Alana mengerjapkan matanya. Entah kenapa kedua kelopaknya terasa sangat berat. Seperti ada lem yang merekatkan hingga tak mau terbuka. Malas sekali rasanya untuk sekermdar bangun. Kepalanya terasa pusing, dan juga sekujur tubuhnya terasa linu.
Apa dirinya sakit?
Alana memijat pelan keningnya berusaha meredakan sakit kepalanya. Setelah dirasa cukup membaik, Alana membuka matanya perlahan. Sinar matahari yang menembus tirai menyilaukan pandangannya.
Ada dimana dia saat ini?
Alana mengernyit heran. Ini bukan seperti kamarnya. Tidak pula seperti apartemen pribadinya yang biasa menjadi tempat menyendiri. Alana merenggangkan tangannya kemudian berusaha bangun. Namun ada yang terasa janggal.
Selain mata yang berat, badan yang
"Tuan, ada berita tentang Non Alana."Aldi, sekretaris Dion melapor ke atasannya. Dion yang tengah memeriksa berkas mengalihkan pandangannya."Ada apa?"Tanpa menjawab, Aldi meraih remote TV dan menyalakannya. Layar datar yang tertempel di dinding kantor Dion menayangkan sebuah berita yang membuat Dion seketika ternganga."Apalagi ini?" geram Dion.Kesal, Dion sangat kesal. Bisa-bisanya Alana masuk berita miring. Sudah dipastikan nantinya Dion akan sangat kerepotan. Karena dengan adanya berita miring ini, tentu membawa pengaruh buruh bagi perusahaan.Masuk ke dalam berita gosip dengan topik, Alana Atmaja sang model papan atas terlibat prostitusi. Sungguh ini di luar dugaan Dion. D
"Kakakkkk!" Alana berseru saat Alex muncul dari arah depan.Alex berjalan masuk menyusul Vina di belakangnya. Membuat Alana merasa kesal. Bisa-bisanya mereka bersenang-senang dan meninggalkannya?"Kak, Vin, tolong jelasin ke semua bahwa ini tidak seperti yang ada di berita. Itu fitnah! Kakak tahukan Alana baru semalam bertemu Pak Riko? dan itupun dikenalin sama kakak!"Alana berganti menatap ke arah Vina penuh harap."Vin, jelasin! Lo yang jadi asisten gue, Lo tau gue seperti apa. Jelasin semalam itu bukan kesengajaan! Gue dijebak kan Vin?"Vina nampak salah tingkah. Bahkan mengalihkan pandangannya saat Alana menatap penuh harap padanya."Maaf, Al. Gue nggak tahu. Kan gue nggak du
"Kenapa kamu tidak meninggalkan saya?" Alana dengan matanya yang sembab menatap Almira.Almira pun tersenyum simpul. Disodorkannya segelas coklat hangat kepada Alana. Minuman yang selalu menjadi andalan saat dirinya sedih."Apa kamu sedang mencoba menarik perhatianku?"Almira menarik nafas pelan."Nona, minum dulu. Coklat bisa menenangkan hati. Atau, itu yang saya rasakan."Alana menurut dan menyeruput minuman berwarna pekat tersebut. Hangat, membuat hatinya ikut menghangat."Jadi kenapa? apa alasan kamu tetap berdiri dan menemaniku?""Apa harus selalu ada alasan Nona? apa jika saya katakan saya hanya mengikuti nuraninsaya Nona akan percaya? semua manusia pasti punya salah Nyonya. Tetapi bukan berarti kita bisa melihat seseorang dari kesalahannya.""Apa kamu sedang bersikap sok suci?" Alana memandang Almira dengan tatapan menilai. Mencari apa yang tersembunyi dari sorot mata pelayan itu.Almira mengulas senyum yang mened
"Buat Alana jatuh, dan aku menjadi milikmu!" ujar Alex dengan nada tegas yang membuat Vina terkejut."Maksud kamu? kenapa aku harus menjatuhkan Alana? bukannya dia adalah adik kamu sendiri?"Alex menjauhkan badan Vina dan duduk bersandar di kepala ranjang. Kedua tangannya dia lipat ke belakang kepalanya sambil menatap ke depan dengan tatapan menerawang."Lex? kenapa harus menjatuhkan Alana?"Sekali lagi Vina bertanya. Vina ikut duduk dengan selimut melilit tubuhnya yang polos."Karena aku ingin menebus rasa sakit hatiku."Vina menatap Alex bingung."Tapi kenapa Alana? Dia kan adik kamu sendiri, dan lagipula dia modelku, Lex. Jika namanya jatuh, maka penghasilanku sebagai managernya pun berkurang.""Aku yang akan memenuhi kebutuhanmu. Bukankah sudah ku bilang, jika kamu bersedia melakukan apa yang aku mau, maka aku menjadi milikmu," rayu Alex."Tapiii … a-aku …." Vina menatap Alex ragu."Apa semua uca
"Ke-kenapa Tuan? apa tidak enak?" Almira bertanya gugup. Apalagi ketika Alex terlihat mengerutkan keningnya. Apa dirinya salah memasukkan komposisi racikan kopinya?"Mmmhhh, gimana ya?" Alex seakan ragu untuk menjawabnya."Saya buatkan lagi, Tuan. Maaf kalau kurang enak," ujar Almira berniat meminta cangkir yang masih dipegang oleh Alex."Apa aku bilang kopi ini tidak enak?"Almira menggelengkan kepalanya."Kopi buatanmu enak, aku suka. Buatkan aku seperti ini lagi jika nanti aku meminta.""Baik, Tuan. Siap!"Alex kembali menyeruput kopi di tangannya. Sementara Almira bingung apa yang hendak dia lakukan."Kenapa kamu berdiri disitu?""Eh, iya Tuan. Maaf, saya masuk dulu," pamit Almira."Memang aku menyuruhmu masuk? duduklah! Aku sedang butuh teman bicara," perintah Alex."Baik, Tuan."Almira pun mengambil posisi di ujung bangku taman yang menghadap ke kolam renang itu."Kamu punya
"Kita membutuhkan model baru untuk menggantikan Nona Alana, Tuan. Karena dengan skandal yang Nona Alana ciptakan, citra baik perusahaan menurun. Belum lagi desakan para pemegang saham untuk segera memulihkan kondisi perusahaan.""Mereka menuntut perubahan atau mereka akan menarik saham mereka. Beberapa perusahaan pun membatalkan kerjasama secara sepihak karena tidak mau mendapatkan imbas dari kasus Nona Alana.""Rating beberapa produk pun yang menggunakan Nona Alana sebagai brand ambassador menurun jauh sehingga memerlukan pergantian agar tidak semakin memburuk.""Bahkan, maaf Tuan, beberapa direksi mengemukakan pendapatnya untuk mengganti Tuan dengan Tuan Alex."Aldi, sekretaris Dion memberikan laporannya. Nampak Dion yang duduk di kursi kebesarannya manggut-manggut men
"Ada yang mau saya bicarakan, Nyonya," ujar Dion pada Arumi.Sore itu, sepulang dari kantor, Dion kembali menghadap ke Arumi untuk berdiskusi."Ada info apa, Dion?""Saya mempunyai ide yang menurut saya bagus untuk perusahaan. Atau paling tidak bisa memulihkan citra perusahaan."Arumi menatap Dion dengan seksama. Tubuhnya mulai pulih kini. Namun tetap ada batasan yang harus dijaga. Dan Arumi harus berhati-hati dalam mengelola pikirannya agar tidak terbebani terlalu berat."Kita membutuhkan suasana dan terobosan baru, Nyonya. Nona Alana sepertinya tak lagi bisa dijadikan ikon perusahaan kita. Harus ada model pengganti yang memberi kesan baik dan religius. Sehingga masyarakat akan tahu, jika perusahaan kita tak terpengaruh deng
Di Malam sunyi, saat kegelapan merenggut cahaya sang Mentari. Tepatnya di sebuah rumah besar dan mewah. Rasa cemas, takut dan sedih melanda hati dua insan."Tolong bawa dan rawat anak kami dengan baik! sampai saat waktunya tepat untuk kami kenalkan ke publik."Seorang wanita cantik, berpenampilan berkelas berkata pada sepasang suami istri yang duduk bersimpuh. Pria yang berdiri di sebelah wanita itu mengusap pundak istrinya menguatkan."Ta-tapi Ny-nyonya, ba-bagaimana kami bisa merawat bayi Nyonya? kami hanya orang tidak mampu. Se-sementara …." Laki-laki awal empat puluhan itu tak melanjutkan ucapannya. Merasa bingung dengan apa yang akan diucapkan. Sementara istrinya yang bersimpuh dengan kepala tertunduk di sebelahnya nampak mencolek lengan suaminya pelan."Mang, Bi, saya mohon! Saya dan istri saya tidak mungkin membesarkan anak ini. Mamang dan Bibi tahu kan yang terjadi dengan rumah tangga