POV Namira Sore hari, ayah datang ke rumah, ia membicarakan tentang persiapan pernikahannya beberapa hari lagi.Ayah membuat kelakar yang bisa membuatku tertawa, ayah benar-benar membuatku terhibur di saat seperti ini.Tawaku terhenti kala kulihat Mas Aidan ada di pintu. Dia menatap ke arah kami, aku memandang ke arah lain, enggan bersitatap dengannya, aku masih merasa kesal akibat ulahnya yang hampir membuat anakku celaka.#FlashbackAku meringis kesakitan di dalam ruangan bernuansa putih, perutku rasanya sakit sekali, aku meraung kesakitan. Dengan teganya Mas Aidan mendorongku padahal ia tahu aku sedang hamil. "Kau harus kuat sayang," ucapku pada Janin yang berumur 8 minggu itu. Tak berselang lama, masuklah dokter wanita kedalam ruangan ku, setelah dokter wanita masuk dan menanganiku, rasa sakit itu sedikit berkurang.Segala pikiran buruk memenuhi pikiranku, aku tak mau sampai kehilangan anakku, aku menggeleng kuat, air mata telah membasahi pipi."Dokter... Tolong selamatkan jani
POV Author "Namira!" sapa seorang Lelaki pada Namira. Aidan menoleh, kemudian menautkan alis saat Namira membalas sapaan laki-laki tersebut.Siapa dia? Pikir Aidan.Tak berselang lama, muncul seorang wanita dari balik punggung pria tersebut."Mas Hanif, Mbak Hanum, kalian disini." seru Namira. Hanif dan Hanum adalah saudara jauh Namira ia tak menyangka bahwa akan bertemu mereka di sana. "Iya Mir, kamu...""Aku nganter mempelai pria, ayah mertuaku." balas Namira. "Oh... jadi yang menikah itu mertuamu?" Timpal Hanum. "Iya Mbak,"Namira melihat perut Hanum yang sedikit membuncit, kemudian ia tersenyum."Mbak Hanum sedang hamil?" ujar Namira memberi kode pada perut Hanum yang membuncit. Namira dan Hanum menikah di hari yang sama, ia tak menyangka bahwa mereka hamil juga bersamaan. "Eh iya Mir," sahut Hanum. "Berapa bulan Mbak?""Tiga bulan,""Ngidam tidak mbak?""Haduhh Mir, Gausah di tanya, Hanum ini ngidam nya aneh, masa tengah malem pengen liat ondel-ondel. Yang lebih parah aku
"Aku bisa membantumu untuk mendapatkan Namira," Fadil langsung menoleh. "Siapa kau?" Wanita itu tersenyum kemudian mengulurkan tangannya. Fadil membiarkan tangan itu menggantung di udara. "Hai aku Hana, ibumu menikah dengan pamanku," tukas Hana. Fadil tersenyum simpul."Bagaimana?, kau menerima tawaranku,""Lalu bagaimana denganmu, kenapa kau ingin membantuku?""Itu karena..." Hana menjeda ucapanya."Karena apa?""Karena aku tidak menyukai Namira,""Tapi menyukai suaminya?" sarkas Fadil, tersenyum miring.Hana menghembuskan napas kasar."Em, ya," lirihnya. "Bukankah dia sepupumu?""Sesama sepupu bukan berarti tidak boleh menikah, bukan?"Fadil manggut-manggut tanda mengerti."Bagaimana dengan tawaranku yang tadi?"Fadil mencondongkan wajahnya, kemudian berbisik."Tidak! Aku tidak butuh bantuanmu," ia tersenyum kemudian meninggalkan Hana.Hana melotot, kemudian menghentakkan kaki di tanah."Sial!" "Dasar laki-laki sombong!" padahal dirinya ingin bekerja sama untuk merusak rumah
POV NamiraSetelah memuntahkan cairan bening berkali-kali, tubuhku terasa lemas, aku keluar dari kamar mandi.Aku terperangah, kulihat Mas Aidan tengah memegang vitaminku dari dokter kandungan tempo lalu, Aku harap-harap cemas. Apakah Mas Aidan mengetahui yang sebenarnya? bahwa aku masih mengandung dan telah membohonginya."Mas..." lirihku.Mas Aidan menoleh, kulihat ekspresinya datar, wajahnya memerah, rahangnya sudah mengeras.Aku meringis kemudian berjalan mendekatinya."Sayang, kau baik-baik saja? Apa setelah keguguran pun kau masih sering muntah-muntah?" sapanya. "Em itu..." aku sangat kebingungan untuk menjawab pertanyaannya."Kenapa, apa kau sedang tidak enak badan?""Em ya sepertinya," aku memegang tengkuk untuk menghilangkan rasa gugup.Aku menghembuskan nafas perlahan, syukurlah Mas Aidan tidak mencurigaiku. aku terpaksa berbohong, Aku hanya ingin memastikan bahwa Mas Aidan benar-benar telah berubah, setelah itu aku akan mengatakan padanya bahwa anak kami baik-baik saja."S
"Halo semuanya!"Tiba-tiba saja terdengar suara dari luar, kami semua menoleh, aku terkejut, Mas Aidan tak kalah terkejut dariku. "Hana!" Seru aku dan Mas Aidan bersamaan.Hana berjalan mendekat ke arah kami. Hana tersenyum sumringah saat sudah sampai.Ah mau apa Wanita ini? Aku malas melihatnya, ku alihkan pandanganku ke arah lain."Apa kau tidak punya pekerjaan lain, selain datang kemari Hana,"Aku menoleh saat Mas Aidan berkata begitu. Kulihat Hana terkejut."Kau tidak menyukai kehadiranku Aidan?""Bukan begitu, kau terlalu sering kemari, aku menjadi risih, takut Namira salah paham juga," Mas Aidan merapatkan duduknya padaku, lalu merengkuh pundakku, tak kusia-siakan aku sandarkan kepalaku di bahu Mas Aidan."Mas.. Aku ngidam," rengekku manja, "Mau apa sayang, nanti aku belikan," ucap Mas Aidan dengan mengelus rambutku. Hana terlihat kesal melihatnya, saat mata kami saling beradu, sengaja ku kedipkan sebelah mata, agar ia sadar bahwa kami saling mencintai.Hana menghembuskan na
Mas Fadil tak pernah berubah."Ada apa ini?"Suara Bariton di pintu membuatku dan Mas Fadil menoleh. "A-ayah," Aku terkejut melihat kedatangan ayah yang tiba-tiba, aku langsung menarik tanganku yang digenggam oleh Mas Fadil."Tanganmu kenapa Mira?""Ta-tanganku teriris pisau, Mas Fa-fadil hanya membantu mengobatinya," Aku tergagap. "Oh begitu, syukurlah jika sudah diobati, semoga tidak infeksi," balas ayah. "Iya ayah," Aku mengangguk. "Ayah mau apa?" tanyaku lagi. "Oh tidak, Ayah hanya kebetulan lewat saja, dan tak sengaja melihat kalian berdua, itu saja."Aku bernafas lega untung Ayah tidak berpikiran macam-macam tentangku dan Mas Fadil. "Aku sudah menaruh obat P3K ke dalam tempatnya, lain kali hati-hati jangan sampai terulang lagi untung baru jarimu, bukan... Hatimu,"Aku terperangah mendengar kalimat terakhirnya, Mas Fadil kemudian pergi meninggalkanku sendiri.Setelah selesai memasak aku kembali ke kamar menemui Mas Aidan, sedang apa dia di dalam sana.Ku buka pintu perlahan
POV AuthorPagi hari, di meja makan semua orang berkumpul ada Hamid, Arini, Fadil, Aidan dan Namira.Aidan begitu perhatian terhadap Namira, dia menyuapi Namira dengan penuh kasih sayang, menawari Namira semua makanan yang ada di meja. Sesekali Aidan mengelus pipi Namira, saat biji nasi menempel.Melihat hal itu hati Fadil menjadi meradang. Fadil meletakkan sendok di atas meja dengan keras.BRAK!"Aku kenyang!" tukasnya.Semua mata memandang ke arahnya."Loh nak, tumben kamu sarapannya gak habis,""Aku kenyang ma,"Fadil berjalan cepat menuju luar rumah.Melihat hal itu Namira menjadi gelisah."Sayang ayo buka mulutmu,""Tidak Mas, aku kenyang,""Hem baiklah, ayo aku antar ke kamar,""Em, iya Mas," Namira mengangguk. "Aidan, kamu tidak menyelesaikan sarapanmu dulu," cetus Hamid."Tidak ayah, aku kenyang, aku akan mengantar Namira dulu, sebelum berangkat ke kantor." jelas Aidan. "Aneh, kenapa semua orang mendadak kenyang," cetus Arini. "Sudahlah ayo kita selesaikan sarapan," tukas H
["Setelah membaca surat itu, aku akan memberikannya kembali pada Mas Fadil dan memperingatkannya!, aku tidak bisa terus begini," batin Namira.]Di taman, Fadil merenung seorang diri, kemudian seseorang datang dan duduk di sebelahnya."Aku sudah menawari bantuan tapi kau menolaknya. Lihat tidak mudah untuk mendapatkan Namira, bukan?""Lalu apa maumu?""Aku mau kita bekerja sama, aku rasa itu lebih mudah untuk menghancurkan rumah tangga mereka, bagaimana?"Fadil berdiri Ia enggan untuk mendengarkan ocehan Hana."Hei kau mau kemana?""Aku mau pergi, malas meladenimu,""Dasar pria sombong, akan aku pastikan suatu saat kau pasti akan meminta bantuanku itu."Hana menghentakkan kaki di tanah.***Namira berjalan sambil membaca isi dalam surat yang di berikan Fadil, isinya hanya tentang rindu yang tertahan karena jarak dan waktu, meniti hari hanya dengan menggenggam sebuah janji. Merindukan Namira yang tak ada habisnya.Di lembar kedua-pun masih sama isinya hanyalah puisi cinta, dengan kalima