Om, Tante yang tadi masih di sana, tuh. Bisa saja aku datang ke dia, terus bilang kalau Om hanya mengaku-ngaku sebagai pacar. padahal, kita saja nggak saling kenal." Dengan senyum Rinjani merasa ia yakin Erik akan kembali dan membantunya. Benar dugaannya, Erik kembali menghampirinya. "Sekali saja, bantu saya. Pura-pura jadi kekasih saya, ya, Om?" Lanjut Yuk ke Part satu. Cerita tentang Rinjani yang ditinggal menikah kekasihnya. lebih parahnya mantannya malah menikah dengan kakak kandungnya. Bagaimana kisah Rinjani bersama Duda kaya raya?
View MoreRinjani kembali meremas ujung kebayanya saat sebuah ijab kabul terdengar dari mulut Pratama Putra—kekasihnya yang menikah dengan kakak kandungnya. Hatinya bagai teriris pisau saat impiannya hancur berkeping-keping.
Harusnya pria berbaju pengantin itu menyebut namanya dalam sebuah ijab kabul. Akan tetapi, peristiwa dua bulan lalu membuat mimpi menjadi istri sah Tama harus kandas begitu saja karena ia memergoki sang kakak dan kekasihnya sedang memadu cinta. Rinjani kembali memejamkan mata, ia kembali teringat kejadian malam itu.
Rinjani yang baru pulang dari luar kota mendadak tak tenang saat melihat mobil kekasihnya terparkir di halaman rumah. Ia mengerutkan dahi, mengingat dirinya saja baru pulang dan di rumah hanya ada sang kakak. Kedua orang tuanya pun sedang berada di luar kota.
Dengan hati begitu kacau, gegas ia masuk ke rumah. Untung saja ia memiliki kunci duplikat hingga memudahkan ia masuk. Seperti biasa ruang tamu gelap karena memang sudah terbiasa. Namun, ia mendengar suara dari kamar sang kakak.
Seketika jantungnya berdetak begitu kencang. Suara desahan menggelikan terdengar semakin kencang saat langkahnya mulai mendekati kamar sang kakak.
“Ah ... enak, Sayang. Lagi.” Suara manja sang kakak terdengar sangat jelas.
Tangan Rinjani bergetar saat mulai memutar kenop pintu kamar sang kakak.
“Astagfirullah, apa yang kalian lakukan!” pekik Rinjani sembari menutup wajahnya karena malu melihat kedua pasang tubuh tanpa sehelai benang. Yang membuatnya kembali meringis pilu adalah saat posisi sang kekasih berada di atas kakaknya.
Kedua pasangan itu menghentikan aktivitas mereka. Tama gegas memakai baju dan mencoba mengejar Rinjani yang berlari ke arah kamarnya.
“Jani, dengarkan aku!” Tama menarik lengannya dengan kasar.
“Cukup! Jangan pernah sentuh aku, aku toh jijik sama kalian.” Rinjani mengambil jarak antara dirinya dan Tama.
“Aku bisa jelaskan,” ucap Tama.
“Menjelaskan jika kalian ada hubungan? Apa yang aku lihat itu, sudah cukup membuktikan kalian itu pasangan selingkuh yang menjijikkan.” Rinjani menarik napas dalam, dalam hidupnya ia tak pernah membayangkan jika akan memergoki kekasihnya memadu cinta dengan kakak kandungnya sendiri.
“Jani, dengarkan aku.” Tama kembali mencoba menjelaskan pada Jani.
“Lepas, sejak saat ini kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Dan, itu kan yang kamu mau, apa yang kamu dapat dari Ka Ratna, apa yang nggak pernah aku kasih. Aku bisa mengerti, tapi setidaknya jangan sama kakak aku!” pekik Rinjani.
“Ratna yang merayu aku, Jani.”
Sebuah tamparan keras mengenai pipi Tama. Tangan mungil Rinjani sudah tak tahan untuk menghajar pria di depannya. Setelah ia mencicipi cawan indah dari sang kakak, bisa-bisanya ia mengatakan jika sang kakak yang merayu dirinya.
“Satu hal yang kamu harus ingat, nggak akan ada asap jika tidak ada api.”
Rinjani terkesiap saat seseorang menepuk lembut pundaknya. Bayangan menyedihkan itu pun buyar seketika. Ia mengusap embun di mata yang hampir saja tumpah.
“Sabar, ya, Sayang.” Suara lembut sang ibu membuatnya tenang kembali.
“Apalagi yang bisa aku lakukan selain sabar? Aku berada di sini pun dengan perasaan yang tak karuan. Bahkan, Mama dan Papa meminta aku tetap tenang melihat pernikahan ini.” Rinjani pun tak mau hadir, tetapi ia harus membuktikan pada sang kakak jika dirinya sudah move on.
“Maafkan Kakakmu, Jan,” ucap wanita berkebaya pink itu.
“Harusnya dia yang meminta maaf padaku. Bukan Mama,” balas Rinjani.
“Mama tahu.”
Rinjani beranjak dari tempat duduk. Ia memilih meninggalkan tempat itu dan mencari ketenangan di luar sana. Ia tak pernah menduga jika akan terjadi hal yang begitu menyedihkan dalam hidupnya.
Menyaksikannya sang kekasih menyebut nama kakaknya dalam ijab kabul. Dia harus kuat dalam cobaan ini. Harusnya ia datang bersama pasangan yang ia selalu katakan pada sang kakak. Namun, setelah menelepon sahabat lamanya, ternyata pria itu tak bisa menolongnya. Dalam kegundahan hatinya, ia tak sengaja menabrak seseorang.
“Jalan pakai mata dong, Mbak,” omel pria dengan jas Navy.
Rinjani terkesiap menatap pria dengan wajah tampan di hadapannya. Walau usianya terlihat tak muda lagi, tetapi pria itu berhasil membuat Rinjani tak berkedip. Rinjani terkesiap saat pria itu menjentikkan jarinya di depan wajahnya.
“Mbak, enak saja Anda memanggil saya Mbak. Apa saya kelihatan tua seperti Anda?”
Kini giliran pria itu yang terkesiap saat mendengar protes Rinjani hanya karena dirinya memanggil dengan sebutan Mbak.
“Lalu saya harus memanggil apa? Tante, Bude, apa Bule?” Kembali lesung pipi pria itu membuat ia semakin memesona saat tersenyum melihat tingkah Rinjani.
“Ih, aku masih muda. Memangnya Anda, tua.”
“Loh, harusnya kamu minta maaf sama saya. Jalan nggak lihat-lihat, lagi patah hati apa?”
Pertanyaan pria itu sangat tepat membuat dirinya menyunggingkan bibir. Hatinya kembali sesak mengingat jika dirinya sedang patah hati. Dalam kegalauannya, ia dikejutkan dengan tingkah pria di hadapannya yang tiba-tiba menggandeng tangannya.
Netra Rinjani membulat dan hampir saja menendang pria itu jika saja tak mendengar seorang wanita menyapanya.
“Kamu ada di sini?” Seorang wanita dengan gaun merah begitu elegan menyapa Rinjani dan pria di sampingnya.
Rinjani awalnya tidak mengerti mengapa pria itu tiba-tiba menggandeng tangannya. Namun, saat melihat wanita di depannya ia sadar jika ada hal yang membuat pria itu terpaksa mendekati dirinya.
“Iya, menemani pujaan hati.” Pria itu menoleh ke arah Rinjani dan tersenyum manis.
Rinjani mengerjapkan mata, ia pun paham jika dirinya di perkenalkan sebagai kekasih pria di sampingnya.
“Yang benar saja kamu, Rik, wanita ini terlalu muda untuk kamu,” ucap wanita bergaun merah.
“Umur tidak masalah, kan, Sayang. Yang penting, setia dan bisa mengurus aku. Benarkan, Sayang?”
“I—iya.” Rinjani terpaksa mengatakan hal itu karena pria itu mengencangkan genggaman tangannya hingga membuat Rinjani kesakitan.
Wanita itu terlihat tidak suka, “Semoga kalian langgeng.”
Setelah mengatakan hal itu, wanita itu langsung melangkah bersama pria yang baru saja menghampirinya.
“Aw ....”
Erik Parajadinata memekik kesakitan saat Rinjani menginjak kaki pria itu. Langsung saja Rinjani melepas genggaman pria itu dan menjauh.
“Maksud kamu apa bilang aku pujaan hati kamu. Astaga, aku nggak mungkin punya selera Om-om seperti Anda.”
Erik menatap heran wanita di hadapannya. Ia pun refleks saat melihat Andini—mantan istrinya yang datang bersama dengan kekasih barunya. Pria itu hanya ingin memberitahu jika dirinya sudah move on dari wanita itu. Seketika ia menemukan ide saat Rinjani berada di sampingnya. Ia pikir juga wanita di sampingnya tidak jelek untuk diakui sebagai kekasih.
“Jangan kepedean kamu. Aku hanya refleks saja. Kamu juga bukan selera saya.”
Rinjani mengerucutkan bibir. Namun, ia kembali mengulas senyum saat sebuah ide muncul di kepalanya.
“Om harus bantu saya juga. Berhubung Om bilang saya kekasih Om, sekalian saja saya minta tolong sama Om buat pura-pura jadi pacar saya.”
“Saya, jadi pacar kamu?”
“Pura-pura, Om.”
“Nggak, saya nggak mau.”
“Sebentar saja, cuma memperkenalkan sama kedua orang tua sama kakak saya. Setelah itu anggap aja kita sudah putus.”
“Saya bilang, no.”
Pria itu melangkah meninggalkan Rinjani.
“Om, Tante itu masih ada loh, apa mau aku bilang ke dia kalau Om sebenarnya nggak kenal sama saya. Om Cuma mengaku-ngaku!”
Teriakan Rinjani membuat Erik membulatkan mata dan kembali berbalik badan. Dengan senyum penuh kemenangan, Rinjani yakin pria itu akan kembali menghampirinya.
***
Sebulan sudah permasalahan itu berlalu. Rinjani pun sudah tidak begitu memikirkan tentang masalah itu lagi. Wanita cantik itu lebih memilih fokus untuk mengurus kehidupannya sendiri serta keluarga kecilnya. Dia juga sangat menjaga dirinya bahkan jarang dan hampir tidak pernah bertemu dengan Tama. Dia ingin menjaga hubungannya dengan Erik dan Ratna. Tidak ingin ada kesalahpahaman yang akan membuat kakaknya ataupun suaminya kembali marah dan berpikiran buruk tentangnya. Rinjani sama sekali tidak merasa marah dan keberatan jika pada kenyataannya kakaknya itu masih menyimpan rasa dendam atau apa pun itu pada dirinya. Yang terpenting bagi dirinya saat ini adalah kehidupannya dan juga dirinya yang sudah semaksimal mungkin menjauhi segala sesuatu yang bisa menimbulkan semua kesalahpahaman itu sendiri. Namun, hal tidak terduga terjadi. Ratna kini, sudah mulai berbicara lagi padanya. Dan Rinjani sangat bersyukur akan hal itu. Sepertinya kakaknya itu sudah memaafkan dirinya. D
Ratna dan Rinjani masih berdebat sengit. Kedua wanita cantik itu sama sekali tidak ada yang mau mengalah. Keduanya sama-sama ingin menang sendiri. Memenangkan pertengkaran itu dan tidak ada yang ingin disalahkan. Rinjani merasa dirinya yang paling benar. Begitu pun sebaliknya. Ratna merasa hal yang sama. Hingga ayah mereka masuk ke ruangan Ratna. Laki-laki paruh baya itu menghela napas sejenak sebelum mendekat ke arah anak-anaknya itu. Setelah itu, ayah Rinjani mendekat dan mencoba melerai pertengkaran kedua anaknya itu. Rinjani dan Ratna pun hanya terdiam membisu. Pertengkaran yang tadi memanas kini hilang sudah, terganti dengan keterdiaman. Ayah Rinjani yang melihat itu pun mengembuskan napas lega. Setelahnya, laki-laki paruh baya itu berjalan menuju sofa yang ada di ruang rawat Ratna dan mendudukkan diri di sana. Sementara itu Rinjani masih berada di samping sang kakak. Rinjani menatap ke arah ayahnya, setelah itu mendekat pada Ratna yang terbaring di ranjang dan b
Perdebatan SengitSuasana antara Rinjani dan Erik menjadi canggung. Erik masih saja diam, sedangkan Rinjani masih menyiapkan hatinya untuk kembali berbicara. Membicarakan masalah Tama. Seseorang yang menjadi sumber masalah di antara keduanya sekarang ini. Bukan apa, Rinjani hanya ingin agar masalah ini cepat selesai dan tidak berlarut-larut. Rinjani tidak mau jika kesalahpahaman yang kecil ini akan menjadi bumerang dalam rumah tangganya dan berakhir dengan adanya masalah yang lebih besar di rumah tangganya nanti. Hanya itu yanh Rinjani inginkan dan juga pikirkan.Apalagi tidak baik jika seorang istri dan suami saling memendam kemarahan. Itu yang selalu Rinjani ingat dari ibunya. Wanita tak bersayapnya, Rinjani banyak belajar tentang bagaimana menjadi seorang istri dan juga ibu yang baik pada ibunya.“Mas, aku minta maaf kalau memang ini semua bikin kamu marah. Tapi ini Cuma kesalahpahaman dan aku gak mau kalau kita bertengkar hanya karena masalah sepele ini,” ujar Rinjani.Namun, masi
Ratna langsung beringsut ke arah Tama, suaminya. Tama yang tidak mengerti dengan tingkah istrinya yang terlihat aneh hanya diam dan menurut saat istrinya itu menariknya menuju kamar mereka.Sesampainya di kamar, Ratna menghempaskan tangan Tama dengan sedikit kasar. Kekesalan memenuhi pikirannya. Melihat suaminya dan asiknya datang bersamaan dan berada di dalam mobil yang sama membuat Ratna tidak bisa menyembunyikan kekesalannya.Baru saja kemarin dirinya berdamai dengan dirinya sendiri dan mulai meyakinkan jika Tama dan Rinjani tidak memiliki hubungan apa pun. Namun, hari ini semua usahanya gagal hanya karena melihat suaminya dan adiknya datang bersama. Tak hanya itu, tadi dirinya juga sempat melihat keduanya berbincang dan saling berbalas senyum. Itu semakin menambah kecemburuannya.“Kamu kenapa sih, Ratna?” tanya Tama yang sedang dilanda kebingungan karena sikap istrinya yang tiba-tiba berubah.Napas Ratna tidak teratur, kedua bahunya naik turun akibat kesal.“Kamu masih tanya aku k
Pagi ini, Bian, anak Erik sudah rapi dengan pakaian kasualnya. Namun, hal itu membuat Erik bertanya-tanya saat melihatnya. Karena hal tersebut adalah hal yang sangat jarang dilakukan oleh Bian. Biasanya anak itu akan lebih memilih tidur dan bersantai di rumah bukan pergi dan keluar bersama teman-temannya. Bian lebih suka berada di rumah daripada di luar.“Kamu mau ke mana, Bi?” tanya Erik yang duduk di kursi kayu dengan koran yang ada di tangannya. Kebiasaan Erik setiap pagi sebelum pergi ke kantor adalah membaca koran, tak lupa ditemani oleh secangkir teh lemon.Bian yang mendengar pertanyaan Erik, ikut mendudukkan diri di kursi tempat Erik duduk.“Mau ketemu Mama, Pa,” jawab Bian.Perkataan Bian membuat Erik terkejut. Untuk apa Bian bertemu Andini? Itu yang ada di pikiran Erik. Ya, Mama yang dimaksud Bian adalah Andini, ibu kandungnya.Erik meletakkan korannya dengan sedikit kasar, lalu menatap Bian penuh selidik.“Mau apa bertemu dia?” tanya Erik.“Entah, Mama Cuma bilang mau ketem
Pukul lima sore, Erik keluar dari kantor. Dia mengemudikan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Kekesalan masih menguasai dirinya. Erik sudah tidak sabar ingin segera sampai di rumah.Sesampainya di rumah, Erik mengetuk pintu. Rinjani yang mendengar pintu diketuk pun tergopoh-gopoh menghampiri dan membukanya. Di sana, Erik suaminya datang, wajahnya kusut. Dengan terheran-heran, Rinjani mengajak Erik untuk segera masuk ke dalam.“Duduk dulu, Mas,” ujar Rinjani. Erik menurut dan duduk di sofa. Dirinya pun melepas sepatu yang dipakainya dan meletakkannya di rak yang berada tepat di samping ruangan itu.Tak berapa lama, Rinjani kembali dengan nampan dan juga segelas minuman dingin. Rinjani meletakkannya di meja, setelahnya dirinya mendudukkan dirinya di sofa sebelah Erik duduk.“Minum dulu, Mas,” kata Rinjani. Erik pun segera mengambil gelas itu dan meneguk isinya hingga tandas. Tak bisa Erik mungkiri jika setelah minum, hatinya terasa jauh lebih tenang.Erik menyandarkan punggung
Setelah malam pertama mereka, Rinjani dan juga Erik masih berada di hotel. Di salam kamar, Rinjani kebingungan karena alat pengering rambutnya yang entah hilang ke mana.“Ke mana sih, pengering rambut itu! Gak mungkin aku keluar dengan rambut basah kayak gini! Dasar pengering rambut!” gerutu Rinjani karena sudah sejak tadi dirinya mencari benda itu. Namun, tak kunjung dirinya temukan. Dirinya kesal karena benda yang sangat dibutuhkannya tiba-tiba menghilang. Dirinya malu jika harus keluar kamar masih dengan rambut yang basah.Tiba-tiba pintu diketuk dari luar, membuat Rinjani yang sedari tadi mencari pengering rambutnya berhenti. Dirinya menatap bingung, siapa yang mengetuk pintu kamar hotelnya dan juga Erik di jam-jam seperti ini?Rinjani menghela napasnya sedikit kasar, niatnya yang tidak ingin keluar kamar dengan rambut basah harus gagal. Setelah beradu dengan pikirannya sendiri, Rinjani akhirnya memutuskan untuk membuka pintu kamarnya. Melihat siapa orang yang datang ke kamar hote
Rinjani tak sadarkan diri saat mendengar kabar jika Erik mengalami kecelakaan. Sang ibu begitu cemas begitu pun Ratna yang juga berada di sisinya. Tama mencoba menghubungi Bian kembali.Pria itu seperti menarik napas lega saat terdengar suara menjawab di seberang telepon. Setelah itu, ia kembali masuk ke kamar Rinjani dan minta Ratna untuk mengoleskan minyak kayu putih.“Tapi kamu sudah telepon Bian, kan? Apa katanya, bagaimana Erik?” Ibu mertuanya terus saja mendesak ia bicara. Namun, ia mengelus lembut punggung ibu mertuanya dan mengajaknya bicara di depan.“Bu, tenang, ini hanya salah paham,” tutur Tama.“Maksud kamu salah paham itu bagaimana?” Kini Ratna yang bicara.“Erik memang kecelakaan, tapi hanya terjatuh dari motor. Dan dia setelah itu mengurus ke rumah sakit karena karyawannya itu juga mengalami tabrakan yang sama.” Tama mulai menjelaskan.Tama kembali menceritakan kronologinya membuat Ratna dan ibu mertuanya mengerti. Pria itu pun mengatakan Erik dan Bian sedang on the wa
“Kalian tidak bisa menjawab?” Bian kembali bertanya. “Papa jelaskan sama kamu, duduk dulu,” pinta Erik. Tidak lama, Erik menceritakan semuanya. Awal bertemu dengan Rinjani, sampai memulai sebuah hubungan baru karena memang merasa nyaman. Namun, Bian masih merasa aneh dengan keduanya. Seolah-olah masih ada yang di tutupi. “Jadi, kalian akan menikah tanpa cinta?” Lagi, Bian bertanya. “Awalnya, tapi semakin lama Papa mulai ada rasa. Jadi, Papa memutuskan memulai dari nol dengan Rinjani. “Saat tidak sengaja bertemu dengan mama kamu di sana. Reflek saat ada Rinjani, tanpa Papa mengaku pacarnya,” ujar Erik sembari tertawa mengingat kejadian saat itu. Rinjani pun sama, ia seakan teringat pertama kali mereka bertemu. Memang jodoh, mereka kembali dipertemukan.“Mama kamu datang bersama kekasih barunya. Papa tidak mau terlihat seperti belum move on atau jomblo ngenes seperti yang Andre selalu katakan. Eh, entah tangan ini malah menarik Rinjani dan memperkenalkan pada Mama kamu.”“Dan Mama
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments