Beranda / Romansa / BURONAN / 4. TERBAYANG-BAYANG

Share

4. TERBAYANG-BAYANG

Suara sirine mobil kepolisian yang memandu barisan arak-arakan beberapa mobil mewah berhenti di depan pintu gerbang sebuah rumah mewah di kawasan perumahan elit Jakarta.

Salah satu polisi turun dari motornya lalu berjalan ke arah pos keamanan rumah mewah itu.

"Permisi, selamat malam Pak?" sapa sang polisi memberi hormat pada petugas keamanan di sana.

Petugas keamanan yang bernama Jumadi itu membalas hormat sang polisi.

"Selamat malam Pak, ada apa ya?" tanya Jumadi.

"Saya diperintahkan oleh kedubes Arab Saudi untuk mengawal Prof. Dr. Muhammad Assegaf. Beliau ingin berkunjung menemui Bapak Bastian Dirgantara untuk melamar Putri Pak Bastian yang bernama Rania," jelas sang polisi.

Jumadi mengangguk dan langsung menyuruh Mail, satpam junior di sana untuk membukakan pintu gerbang.

Sementara itu, Jumadi langsung berlari ke arah rumah mewah milik majikannya.

Kediaman utama Dirgantara.

Pemilik perusahaan Dirgantara Corporation yang terdaftar sebagai salah satu perusahaan besar se-Indonesia.

Keluarga besar Dirgantara baru saja pulang selepas melaksanakan shalat tarawih.

Mereka tampak duduk-duduk santai di ruang keluarga.

Dengan langkah tergesa, Jumadi masuk ke dalam rumah mewah itu.

"Assalamualaikum Pak Bastian, di luar ada rombongan dari Arab Saudi, katanya mau melamar non Rania," beritahu Jumadi dengan nafas tersengal.

"Waalaikum salam, rombongan dari Arab Saudi?" tanya lelaki paruh baya bernama Bastian itu. Dia saling melempar pandang dengan sang istri yang duduk di sebelahnya.

"Iya Pak," sahut Jumadi.

"Kalau begitu, aku panggil Rania dulu ya, Mas," ucap Raline, istri Bastian.

Sementara Raline pergi ke lantai atas, Bastian terlihat mengekor langkah Jumadi keluar rumahnya.

Dan benar saja apa yang dikatakan Jumadi, di halaman rumah luas miliknya, Bastian melihat beberapa mobil mewah terparkir di sana.

Seorang lelaki berjanggut putih keluar dari salah satu mobil diikuti dengan lelaki lain yang usianya jauh lebih muda. Wajah mereka tampak mirip.

"Assalamualaikum, Tuan Bastian?" sapa lelaki berjanggut tebal yang memakai sorban di kepala itu. Dia mengajak Bastian untuk bersalaman.

"Waalaikum salam. Iya, saya Bastian," jawab Bastian masih dengan wajah bingung. Dia menyambut jabatan tangan lelaki paruh baya dihadapannya.

Pembicaraan mereka saat itu didampingi oleh seorang translator.

"Kenalkan, saya Muhammad Assegaf dan ini anak lelaki saya yang bernama Ahmed Malik Assegaf," dia menunjuk ke arah lelaki berparas tampan di sebelahnya.

Sebagai penghormatan untuk tamu-tamu itu, Bastian langsung mempersilahkan mereka masuk sebelum mempertanyakan maksud kedatangan mereka yang begitu tiba-tiba. Bahkan Bastian tidak mengenal siapa mereka sebenarnya.

"Begini Pak Basti, kita langsung ke intinya saja, berhubung waktu sudah malam," ucap Prof. Assegaf membuka percakapan di ruang tamu itu.

Bastian mempersilahkan tamu itu menjelaskan.

"Kedatangan saya dan anak saya malam ini, sesungguhnya berniat baik. Saya berniat ingin meminang putri Bapak yang bernama Rania untuk anak saya Ahmed. Sebelumnya saya sudah sempat membicarakan soal lamaran ini dengan Rania di Kairo, tapi karena suatu hal saya menundanya karena merasa harus bertanya lebih dulu pada anak saya. Nyatanya, Ahmed setuju dengan rencana lamaran ini begitu melihat foto Rania," tutur Prof. Assegaf panjang lebar. Lelaki itu tersenyum ramah.

"Tapi, sebelumnya apa Tuan sudah tahu kalau anak saya adalah seorang janda?" tanya Bastian hati-hati. Dari penampilan mereka, Bastian tahu kalau mereka bukan orang sembarangan. Ditambah dengan beberapa pengawal berseragam hitam yang masuk bersama mereka saat ini.

"Ya, saya sudah tahu. Ahmed pun sudah tahu. Sepertinya, Ahmed memang sangat tertarik dengan paras cantik Rania, terlebih akhlaknya yang mulia, Tuan. Anda sangat beruntung memiliki anak gadis seperti Rania," puji Prof. Assegaf.

Bastian mengulum senyum.

Dua orang asisten rumah tangga datang menyuguhkan minum, tak lama kemudian Rania hadir di tengah-tengah mereka. Saat itu Rania turun didampingi Raline, sang Ibu.

Rania sempat mengucap salam pada tamu-tamu penting itu sebelum dirinya duduk.

Perempuan bercadar itu terus menundukkan kepalanya, sementara seorang lelaki yang duduk dihadapannya saat ini justru terus menatap ke arahnya. Dia Ahmed.

"Sebagai seorang Ayah, saya menyerahkan seluruh keputusan pada Rania," ucap Bastian melanjutkan percakapan yang sempat tertunda.

"Bagaimana Rania?" tanya Prof. Assegaf.

Rania mendongakkan kepalanya sedikit. "Maaf, Prof. Saya belum bisa memutuskannya malam ini. Semoga Profesor dan Ahmed berkenan memberi saya waktu untuk berpikir," jawab Rania santun.

Prof. Assegaf tersenyum. "Baiklah, saya beri kamu waktu sampai hari idul fitri tiba," ucap lelaki itu pada akhirnya.

*****

Sejak kejadian malam itu, pikiran Sammy tak berpaling dari gadis malang di dalam Club itu.

Seperti sebuah candu, wajah gadis berparas manis itu terus menghantuinya. Mengganggunya. Seolah tak mengizinkan Sammy hidup tenang.

Hingga akhirnya, modal nekat, Sammy memutuskan untuk kembali ke dalam Club itu. Kedatangannya kali ini hanya seorang diri.

Sammy memesan satu botol beer, dia duduk di meja bar seperti sebelumnya sambil mengamati sekeliling ruangan luas itu.

Berharap pandangannya berhasil menangkap sosok gadis yang membuat hatinya gelisah berminggu-minggu.

Sayangnya, sudah tiga jam Sammy duduk di sana hingga menghabiskan berbotol-botol beer, tapi gadis yang dia cari tak juga muncul.

Masih dengan rasa penasarannya yang menggunung, Sammy pun memberanikan diri untuk bertanya.

Sekedar mencari informasi tentang gadis itu.

"Ssst... Sssst," panggil Sammy pada seorang bartender perempuan yang berdiri dihadapannya.

"Yes, Mr? More beer?" sahut bartender bule itu yang berpikir Sammy hendak menambah beernya.

"No, I just want to ask," jawab Sammy.

Sammy pun mengajukan beberapa pertanyaan pada perempuan bule itu.

"Oh, dia. Namanya Rheyna. Dia gadis Asia. Orangnya pendiam. Jarang bicara. Dia itu termasuk PSK paling di cari di sini. Banyak sekali langganannya, tapi..." sang bartender perempuan itu menggantung kalimatnya.

Sammy menunggu dengan tidak sabar.

"Tapi apa?"

"Rheyna kabur dari Club ini tiga hari yang lalu. Orang-orang Mami Grace kini sedang memburunya,"

*****

Sambil uring-uringan, Sammy pulang ke flatnya.

Di sepanjang perjalanan pulang dia terus saja menyesali keterlambatannya untuk datang ke Club itu.

Kini gadis itu sudah menghilang dan sialnya Sammy masih tetap tak bisa melupakannya.

Sebenarnya, ada apa denganku?

Dia bahkan bukan siapa-siapa!

Kenapa aku jadi begini?

Pikir Sammy membatin.

Setibanya di Flat, Sammy mendapati tiga orang bodyguard berjaga di depan pintu flatnya. Mereka sudah menunggu kepulangan Sammy sejak satu jam yang lalu.

Ahk, sial!

Mereka pasti mau menagih uang sewa Flat lagi!

Gerutu Sammy membatin.

Jika sebelumnya Sammy berhasil menghindar, namun kali ini Sammy sadar dia tak mampu mengelak dari hutang-hutangnya sendiri.

"Sepertinya anda sangat sibuk akhir-akhir ini, sampai sulit untuk ditemui?" ucap salah satu lelaki berkepala plontos dengan tubuh tinggi besar dan massa otot layaknya binaragawan. Lelaki itu tersenyum sinis ke arah Sammy.

"Ya, begitulah," ucap Sammy acuh.

"Ini udah lewat dua bulan. Bayar," ucap lelaki itu lagi. Dia menagih apa yang memang sudah menjadi tugasnya sebagai orang suruhan dari si pemilik Flat.

"Aku belum memiliki uang. Minggu depan bagaimana?" ucap Sammy berusaha bernegosiasi.

Lelaki itu mendekat ke arah Sammy dan menarik kerah kemeja flanel yang dikenakan Sammy.

"Aku sudah menunggu dua bulan dan anda masih minta keringanan juga?" desisnya marah.

"Aku janji, minggu depan akan ku bayar uang sewa flat ini," jawab Sammy dengan penuh percaya diri. Meski perkataan itu hanya sekedar bualannya saja.

Sudah hampir lima bulan, Ricky tidak menawarkan pekerjaan apapun pada Sammy, sementara Sammy tidak memiliki mata pencaharian lain di tempat ini.

Pernah beberapa kali Sammy mencoba bekerja part time, tapi semua pekerjaan itu tidak ada yang beres dan hanya berakhir dengan sebuah kericuhan, dimana Sammy mengamuk akibat tak terima dengan ketidakadilan yang dia terima karena upah minim yang dibayarkan kepadanya hanya karena dia melamar tanpa bermodalkan ijazah. Padahal apa yang dia kerjakan jelas-jelas lebih berat dari para pekerja lainnya.

Sammy tidak terima harga dirinya diinjak-injak oleh orang-orang asing itu.

"Oke, aku tunggu sampai minggu depan dan ini kesempatan yang terakhir!" Ancam lelaki itu sebelum dirinya pergi dari hadapan Sammy diikuti kawanannya yang lain.

Sammy merapikan pakaiannya sebelum akhirnya dia masuk ke dalam flatnya.

Seperti biasa dia langsung membuka kemeja flanelnya lalu kaus longgarnya dan membiarkan tubuhnya shirtless.

Sudah menjadi kebiasaan seorang Sammy yang paling tidak betah memakai atasan di dalam flatnya meski cuaca saat itu sedang dingin.

Setelah mencuci muka, Sammy merebahkan tubuhnya ke atas kasur lantai usang di dalam flatnya.

Ditatapnya cukup lama langit-langit kamar itu.

Dia memejamkan mata.

Sekelebat wajah seseorang kembali hadir memenuhi isi kepalanya.

Wajah Rheyna.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status