Rinjani terdiam sembari memainkan pulpen di meja. Beberapa murid pun memperhatikan dirinya dari tempat duduk. Terutama Bian juga ikut melihat keanehan di wajah guru Akuntansinya. Tidak seperti biasa Rinjani diam dan tidak banyak bicara.Edi—teman sebangku Bian menyenggol lengan Bian hingga ia tersadar dari lamunan.“Masih waras, kan? Lu nggak suka sama Tante-tante, kan?” tanya Edi.Bian mencebik saat Edo mengira dirinya menyukai Rinjani.“Sarap, ya. Gua masih normal, ya. Masih suka gadis se umuran, bukan Tante-tante apalagi dia guru.” Bian melirik kesal.“Tami?” Pertanyaan Edi malah membuat Bian membulatkan mata.“Lu pikir gua sama Joni berantem karena berebut dia? Ogah, amat,” tutur Bian.“Kiraiin, terus lu kenapa memperhatikan Bu Jani macam itu?”Bian masih bergeming. Entah benar atau tidak yang ada di pikirannya kali ini.“Gua lagi memikirkan, Bu Jani anteng dan nggak banyak ngomong, apa efek habis ketemu bokap gua, seperti yan sudah-sudah setelah bokap datang, terbitlah guru-guru
Semua telah diungkapkan Erik. Sebuah kekesalan masa lalu juga membuatnya tidak bisa memaafkan perselingkuhan Anindi. Jelas di depan matanya dia bermesraan dengan pria lain dan meninggalkan kodratnya sebagai seorang ibu. Semua sudah di cukupi olehnya, entah wanita itu memilih pria lain untuk bermesraan.“Tuhan saja maha pengampun. Jangan sombong hanya jadi manusia,” tutur Anindi.“Wajar aku sombong, aku tampan, menarik, kaya dan bisa saja kapan saja menikah dengan wanita yang aku mau. Tapi, aku bukan kamu yang biasa bergonta-ganti pacar.” Lagi, Erik sengaja membuat hati Andini sakit.Erik berpikir jika Andini harus tahu bagaimana sakit dan sulitnya bangkit dari terpuruk saat wanita itu mempermainkan biduk rumah tangganya.“Kamu—“ Bibir Andini bergetar saat netra mereka saling bertemu. Baru kali ini ia menyesal dengan apa yang ia perbuat. Kesalahan yang tidak pernah ia akui karena merasa selalu benar.Perselingkuhan itu terjadi karena kurangnya waktu Erik bersamanya. Keinginan bersama s
Rinjani mengajak sang duda ke luar untuk berbicara empat mata. Ia takut jika masih ada yang menguping. Dirinya tidak mau sampai Ratna dan Tama mengetahui jika mereka hanya berpura-pura.Sebuah kafe romantis di pilih Erik untuk berbicara dengan Rinjani. Alunan lagu dari band pengisi acara membuat suasana semakin sangat romantis. Sebelum itu, Erik memesan dua milk shake untuk pemanis mulut.Rinjani memindahi sekitar yang ia anggap sudah aman. Lalu, ia kembali fokus pada apa yang akan mereka bahas.“Om, ini jelaskan maksud Om bagaimana bisa datang-datang melamar saya?” tanya Jani.Terpaksa Duda itu harus bercerita. Di mulai dari kedatangan Andini. Lalu, Erik terus bercerita tentang proses ia bercerai dengan mantan kekasih. Rinjani mendengarkan dengan serius pria di depannya bercerita. Ia tidak mau melewatkan cerita kehidupan si duda itu.“Begitu ceritanya.”“Om, ini pernikahan bukan main-main, loh. Kalau hanya ingin memanfaatkan saya, sepertinya Om salah orang deh.” Rinjani agak sedikit
Sesampainya di rumah, Erik langsung menemui sang ibu. Ia juga meminta sang adik untuk duduk bersama. Namun, Bian tak diikutsertakan karena ia ingin berbicara pelan dengan anak laki-lakinya itu.Meli menatap lekat sang kakak. Dari wajahnya, gadis itu bisa menebak jika akan ada kabar baik karena terlihat kakak laki-lakinya sangat semringah.“Ada apa, Ka?” tanya Meli.“Aku akan menikah,” tuturnya.Kedua wanita di hadapannya saling pandang menatap tidak percaya. Erik tidak pernah membawa wanita, tapi kini ia mau menikah. Meli tertawa sembari menepuk pundak Erik yang tegang. Begitu pun sang ibu, wanita tua itu hanya menggeleng.“Memangnya punya calon?” tanya Meli seraya menggoda.“Kalau nggak punya, untuk apa aku mau menikah. Besok kukenalkan pada kalian, setelah itu lamarkan dia untukku, Bu,” pinta Erik.“Ka, kamu serius, kan? Bukan prank untuk kita, kan? Bian bagaimana?” Lagi, Meli memastikan.“Nanti aku bicara padanya. Yang penting aku sudah bicara dengan kalian.”Setelah mengumumkan pe
“Kamu kenapa seperti itu?” tanya sang ibu.“Biarkan saja, Ma. Biar kapok, enak saja bilang maaf dan seolah-olah kesalahan dia itu kecil. Dia pikir, hebat bisa berlaku kasar sama aku!” Rinjani mulai emosi dengan kejadian tadi.Sang ibu mengelus pundak Rinjani. Kesabaran itu ada batasnya, ia mulai kesal dengan tingkah Tama. Dirinya berharap bisa keluar dari rumah sang ayah karena ada mantan kekasihnya yang berengsek.“Tapi kamu jangan seperti itu. Minyak itu panas, lihat saja Tama sampai kesakitan,” ujar sang ibu.“Luka dia bisa sembuh, tapi luka hati aku sulit untuk sembuh.”Sang ibu tidak tega melihatnya. Walau Rinjani terlihat sangat tegar, tetapi ia sangat rapuh. Ditinggalkan sangat sakit, apalagi mereka sudah bermimpi pernikahan yang begitu indah“Aku tidak akan sesakit ini jika bukan Ka Ratna yang jadi selingkuhan Tama. Sakit rasanya, saat tahu mereka berselingkuh dan melakukan hal di luar dugaan. Dia Kakakku, tapi seperti orang lain. Tega menikung adiknya.” Penuturan Rinjani memb
“Maafkan Papa, Ma karena sifat Ratna mirip sekali dengan ibunya,” ucap Budi pada sang istri.“Sudah, jangan bahas ini lagi. Kita fokus pada pernikahan Rinjani saja. Toh, semua sudah terjadi.” Sang istri menyemangati sang suami. Wanita dengan gamis merah itu tidak mau memperkeruh suasana.Sejak menikah dengan suaminya, Ibu Rinjani sudah menerima konsekuensi menjadi istri dari duda beranak satu. Ia menerima Ratna dengan ikhlas dan mengurusnya dengan baik, sama seperti ia memperlakukan Rinjani. Namun, sayang sikapnya malah menjadi seperti sang ibu kandung.“Tapi, Mah. Papa merasa tidak enak dengan Rinjani. Kasihan dia, Papa sadar selama ini selalu mengikuti kemauan Ratna hingga tanpa sadar Papa membedakan mereka,” tuturnya penuh rasa bersalah.Sang istri mengelus lembut tangannya. Semua sudah terjadi dan tidak akan berubah sampai kapan pun. Pertengkarannya dengan Tama membuatnya geram karena pria itu malah menjelekkan Ratna. Dalam perselingkuhan itu, keduanya memang salah.“Kita temui Er
“Kamu serius menjalin hubungan dengan Rinjani?” Hastuti—ibu Erik kembali bertanya pada pria dengan wajah tidak merasa bersalah.Hastuti sengaja mengajak Erik berbicara di kamar agar tidak membuat Rinjani bersedih. Ibu Erik hanya ingin memastikan apa yang di lakukan sang anak adalah benar bukan sebuah keputusan terburu-buru.“Serius, Bu. Kalau nggak, buat apa aku bawa dia dan meminta Ibu melamarkan Rinjani untuk aku.” Erik mencoba membuat sang ibu percaya jika dirinya memang benar serius dengan Rinjani.“Tapi dia terlalu muda, bagaimana jika emosinya belum bisa tertahan. Ibu hanya nggak mau rumah tangga kamu kembali hancur.”Merasa bersalah, hal itu yang dirasakan Erik saat mendengar sang ibu mencemaskan kehidupannya. Tidak mungkin ia mengatakan jika mereka hanya bersandiwara. Pasti, Hastuti tidak akan setuju.Erik kembali meyakinkan sang ibu jika Rinjani sudah matang walau masih berusia muda. Ia tahu sang ibu mencemaskan dirinya karena mengingat saat menikah dengan Andini, usia mereka
Rinjani kembali menjalani aktivitasnya di sekolah. Namun, kepalanya terasa pening karena semalam ia tak bisa tidur memikirkan kejadian di rumah Erik. Kedatangan Andini membuat dirinya terus berpikir bagaimana bisa wanita dengan tubuh langsung itu menuduhnya sebagai pelakor?Bel sudah berbunyi, ia kembali memasukkan buku ke dalam tas. Lalu, bersiap ke ruang guru. Akan tetapi, suara keributan di kelas sebelah membuat ia panik. Gegas ia menghampiri ruangan yang sering di pakai oleh anak-anak OSIS.Sebuah tubuh terlempar ke luar ruangan diiringi teriakan beberapa siswa yang mencoba merelai kedua anak laki-laki yang sedang adu jotos. Rinjani kembali memijit pelipisnya melihat siapa kali ini yang membuat ulah.“Bian, sudah!” Rinjani menghampiri Bian yang hampir saja kembali memberikan bogem pada Guntur.“Jangan ikut campur, Bu. Biar saya habisi dia!” Lagi, suara teriakan Bian membuat sekeliling takut.“Sudah, Bian. Jangan di teruskan. Ini kriminal, apa kamu mau di tuntut jika dia mati,” bis
Sebulan sudah permasalahan itu berlalu. Rinjani pun sudah tidak begitu memikirkan tentang masalah itu lagi. Wanita cantik itu lebih memilih fokus untuk mengurus kehidupannya sendiri serta keluarga kecilnya. Dia juga sangat menjaga dirinya bahkan jarang dan hampir tidak pernah bertemu dengan Tama. Dia ingin menjaga hubungannya dengan Erik dan Ratna. Tidak ingin ada kesalahpahaman yang akan membuat kakaknya ataupun suaminya kembali marah dan berpikiran buruk tentangnya. Rinjani sama sekali tidak merasa marah dan keberatan jika pada kenyataannya kakaknya itu masih menyimpan rasa dendam atau apa pun itu pada dirinya. Yang terpenting bagi dirinya saat ini adalah kehidupannya dan juga dirinya yang sudah semaksimal mungkin menjauhi segala sesuatu yang bisa menimbulkan semua kesalahpahaman itu sendiri. Namun, hal tidak terduga terjadi. Ratna kini, sudah mulai berbicara lagi padanya. Dan Rinjani sangat bersyukur akan hal itu. Sepertinya kakaknya itu sudah memaafkan dirinya. D
Ratna dan Rinjani masih berdebat sengit. Kedua wanita cantik itu sama sekali tidak ada yang mau mengalah. Keduanya sama-sama ingin menang sendiri. Memenangkan pertengkaran itu dan tidak ada yang ingin disalahkan. Rinjani merasa dirinya yang paling benar. Begitu pun sebaliknya. Ratna merasa hal yang sama. Hingga ayah mereka masuk ke ruangan Ratna. Laki-laki paruh baya itu menghela napas sejenak sebelum mendekat ke arah anak-anaknya itu. Setelah itu, ayah Rinjani mendekat dan mencoba melerai pertengkaran kedua anaknya itu. Rinjani dan Ratna pun hanya terdiam membisu. Pertengkaran yang tadi memanas kini hilang sudah, terganti dengan keterdiaman. Ayah Rinjani yang melihat itu pun mengembuskan napas lega. Setelahnya, laki-laki paruh baya itu berjalan menuju sofa yang ada di ruang rawat Ratna dan mendudukkan diri di sana. Sementara itu Rinjani masih berada di samping sang kakak. Rinjani menatap ke arah ayahnya, setelah itu mendekat pada Ratna yang terbaring di ranjang dan b
Perdebatan SengitSuasana antara Rinjani dan Erik menjadi canggung. Erik masih saja diam, sedangkan Rinjani masih menyiapkan hatinya untuk kembali berbicara. Membicarakan masalah Tama. Seseorang yang menjadi sumber masalah di antara keduanya sekarang ini. Bukan apa, Rinjani hanya ingin agar masalah ini cepat selesai dan tidak berlarut-larut. Rinjani tidak mau jika kesalahpahaman yang kecil ini akan menjadi bumerang dalam rumah tangganya dan berakhir dengan adanya masalah yang lebih besar di rumah tangganya nanti. Hanya itu yanh Rinjani inginkan dan juga pikirkan.Apalagi tidak baik jika seorang istri dan suami saling memendam kemarahan. Itu yang selalu Rinjani ingat dari ibunya. Wanita tak bersayapnya, Rinjani banyak belajar tentang bagaimana menjadi seorang istri dan juga ibu yang baik pada ibunya.“Mas, aku minta maaf kalau memang ini semua bikin kamu marah. Tapi ini Cuma kesalahpahaman dan aku gak mau kalau kita bertengkar hanya karena masalah sepele ini,” ujar Rinjani.Namun, masi
Ratna langsung beringsut ke arah Tama, suaminya. Tama yang tidak mengerti dengan tingkah istrinya yang terlihat aneh hanya diam dan menurut saat istrinya itu menariknya menuju kamar mereka.Sesampainya di kamar, Ratna menghempaskan tangan Tama dengan sedikit kasar. Kekesalan memenuhi pikirannya. Melihat suaminya dan asiknya datang bersamaan dan berada di dalam mobil yang sama membuat Ratna tidak bisa menyembunyikan kekesalannya.Baru saja kemarin dirinya berdamai dengan dirinya sendiri dan mulai meyakinkan jika Tama dan Rinjani tidak memiliki hubungan apa pun. Namun, hari ini semua usahanya gagal hanya karena melihat suaminya dan adiknya datang bersama. Tak hanya itu, tadi dirinya juga sempat melihat keduanya berbincang dan saling berbalas senyum. Itu semakin menambah kecemburuannya.“Kamu kenapa sih, Ratna?” tanya Tama yang sedang dilanda kebingungan karena sikap istrinya yang tiba-tiba berubah.Napas Ratna tidak teratur, kedua bahunya naik turun akibat kesal.“Kamu masih tanya aku k
Pagi ini, Bian, anak Erik sudah rapi dengan pakaian kasualnya. Namun, hal itu membuat Erik bertanya-tanya saat melihatnya. Karena hal tersebut adalah hal yang sangat jarang dilakukan oleh Bian. Biasanya anak itu akan lebih memilih tidur dan bersantai di rumah bukan pergi dan keluar bersama teman-temannya. Bian lebih suka berada di rumah daripada di luar.“Kamu mau ke mana, Bi?” tanya Erik yang duduk di kursi kayu dengan koran yang ada di tangannya. Kebiasaan Erik setiap pagi sebelum pergi ke kantor adalah membaca koran, tak lupa ditemani oleh secangkir teh lemon.Bian yang mendengar pertanyaan Erik, ikut mendudukkan diri di kursi tempat Erik duduk.“Mau ketemu Mama, Pa,” jawab Bian.Perkataan Bian membuat Erik terkejut. Untuk apa Bian bertemu Andini? Itu yang ada di pikiran Erik. Ya, Mama yang dimaksud Bian adalah Andini, ibu kandungnya.Erik meletakkan korannya dengan sedikit kasar, lalu menatap Bian penuh selidik.“Mau apa bertemu dia?” tanya Erik.“Entah, Mama Cuma bilang mau ketem
Pukul lima sore, Erik keluar dari kantor. Dia mengemudikan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Kekesalan masih menguasai dirinya. Erik sudah tidak sabar ingin segera sampai di rumah.Sesampainya di rumah, Erik mengetuk pintu. Rinjani yang mendengar pintu diketuk pun tergopoh-gopoh menghampiri dan membukanya. Di sana, Erik suaminya datang, wajahnya kusut. Dengan terheran-heran, Rinjani mengajak Erik untuk segera masuk ke dalam.“Duduk dulu, Mas,” ujar Rinjani. Erik menurut dan duduk di sofa. Dirinya pun melepas sepatu yang dipakainya dan meletakkannya di rak yang berada tepat di samping ruangan itu.Tak berapa lama, Rinjani kembali dengan nampan dan juga segelas minuman dingin. Rinjani meletakkannya di meja, setelahnya dirinya mendudukkan dirinya di sofa sebelah Erik duduk.“Minum dulu, Mas,” kata Rinjani. Erik pun segera mengambil gelas itu dan meneguk isinya hingga tandas. Tak bisa Erik mungkiri jika setelah minum, hatinya terasa jauh lebih tenang.Erik menyandarkan punggung
Setelah malam pertama mereka, Rinjani dan juga Erik masih berada di hotel. Di salam kamar, Rinjani kebingungan karena alat pengering rambutnya yang entah hilang ke mana.“Ke mana sih, pengering rambut itu! Gak mungkin aku keluar dengan rambut basah kayak gini! Dasar pengering rambut!” gerutu Rinjani karena sudah sejak tadi dirinya mencari benda itu. Namun, tak kunjung dirinya temukan. Dirinya kesal karena benda yang sangat dibutuhkannya tiba-tiba menghilang. Dirinya malu jika harus keluar kamar masih dengan rambut yang basah.Tiba-tiba pintu diketuk dari luar, membuat Rinjani yang sedari tadi mencari pengering rambutnya berhenti. Dirinya menatap bingung, siapa yang mengetuk pintu kamar hotelnya dan juga Erik di jam-jam seperti ini?Rinjani menghela napasnya sedikit kasar, niatnya yang tidak ingin keluar kamar dengan rambut basah harus gagal. Setelah beradu dengan pikirannya sendiri, Rinjani akhirnya memutuskan untuk membuka pintu kamarnya. Melihat siapa orang yang datang ke kamar hote
Rinjani tak sadarkan diri saat mendengar kabar jika Erik mengalami kecelakaan. Sang ibu begitu cemas begitu pun Ratna yang juga berada di sisinya. Tama mencoba menghubungi Bian kembali.Pria itu seperti menarik napas lega saat terdengar suara menjawab di seberang telepon. Setelah itu, ia kembali masuk ke kamar Rinjani dan minta Ratna untuk mengoleskan minyak kayu putih.“Tapi kamu sudah telepon Bian, kan? Apa katanya, bagaimana Erik?” Ibu mertuanya terus saja mendesak ia bicara. Namun, ia mengelus lembut punggung ibu mertuanya dan mengajaknya bicara di depan.“Bu, tenang, ini hanya salah paham,” tutur Tama.“Maksud kamu salah paham itu bagaimana?” Kini Ratna yang bicara.“Erik memang kecelakaan, tapi hanya terjatuh dari motor. Dan dia setelah itu mengurus ke rumah sakit karena karyawannya itu juga mengalami tabrakan yang sama.” Tama mulai menjelaskan.Tama kembali menceritakan kronologinya membuat Ratna dan ibu mertuanya mengerti. Pria itu pun mengatakan Erik dan Bian sedang on the wa
“Kalian tidak bisa menjawab?” Bian kembali bertanya. “Papa jelaskan sama kamu, duduk dulu,” pinta Erik. Tidak lama, Erik menceritakan semuanya. Awal bertemu dengan Rinjani, sampai memulai sebuah hubungan baru karena memang merasa nyaman. Namun, Bian masih merasa aneh dengan keduanya. Seolah-olah masih ada yang di tutupi. “Jadi, kalian akan menikah tanpa cinta?” Lagi, Bian bertanya. “Awalnya, tapi semakin lama Papa mulai ada rasa. Jadi, Papa memutuskan memulai dari nol dengan Rinjani. “Saat tidak sengaja bertemu dengan mama kamu di sana. Reflek saat ada Rinjani, tanpa Papa mengaku pacarnya,” ujar Erik sembari tertawa mengingat kejadian saat itu. Rinjani pun sama, ia seakan teringat pertama kali mereka bertemu. Memang jodoh, mereka kembali dipertemukan.“Mama kamu datang bersama kekasih barunya. Papa tidak mau terlihat seperti belum move on atau jomblo ngenes seperti yang Andre selalu katakan. Eh, entah tangan ini malah menarik Rinjani dan memperkenalkan pada Mama kamu.”“Dan Mama