Beranda / Romansa / BURONAN / 12. PERKENALAN

Share

12. PERKENALAN

Masa setelah prolog...

Seorang gadis tampak bersembunyi dari kejaran lelaki asing yang memukuli preman-preman gadungan yang memperkosanya di jalanan tadi.

Gadis itu merapikan pakaiannya. Membekap mulutnya agar lelaki yang kini berteriak memanggil namanya itu tidak mengetahui keberadaannya.

Cukup lama dia bersembunyi hingga akhirnya si lelaki tadi menghilang dari sekitar lokasi persembunyiannya.

Dengan pakaian compang-camping Gadis bernama Rheyna itu keluar dari tempat persembunyiannya dan kembali berlari.

Meski, dirinya tak tahu kemana lagi kini dia harus pergi.

Seluruh barang-barang berharga miliknya raib bahkan saat Rheyna kembali ke lokasi dimana dirinya di perkosa tadi, Rheyna tak menemukan keberadaan tasnya di sana.

Rheyna bingung.

Benar-benar bingung.

Hingga setelahnya, dia hanya bisa menangis.

Menangis seorang diri sambil terus melangkahkan kakinya menyusuri trotoar di sepanjang jalan yang dia lalui.

Tatapan gadis itu kosong.

Lelehan air matanya terus saja mengalir meski tanpa isakan.

Rheyna tahu, hidupnya kini sudah benar-benar hancur.

Hancur-sehancur-hancurnya.

Dia tak memiliki apapun lagi.

Tak ada KTP, Paspor, Visa.

Semua benda berharga yang tersisa itu sudah hilang entah kemana.

Pupus sudah, harapan terakhir Rheyna bahwa dirinya bisa kembali pulang ke Indonesia.

Setelah cukup lama berjalan, Rheyna merasa lelah.

Rheyna duduk di sebuah bangku taman di tengah kota.

Gerimis masih turun dan membasahi tubuhnya yang setengah terbuka.

Rheyna memeluk tubuhnya sendiri. Bibirnya gemetar karena kedinginan.

Saat Rheyna hendak bangkit mencari tempat berteduh, tanpa sengaja sebuah foto terjatuh dari saku celananya yang sobek.

Rheyna buru-buru mengambilnya dan melindunginya dari hujan.

Ini satu-satunya benda berharga yang Rheyna miliki saat ini. Satu-satunya benda pengobat rasa rindunya terhadap keluarga yang dulu mengurusnya di yayasan.

Keluarga pemilik panti asuhan tempat dimana Rheyna menghabiskan masa kecilnya yang bahagia.

Keluarga Abi Amir dan Ummi Salamah.

Sepasang suami istri yang sudah Rheyna anggap seperti orang tuanya sendiri.

Setelah mendapat tempat berteduh di depan sebuah ruko yang sudah tutup, Rheyna berjongkok di emperan toko sambil terus menangis.

Tatapannya terus menatap foto ditangannya yang gemetaran. Saking dingin.

Foto itu di ambil di hari raya idul fitri terakhir sebelum Rheyna di adopsi.

Dalam foto itu, ada Abi dan Ummi yang sedang memangku Runi sang cucu. Lalu ada Mba Siti, Mba Zulfa, Mba Aminah dan Latifah, mereka anak-anak perempuan Ummi. Sisanya ada dua lelaki dewasa lain di sana. Mereka adalah Mas Wisnu, suaminya Mba Siti dan Ustadz Rakha.

Malam semakin larut namun gerimis yang turun sejak sore tadi tak juga berhenti.

Hawa dinginnya menusuk hingga ke tulang. Tubuh ringkih gadis berpakaian minim itu sudah hampir membeku. Dadanya mulai sesak karena kesulitan bernapas, saking dinginnya cuaca malam di Las Vegas.

Rheyna masih di sana, meringkuk di emperan toko dengan tubuh menggigil ketika seseorang menghampirinya dari arah belakang.

Rheyna terkejut bukan main. Dia takut kalau-kalau preman-preman yang tadi memperkosanya kembali.

Sosok dalam kegelapan itu berjalan semakin mendekat, derap langkahnya seperti sebuah hitungan mundur bom waktu.

Dalam diam Rheyna merencanakan sesuatu.

"Ternyata kamu di sini? Aku sudah mencarimu kemana-mana tadi,"

Rheyna menangkap sebuah suara.

Suara seorang lelaki yang kini berdiri tepat dihadapannya.

Memberanikan diri Rheyna mendongakkan kepalanya untuk memastikan kalau lelaki itu bukan salah satu anggota si preman tadi.

Saat tatapan Rheyna berhasil menangkap wajah lelaki dihadapannya, Rheyna bersyukur ternyata dugaannya benar. Tapi...

Astaga!

Pekik Rheyna dalam hati. Kedua bola mata Rheyna yang bulat melotot.

Sebab lelaki yang kini berdiri di hadapan Rheyna memang bukan salah satu anggota preman jahat yang tadi telah melecehkannya di jalanan, melainkan seorang lelaki yang ditemuinya di kediaman dokter Albert.

Dia, si lelaki bertopeng yang telah membunuh Dokter jagal itu.

Rheyna masih ingat betul wajah lelaki itu.

"Ayo ikut denganku jika kamu tidak mau mati kedinginan di sini," ucap lelaki itu pada Rheyna.

Rheyna tidak bereaksi. Tubuhnya semakin menempel ke dinding toko. Dia tampak ketakutan.

"Jangan takut. Aku tidak akan melukaimu," kata lelaki itu lagi seolah tau apa yang dirasakan oleh Rheyna. Lelaki itu mengulurkan tangannya ke arah Rheyna.

Ragu-ragu Rheyna menyambut uluran tangan itu dan mencoba berdiri.

Tapi belum sempat berdiri tegak, Rheyna malah menarik tangan lelaki itu mendekat dan menghantam selangkangan si lelaki itu menggunakan tumitnya.

Lelaki itu mengerang tertahan akibat nyeri luar biasa yang dia rasakan di organ intimnya.

Sementara Rheyna memanfaatkan hal itu untuk kabur. Gadis itu langsung berlari sejauh mungkin dia bisa.

Lelaki itu tidak menyerah, meski dia masih merasakan ngilu di selangkangannya, tapi dia tetap mengejar Rheyna saat itu juga.

Adegan kejar-kejaran pun terjadi antara Rheyna dengan si lelaki tadi.

Sampai tibalah mereka di sebuah stasiun kereta api.

Rheyna kebingungan.

Gadis itu celingukan kesana kemari mencari perlindungan sayangnya tak ada seorang pun manusia yang bisa dimintai tolong olehnya saat itu karena keadaan stasiun yang memang sangat sepi.

Rheyna kembali berlari melewati lorong menuju sisi lain stasiun dan saat dia hendak berbelok menuju tangga, dari arah tikungan sebuah tangan kokoh menarik tubuh Rheyna dan membekap mulut wanita itu dari belakang. Hingga tubuh keduanya kini saling berhimpitan satu sama lain.

"Ssstt, preman-preman yang tadi memperkosamu masih berkeliaran di ujung jalan yang akan kamu lalui, kamu hanya punya dua pilihan sekarang, aku tidak akan memaksa," ucap lelaki yang saat itu membekap Rheyna. Dia masih lelaki yang sama.

Tubuh Rheyna yang terus meronta membuat lelaki itu agak kewalahan. Tubuh Rheyna memang kecil, tapi tenaganya luar biasa, pikir si lelaki kebingungan.

"Ikut denganku, atau kamu akan menjadi santapan preman-preman itu lagi. Dan jika hal itu sampai terjadi, aku tidak akan menolongmu lagi,"

Rheyna terkesiap. Perlawanannya mengendur perlahan hingga akhirnya Rheyna benar-benar diam.

Lelaki itu melepaskan tubuh Rheyna dari dekapannya.

Lalu kembali mengulurkan sebelah tangannya.

Ragu-ragu Rheyna menyambut uluran tangan itu.

"Kita mau kemana?" tanya Rheyna dengan perasaan takut luar biasa. Bayang-bayang kejadian di malam pembunuhan dokter Albert kembali merasuk dalam ingatannya.

"Kita ke Flatku,"

Kening Rheyna mengernyit. "Flat?"

"Ya, Flat. Tempat tinggalku,"

Seperti tersadar dari sesuatu, ke dua bola mata Rheyna membola.

"Kamu orang Indonesia?" tanya Rheyna dengan wajah yang terlihat kaget. Sangat kaget.

Lelaki itu mengesah. "Daritadi juga aku bicara menggunakan bahasa Indonesiakan? Kamu baru sadar?"

Rheyna menundukan kepalanya. Merasa malu. Mungkin saking takut, Rheyna sampai tidak engeuh jika lelaki itu memang mengajaknya bicara menggunakan bahasa Indonesia sejak tadi.

"Jadi, bagaimana? Mau ikut denganku tidak?" tanya lelaki itu lagi. Bekas luka sayatan di perutnya mulai berdenyut-denyut.

"Iya, aku mau!" Rheyna mengangguk cepat.

Entah kenapa, saat mengetahui kalau lelaki ini satu negara dengannya, perasaan takut yang sempat menguasai dirinya seketika hilang begitu saja. Menguap entah kemana.

Lelaki itu pun melangkah di ikuti Rheyna di belakangnya.

Tak ada percakapan yang berarti sepanjang perjalanan mereka menuju Flat milik lelaki itu.

"Namamu siapa?" tanya Rheyna tiba-tiba di tengah perjalanan.

Lelaki itu menghentikan langkahnya dan berbalik.

"Namaku Sammy. Kamu bisa panggil aku, Sam,"

Dan Rheyna pun tersenyum.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Wiro Sableng
cerita yg menarik
goodnovel comment avatar
Busrizal Rizal
bagus ceritanya thoor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status