Rheyna terbangun dari pingsannya.
Setelah dia berhasil melarikan diri dari penjara Mami Grace, Rheyna sempat hidup terlunta-lunta di jalanan.
Dia tidur bersama beberapa pengemis jalanan di trotoar dan emperan ruko-ruko pinggir jalan.
Uang tabungan yang berhasil dia kumpulkan dari pemberian lelaki hidung belang yang pernah menidurinya sebagai bonus tak sama sekali dia gunakan.
Itu uang haram.
Kata Ustadz Rakha, uang haram itu tidak boleh kita pergunakan apapun bentuk keperluannya.
Apalagi sampai dipakai untuk membeli makanan.
Sebab, makanan yang dibeli dengan uang haram akan menjadi daging yang menimbulkan kesesatan. Syaiton bisa bersarang di tubuh kita melalui aliran darah yang terbentuk akibat makanan-makanan haram yang masuk ke dalam tubuh kita.
Rheyna tahu dirinya sudah berlumur dosa, oleh sebab itu dia tidak mau menambah beban dosanya dengan menggunakan uang haram itu, sekalipun dirinya kehausan dan kelaparan.
Ini bulan Ramadhan, bulan penuh berkah.
Rheyna percaya, Allah akan membantunya melewati semua kesulitan yang dia alami saat ini.
"Wah, kamu sudah bangun, Nak?" ucap seorang lelaki bule yang masuk ke dalam kamar yang di tempati Rheyna. Lelaki itu membawa sebuah nampan berisi sepiring kentang goreng dan susu coklat.
Dia menaruh nampan itu di nakas.
"Ayo, makan dulu. Nanti minum obat ya? Tekanan darahmu sangat rendah. Mungkin itu yang mengakibatkan kamu pingsan," ucapnya lagi. Dia tersenyum pada Rheyna.
Dengan sisa tenaga yang dia miliki Rheyna bangkit dari tidur dan terduduk di sisi ranjang tempat tidur yang seprainya sangat wangi.
Ruang kamar yang dia tempati saat ini pun terlihat sangat bersih dan rapi.
Dari dinding ruangan yang bernuansa pink, Rheyna bisa menebak kalau kamar ini pasti milik anak perempuan.
"Sa-saya dimana?" tanya Rheyna.
"Can you speak english?" tanya lelaki itu.
Rheyna tersadar dari kesalahannya. Bermodal bahasa inggrisnya yang minim, Rheyna mulai berbicara menggunakan bahasa inggris.
"Where I am?" tanya Rheyna.
"Kamu di rumahku," jawab lelaki itu. Dia duduk di sebuah kursi yang berada di sisi tempat tidur. "Semalam kamu pingsan di depan pintu gerbang rumahku. Lalu, aku bawa kamu ke sini. Dulu, ini bekas kamar anakku,"
"Ini jam berapa?" tanya Rheyna lagi. Penglihatannya menyapu seisi ruangan, mencari letak jam dinding, tapi tak dia temukan juga.
Lelaki itu menoleh ke arah jam yang melingkar di tangannya. "Ini baru jam delapan pagi," katanya.
Rheyna menatap makanan di nakas. Makanan itu pasti sangat enak. Tapi, dia bertekad untuk tetap melanjutkan berpuasa, walau tidak sahur.
"Ayo di makan, lalu minum obat. Setelah itu kamu bisa beristirahat lagi. Aku harus bekerja hari ini karena ada jadwal operasi. Aku bekerja di rumah sakit Pusat kota Las Vegas," jelasnya pada Rheyna.
Lelaki itu hendak pergi, tapi dia teringat sesuatu hingga membuat dia berbalik.
"Perkenalkan, namaku Albert. Aku tinggal bersama asisten rumah tanggaku di sini. Jika perlu apa-apa, panggil saja Bibi Seth di dapur, oke?"
Rheyna mengangguk.
Meski dalam hati dia masih diliputi perasaan cemas.
Apakah lelaki itu benar-benar orang baik?
*****
"Hallo, Sam?" suara Ricky terdengar kencang.
Sammy yang baru saja terbangun dari tidur jelas kaget mendengar teriakan Ricky ditelepon itu.
"Ada apa sih? Kau pikir telingaku tuli? Pagi-pagi menelepon dengan suara keras!" Omel Sammy sambil menggosok telinganya yang pengang.
Ricky terkekeh diseberang. "Aku ada kabar bagus untukmu," beritahu Ricky dengan suara serius.
"Kabar apa?"
"Ada pekerjaan baru untukmu, bayarannya besar,"
"Lalu?"
"Ya seperti biasa, 25 % pembayaran jadi hak milikku!"
"Iya, aku tahu soal itu. Kau tenang saja, yang penting pekerjaan itu tidak melenceng dari persyaratan biasa,"
"Iya tuan Sammy, aku mengerti," sahut Ricky yang sudah paham di luar kepala apa-apa yang Sammy ajukan pada kliennya sebelum dia menerima tawaran membunuh.
Pertama, Sammy cuma mau membunuh lelaki di usia pertengahan antara 20 sampai 40 tahun.
Kedua, Sammy paling anti membunuh perempuan, apalagi harus memperkosa.
Dan ketiga, Sammy tidak menerima tawaran untuk penculikan anak.
"Jadi, siapa targetnya kali ini?" tanya Sammy kemudian.
"Namanya Albert. Lelaki berusia 35 tahun. Berprofesi sebagai dokter spesialis di rumah sakit pusat Las Vegas. Aku akan kirim alamat rumahnya padamu sekarang," jawab Ricky lengkap.
*****
Sammy berjalan di sepanjang trotoar yang menjadi akses menuju flatnya.
Cuaca malam di Las Vegas terasa lebih dingin di malam hari semenjak masuk musim dingin.
Tapi Sammy tak begitu terganggu.
Dia bahkan sudah sering tertidur tanpa pakaian di dalam ruang isolasi penjara yang gelap, pengap dan dingin. Berteman binatang-binatang melata dan serangga kecil di sekitarnya.
Jadi, hanya hawa dingin saja, tak cukup membuat Sammy gentar.
Hari ini Sammy mendapat pekerjaan baru dari Ricky untuk membunuh seseorang dan tadi Sammy baru saja melakukan kroscek ke alamat rumah target yang akan menjadi korban Sammy kali ini. Setidaknya dia perlu mengetahui seluk beluk area rumah itu sebelum melancarkan aksinya.
Rumah itu sangat mewah dan hanya di huni oleh dua orang. Kenyataan itu cukup membuat Sammy lega. Setidaknya operasi yang akan dia lakukan nanti tidak akan menemui kesulitan yang berarti.
Sammy sudah bergelut dalam profesi ini selama dua tahun belakangan dan dia cukup profesional dalam pekerjaannya. Pekerjaan yang Sammy lakukan selalu berjalan mulus bahkan tanpa meninggalkan jejak sedikit pun.
Kemampuannya mengintai target dan bersembunyi memang patut diacungi jempol.
Sammy itu mantan prajurit terbaik sewaktu dirinya masih menjadi bagian dari tentara militer di Indonesia, itulah sebabnya dia ahli dalam hal intai mengintai dan membunuh lawan bahkan tanpa meninggalkan suara dan jejak.
Sammy terus saja melangkah menyusuri trotoar itu ketika telinganya menangkap suara-suara merdu dari arah masjid yang dia lewati.
"Allaahu akbar Allaahu akbar Allaahu akbar, laa illaa haillallahuwaallaahuakbar Allaahu akbar walillaahil hamd,”
Sammy menghentikan langkahnya sejenak.
Ditatapnya lekat ke arah masjid itu.
Suara-suara itu terus bergema di telinganya.
Menimbulkan perasaan damai yang tak mampu terungkap dengan kata-kata.
Hati dan jiwanya yang semula gersang seolah menemukan sesuatu yang tak biasa.
Seperti ada sebuah cahaya indah yang menerangi sisi lain dirinya yang beraura gelap.
Tanpa tersadar, sudut bibir lelaki itu tertarik ke atas.
Sammy tersenyum.
Dia hendak melangkah masuk ke dalam Masjid itu, namun urung dia lakukan setelah mengingat bahwa dirinya bukanlah seorang muslim.
Jika dia nekat masuk, yang ada dia akan dicurigai sebagai teroris nanti.
Mengingat persiteruan antara muslim dengan warga sipil Amerika masih terus bergulir sejak tragedi WTC yang terjadi belasan tahun silam.
Tragedi itu membuat persepsi penduduk Amerika terhadap warga Muslim berubah, cenderung mengarah pada hal-hal negatif.
Sejak kejadian itu banyak warga muslim yang tinggal menetap di Amerika didiskriminasi. Penduduk Amerika berpendapat bahwa muslim adalah teroris.
Sejak saat itu hubungan antara penduduk sipil Amerika dengan warga muslim yang menetap di Amerika sempat bersitegang meski hal itu berangsur membaik dari waktu ke waktu. Tapi yang namanya pemicu konfrontasi tetap saja ada.
Saat itu, Sammy memilih untuk terus melanjutkan perjalanannya menuju flat.
Masih dengan suara gema takbir yang menggema di telinganya.
Menghangatkan sanubari.
Menyejukkan hati.
*****
Rheyna termenung di jendela kamar menatap gerimis yang turun.
Gema takbir terus dia lantunkan dari bibirnya.
Perlahan air matanya meleleh membasahi pipi.
Ini sudah tahun kelima Rheyna merayakan malam takbiran sendirian.
Dulu selagi masih tinggal di yayasan panti asuhan milik Ummi dan Abi, setiap malam takbiran pasti Rheyna selalu nimbrung bermain petasan bersama anak-anak lelaki di yayasan.
Dia masih ingat betul kawan-kawan seperjuangannya dulu di yayasan.
Ada Restu, Adnan, Althaf, Rojak, Ikhsan, Damar dan terakhir Fadli.
Mereka adalah sekumpulan anak lelaki sebaya Rheyna yang sering menjadi kawan main Rheyna yang dulu dikenal tomboy.
Mereka semua sama seperti Rheyna, sama-sama anak yatim piatu yang diasuh dan dibesarkan di panti asuhan sejak kecil.
Berbeda dengan Fadli yang bergabung saat usianya sudah 12 tahun. Yang Rheyna tahu tentang Fadli, konon katanya, Fadli itu anak yang dibuang oleh ke dua orang tuanya yang tidak mau mengakui Fadli sebagai anak.
Entahlah, Rheyna dulu terlalu cuek untuk perduli pada sesama karena dia cuma sibuk bermain dan membantu Zulfa mengurus Aisyah.
Fadli itu anaknya pendiam dan cenderung galak kalau didekati, kalau tidak diajak bermain duluan dia jarang nimbrung dan lebih sering menyendiri.
Beberapa ingatan tentang sosok Fadli kian merasuk dalam benak Rheyna.
*
"Ayo ke masjid Fadli, sudah adzan!" ajak Rheyna saat itu. Sewaktu dirinya masih remaja dan tinggal di yayasan. Gadis itu tampak menarik-narik tangan seorang bocah lelaki bernama Fadli.
"Tidak! Aku tidak mau! Aku tidak mau shalat! Untuk apa aku shalat? Allah tidak menyayangiku karena dia sudah membuatku harus hidup terpisah dengan Mamah dan Papah! Aku TIDAK MAU SHALAT!" Fadli berlari menghindari Rheyna.
Hingga pada akhirnya, Mba Zulfa atau Ustadz Rakha yang harus turun tangan merayu Fadli agar bocah itu mau shalat.
*
"Kita kabur saja yuk Rhen?" ajak Fadli pada Rheyna saat mereka sedang bermain layangan di tepi pantai Parang Tritis.
"Kabur? Kabur kemana?" tanya Rheyna bingung.
"Ke Jakarta. Nanti aku ajak kamu ke rumah orang tuaku. Rumahku di Jakarta besar seperti istana, banyak mainan dan ada kolam renangnya," beritahu Fadli dengan penuh antusias.
Rheyna mencibir. "Tidak mau ah. Kalau mau berenang di sini tinggal ke pantai saja, enak, luas. Mainan di sini juga banyak. Bisa main layangan, main bola, main petak jongkok, petak umpet, lomba lari kelomang. Pokoknya permainan di sini seru. Apalagi kalau mainnya ditemani dengan Ustadz Rakha yang ganteng, hihihi," Rheyna malah cekikikan.
"Huh! Norak!" Fadli menjitak kepala Rheyna dan langsung berlari.
Rheyna yang kesakitan tidak terima langsung mengejar Fadli.
Mereka berlarian di tepi pantai Parang Tritis yang indah.
*
Sebuah senyuman terukir di wajah cantik Rheyna tatkala ingatannya kembali pada masa-masa kecilnya yang begitu indah.
Meski besar di panti asuhan, namun Rheyna tak merasa kekurangan kasih sayang.
Ummi dan Abi serta anak-anak mereka terutama Ustadz Rakha dan Mba Zulfa sangat menyayangi Rheyna dan selalu memperlakukan Rheyna seolah-olah Rheyna adalah bagian dari keluarga mereka.
Itulah sebabnya kehidupan Rheyna di Bantul dulu sangat menyenangkan.
Walau terkadang sebagai seorang anak, Rheyna kerap merasa iri melihat anak-anak lain yang tumbuh di tengah keluarga utuh dan mendapat kasih sayang berlebih dari orang tua mereka.
Hal itu wajar, mengingat Rheyna yang waktu itu masih remaja dan labil di usianya yang masih belasan tahun.
Tapi sekarang, sejak usianya sudah semakin dewasa terlebih dengan pengalaman buruk yang dia alami selama lima tahun belakangan ini, cukup membuat Rheyna yakin bahwa tidak ada kehidupan yang lebih baik yang bisa dia jalani selain di tempat asal dia berada.
Yakni, di panti asuhan Al-Amir.
Seandainya saja Allah berkenan mendengar doa-doanya, Rheyna ingin sekali bisa kembali pulang ke sana.
Bertemu dan berkumpul kembali dengan keluarga besar Abi dan Ummi.
"Allaahu akbar Allaahu akbar Allaahu akbar, laa illaa haillallahuwaallaahuakbar Allaahu akbar walillaahil hamd,”
Lantunan takbir itu masih terus terdengar dari mulut Rheyna.
Sekali lagi Rheyna menoleh ke arah langit dan berdoa di dalam hati.
"Ya Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, tunjukkan kuasamu. Berikan kemudahan bagiku agar bisa terbebas dari kehidupan yang kotor ini. Aku lelah, aku ingin pulang..."
Sudah satu minggu Rheyna tinggal menetap di kediaman Albert.Lelaki berusia 35 tahun itu sangat perhatian dan memperlakukan Rheyna seperti anaknya sendiri.Kebutuhan hidup Rheyna terpenuhi, pun keselamatannya dari kejaran orang-orang Mamy Grace terjamin. Rheyna aman selama dia berada di kediaman Albert.Malam ini seperti biasa Rheyna melahap banyak sekali makanan yang memang telah disediakan Bibi Seth di dalam kamar yang dia huni.Satu peraturan yang diberikan Albert pada Rheyna selama gadis itu tinggal dikediamannya yaitu Rheyna dilarang wara-wiri keluar dari area kamar yang disediakan Albert untuk gadis itu. Sementara Rheyna menurut saja karena dia sudah sangat bersyukur atas kebaikan Albert yang bersedia menampungnya dan mencukupi segala kebutuhannya sejauh ini.Satu hal yang Rheyna ketahui sejak dirinya tinggal di rumah ini adalah Albert hidup sebatang k
Ricky masih terus mengoceh panjang lebar ketika mengetahui bahwa ada orang lain yang tahu siapa sebenarnya Sammy.Lelaki berambut pirang itu mengutuk aksi bodoh sang sahabat yang membiarkan saksi atas kasus pembunuhan Albert kabur dan berkeliaran bebas di luar sana.Ricky terlihat sangat frustasi.Sebab, jika sampai Sammy tertangkap, maka dirinya juga pasti ikut jadi tersangka."Sumpah ya, aku benar-benar tidak habis pikir dengan kebodohan seorang Sammy! Kau itu pembunuh profesional! Harusnya kau bisa lebih berhati-hati Sam! Bagaimana kalau sekarang perempuan yang bernama Rheyna itu sudah melaporkanmu ke kantor polisi? Lalu setelah itu kepolisian Amerika melacak identitas aslimu yang sebenarnya dan mereka tau kalau kau itu buronan Interpol? Habis sudah..." celoteh Ricky panjang lebar. Lelaki itu meremas kepalanya kuat-kuat.Sammy hanya diam.
Selepas menunaikan shalat shubuh berjamaah di kamar hotel, Rakha dan Rania sempat berolah raga pagi mengelilingi area taman perhotelan mewah tempatnya melangsungkan resepsi pernikahan kemarin.Mereka sarapan pagi dengan menu makanan yang Rakha sendiri tidak tahu apa namanya.Semua masakan yang dihidangkan di hotel itu sepertinya masakan luar.Sarapan pagi di hotel itu tersedia dalam bentuk prasmanan di mana para pengunjung bisa leluasa memilih dan mengambil sendiri menu sarapan yang sesuai dengan selera mereka."Ini apa namanya?" tanya Rakha sambil menunjuk ke arah menu makanan dihadapannya. Dia berbisik pada istrinya yang berdiri di belakangnya."Itupancake, Mas! Norak banget sih gitu aja nggak tahu," Rania jadi sewot.Rakha malah tersenyum. "Ya maklum, sayakan orang kampung. Biasa sarapan sama gudeg atau nasi kebuli di Jogya
Sudah satu bulan berlalu sejak pertemuan terakhir Sammy dengan Rheyna di kediaman Albert, polisi setempat masih terus melakukan pencarian atas pelaku pembunuhan dokter spesialis itu.Atas kejadian ini, kasus hilangnya para tunawisma di jalanan pun terkuak setelah polisi menemukan begitu banyak mayat-mayat tunawisma di kediaman Albert.Bibi Seth pun ditahan karena terbukti telah bekerja sama dengan Albert untuk melancarkan aksi kriminalitas sang majikan.Albert memang dikenal sebagai seorang dokter spesialis yang baik oleh rekan-rekan sesama tim medis di rumah sakit, tanpa ada yang pernah menyangka, di balik kebaikan yang diperlihatkan Albert di lingkungan sosialnya, kenyataannya, Albert adalah seorang psikopat yang terobsesi dengan percobaan-percobaan kimia
Seperti orang linglung, Sammy melangkah gontai menuju flatnya.Dia ingin beristirahat setelah seharian tadi berada di rumah sakit bersama lelaki tua yang dia selamatkan kemarin.Sammy cukup kagum melihat stamina si 'Kakek' begitulah panggilan sementara Sammy pada lelaki tua itu karena dia memang tidak mengetahui siapa nama asli sang Kakek. Di usianya yang hampir mendekati kepala delapan, si Kakek masih bisa bertahan saat lima butir peluru bersarang di dalam tubuhnya secara bersamaan. Terlebih saat si Kakek sudah kehilangan banyak darah.Dokter di rumah sakit bilang ini mukzijat karena tak banyak lansia yang bisa bertahan dalam keadaan gawat darurat seperti itu. Yang pasti, apapun itu, Tuhan memang belum menghendaki si Kakek mati.&nb
Masa setelah prolog...Seorang gadis tampak bersembunyi dari kejaran lelaki asing yang memukuli preman-preman gadungan yang memperkosanya di jalanan tadi.Gadis itu merapikan pakaiannya. Membekap mulutnya agar lelaki yang kini berteriak memanggil namanya itu tidak mengetahui keberadaannya.Cukup lama dia bersembunyi hingga akhirnya si lelaki tadi menghilang dari sekitar lokasi persembunyiannya.Dengan pakaian compang-camping Gadis bernama Rheyna itu keluar dari tempat persembunyiannya dan kembali berlari.Meski, dirinya tak tahu kemana lagi kini dia harus pergi.
"Namamu siapa?" tanya Rheyna tiba-tiba di tengah perjalanan.Lelaki itu menghentikan langkahnya dan berbalik."Namaku Sammy. Kamu bisa panggil aku, Sam,"Dan Rheyna pun tersenyum.Seandainya saja dia tahu lebih awal kalau si lelaki bertopeng itu adalah orang Indonesia, Rheyna tidak akan kabur waktu itu.Angin yang berhembus menerpa tubuh Rheyna membuat gadis itu semakin kedinginan. Rheyna menghentikan langkahnya karena merasakan sebagian tubuhnya hampir membeku. Tubuhnya yang sudah seratus pe
Iklim di Las Vegas sebagian besar kering dan gersang, dengan musim panas yang terik dan musim dingin yang tidak terlalu ekstrim. Kota ini menerima sangat sedikit curah hujan dan biasanya berlangsung cepat.Sejak Sammy menginjakkan kakinya di Las Vegas dua tahun yang lalu, hujan yang turun bisa terhitung jari.Termasuk gerimis malam tadi.Itu hujan ke sepuluh yang terjadi di Las Vegas selama Sammy tinggal di kota dosa itu. Selebihnya hanya salju yang turun itupun tidak pernah berlangsung lama.Harusnya intensitas terjadinya hipotermia pada seseorang di Las Vegas itu kecil kecuali orang itu memang pernah mengalami hal semacam itu sebelumnya.