Beranda / Romansa / Cinta ke Dua Pak Direktur / Detik-detik penampilan mengejutkan Jihan

Share

Detik-detik penampilan mengejutkan Jihan

Penulis: Ceeri
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-17 08:10:43

"Kak Kirana, aku gugup sekali. Bagaimana ini?!" Si gadis manis mondar-mandir seraya meremas jemari yang saling bertautan. "Aku merasa akan berada di ruang eksekusi sebentar lagi."

"Jangan cemas begitu! Kita semua sudah geladi kemarin. Kau kelihatan mampu menguasai teknik berjalan dan pengolahan ekspresi." Sedikitnya Kirana turut menuai ketegangan, meski tak sama besar. Lalu, pernyataannya gagal menenangkan kegelisahan yang dialami si gadis manis.

"Oh, Tuhan! Apakah begini akhir riwayatku?"

Di situ Kirana menghampirinya lebih dekat, menyapu punggungnya bertepatan dia menghentikan langkah.

"Aku takut mempermalukanmu, Kak. Segalanya terlalu mepet, untuk memperkuat kepercayaan diri pun aku tak sempat."

"Jihan ..." panggilan ini bernada serius, sampai si gadis manis refleks membagi atensinya. "Dengan kesediaan dirimu pun sudah membuatku sangat bersyukur. Coba bayangkan andai kau tidak menyanggupi permintaanku ini? Mungkin pikiranku jauh berkecamuk darimu. Aku memutuskan berdasarkan pe
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Cinta ke Dua Pak Direktur   Tamu VIP

    Begitu hebat dampak keberadaan Jihan Pitaloka bagi seorang Juna Janendra. Ketika sepanjang usianya tiada pernah menginjakkan kaki ke pagelaran busana demikian, kali pertama dia lakukan demi si gadis manis. Duduk di barisan VIP, dia akan dapat menyaksikan langsung lenggak-lenggok para model di atas cat walk. Sikap tenangnya berlawanan dengan kegugupan yang coba dia tutupi. Memangku sebelah kaki dan berpura-pura sibuk pada gawai di genggaman, tegasnya suara MC yang dilantangkan mikrofon sedikit memukul ke gendang telinga. Juna mengernyit sesaat hanya untuk membiasakan pendengarannya di tengah keramaian sekitar. Di samping kanan dan kiri ditemui tamu-tamu yang berasal dari golongan elit. Juna tidak buta untuk menebak berapa angka yang mewakili penampilan mereka, mengenai branded di kalangan kelas atas semacam dia adalah pemahaman umum. Dia tidak akan terpengaruh dengan berubah heran atau terkagum-kagum terhadap mereka. Namun, memperhatikan satu-persatu sekelilingnya cukup baik membuat d

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-21
  • Cinta ke Dua Pak Direktur   Hadiah untuk gadis cantik; pernyataan cinta Juna

    Juna Janendra tidak tanggung-tanggung untuk menggiring si gadis manis ke satu tempat dari beberapa pilihan resto mewah di Ibu Kota. Beragam kuliner dari negeri seberang tersedia di sana, seperti spaghetti Italia maupun Kare India. Tempat ini seumpama dapur Universal akibat banyaknya menu-menu bercitarasa berbeda disajikan. Nilai plus bagi dekorasi ruang yang kental artistik bertemakan klasik kontemporer di mana warna-warna alami mendominasi di dalamnya, hitam, putih serta abu-abu. Pembagian warna-warna demikian menyebabkan ruang tersebut pun tampak begitu luas. Jihan takjub terhadap sekeliling yang praktis menciptakan suasana damai dan nyaman, dia menyukai tempat ini. "Ini pasti restoran mahal, iya 'kan!" "Tidak juga." "Bagimu ya tentu tidak, aku?!" "Aku yang mengajakmu ke sini, Jihan. Kau tidak perlu memikirkan hal-hal yang mengganggumu. Apa salahnya kita merayakan keberhasilan dirimu di pagelaran tadi? Semua orang bertepuk tangan untuk Jihan Pitaloka si model pengganti. Fotograf

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-21
  • Cinta ke Dua Pak Direktur   Problematika oleh si ibu mertua

    Riangnya kontan memudar dari garis-garis wajah yang kini berganti kusut. Juna kelu seolah-olah benda asing tengah mengganjal tenggorokannya. Urat-urat pipi mengeras secara halus seirama kepala dibuang ke samping, tiada berselera lagi bahkan untuk cuma memandang figur wanita di depan dia. Nayla berdiri di situ dengan raut murung nan pasrah, jelas tampak segan juga saat mendapati kepulangan suaminya. "Jelaskan! Aku malas berbasa-basi, kau pasti mengerti bagaimana sekarang perasaanku terhadapmu. Tidak akan pernah sama lagi, Nay." "Maaf, aku terpaksa melakukannya. Aku tahu tidak ada kesempatan untuk berharap padamu. Tapi, aku bersumpah bahwa semua ini bukanlah keinginanku. Ibu—" "Menantu—" tiba-tiba Nyonya Siska menginterupsi, meski sebetulnya dia pun tak dapat memastikan perkataan di antara si direktur dan putrinya. "Sudah pulang rupanya. Kenapa masih di situ? Ayo, masuk! Aku sudah minta pelayan untuk memasak makan malam untuk kita." "Ibu duluan saja, tadi aku makan di luar." "Juna

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-21
  • Cinta ke Dua Pak Direktur   Problematika oleh si ibu mertua bagian 2

    Juna sungguh tidak menginginkan situasi seperti ini. Berada di satu ruang dengan istrinya lagi bagaikan menarik semua trauma buruk yang diberikan wanita itu setelah dia berupaya keras untuk menyingkirkan bekasnya. Bangun pagi di ruang kerja, sialnya dia mendapati persendian nyeri di beberapa bagian. Dia tidak akan sudi menempati kamar manapun agar terhindar dari kelicikan ibu mertuanya yang selalu menemukan berbagai cara demi mendekatkan putrinya dengan dia. Satu-satunya akses teraman adalah ruang kerja, di mana di ruangan ini tidak tersedia kasur maupun sarana untuk leluasa berbaring. Apalagi kondisi ruang tampak persis kantor sungguhan, didominasi rak buku dan peralatan kerja lainnya. "Astaga, hari ini pasti sangat melelahkan," monolog pagi diiringi decak kekesalan. Juna menepuk-nepuk bahunya sampai ke lengan atas. Bukannya tidur berkualitas, dia justru menerima kenyataan yang lebih pahit dari sepenggal mimpi buruk. "Masuk saja, Bibi!" seruan rendah, bahkan suaranya masih terdengar

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-26
  • Cinta ke Dua Pak Direktur   Hari teristimewa bagi Dave Hardinata

    Betapa kaget Jihan Pitaloka saat Dave Hardinata mencegat langkahnya di tengah jalan. Pemuda ini tersenyum lima jari di hadapan si gadis manis, menaik-naikkan sepasang alisnya setelah berkata, "Selamat pagi, Jihan cantik. Apa dirimu bersemangat di hari ini?" "Dave! Hentikan kelakuanmu! Aku tidak suka kau mengejutkan aku seperti itu. Jangan ulangi lagi!" "Baiklah. Jika kau meminta, aku tidak mungkin menolaknya." Masih dengan seringai tadi, dia membuntuti pergerakan gadis di sisinya, kentara memperlambat ayunan langkah demi menyeimbangkan posisi mereka. "Amelia ke mana? Kenapa kau suka sekali meninggalkan dia?" "Dia tidak ke kampus." "Loh?! Alasannya?" "Ayahnya sakit. Jadi, dia memilih cuti seminggu untuk pulang ke kampung halaman dan membantu ibunya di sana. Setidaknya sampai kondisi ayahnya mendingan kata dia." "Aku kok tidak diberitahu, ya?!" "Mungkin dia lupa. Namanya juga sedang panik 'kan?" "Iya, sih. Nanti biar aku deh yang menghubungi dia." Si pemuda mengangguk-angguk.

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-26
  • Cinta ke Dua Pak Direktur   Bukti bahwa perempuan butuh didampingi

    Obrolan sambung menyambung, gelak dari bermacam lelucon di kalangan masyarakat umum terus diperdengarkan, tak pelak menyebabkan waktu terasa mengalir begitu saja di tengah kedua muda mudi ini. Sejam mereka habiskan hanya untuk makan dan berbincang ringan di kafetaria. Si gadis manis tiada menyangka bisa segini lapang menikmati suasana setelah dia lupa kapan terakhir kalinya meluangkan lenggang bersama temannya itu. Dave Hardinata seakan punya seribu satu cara dalam menyenangkan hatinya, meski dengan sepenggal humor mainstream. "Aku tidak keberatan andai kau ingin kita tetap di sini. Tapi, Jihan, apa kau tidak kasihan melihat mereka yang berdesak-desakan di sana? Kita bisa ke perpustakaan dan mendapatkan tempat yang lebih lapang. Kondisinya juga lebih aman untukmu mengerjakan tugas. Apa kau sanggup menyelesaikan semua tulisan ini dengan keributan mereka?!" Bagai sebuah teguran, pandangan di gadis manis kontan mengitari selingkung mereka. Dia mendesah rendah usai menyaksikan kerumunan

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-27
  • Cinta ke Dua Pak Direktur   Sisi lain Nayla yang tidak disangka-sangka

    Reyhan tidak menyia-nyiakan kesempatan kali ini. Dengan sedikit paksaan dia berhasil membujuk Nayla Indira agar mau menemaninya pergi ke tempat rahasia. Usai makan siang dan berpamitan dengan staf di apotek, Reyhan kembali bersukacita menjadi sopir di perjalanan mereka. "Itu apotek tidak apa-apa ditinggal? Aku takut mereka melaporkan dirimu ke pemiliknya." Kekhawatiran yang betul-betul muncul dari nurani perempuan ini, sempat menengok ke belakang saking takutnya dia tiga staf tadi memperhatikan kepergian mereka sambil mencibir. "Rey ..." panggilnya bernada lembut, menemukan pria di sebelahnya cuma menyeringai tipis. "Tidak masalah, Nay. Aku tidak mungkin marah kepada diriku sendiri 'kan? Selama ini aku selalu stay di apotek, biarpun berkali-kali mereka meminta aku untuk liburan. Barangkali bosan karena aku terus yang dilihat, salah satunya malahan berani menawarkan kencan buta padaku. Supaya tidak jadi perjaka kesepian, katanya." Senyum yang semula seadanya, sejenak mengembang di de

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-30
  • Cinta ke Dua Pak Direktur   Cerita kelam di satu belahan dunia

    Itu adalah sebuah bangunan bertingkat dan luas layaknya kebanyakan yayasan sosial. Panti Jompo yang mereka kunjungi merupakan tempat peristirahatan hari tua bagi para lansia kesepian di mana tak semua dari mereka menerima uluran tangan hangat dari keluarganya sendiri. Berujung mereka memilih untuk pergi ke panti jompo demi dapat meraih kesejahteraan hidup di sepanjang sisa usia. "Jangan terkejut jika kau sudah tahu keadaan di dalamnya. Satu clue dariku bahwa tempat ini dikhususkan bagi perempuan tuna susila." "Wah, benarkah?!" Nayla tercengang sembari dia mencoba melepas sabuk pengaman. Reyhan baru saja menggiring mobil sedannya ke lahan parkir. Syukurnya ini bukanlah weekend. Jadi, sedikit orang-orang yang mampir demi menyembuhkan rindu. "Kau bisa langsung berbicara dengan mereka nanti. Aku kenal salah satunya. Dia hampir seusia ibuku, hanya lebih tua dua atau tiga tahun, aku tidak begitu ingat. Namanya Asri Ambarsari. Biasa aku memanggilnya dengan sebutan Bibi Sri ... ayo, turun!"

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-30

Bab terbaru

  • Cinta ke Dua Pak Direktur   Keputusan Jihan untuk jujur

    Situasi yang semula terasa damai serta menyenangkan mendadak kaku. Si gadis manis bimbang apakah patut mengutarakan rasa penasaran yang sudah tertahan di ujung lidahnya. Dia sekadar duduk diam di kursi di samping Amelia, menanti temannya ini memulai percakapan mereka. Sedang, Juna Janendra menyingkir sejenak seraya sibuk pula menyusun praduga di dalam pikirannya. Dia melihat gadis pemilik gummy smile itu ketika menyaksikan pertunjukan Jihan di kafe Tuan Beno bersama pemuda yang juga dia yakini berangsur-angsur berubah peran menjadi rivalnya untuk mendapatkan hati si gadis manis. "Aku dan Dave sudah putus," Amelia menengok ke sebelah, menemukan si gadis manis betah menundukkan wajahnya. "Kamu tidak terkejut 'kan, Jihan? Aku tahu kamu pasti memperkirakan hal ini akan terjadi." Kontan saja si gadis manis mendongak, mengerutkan kening tanda penolakannya terhadap penuturan barusan. "Tidak apa-apa. Bukan salahmu, ataupun dia. Sejak awal akulah yang memaksakan kehendakku, walau aku sadar pe

  • Cinta ke Dua Pak Direktur   Mungkin ini kencan si Direktur

    "Kau senang?!" Walau yang terlihat bukanlah reaksi mencolok. Namun, Juna Janendra mendapati bibir gadis di sampingnya melengkung tipis. Baru sepuluh menit dia menyetir sejak mereka memutuskan pergi dari rumah sakit. Paman Beno tentu membutuhkan waktu istirahat lebih banyak agar bisa segera pulih. "Aku lega untuk Paman Beno. Tadinya aku pikir tidak akan secepat itu beliau sadar. Bibi juga sangat baik, bersedia merawat dan menemaninya seharian penuh." "Jika perkiraanku tidak meleset, Paman Beno bisa saja diperbolehkan pulang dalam dua atau tiga hari lagi." "Aku harap begitu. Aku rindu menyanyi di kafenya." "Aku pun sama, merindukan suaramu." Juna memperhatikan si gadis manis usai mengungkapkan perasaannya saat ini. "Kenapa kau hanya diam, Jihan? Apa kau tidak senang mendengar pengakuanku?" Senyumnya tertarik ringan, seakan memaklumi andai jawaban gadis itu tak seperti dugaan. "Kenapa aku harus marah padamu?!" Mereka berbalas senyuman sembari berpura-pura tidak menyadari bahwa getar

  • Cinta ke Dua Pak Direktur   Ada luka di samping kegembiraan mereka

    Semua kenangan itu seakan baru terjadi kemarin sore. Jihan Pitaloka kembali menyadari perasaan mendalam terhadap Dave Hardinata pernah ada di beberapa tahun silam dan dia benar-benar menikmatinya sebagai sesuatu ketertarikan emosional untuk lawan jenis. Bermula ketika dia baru menduduki bangku SMA. Jihan yang sekadar gadis yatim piatu masih memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan di salah satu sekolah elit di Ibu Kota. Kendati dalam keterbatasan keadaannya, dia tetap mampu mempersiapkan diri agar terlihat pantas berada di gedung mewah bersama sekumpulan remaja kaya. Dia yang seorang pendatang memutuskan untuk memperjuangkan masa depan di antara keras dan sulitnya persaingan hidup. Bersama Daniel Wilman, si gadis manis mengira keberanian dan kekuatannya meningkat. Dia berpikir siap menapaki upaya demi upaya untuk meraih impiannya. Selain cerdas, Daniel dikenalnya sebagai sosok tumpuan pengganti kedua orang tuanya yang telah lama tiada. Persis kebanyakan para remaja pada umumn

  • Cinta ke Dua Pak Direktur   Perasaan Jihan remaja yang sesungguhnya, cinta untuk Dave Hardinata bagian VI

    Radit kehilangan suara ketika dihadapkan dengan masalah pelik tak disangka-sangka seperti ini. Yang dapat dia lakukan hanya terdiam sambil logikanya menganalisa di dalam dugaan. Gerak kaki lebih terburu-buru daripada jalan santai yang kerap dia lakukan. Bersisian dengan Bastian yang betah pula mengoceh sejak mereka mendatangi ruang konseling sepuluh menit lalu. "Kenapa dia di-skors? Kita tahu apa yang dia lakukan—24 jam penuh aku bisa menjelaskannya. Ayo, kita harus mencoba cara ini." Cukup berat hawa napasnya berbunyi. Namun, tak ada sepatah kata yang Radit ucapkan. "Kau dengar aku 'kan? Kubilang kita perlu menerangkan apa yang kita tahu, terserah apa saja. Asalkan si Dave selamat dari hukuman itu." Tetap juga belum ada tanggapan sampai-sampai Bastian merasakan jemu menahan diri. "Kalau kau tidak mau, aku bisa sendiri!" "Bastian!!" Keduanya spontan berhenti usai kerasnya seruan Radit menyentak mereka bersamaan. "Maafkan aku." "Aku mengerti." Muncul penyesalan di raut Radit —buka

  • Cinta ke Dua Pak Direktur   Perasaan Jihan remaja yang sesungguhnya, cinta untuk Dave Hardinata bagian V

    Sekotak es kubus baru saja diambil dari dalam freezer, Dave Hardinata memasukkannya ke wadah berisi air bersih. Dia melenggang ke ruang TV di mana Bastian dan Radit sudah duduk di sana, menyantap ayam goreng krispi yang mereka pesan lewat daring. "Si pengecut itu, aku jadi menyesal kita menerima tantangan dia." "Kita tidak bisa menghindari pertandingan itu. Dia sengaja memanas-manasiku sebelum balapan dimulai. Konon lagi jika kita menolaknya, mungkin baku hantam langsung kejadian di tempat." "Perkiraanku juga begitu, Dave." Radit menyambung jangka dia mengunyah paha ayam goreng pedas manis kesukaannya. "Tapi, dia memang tidak bisa juga dijadikan rival. Kemampuan standar, kesadaran diri kurang." "Cocok 'kan aku sebut dia pengecut?!" tekan Bastian lagi, mengulang perkataan dia sebelumnya. "Omong-omong, Dave—bukannya kau yang dikeroyok, justru mereka semua menyerah?" "Kecuali si rambut hijau. Aku tidak tahu dia memikirkan apa. Aku buru-buru kabur sebelum mereka semua bangun dan mal

  • Cinta ke Dua Pak Direktur   Perasaan Jihan yang sesungguhnya, cinta untuk Dave Hardinata bagian IV

    Perlengkapan menulis, botol minuman, ramen cup, handuk kecil, kaus pendek, legging, semua benda-benda ini dimasukkan Jihan remaja ke dalam ransel. Bertepatan dia hendak menyandang tasnya, teriakan lembut oleh Daniel Wilman terdengar. "Iya, Kak. Aku segera turun." "Kasihan temanmu, Peri kecil. Dia sudah menunggu sejak tadi." "Tidak apa-apa, Kak. Salma memang sengaja datang lebih awal." "Pulang jam berapa?" "Sepertinya lumayan sore. Tapi aku usahakan sampai di rumah sebelum malam." "Kakak siapkan bekal, ya?" "Aku bawa ramyun." Daniel refleks menghela napas. "Ramyun saja tidak cukup. Tugas-tugasmu banyak 'kan? Otak perlu dikasih makanan bergizi supaya lancar buat berpikir. Jangan pergi dulu, Kakak tambah porsinya untuk dibagi ke temanmu." "Ya sudah, aku tunggu di depan, ya." Jihan remaja bergegas menjumpai Salma selagi Daniel mengemasi bekal di dapur. "Pergi sekarang?" "Tunggu, Kakak ingin menambahkan bekal yang aku bawa." "Ini ke mana dulu? Jadi ke perpustakaan sekolah?" "

  • Cinta ke Dua Pak Direktur   Perasaan Jihan remaja yang sesungguhnya, cinta untuk Dave Hardinata bagian III

    Gara-gara debu yang berterbangan di sekitar, Salma jadi terbatuk-batuk. Hal itu karena ulah kemoceng yang dipakai Jihan remaja untuk membersihkan rak buku di perpustakaan. "Maaf, Salma. Aku sudah bilang agar kamu menyingkir dulu." "Tidak apa-apa Ji, aku ..." Dia batuk lagi. "Aku mau membantumu." "Aku tidak melarangmu. Tapi, debu ini tidak baik buat pernapasan. Mending kau minggir sebentar. Di situ, berdirilah di dekat jendela. Sekalian tolong bukakan jendelanya, ya." "Ok." Salma beringsut ke kiri, menggeser jendelanya. "Omong-omong, Ji. Sudah tahu 'kan berita terbaru di sekolah kita?" "Aku tidak tahu, ada berita apa? Penting memangnya?" "Buat aku pribadi sih tidak. Kalau kau bisa saja iya." "Kok begitu? Apa bedanya aku atau kau? Kita sama-sama mahasiswa di kampus ini dan kita teman sekelas." "Ya karena tidak ada hubungannya sama aku." "Maksudmu apa? Kata-katamu kurang jelas, Salma." "Salah satu siswi di sekolah ini menghilang. Tempo hari orang tuanya datang menemui Kepala Se

  • Cinta ke Dua Pak Direktur   Perasaan Jihan remaja yang sesungguhnya, cinta untuk Dave Hardinata bagian II

    Jalanan tampak lenggang sejauh pengawasan mata. Traffic cone berjejer menandakan pangkal kawasan yang mereka jadikan sebagai tempat berkumpul penonton, juga beberapa meter di depan merupakan garis start. Di sana sudah siaga tiga unit motor sport bermacam modifikasi dan warna. Berita bagusnya, milik Dave Hardinata tiada henti menuai decak kagum dari mereka si penikmat laga jalanan ini. Body motor yang besar menjadikan si kuda besi kian gagah dinaiki si penunggang. Kombinasi hitam dominan dengan gradasi oranye dari stiker-stiker mengkilap. Akibatnya, pemuda-pemuda pemburu balapan liar menancapkan minat mereka ke motor itu. Dave bukanlah target lagi, ketika fokus berpindah kepada Tata. Demikian si pemuda memberi julukan istimewa khusus untuk motor kesayangannya. "Sebentar! Sebelum kita mulai, aku mau mengumumkan perubahan perjanjian." "Apa maksudmu?!" Interupsi dari salah seorang rivalnya menyulut emosi tak menyenangkan pada diri Dave, dia memperhatikan lewat tatapan permusuhan nan ken

  • Cinta ke Dua Pak Direktur   Perasaan Jihan remaja yang sesungguhnya, cinta untuk Dave Hardinata

    Life must go on, moto hidup mereka. Artinya, apa pun yang terjadi haruslah berakhir di hari itu juga. Seperti saat ini, Dave Hardinata dan dua sahabatnya sudah melupakan perkelahian kemarin. Rasa sakit yang masih tertinggal diabaikan. Kalau bisa luka-lukanya sekalian lenyap dalam semalam. "Dave, kau lebih keren dari biasanya." Penuturan Radit sukses mencuri perhatian sang empunya. Dave mendongak, menampilkan wajahnya yang tidak terkata-kata. Entah mau prihatin atau kagum, membuat orang-orang yang melihat justru melongo. Pelipis sama sudut bibir masih biru. Rambut acak-acakan, mulutnya anteng mengisap lolipop. "Makin ganteng, Dave. Cuma hidungmu yang perlu satu tinjuan, biar mirip badut." "Bodoh!" Makian Dave sejenis hiburan, khusus bagi dua pemuda yang absurdnya bikin geleng-geleng kepala. Untung tidak sering kumat, bandalnya tetap lebih mendominasi. Ganteng? wajib! Urakan? Keren! Playboy? Takdirnya orang tampan! Semboyan mereka bertiga, dicetuskan oleh si jabrik Radit. Ujung-ujun

DMCA.com Protection Status