"Maaf tidak bisa menahan tawa. Wajahmu sangat lucu saat sedang curiga."
Jojo berbicara sambil menahan tawa lagi. Wanita mana yang tidak curiga jika pernah dibohongi? Wajar bukan sikap yang Sari lakukan? Terlebih masih ada hal yang belum Jojo ceritakan.
Tawa Jojo membuat Sari semakin kesal. Tidak nyaman. Apakah lelaki itu kini menunjukkan sikap aslinya yang hanya ingin mempermainkan pernikahan mereka?
"Cepat, Mas. Jangan membuatku geram."
"Oke." Jojo berhenti tertawa. "Aku tadi hanya ke resepsionis, Ndok. Meminta tolong untuk mempersiapkan kejutan ini. Serta memberi mereka tip karena telah bekerja keras memberi pelayanan baik dan membuat kamu sangat senang dengan kejutan bunga di kamar."
Sari mengangkat satu alisnya, seolah ia tak percaya. Apakah benar seperti itu? Sari mulai menghela napas lega. Berusaha mempercayai suaminya.
"Sungguh. Kamu mau bicara dengan resepsionis yang tadi sore berbicara denganku?"
Jojo mengiba kata maaf cukup lama. Berulang meyakinkan wanita itu bahwa semua ucapannya tidak bohong. Sari mencoba tersenyum di tengah ketegangan. Ia mendekatkan cakes dan mencoba menyantapnya. Apakah sudah selesai semua kebohongan Jojo? Belum.
"Oke. Sekalian kamu marah, aku mau ngaku satu hal lagi."
Sari menghentikan aktivitas tangannya yang tengah menikmati cakes. Lalu berpangku tangan, dengan tubuh bersandar pada kursi. Menanti pengakuan selanjutnya dari Jojo. Apalagi yang akan Jojo ucapkan? Ia hanya bisa menanti.
Kali ini wajah Jojo tampak serius. Tanpa sedikit senyum apalagi tawa. Menatap tajam Sari yang telah memelototinya.
"Tapi, kamu maafin aku nggak?" tanya Jojo.
"Gimana aku bisa jawab kalau mendengar saja belum."
"Tapi, jujur. Kamu senang nggak dengan kejutan kamar hotel dan liontin itu?"
"Wanita mana yang tidak senang diberi kejutan indah seperti ini, Mas. Tapi, wanita mana yang tak marah jika dibohongi. Terlebih…."
Jojo mengangkat alisnya dan bertanya, "Terlebih apa?"
"Iya, terlebih pernah dikhianati. Kamu tahu, gimana perasaanku saat ini?" Jojo terdiam. "Was-was. Bahkan tidak hanya saat ini. Tapi setiap waktu. Ada rasa cemas, takut, khawatir. Selalu bertanya dalam hati. Apa sudah benar langkah yang aku ambil?" Sari mulai meneteskan air matanya.
Jojo menggeleng. Hal yang ingin ia bicarakan kali ini tidak akan menyakiti Sari. Namun, karena wanita di hadapannya itu sudah terlihat trauma, membuat Jojo sangat menyesal dan merasa bersalah.
Jojo meraih tangan Sari, memberinya usapan lembut.
"Ndok, sebenarnya bukan hal negatif yang aku sembunyikan. Tapi, tentang persiapan kejutan ini. Maaf sudah selalu membuat kamu cemas."
Jojo mencium beberapa kali tangan Sari, penuh penyesalan. Ia tidak tahu harus berbuat apalagi. Tidak pernah berpikir juga, perkataannya justru membuat Sari cemas karena trauma. Jika ia bisa mengulang waktu, pasti akan menghindari pertemuan dengan Erika. Menurut dengan nasihat ibunya.
Kini, nasi telah menjadi bubur. Ia hanya bisa mengajak Sari untuk menikmati bubur itu dengan bumbu pelengkap lainnya. Agar tidak hambar.
"Hapus air mata kamu. Malu," ucap Jojo. "Sayang, aku cuma mau bilang… saat mau nonton di bioskop, aku tidak ke toilet ataupun sakit perut. Aku ke toko berlian. Membelikan itu untukmu. Semua kebohongan yang aku lakukan ini untuk kejutan. Sumpah!"
Sari malu. Ia menghapus air matanya. Menyalahkan diri yang masih belum juga bisa berpikir positif tentang Jojo. Lalu mencubit lengan Jojo, gemas. Ia percaya dengan semua yang lelaki itu ucapkan dan lega karena berhasil mengutarakan rasa yang mengganjal. Sekarang, keduanya mulai tersenyum dan tertawa kecil.
"Lucu mukamu kalau marah," ucap Jojo yang diiringi cubitan lagi dari Sari. "Tapi, kamu suka kejutan semuanya?"
"Iya."
"Kenapa sih, cewek suka dikasih kejutan?"
"Ya… entah. Kenapa juga cowok sering membuat cewek kesal?"
Mereka mulai bercanda sambil menikmati cakes dan tak lama kembali ke kamar hotel.
***
Masih ada hal yang mengganjal hati Sari. Ingin sekali ia menanyakan tentang foto Erika yang berada di dompet Jojo. Namun, apa tidak membuat Sari tersakiti lagi jika mendengar jawaban Jojo nanti?
"Sayang, cepetan dong. Lama banget di toilet?" teriak Jojo dari balik pintu toilet.
Sari menatap diri di cermin. Mempertimbangkan, apakah harus menanyakan masalah foto Erika? Namun, sepertinya Jojo tidak sadar atas hilangnya foto itu. Berarti lelaki itu memang bukan dengan sengaja masih menyimpan foto bersama gadis seksi itu.
Sesaat Sari membasuh wajah dengan air dan keluar dari toilet, disambut wajah Jojo yang memandangnya genit. Membuat Sari tertawa dan tetap berjalan menuju ranjang. Mengabaikan Jojo yang siap menciumnya di depan pintu toilet.
Jojo mendekati, tetapi Sari menolak. Memintanya membersihkan diri dulu karena mereka dari luar.
"Tapi, abis aku bersih-bersih kita…."
"Berisik. Udah sana bersihin diri dulu."
"Siap, Ndoro." Dengan semangat Jojo segera menuju toilet.
Sari menanti sambil membalas pesan dari ibunya yang menanyakan tentang acara. Tak lama, Jojo yang sudah selesai, menghampiri kekasih halalnya itu sambil mengedipkan satu mata, menggoda.
Berbaring di sebelah Sari, memeluk sesaat dan mengecup keningnya.
"Ndok, terima kasih. Karena selalu berusaha menjadi yang terbaik dan mau menerima aku," bisik Jojo.
Sari mengangguk. Perlahan Jojo mencium bibirnya. Hanya beberapa detik, Sari melepaskan. Merasa ada hal yang masih mengangguk pikirannya. Harus ia bicarakan.
"Kenapa? Ada yang mau kamu tanyakan lagi?" tanya Jojo yang menyadari perubahan sikap Sari. Keduanya duduk santai bersandar pada bantal yang menempel ke dinding.
"Mas, apa boleh aku bertanya?"
Jojo mengangguk. Ia siap menjawab apapun tanya Sari agar wanita itu lega dan percaya padanya lagi.
"Apa benar kamu mencintai aku?"
Jojo menoleh ke arah Sari sambil tersenyum. Pertanyaan macam apa ini, pikirnya? Untuk apa Jojo lakukan semua jika tidak mencintai Sari? Bahkan sudah tidak ada rahasia lagi yang ia simpan?
Namun, Jojo teringat trauma Sari tadi. Betapa sedihnya wanita ini. Khawatir dan takut ada hal lain yang masih Jojo sembunyikan. Lelaki itu berpindah duduk berhadapan dengan istrinya. Lalu mulai menjelaskan rasa yang luluh setiap kali melihat pengorbanan Sari.
Perjuangan seorang sahabat yang mau dipinang setelah mengetahui pengkhianatan. Setiap hari Jojo berusaha menyadarkan pikiran dan hati bahwa ada gadis sempurna pilihan ibunya yang mampu menerima segala kekurangannya. Wanita sederhana yang tidak ada apa-apanya dibandingkan gadis seksi yang selalu membuatnya puas.
"Apa kamu masih menyimpan barang atau apapun tentang wanita itu?" selidik Sari. Jojo menggeleng penuh percaya diri karena ia merasa sudah tidak ada hal yang ditutupinya.
"Aku menemukan sebuah foto kalian di dompetmu. Meski sudah dalam keadaan terbalik."
Jojo memejamkan mata. Mencoba mengingat. Ya, ia baru sadar belum membuang foto Erika.
"Aku lupa. Boleh kamu buang sekarang dan foto itu memang sengaja aku pasang terbalik." Jojo mengambil dompet yang berada di nakas dan memberikan dompet itu ke Sari.
"Sudah kubuang. Maaf lancang," jawab Sari.
"Tidak, Ndok. Kamu tidak salah. Maafkan khilafku sekali lagi."
Jojo mendekat, memeluk tubuh wanitanya. Dalam hati menyalahkan diri lagi atas kesalahan lalu.
"Aku sadar, Ndok. Sejuta kejutan yang aku berikan sekalipun, tidak akan pernah bisa melupakan kenangan pahit itu. Namun, aku berjanji dan selalu berusaha. Selama tubuh ini masih sehat, pikiran pun waras, aku tidak akan menyakitimu lagi. Tidak akan pernah," bisik Jojo.
Bersambung….
Sari mengedarkan pandangan ke setiap sudut ruang. Meyakinkan bahwa semua barang bawaan mereka telah rapi, masuk ke dalam koper. Siang ini, mereka akan pulang ke rumah Jojo."Sudah semua, Ndok?" Sari mengangguk. Jojo pun segera membantunya membawakan barang-barang ke lobi.Setibanya di lobi, Jojo antri untuk melakukan check-out sedangkan Sari izin membeli bakpia di toko seberang hotel.Perempuan itu keluar hotel. Saat ingin menyeberang jalan. Dua orang wanita yang sedang berjalan berhadapan dengannya seperti tidak asing. Hingga Sari menghentikan langkah, memandang meyakinkan."Balik lagi deh, lu sih!" ucap s
Menjelang langit jingga, acara selesai. Orang tua dan keluarga Sari berpamitan. Mereka akan berangkat ke Jakarta besok pagi. Tak lupa, Sari menitipkan oleh-oleh yang sudah dibelinya kemarin kepada ibu Ani.Setelah rombongan keluarga Sari pulang, Ibu Ning menyerahkan kado-kado dari tamu kepada Sari. Meminta menantunya itu membawa dan menggunakan barang-barang dari kado. Namun, wanita itu keberatan karena tidak ingin membawa banyak barang saat pindah ke Kalimantan. Jojo pun menyarankan untuk membeli perabotan di sana saja."Ya sudah, bagikan ke keluarga jika kamu keberatan membawanya, Ndok. Yang penting kamu lihat dulu, dari siapa saja kadonya. Jadi, nanti kalau orang itu hajatan, kamu bisa pantas memberinya kado lagi," ucap Ibu Ning.Sari pun menuruti dan mu
"Selamat datang Pak Jojo dan Bu Sari," ucap seorang lelaki yang berada di balkon.Jojo hanya menanggapi salam itu dengan sebuah senyuman sedangkan Sari masih bingung. Siapa lelaki itu? Apakah sudah mendapatkan izin dari Jojo untuk masuk? Tanpa penjelasan, Jojo membawa Sari ke balkon.Balkon yang semula tanpa ada apapun, kini berubah. Terlihat cantik dengan hiasan lampu-lampu temaram di langit-langit ruang terbuka itu. Meja pun yang sebelum mereka tinggalkan tanpa alas, kini telah beralas putih dengan setangkai bunga mawar dan lilin. Sementara di pojok balkon terdapat alat bakar daging dan beberapa bumbu.Kecemasan dan tanya Sari terjawab. Kejutan lagi dari suaminya yang kini sedang tersenyum menatap dalam.
"Mandi bareng, yuk?" ucap Jojo setibanya di hotel.Sari membulatkan mata, terkejut. Rasa malu dan tidak percaya diri menyelimuti. Meski bersama kekasih halal, ia masih merasa canggung dan sungkan tanpa sehelai benang di tubuh jika berhadapan langsung. Selama ini, ia masih menutupi tubuhnya dengan selimut saat memadu kasih. Wajar saja jika wanita itu kaget."Nggak, ah. Kamu duluan aja, Mas.""Kenapa? Malu?"Jojo menggeleng tak percaya dengan penolakan istrinya itu. Ia pikir, kali ini Sari akan menuruti keinginannya setelah apapun Jojo korbankan untuk mendapat kepercayaan dan cinta. Apakah itu tidak cukup bagi Sari?"Ma-maaf, Mas."
Tidak sengaja Jojo memencet blokir akun Erika, terkejut karena melihat Sari saat ia menoleh ke dalam kamar. Istrinya berdiri di dekat ranjang dengan pakaian tidur transparan. Sari tersenyum sambil memanggil lembut nama suaminya. Meminta lelaki itu mematikan puntung rokok dan menghampiri.Sari yang sangat menyesal telah membuat Jojo kecewa, memberanikan diri untuk berpakaian seksi. Mencoba menjadi apa yang diinginkan Jojo. Meski belum sepenuhnya ia merasa nyaman dengan baju seksi itu. Sesekali kedua tangannya menutupi bagian intim yang transparan. Sari sadar, usahanya itu tidak membuahkan hasil. Bagian-bagian seksi tubuhnya tetap terlihat."Kamu ngapain pakai baju begitu?" tanya Jojo. Setelah mematikan puntung rokok, ia menghampiri Sari. Berdiri tepat di depannya.
Samar, Erika melihat Meli--adiknya--duduk di sebelahnya. Meli segera berlari mencari perawat untuk memeriksa kondisi Erika setelah menyadari kakaknya membuka mata. Dua hari sudah, gadis seksi itu tak sadarkan diri setelah percobaan konyol mengakhiri hidup.Ayah Erika dan Meli secara bergantian mendampingi masa-masa sekaratnya. Berharap tulang punggung mereka segera pulih dan mampu menopang biaya kehidupan mereka lagi. Seperti janji Erika terhadap Meli yang akan membiayai hingga tingkat menengah atas agar mudah mencari kerja, tidak seperti ia yang hanya sebagai pelacur."M-mel." Lirih Erika setelah Dokter memeriksanya."Kakak, jangan banyak bicara dulu kata Dokter. Kakak, mau minum?" Erika menggeleng. Air matanya tumpah lagi. Mengapa ia masih diberi kesempat
Belum ada satu hari Erika tiba di rumah orang tuanya. Namun, ia sudah tidak betah mendengar ibunya yang tak henti meminta uang dan menyalahkan Erika yang telah berusaha bunuh diri. Hal itu justru membuat beban karena harus mengeluarkan uang untuk biaya rumah sakit dan ongkos keluarga menemani serta membawanya kembali ke rumah.Hati Erika semakin tertekan dengan sikap ibunya sedangkan ayahnya hanya diam. Tidak menjawab sepatah kata pun yang dilontarkan istrinya."Sabar, ya, Kak," ucap Meli. Gadis itu pun tidak bisa berbuat apa-apa hanya mampu mendampingi Erika yang mulai terlihat putus asa lagi.Hatinya bertanya-tanya, apakah ini yang disebut cinta seorang ibu kepada anaknya? Sedikit pun, tidak pernah Erika rasakan sikap manis penuh kasih dari seorang ibu. B
"Pengantin baru melamun mulu," ledek seorang teman yang menyadari Jojo banyak diam. "Masih LDR, ya, kangen-lah sama kekasih halal," sahut yang lainnya. Sorak meledek terlontar membuat Jojo tersenyum tipis menanggapi. Padahal hatinya sedang memikirkan Erika bukan Sari. Efek aroma parfum yang telah diberi pelet telah berpengaruh. Semalaman tak henti Jojo memikirkan Erika. Namun, ia tidak berpikir buruk sedikit pun. Justru Jojo mengira bahwa dirinya salah, ia belum juga berpindah ke hati Sari. Masih sangat mencintai Erika. Erika pun muncul semalam dalam mimpi Jojo. Gadis itu selalu bisa berpenampilan baik yang menggoda. Mereka habiskan malam penuh gairah. Namun, Sari muncul dalam mimpi i
Emak berjalan ke arah pintu. Tak peduli dengan tanya Erika. Ia meminta gadis itu keluar dari dalam rumahnya. Tatapan mata wanita tua itu sinis. Erika semakin tak paham. Ia sempat kekeh duduk di bangku rumah wanita tua itu. Hingga Emak benar-benar marah dan berteriak mengusirnya.Erika bangkit dari bangku dengan banyak tanya yang berkeliaran di kepalanya. Ia menatap balik Emak saat berpapasan di depan pintu dengan wanita tua itu. Wajahnya sempat mengiba, meminta pertolongan. Namun, Emak tak peduli. Ia segera menutup pintu saat Erika sudah berada satu langkah dari dalam rumahnya.Erika tak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Ia berjalan kaki tanpa tahu arah. Pikirannya semakin kacau. Ia tak habis pikir, semua perjuangannya sia-sia. Cinta tulus yang ia berikan ke Jojo kandas dengan cara seperti ini. Padahal semua hampir ia
Setibanya Ambar di depan rumah Sari, ia melihat pintu pagar yang terbuka serta pintu rumahnya. Perasaan Ambar semakin tidak enak. Ia berlari masuk sambil memanggil nama Sari berulang. Saat ia memasuki ruang keluarga, Ambar mendapati Sari yang sudah terkulai di lantai tak berdaya. Wajahnya pucat pasi dengan keringat bercucuran."Ya ampun, Mbak. Kenapa?" Sari sudah tidak sanggup untuk berkata-kata.Seluruh tubuhnya terasa sangat lemas. Ia hanya mengeluarkan air mata, memandang Ambar penuh harapan. Meminta pertolongan."Tunggu sebentar, ya?"Ambar berlari keluar rumah, mencari orang dan meminta pertolongan. Tak lama beberapa warga datang dan membantu Ambar mengangkat Sari ke mobil tetangganya. Mereka
[Kamu kemana aja, sih? Susah banget dihubungi?][Jo! Aku serius tanya. Jawab!][Astaga! Kamu benar-benar mau membatalkan pernikahan kita karena wanita itu? Mana janjimu?]Pesan tak henti berbunyi sejak tadi pagi. Tak satupun sudah terbaca. Ya, karena tadi Jojo tidak membawa gawai saat ruqyah. Benda pipih itu tertinggal di nakas. Erika tak henti mengirim pesan singkat serta panggilan telepon. Ia yang baru sadar dari minuman alkohol tadi pagi, segera meneror kekasihnya itu.Namun, Erika tak ingat bahwa Jojo semalam sakit. Ia berpikir bahwa Jojo meninggalkannya semalam tanpa sebab.Sari membaca semua pesan masuk dari Erika. Lalu, ia menghapus semua
Sebuah taksi online telah tiba di depan rumah Sari. Ia dan Jojo segera menghampiri taksi itu. Mereka pun segera menuju tempat sesuai dengan lokasi yang Sari pesan.Baru masuk ke dalam mobil beberapa menit, rasa kantuk pada mata Jojo tak tertahan. Sari memang sengaja memberi Jojo obat demam setelah sarapan. Obat yang mengandung efek ngantuk. Karena agar Jojo tidak curiga mereka akan berobat kemana.Ya, Sari mengambil kesempatan demam Jojo untuk alasan membawanya ke klinik. Padahal mereka menuju rumah ruqyah yang telah disarankan Ambar. Perjalanan pun lumayan lama, jadi Jojo harus tertidur, pikir Sari. Agar suaminya tidak banyak bertanya.Setelah menempuh perjalanan hampir lima puluh menit, mereka pun tiba di sebuah tempat. Sari membangunkan Jojo. Lelaki itu
Dering gawai mengejutkan Sari yang tengah berpikir. Panggilan masuk datang dari orang tuanya di Jakarta. Ia segera mengangkat. Setelah saling menanyakan kabar, Sari memberikan kabar baik tentang tubuhnya yang telah berbadan dua tanpa memberitahu masalah yang sedang terjadi.Senyum mengembang dari wajah kedua orang tuanya, mendengar kabar itu. Sari pun ikut bahagia melihatnya.[Terus, sekarang Mas Jojo mana, Ndok?][Belum pulang, Ma. Lembur.][Kalau begitu kamu jangan capek-capek, ya. Jangan sering lembur juga.][Aku hari ini mengundurkan diri, Ma.][Lho, kenapa?]
Beberapa pesan singkat Erika masuk ke gawia Jojo, tetapi tak satupun yang dibalas. Jojo hanya melihatnya sebentar, lalu kembali ia masukan gawai ke dalam saku.Selama dalam perjalanan pulang, Jojo terdiam. Suara bising obrolan rekan-rekannya tak terdengar, seolah sunyi. Tanpa ada suara apapun. Pikirannya melayang, teringat bayang-bayang foto USG yang Sari kirimkan tadi siang. Bagaimana nasib bayi itu ketika lahir, pikirnya.Bagaimanapun juga janin itu adalah darah dagingnya. Ada rasa sedih dalam hati, memikirkan jika calon anaknya nanti membencinya karena tahu ia telah mengkhianati Sari dan menyia-nyiakan mereka begitu saja. Bayang-bayang rasa bersalah terus menghantui sepanjang perjalanan. Hingga Jojo tiba di halte tempatnya turun.Seturunnya dari bis, Joj
Erika berdeham. Menahan malu dan amarah yang bergelut dalam pikirannya. Ia meraih rokok dari nakas dan segera menyalakannya. Setelah satu hisapan bisa terlepas, ia merasakan sedikit lega dan bisa mengembalikan keberanian bicara lagi."To the point aja, tujuan anda kesini ada apa?" tanya Erika ketus.Sari masih mempertahankan senyum tipis pada bibirnya. Menatap gadis yang berani menggoda suaminya lagi. Sambil mengangguk ia pun menjawab, "Iya, pertanyaan bagus. Saya cuma mau tanya, benar kamu mencintai Jojo dan kalian akan segera menikah?"Erika kembali tergelak sambil menghisap batang racun nikotin yang berada di jarinya. Senyum sengit ia lontarkan, seolah meledek."Hmmm… sepertinya Jojo suda
Entah, hari itu mengapa Sari sama sekali menurut perkataan Jojo yang meminta segera membuang amplop cokelat, bukti perselingkuhannya. Perlahan, ingatan Sari mundur. Jojo seperti membakar sesuatu di halaman belakang. Bodohnya lagi, ia tidak curiga. Rasa lelah membuatnya tak peduli. Mempercayai apa saja yang keluar dari bibir Jojo.Bahkan keesokan pun Sari tidak memperhatikan sampah yang ia buang keluar. Apakah ada amplop itu atau tidak. Penyesalan sangat menusuk. Ternyata Jojo begitu lihai bermain lidah dan hati. Begitu pun dirinya yang sangat bodoh dan mudah dibohongi.Ambar menceritakan semua tentang pertemuan hari itu perlahan. Lalu, ia pun mengeluarkan gawainya dari saku. Mencari foto dan video yang pernah suaminya kirim untuk di cetak. Menurut Ambar, sekarang waktu yang tepat untuk memberitahu Sari semuanya. Rasa kasi
Sari mengejar Jojo keluar rumah yang sudah tidak terlihat. Ia menghentikan langkahnya saat menyadari air mata yang telah membasahi wajah. Bagaimana mungkin bisa keluar rumah untuk mengejar Jojo. Apa pantas menyelesaikan masalah di tempat umum, tanyanya dalam hati. Pikiran waras masih dapat mengontrol emosi.Sementara Ambar yang sedang menyapu di teras rumahnya, melihat wajah sembab Sari. Ia yakin telah terjadi sesuatu dengan tetangganya itu.Ambar bergegas membuka pintu pagar dengan sedikit berlari menghampiri rumah Sari. Sari yang menyadari kedatangan Ambar segera menghapus semua tanda kesedihan yang sebenarnya sudah tidak bisa ia tutupkan."Mbak, nggak apa-apa?" Ambar berjalan menghampiri Sari.S