega dan tak perlu menjelaskan apa saja yang sudah ia beli. Sebenarnya saat perjalanan pulang, Jinny mengalihkan pembicaraan agar Joe tidak bertanya lebih lanjut apa yang sedang ia lakukan di tempat kemarin. Jinny mengeluarkan Tourtiere dari oven. Sejak pagi ia sibuk mempelajari resep untuk membuat Tourtiere—makanan favorite Joe—hingga sore menjelang ia baru berhasil membuatnya. A

    Last Updated : 2021-02-18
  • Clarity   07. Lovely friend

    "Jika kau menolak, mengapa kau datang menemuiku?"Joe FernandezJoe Fernandez, ketua Senat sekaligus ketua panitia kegiatan Bazzar kampus sedang menjelaskan struktur kegiatan yang akan berlangsung pada tanggal 10 Januari nanti. Para anggota senat dan juga panita acara memperhatikan Joe mempresentasikan proposal yang akan di ajukan ke pihak universitas. Tak ada yang mampu menyela penjelasan laki-laki itu, semua yang di sampaikannya sudah sangat jelas dan tampak semua setuju dengan rencana Joe pada kegitan Bazzar nanti. Tidak perlu di ragukan bagaimana Joe begitu lugas dan percaya diri dalam menyampaikan gagasan-gagasan menariknya."Aku harap kegitan bazzar kali ini berjalan dengan lancar, dan semua ketua seksi yang sudah aku tunjuk untuk bisa menjalankan semua tugas de

    Last Updated : 2021-02-18
  • Clarity   08. Iri

    "Hai, Jinny, maaf membuatmu menunggu lama"Jinny menoleh dan tersenyum sempurna ketika Joe menghampirinya. Julian yang juga menoleh kearah Joe yang saat itu sudah berdiri di samping Jinny."Akhirnya, kau datang juga""Sebeneranya rapat sudah selesai tiga puluh menit yang lalu, namun ibuku tiba-tiba menelpon dan menyuruhku untuk segera pulang kerumah"Pandangan Joe kini beralih pada Julian yang hanya diam. "Oh, hai Julian, senang bisa bertemu denganmu lagi" sapa Joe ramah."Hai, Joe, sama-sama" balas Julian dengan tersenyum ramah.Setelah saling sapa satu sama lain, Julian dan Jinny berdiri, dan gadis itu menatap Julian yang ada disa

    Last Updated : 2021-02-18
  • Clarity   09. Ikut denganmu

    Jinny menghempaskan tubuhnya ke sofa. Ia menyenderkan kepala di punggu sofa dan memejamkan matanya sejenak. Hening. Hanya suara detakan jarum jam dan mesin penghangat ruangan yang terdengar. Ia mengembuskan napas, membuka mata kemudian mengambil ponsel yang ada di dalam tas. Ada lima panggilan tak terjawab dari ibunya. Ia tahu maksud wanita itu menghubunginya, maka dari itu ia lebih baik tak menjawab.Ia baru akan berdiri ketika suara seseorang membuka pintu. Ia menoleh dan mendapati ibunya masuk bersama dengan seorang pria. Matanya menatap dingin kearah ibunya dan pria itu. Siapa pria berjenggot itu? Apakah dia pacar baru ibunya? Tapi kan, ibu dan ayahnya belum bercerai.Sera Wilson tersenyum pada pria yang berada disampingnya. Ia tidak menyadari keberadaan Jinny yang kini sedang memperhatikan mereka. Langkahnya terhenti ketika akan me

    Last Updated : 2021-02-18
  • Clarity   10. Menginap

    Disinilah ia sekarang. Gadis itu memandang punggung Julian harap cemas, ia takut jika orang tuanya akan memarahinya karena membawa gadis ke dalam rumah. Tapi hanya itu yang bisa ia lakukan sekarang. Ia tidak ingin pulang ke rumah dan melihat ibunya bersama pria lain. Memikirkannya saja membuatnya mual. Tapi keputusannya untuk menginap di rumah seorang laki-laki yang baru ia kenal satu minggu itu suatu keputusan bodoh dan aneh. Lalu, ap bedanya ia dengan ibunya?"Silahkan masuk"Suara Julian membuyarkan lamunannya. Ia menarik napas dalam lalu mengembuskannya perlahan. Ini kali pertama ia memasuki rumah orang lain selain Joe.Jinny mengikuti Julian dari belakang melangkah ke dalam ruang tengah. Matanya memandangi sekeliling rumah. Sangat rapi dan bersih, tidak terlalu besar namun sangat

    Last Updated : 2021-02-18
  • Clarity   11. Mimpi buruk

    Julian mencari tas sekolahnya yang tiba-tiba menghilang. Ia yakin tidak membawa tas itu di saat pelajaran olahraga. Anak laki-laku itu berlari ke menuju loker berharap ia memang lupa dan menaruhnya di sana. Namun nihil, ketika di buka hanya terdapat kertas sampah yang ia tak tahu siapa menaruh sampah-sampah itu di sana. Ia menunduk, pundaknya bergetar. Anak laki-laki tak boleh menangis. Ya, itu yang selalu di tanamkan oleh ayahnya, jika ia meneteskan setitik air mata, maka dia adalah laki-laki yang lemah."Kau baik-baik saja?" Seorang anak laki-laki menepuk pundaknya.Julian menoleh, dan berusaha menyunggingkan senyum."Tas sekolahku hilang""Aku yakin ini ulah Matthew"

    Last Updated : 2021-02-20
  • Clarity   12. Rasa sakit

    Kecanggungan masih menyelimuti gadis itu meski Julian tampak biasa saja, sepertinya ia sudah melupakan kejadian pagi tadi. Tak ada percakapan yang terjadi sepanjang perjalanan menuju halte bus. Sebelum pamit pada keluarga Julian, Jinny menolak tawaran Nancy agar Julian mengantarnya sampai halte, namun karena laki-laki itu yang mengiayakan dan tetap akan mengantarnya, Jinny tak bisa berkata apapun.Sesampainya di halte Jinny memutar badan menghadap Julian yang berada beberapa langkah di belakangnya. Dia menatap, tersenyum kaku kemudian menghela napas dalam sebelum membuka mulut.Julian menghentikan langkahnya ketika gadis yang berjalan di depannya berhenti dan memutar badan menghadap ke arahnya. Ia mengangkat alis bingung."Terima kasih" ucapnya setelah memberanikan diri membuka mulut.

    Last Updated : 2021-02-23

Latest chapter

  • Clarity   13. Babak belur dan gosip

    Nancy sangat terkejut melihat keadaan Julian yang babak belur dan pesanan yang seharusnya di antarkan sudah tak berbentuk karena preman yang selain menendang sepedanya juga menginjak kue pesanan hingga hancur. Paul yang juga ikut dengannya ke toko kue mengantar Julianpun tak luput dari keterkejutan Nancy."Ada apa dengan kalian? Kenapa wajah kalian penuh luka seperti ini?"Julian dan Paul hanya diam, tidak berani menjawab."Julian! Aku sudah berulang kali memberitahumu untuk tidak meladeni para preman-preman itu!" Nancy meceramahi mereka dengan wajah marah "Kenapa kau tidak mendengarkan kata-kataku, huh!? Dan kau Paul! Bukannya melerai, kau malah ikut-ikutan!"Paul meringkuk, tidak berani menatap wajah Nancy yang mengerikan saat marah

  • Clarity   12. Rasa sakit

    Kecanggungan masih menyelimuti gadis itu meski Julian tampak biasa saja, sepertinya ia sudah melupakan kejadian pagi tadi. Tak ada percakapan yang terjadi sepanjang perjalanan menuju halte bus. Sebelum pamit pada keluarga Julian, Jinny menolak tawaran Nancy agar Julian mengantarnya sampai halte, namun karena laki-laki itu yang mengiayakan dan tetap akan mengantarnya, Jinny tak bisa berkata apapun.Sesampainya di halte Jinny memutar badan menghadap Julian yang berada beberapa langkah di belakangnya. Dia menatap, tersenyum kaku kemudian menghela napas dalam sebelum membuka mulut.Julian menghentikan langkahnya ketika gadis yang berjalan di depannya berhenti dan memutar badan menghadap ke arahnya. Ia mengangkat alis bingung."Terima kasih" ucapnya setelah memberanikan diri membuka mulut.

  • Clarity   11. Mimpi buruk

    Julian mencari tas sekolahnya yang tiba-tiba menghilang. Ia yakin tidak membawa tas itu di saat pelajaran olahraga. Anak laki-laku itu berlari ke menuju loker berharap ia memang lupa dan menaruhnya di sana. Namun nihil, ketika di buka hanya terdapat kertas sampah yang ia tak tahu siapa menaruh sampah-sampah itu di sana. Ia menunduk, pundaknya bergetar. Anak laki-laki tak boleh menangis. Ya, itu yang selalu di tanamkan oleh ayahnya, jika ia meneteskan setitik air mata, maka dia adalah laki-laki yang lemah."Kau baik-baik saja?" Seorang anak laki-laki menepuk pundaknya.Julian menoleh, dan berusaha menyunggingkan senyum."Tas sekolahku hilang""Aku yakin ini ulah Matthew"

  • Clarity   10. Menginap

    Disinilah ia sekarang. Gadis itu memandang punggung Julian harap cemas, ia takut jika orang tuanya akan memarahinya karena membawa gadis ke dalam rumah. Tapi hanya itu yang bisa ia lakukan sekarang. Ia tidak ingin pulang ke rumah dan melihat ibunya bersama pria lain. Memikirkannya saja membuatnya mual. Tapi keputusannya untuk menginap di rumah seorang laki-laki yang baru ia kenal satu minggu itu suatu keputusan bodoh dan aneh. Lalu, ap bedanya ia dengan ibunya?"Silahkan masuk"Suara Julian membuyarkan lamunannya. Ia menarik napas dalam lalu mengembuskannya perlahan. Ini kali pertama ia memasuki rumah orang lain selain Joe.Jinny mengikuti Julian dari belakang melangkah ke dalam ruang tengah. Matanya memandangi sekeliling rumah. Sangat rapi dan bersih, tidak terlalu besar namun sangat

  • Clarity   09. Ikut denganmu

    Jinny menghempaskan tubuhnya ke sofa. Ia menyenderkan kepala di punggu sofa dan memejamkan matanya sejenak. Hening. Hanya suara detakan jarum jam dan mesin penghangat ruangan yang terdengar. Ia mengembuskan napas, membuka mata kemudian mengambil ponsel yang ada di dalam tas. Ada lima panggilan tak terjawab dari ibunya. Ia tahu maksud wanita itu menghubunginya, maka dari itu ia lebih baik tak menjawab.Ia baru akan berdiri ketika suara seseorang membuka pintu. Ia menoleh dan mendapati ibunya masuk bersama dengan seorang pria. Matanya menatap dingin kearah ibunya dan pria itu. Siapa pria berjenggot itu? Apakah dia pacar baru ibunya? Tapi kan, ibu dan ayahnya belum bercerai.Sera Wilson tersenyum pada pria yang berada disampingnya. Ia tidak menyadari keberadaan Jinny yang kini sedang memperhatikan mereka. Langkahnya terhenti ketika akan me

  • Clarity   08. Iri

    "Hai, Jinny, maaf membuatmu menunggu lama"Jinny menoleh dan tersenyum sempurna ketika Joe menghampirinya. Julian yang juga menoleh kearah Joe yang saat itu sudah berdiri di samping Jinny."Akhirnya, kau datang juga""Sebeneranya rapat sudah selesai tiga puluh menit yang lalu, namun ibuku tiba-tiba menelpon dan menyuruhku untuk segera pulang kerumah"Pandangan Joe kini beralih pada Julian yang hanya diam. "Oh, hai Julian, senang bisa bertemu denganmu lagi" sapa Joe ramah."Hai, Joe, sama-sama" balas Julian dengan tersenyum ramah.Setelah saling sapa satu sama lain, Julian dan Jinny berdiri, dan gadis itu menatap Julian yang ada disa

  • Clarity   07. Lovely friend

    "Jika kau menolak, mengapa kau datang menemuiku?"Joe FernandezJoe Fernandez, ketua Senat sekaligus ketua panitia kegiatan Bazzar kampus sedang menjelaskan struktur kegiatan yang akan berlangsung pada tanggal 10 Januari nanti. Para anggota senat dan juga panita acara memperhatikan Joe mempresentasikan proposal yang akan di ajukan ke pihak universitas. Tak ada yang mampu menyela penjelasan laki-laki itu, semua yang di sampaikannya sudah sangat jelas dan tampak semua setuju dengan rencana Joe pada kegitan Bazzar nanti. Tidak perlu di ragukan bagaimana Joe begitu lugas dan percaya diri dalam menyampaikan gagasan-gagasan menariknya."Aku harap kegitan bazzar kali ini berjalan dengan lancar, dan semua ketua seksi yang sudah aku tunjuk untuk bisa menjalankan semua tugas de

  • Clarity   06. Menutup hati

    Hari minggu tanggal 25 Desember hari ulang tahun Joe Fernandez yang ke dua puluh satu. Jinny sibuk mempersiapkan kejutan untuk Joe, mulai dari membuat makanan ringan, membuat hadiah spesial, dan tidak lupa ia juga sudah mempersiapkan kue ulang tahun yang kemarin malam ia pesan di La Vien Cake. Beruntung saat turun dari bus kemarin malam, ibu Joe menelponnya untuk cepat pulang karena ayahnya akan segera berangkat ke Mexico untuk menjenguk kakeknya yang sedang sakit. Saat itu Jinny merasa lega dan tak perlu menjelaskan apa saja yang sudah ia beli. Sebenarnya saat perjalanan pulang, Jinny mengalihkan pembicaraan agar Joe tidak bertanya lebih lanjut apa yang sedang ia lakukan di tempat kemarin. Jinny mengeluarkan Tourtiere dari oven. Sejak pagi ia sibuk mempelajari resep untuk membuat Tourtiere—makanan favorite Joe—hingga sore menjelang ia baru berhasil membuatnya. A

  • Clarity   05. Sebuah takdir?

    Julian dan Jinny berlari kecil begitu turun dari bus. Angin bulan desember yang dingin menerpa wajah keduanya, membuat Jinny harus berjalan dengan kepala ditundukkan, begitu juga dengan Julian. Ia mengeratkan pegangannya pada kantong belanjaan yang ia bawa. Julian menjejalkan kedua tangan ke saku jaket tebalnya dan mereka berjalan cepat di sepanjang trotoar ke arah tokoLa Vien Cake.Lonceng kecil yang tergantung di atas pintu depan berdenting nyaring ketika Julian mendorong pintu dan masuk ke toko kecil yang klasik dengan mengusung gaya vintage. Mereka mengembuskan napas lega ketika rasa hangat di dalam toko mulai menjalari tubuh keduanya."Selamat datang diLa Vien Cake" sapa Clara salah satu karyawan toko kue itu dengan tersenyum ramah menyambut Julian dan Jinny.

DMCA.com Protection Status