"JADI KAU YANG MENGIRIMKAN PESAN ITU?!"Suara Bariton seorang pria muncul dari belakang. Mata Saras langsung membola.Saras langsung menunduk tangannya tiba-tiba gemetar."Ss-s-saya..." ucapnya terbata. "KATAKAN!" sentak Aidan dengan suara tinggi, dadanya bergemuruh tangannya terkepal."Kau yang mengirim pesan itu pada Ayahku, iya?" Hardiknya. Saras bergeming tangannya memainkan ujung baju, peluh keringat membanjiri pelipis nya."Saya minta maaf, Tu-tuan," lirihnya. Aidan memejamkan mata, kemudian menghembuskan nafas kasar, kemudian jari telunjuknya diarahkan pada Saras."Jika kau adalah laki-laki sudah ku hajar kau," ucap Aidan dengan Gigi bergemelatuk.Emosinya sudah meluap meluap, kemudian memukul pintu dengan kuat.BRAKK!Saras terperanjat mendengar suara tersebut."Saya minta maaf Tuan, tolong jangan pecat saya," "Saya tidak akan memecatmu
Aidan pulang ke rumah, ia berjalan dengan gontai, kakinya terasa lemas.Aidan berpapasan dengan Hana di halaman rumah. Entah mengapa Hana selalu datang ke rumahnya."Aidan, kau baik-baik saja?" tanya Hana menelisik wajah Aidan yang kusut. "Em ya, aku Baik-baik saja," lirih Aidan. "Hanya saja, Namira tidak mau melihatku, ia begitu marah," sambungnya. Wajah Aidan berubah sendu. "Bagaimana kondisi Namira?""Namira... Sudah lebih baik, dari sebelumnya, hanya.... ""Hanya apa?""Hanya saja, Namira tidak mau melihatku, ia masih marah," Aidan menghembuskan napas kasar. "Ah, aku merasa kasihan padanya." balas Hana. Aidan tertunduk, ia merasa bersalah."Ayo, antar aku kesana,"Mata Aidan membola, ia menggeleng. Bagaimana perasaan Namira saat dia datang bersama Hana.Selama ini Namira secara terang-terangan tidak menyukai kedekatannya dengan Hana. Apalagi dirinya dan Hana sempat membuat Namira cemburu waktu itu. Aidan menepis tangan Hana di lengannya."Maaf Han, aku lelah, aku ingin isti
Larut malam Aidan pulang, dengan langkah gontai ia masuk ke dalam rumah, ia terus berjalan menuju kamar, saat membuka pintu kamar, Aidan terperangah melihat sosok wanita yang sedang duduk di pinggir ranjang."Namira!" "Sa-sayang kau disini, aku telah mencarimu kemana-mana,""Ah syukurlah," Aidan menghembuskan napas perlahan.Namira menatap datar ke arah Aidan."Aku kesini untuk mengemasi baju-bajuku.""Kau mau kemana?""Aku ingin pulang,""Ini rumahmu sayang,"Aidan berjalan mendekat ke arah Namira,"Baiklah begini, jika kamu masih marah padaku tak apa, biar aku yang pergi, asal kau tetap di kamar ini, bagaimana?"Namira bergeming. Ia berpikir sejenak."Bagaimana sayang? Hem?" Aidan menyentuh pundak Namira, membuatnya tersadar dari lamunan."Singkirkan tanganmu dariku, Tuan Aidan!" titah Namira ketus dan datar.DEG!Hati Aidan tersayat, mendengar begitu datarnya sang istri berbicara. Tanpa senyum yang biasa Namira tunjukkan, Aidan rindu senyum itu."Akh!" Namira memekik. "Sayang, ka
"Baiklah jika kamu tidak mau pergi, tapi aku punya satu permintaan padamu Tuan Aidan?!""Apa sayang, ayo katakan?""Ceraikan aku!""Ce-cerai?" tanya Aidan Shock.Namira mengangguk, "Iya, Ceraikan aku, aku lelah menjalani pernikahan tanpa kepercayaan, hanya karena pesan tak jelas kebenarannya, kau langsung percaya begitu saja,""Jangan main-main dengan kata cerai, Namira!""Apa aku terlihat main-main?"Aidan mengatur napas yang terasa sesak, dadanya bergemuruh hebat, dengan mata yang memancarkan luka, Aidan menatap Namira lekat. Tapi istrinya itu malah membuang pandangan ke arah lain, enggan bersitatap dengannya.Tak bisa di pungkiri, sebenarnya Namira pun terluka mengatakan hal itu, sebenci apapun dia terhadap Aidan, rasa cinta itu masih ada."Tatap mataku sayang? Benar kau ingin cerai?"Namira bergeming ia enggan untuk menatap iris mata Aidan."Ayo tatap mataku, jika kau memang benar-benar ingin bercerai,"Mau tidak mau Namira menatap Aidan dengan perasaan yang entah, mata yang biasa
POV Namira Sore hari, ayah datang ke rumah, ia membicarakan tentang persiapan pernikahannya beberapa hari lagi.Ayah membuat kelakar yang bisa membuatku tertawa, ayah benar-benar membuatku terhibur di saat seperti ini.Tawaku terhenti kala kulihat Mas Aidan ada di pintu. Dia menatap ke arah kami, aku memandang ke arah lain, enggan bersitatap dengannya, aku masih merasa kesal akibat ulahnya yang hampir membuat anakku celaka.#FlashbackAku meringis kesakitan di dalam ruangan bernuansa putih, perutku rasanya sakit sekali, aku meraung kesakitan. Dengan teganya Mas Aidan mendorongku padahal ia tahu aku sedang hamil. "Kau harus kuat sayang," ucapku pada Janin yang berumur 8 minggu itu. Tak berselang lama, masuklah dokter wanita kedalam ruangan ku, setelah dokter wanita masuk dan menanganiku, rasa sakit itu sedikit berkurang.Segala pikiran buruk memenuhi pikiranku, aku tak mau sampai kehilangan anakku, aku menggeleng kuat, air mata telah membasahi pipi."Dokter... Tolong selamatkan jani
POV Author "Namira!" sapa seorang Lelaki pada Namira. Aidan menoleh, kemudian menautkan alis saat Namira membalas sapaan laki-laki tersebut.Siapa dia? Pikir Aidan.Tak berselang lama, muncul seorang wanita dari balik punggung pria tersebut."Mas Hanif, Mbak Hanum, kalian disini." seru Namira. Hanif dan Hanum adalah saudara jauh Namira ia tak menyangka bahwa akan bertemu mereka di sana. "Iya Mir, kamu...""Aku nganter mempelai pria, ayah mertuaku." balas Namira. "Oh... jadi yang menikah itu mertuamu?" Timpal Hanum. "Iya Mbak,"Namira melihat perut Hanum yang sedikit membuncit, kemudian ia tersenyum."Mbak Hanum sedang hamil?" ujar Namira memberi kode pada perut Hanum yang membuncit. Namira dan Hanum menikah di hari yang sama, ia tak menyangka bahwa mereka hamil juga bersamaan. "Eh iya Mir," sahut Hanum. "Berapa bulan Mbak?""Tiga bulan,""Ngidam tidak mbak?""Haduhh Mir, Gausah di tanya, Hanum ini ngidam nya aneh, masa tengah malem pengen liat ondel-ondel. Yang lebih parah aku
"Aku bisa membantumu untuk mendapatkan Namira," Fadil langsung menoleh. "Siapa kau?" Wanita itu tersenyum kemudian mengulurkan tangannya. Fadil membiarkan tangan itu menggantung di udara. "Hai aku Hana, ibumu menikah dengan pamanku," tukas Hana. Fadil tersenyum simpul."Bagaimana?, kau menerima tawaranku,""Lalu bagaimana denganmu, kenapa kau ingin membantuku?""Itu karena..." Hana menjeda ucapanya."Karena apa?""Karena aku tidak menyukai Namira,""Tapi menyukai suaminya?" sarkas Fadil, tersenyum miring.Hana menghembuskan napas kasar."Em, ya," lirihnya. "Bukankah dia sepupumu?""Sesama sepupu bukan berarti tidak boleh menikah, bukan?"Fadil manggut-manggut tanda mengerti."Bagaimana dengan tawaranku yang tadi?"Fadil mencondongkan wajahnya, kemudian berbisik."Tidak! Aku tidak butuh bantuanmu," ia tersenyum kemudian meninggalkan Hana.Hana melotot, kemudian menghentakkan kaki di tanah."Sial!" "Dasar laki-laki sombong!" padahal dirinya ingin bekerja sama untuk merusak rumah
POV NamiraSetelah memuntahkan cairan bening berkali-kali, tubuhku terasa lemas, aku keluar dari kamar mandi.Aku terperangah, kulihat Mas Aidan tengah memegang vitaminku dari dokter kandungan tempo lalu, Aku harap-harap cemas. Apakah Mas Aidan mengetahui yang sebenarnya? bahwa aku masih mengandung dan telah membohonginya."Mas..." lirihku.Mas Aidan menoleh, kulihat ekspresinya datar, wajahnya memerah, rahangnya sudah mengeras.Aku meringis kemudian berjalan mendekatinya."Sayang, kau baik-baik saja? Apa setelah keguguran pun kau masih sering muntah-muntah?" sapanya. "Em itu..." aku sangat kebingungan untuk menjawab pertanyaannya."Kenapa, apa kau sedang tidak enak badan?""Em ya sepertinya," aku memegang tengkuk untuk menghilangkan rasa gugup.Aku menghembuskan nafas perlahan, syukurlah Mas Aidan tidak mencurigaiku. aku terpaksa berbohong, Aku hanya ingin memastikan bahwa Mas Aidan benar-benar telah berubah, setelah itu aku akan mengatakan padanya bahwa anak kami baik-baik saja."S