"Ada yang mau saya bicarakan, Nyonya," ujar Dion pada Arumi.
Sore itu, sepulang dari kantor, Dion kembali menghadap ke Arumi untuk berdiskusi.
"Ada info apa, Dion?"
"Saya mempunyai ide yang menurut saya bagus untuk perusahaan. Atau paling tidak bisa memulihkan citra perusahaan."
Arumi menatap Dion dengan seksama. Tubuhnya mulai pulih kini. Namun tetap ada batasan yang harus dijaga. Dan Arumi harus berhati-hati dalam mengelola pikirannya agar tidak terbebani terlalu berat.
"Kita membutuhkan suasana dan terobosan baru, Nyonya. Nona Alana sepertinya tak lagi bisa dijadikan ikon perusahaan kita. Harus ada model pengganti yang memberi kesan baik dan religius. Sehingga masyarakat akan tahu, jika perusahaan kita tak terpengaruh deng
Di Malam sunyi, saat kegelapan merenggut cahaya sang Mentari. Tepatnya di sebuah rumah besar dan mewah. Rasa cemas, takut dan sedih melanda hati dua insan."Tolong bawa dan rawat anak kami dengan baik! sampai saat waktunya tepat untuk kami kenalkan ke publik."Seorang wanita cantik, berpenampilan berkelas berkata pada sepasang suami istri yang duduk bersimpuh. Pria yang berdiri di sebelah wanita itu mengusap pundak istrinya menguatkan."Ta-tapi Ny-nyonya, ba-bagaimana kami bisa merawat bayi Nyonya? kami hanya orang tidak mampu. Se-sementara …." Laki-laki awal empat puluhan itu tak melanjutkan ucapannya. Merasa bingung dengan apa yang akan diucapkan. Sementara istrinya yang bersimpuh dengan kepala tertunduk di sebelahnya nampak mencolek lengan suaminya pelan."Mang, Bi, saya mohon! Saya dan istri saya tidak mungkin membesarkan anak ini. Mamang dan Bibi tahu kan yang terjadi dengan rumah tangga
Almira berjalan di lorong rumah sakit dengan tergesa. Sepanjang perjalanan, deraian air mata tak berhenti menuruni pipinya. Sebuah kabar yang membuat hatinya terasa hancur. Kejadian naas yang tak pernah dia pikirkan sebelumnya terjadi tepat di hari wisudanya.Sampai di depan sebuah ruangan gawat darurat, Mira menghentikan langkahnya.Nampak di balik kaca kesibukan para tenaga kesehatan.Seorang suster menghampirinya dan bertanya, "Nona anak dari Bapak Santo dan Ibu Imah?"Almira hanya bisa menganggukkan kepalanya. Suaranya tercekat, tidak mampu mengeluarkan jawaban."Mari silahkan masuk, sebelum melihat kondisi Bapak dan Ibu, silahkan bertemu dengan dokter terlebih dahulu."Suster itu membawa Almira ke sebuah ruangan yang berbatasan dengan ruang gawat darurat. Seorang dokter pria paruh baya telah menunggunya disana."Bagaimana kondisi Bapak dan Ibu say
Almira yang memang dalam posisi tidak siap, dan lagi tubuhnya lapar dan kelelahan efek menangis semenjak pagi, sontak terhuyung dan jatuh terjerembab."Bibi?" Almira terkesiap sambil menatap tak percaya ke arah Bi Lusi. Biasanya Bi Lusi selalu memperlakukannya dengan hangat dan lembut. Bahkan menyayanginya layaknya anak. Karena memang Paman Hadi dan Bi Lusi belum dikaruniai momongan di usia pernikahan mereka yang menginjak tahun ke lima belas.Bi Lusi menyunggingkan senyum sinis sambil berkacak pinggang."APA? mau protes?"Sebulir embun menetes dari sudut mata Almira."Bi, kenapa Bibi kasar sama Mira? apa Mira ada salah sama Bibi? dan … dan kenapa Bibi juga Paman tidak datang dari tadi? ayah dan ibu …." Belum sempat Almira menyelesaikan perkataannya, Bi Lusi memotong,"Kenapa? memang apa peduli Bibi? yang mati kan ayah ibumu? nggak ada urusannya sama kami! malah untung cep
"Bro, telepon Madam Helen!" seru security itu ke arah temannya yang berada di dalam pos. Berdiri dengan gemetar, berkali-kali Almira membetulkan posisi kerudungnya yang tidak salah."Sa-saya bu-bukan orang jahat, Pak," gumam Almira yang masih ditatap tajam security dari balik pagar.Security yang ada di dalam pos memanggil temannya dan memberitahu sesuatu yang tidak bisa Almira dengar. Namun, tak berapa lama, pintu gerbang otomatis itu terbuka. Dan security mempersilahkannya masuk kemudian mengantarkannya sampai ke depan rumah.*******Saat ini Almira tengah duduk di ruang tamu rumah megah itu. Dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Sebuah foto besar terpajang di dinding berisi empat orang. Jika dilihat, sepertinya pasangan suami istri dan dua anaknya."MasyaAllah, tampan dan cantik," bisik Almira.Almira mengagumi dekorasi ruangan yang sangat berkelas. Guci-g
"MIRA!" pekik Ani sambil berlari masuk ruang makan. Nampak Mira yang tersungkur karena pukulan dari Tuan Alex. Ani dengan cemas menolong rekan kerjanya itu. Bukan hanya cemas akan nasib Almira, tetapi juga nasib pekerjaannya karena ketahuan mengintip."Mira kenapa mesti keluar sih? kan jadi kepukul, ketahuan lagi!" rutuk Ani dalam hati.Lebam tampak sudut bibir Almira yang juga mengeluarkan sedikit darah. Almira tak sadarkan diri. Dion segera bangkit dari kursi makan dan berjongkok mengecek keadaan Mira."Siapa dia? berani-beraninya kalian mengganggu?" bentak Alex."Ma-maaf, Tu-tuan. Di-dia perawat baru Nyonya Arumi. Ka-kami ta-tadi mau ke pavilliun," jawab Ani dengan gemetar dan ketakutan."Aaarrrggghhhh! brengsek kalian semua!"Bbrrraakk!Alex menendang kursi makan yang ada di dekatnya dan pergi meninggalkan ruang makan. Lalu mengibaskan tangannya ke atas meja makan yang berisi berbagai hidangan hingga berantakan. Bebera
Almira memasuki ruangan 3x4 meter yang menjadi ruangan kerja milik Madam Helen itu. Di ruangan ini Madam Helen biasanya mengurus segala pembukuan pengeluaran rumah ataupun ruangan untuk memberi peringatan jika ada pelayan yang berbuat kesalahan. Madam Helen terkenal garang di kalangan para pelayan keluarga Atmaja.Ruangan ini hanya terisi satu set sofa minimalis, satu meja kerja lengkap dengan kursinya juga rak kecil berisi map. Ani telah duduk di salah satu sofa panjang. Sementara madam Helen di sofa tunggal di hadapan Ani.“Duduk!” perintah Madam Helen dengan tegas.Almira pun meletakkan badannya di sebelah Ani.“Saya mendapatkan laporan tentang kelakuan kalian. Sungguh tidak pantas seorang pelayan mencampuri urusan majikannya. Apa kalian tidak belaja
"Siapa kamu?"Dion yang baru saja membuka mulut untuk membalas ucapan Almira harus menahan diri manakala sebuah suara baru terdengar.Seorang gadis cantik dengan tubuh tinggi dan langsing memasuki kamar. Gadis itu mengenakan dress selutut tanpa lengan dengan tali di kedua bahunya."Siapa dia, sekretaris Dion?"Dion menganggukkan kepalanya sekilas sebelum menjawab."Dia perawat baru Nyonya Arumi, Nona Alana. Namanya Almira.""Saya Almira, Nona," sambung Almira sambil membungkukkan tubuhnya sekilas.Alana menganggukkan kepalanya kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Dion.
"Kalian sudah bosan bekerja disini?"Madam Helen menghampiri Almira dan Ani dengan langkah tegap dan tatapan menyorot tajam. Rahangnya yang runcing dengan bibir tipis membentuk garis datar menambah kesan betapa garangnya kepala pelayan keluarga Atmaja itu."Kalian disini bukan untuk bergosip, tapi bekerja. Kamu!" Telunjuk kurusnya menunjuk ke arah Ani. Membuat Ani seketika menunduk dengan ekspresi bersalah."Apa dengan bergosip masakan kamu jadi lebih enak? bahkan dengan tak tahu dirinya kamu menggosipkan majikan kamu sendiri. Saya tidak suka punya anak buah seperti itu!""Ma-maaf Ma-madam! Saya janji tidak akan mengulanginya lagi," ucap Ani terbata-bata. Tentu saja Ani takut jika dipecat oleh madam Helen. Mencari pekerjaan jaman sekarang susah, apalagi dengan gaji yang