Sudah satu bulan berlalu sejak pertemuan terakhir Sammy dengan Rheyna di kediaman Albert, polisi setempat masih terus melakukan pencarian atas pelaku pembunuhan dokter spesialis itu.
Atas kejadian ini, kasus hilangnya para tunawisma di jalanan pun terkuak setelah polisi menemukan begitu banyak mayat-mayat tunawisma di kediaman Albert.
Bibi Seth pun ditahan karena terbukti telah bekerja sama dengan Albert untuk melancarkan aksi kriminalitas sang majikan.
Albert memang dikenal sebagai seorang dokter spesialis yang baik oleh rekan-rekan sesama tim medis di rumah sakit, tanpa ada yang pernah menyangka, di balik kebaikan yang diperlihatkan Albert di lingkungan sosialnya, kenyataannya, Albert adalah seorang psikopat yang terobsesi dengan percobaan-percobaan kimia berbahayanya.
Seorang dokter yang telah banyak menghilangkan nyawa tunawisma yang tak bersalah hanya untuk dijadikan objek penelitian konyolnya.
Sammy sedang menonton acara televisi yang lagi-lagi menayangkan berita kriminal tentang 'Dokter Jagal' yang bernama Albert itu.
Dokter spesialis yang telah dia bunuh dengan tangannya sendiri. Dan Sammy, sama sekali tidak menyesal telah melakukan hal itu.
Bagus dokter itu aku bunuh. Mungkin kalau tidak, entah berapa banyak lagi nyawa tunawisma yang harus melayang sia-sia akibat ulahnya!
Ucap Sammy membatin.
Sejak berita mengenai kematian Albert terkuak media, nama Rheyna disebut-sebut sebagai dalang dibalik kematian Albert. Rheyna disebut-sebut telah bekerjasama dengan orang lain untuk membunuh Albert dan mencuri di kediaman Albert.
Itulah pengakuan si tua bangka Bibi Seth pada wartawan, saat wanita paruh baya itu memberi keterangan pada pihak kepolisian.
Hal itu membuat Sammy meradang dan menyesali diri, kenapa waktu itu dia tidak membunuh nenek tua itu saja sekalian?
Merasa kesal atas pemberitaan miring tentang Rheyna, Sammy mematikan Tv lalu bangkit dari sofa dan beranjak ke kamar mandi.
Seperti malam-malam sebelumnya, Sammy hendak pergi untuk mengunjungi Club malam milik Mamy Grace.
Kegiatan sehari-hari yang Sammy lakukan sejauh ini hanya berkutat di flat dan di Club malam itu. Tentunya, jika dia tidak sedang bersama Ricky.
Kedatangan Sammy ke Club malam Mamy Grace bahkan tanpa absen hanya untuk memastikan bahwa Rheyna tidak kembali ke Club itu lagi.
Mabuk menjadi hobi baru bagi Sammy tatkala dirinya terus menerus dihantui oleh bayang-bayang Rheyna. Sebab, hanya dengan mabuk, Sammy bisa melupakan sejenak kebodohannya yang telah membiarkan Rheyna pergi begitu saja malam itu.
Sammy yakin, dari sorot mata sendu sarat kepedihan yang ditujukan Rheyna padanya, seolah ingin menunjukkan bahwa kehidupan yang selama ini dilalui gadis itu sangat sulit.
Bayang-bayang Rheyna membuat Sammy frustasi. Karena bayang-bayang itu telah membuat Sammy terus teringat pada sosok Anna sang adik angkat yang begitu dia cintai.
Bisa jadi, kehidupan yang Anna jalani saat ini tak bedanya dengan kehidupan Rheyna.
*****
Malam ini Sammy sedang sial.
Dia tidak bisa minum karena uang di dompetnya habis untuk berjudi.
Awalnya Sammy hanya iseng ikut berjudi, tapi lama-lama hal itu membuatnya penasaran hingga tak sadar kalau-kalau uang yang seharusnya masih bisa dia gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya selama dua minggu ke depan langsung ludes tak bersisa.
Sammy berjalan menyusuri jalanan sepi menuju flatnya.
Waktu tengah malam sudah lewat. Tak ada seorang pun di jalanan itu selain Sammy.
Pasti penduduk Amerika sedang bersembunyi di balik selimut tebal mereka di awal-awal musim dingin seperti ini.
Rintik gerimis hinggap di tubuh Sammy yang hanya mengenakan sweater tipis yang sudah usang.
Cuaca dingin seolah kawan bagi Sammy hingga tak membuatnya menggigil meski wajahnya mulai terlihat pucat.
Sammy masih terus berjalan menapaki trotoar licin yang basah. Ketika dia melewati sebuah lahan kosong yang gelap gulita, Sammy seperti mendengar suara seseorang yang merintih menahan sakit.
Suara itu pelan tapi nyata.
Sammy pun berbelok mencari sumber suara.
Tak ada rasa takut, was-was ataupun curiga, karena Sammy fokus pada suara lirih yang semakin terdengar jelas oleh telinganya.
Sammy yang nekat pun memanjat tembok pembatas lahan kosong itu dan menemukan sesosok tubuh meringkuk di balik semak-semak.
Sammy merogoh ponsel di saku celananya untuk dia gunakan sebagai penerangan karena lokasi itu sangat sepi.
Lelaki pemilik bibir bawah yang terbelah itu melompat dari dinding pembatas dan menghampiri sosok tadi yang ternyata seorang lelaki tua yang kemungkinan usianya sudah mencapai kepala tujuh atau bisa jadi delapan puluhan.
"Help me! Help me!" ucap lelaki tua itu ketika netra rentanya melihat seberkas cahaya yang berasal dari ponsel Sammy.
Sammy berjalan mendekat.
"Apa yang terjadi Mr?" tanya Sammy begitu mengetahui bahwa lelaki tua itu terluka. Lelaki tua itu tidak menjawab pertanyaan Sammy tapi dia terus saja merintih dan meminta tolong pada Sammy agar membawanya segera ke rumah sakit.
Lukanya cukup parah karena darah yang keluar sangat banyak.
Sepertinya dia baru saja menjadi korban pembunuhan dan dari luka yang dideritanya, Sammy bisa menebak kalau lelaki tua ini baru saja mendapat beberapa luka tembak di bagian perutnya.
Tak ingin membuang waktu, Sammy pun menghubungi 911 sebagai nomor yang bisa dihubungi dalam keadaan darurat di Amerika.
Hingga akhirnya pertolongan pun datang tepat waktu.
Si Bapak tua itu berhasil diselamatkan.
*****
"Ini biaya rumah sakit yang harus anda bayar, karena pasien telah menjalani operasi untuk mengambil beberapa peluru yang bersarang di tubuhnya," beritahu seorang suster yang mengantar Sammy ke bagian administrasi rumah sakit.
Melihat nominal angka yang tertera di kertas yang tadi diberikan sang suster kepadanya, sontak ke dua bola mata Sammy jadi terbelalak.
Darimana aku bisa mendapat uang ini dalam waktu dekat?
Pikir Sammy membatin.
Setelah berkutat sendiri dalam kekalutannya, Sammy pun memutuskan untuk mengatakan hal yang sebenarnya pada si Bapak tua itu.
Sammy akan mengatakan bahwa dirinya tidak mampu melunasi biaya operasi itu.
Saat ditemui di ruang ICU, keadaan si Bapak tua itu sangat memprihatinkan.
Tubuhnya dipenuhi oleh berbagai selang dan alat-alat medis lain yang menunjang kehidupannya.
Warna rambut yang seluruhnya memutih membuat dia terkesan sangat tua. Belum lagi dengan keriput di wajahnya.
Melihat hal itu, hati Sammy terenyuh. Dia jadi teringat pada almarhum ayah angkatnya.
Sammy masih larut dalam keterdiamannya yang ingin sekali menyampaikan apa yang ingin dia sampaikan pada si lelaki tua itu namun urung dia lakukan.
Padahal si Bapak tua yang telah dia tolong itu kini sedang menggapai-gapai ke arahnya seolah memberi isyarat agar Sammy mendekat.
"Thank-you," gumam si bapak susah payah.
Sammy tersenyum. "Sama-sama Mr. Aku sendiri senang melihat anda selamat," balas Sammy.
Karena tidak ditemukan adanya identitas asli di tubuh lelaki tua ini, jadilah Sammy memberanikan diri untuk bertanya.
"Maaf Mr, bisa saya tau nama anda? Apakah Mr memiliki keluarga yang bisa dihubungi untuk menjemput Mr ke rumah sakit ini sekarang?" tanya Sammy hati-hati.
Sammy bisa melihat sudut mata lelaki tua itu basah dalam sekejap. Tetesan bening air matanya pun mengalir seiring waktu. Sammy jadi serba salah.
Keheningan sempat tercipta di antara ke duanya hingga akhirnya sang bapak tua itu pun kembali bicara.
"Aku tidak ingat apa-apa," ujarnya pilu.
Sammy mengesah.
Kedua bahu lelaki itu melorot.
Kalau begini caranya, mau tidak mau, Sammy yang harus bertanggung jawab atas seluruh biaya rumah sakit orang tua dihadapannya ini.
Sammy pun memutar otak, hingga akhirnya terpikir satu-satunya cara yang bisa dia tempuh saat ini hanyalah menghubungi Ricky.
Berharap, Ricky bisa memberinya pekerjaan dalam waktu dekat.
*****
Jakarta, Indonesia.
Hari ini adalah hari pertama Rakha dan Rania kembali ke rumah lama mereka di Cilandak.
Rumah penuh kenangan dimana dulu mereka sempat tinggal dan hidup bersama.
Setelah bebenah bersama seharian tadi, sore harinya mereka keluar untuk mencari makan dan baru kembali selepas menunaikan shalat isya di masjid.
Saat itu mereka hendak tidur.
Sudah menjadi kebiasaan Rakha sebelum tidur, lelaki berusia 33 tahun itu selalu menyempatkan waktu untuk membaca Al-Quran sebelum tidur.
"Mas, ada telepon," beritahu Rania pada suaminya. Rania tahu itu telepon penting, makanya dia buru-buru memberikan ponsel suaminya yang sengaja di silent pada Rakha.
Rakha menyudahi bacaan Al-Qurannya lalu mengambil alih ponsel di tangan istrinya. Betapa senang hati Rakha begitu mendapati nomor seseorang yang tampil di layar ponsel itu.
Itu telepon dari pihak kepolisian di Bantul.
Rakha segera mengangkatnya.
Sebuah harapan besar akan sesuatu yang telah Rakha nanti-nantikan pun seolah membuncah di hatinya, naik hingga ke permukaan.
Rania duduk di sisi suaminya, hendak mendengarkan percakapan suaminya di telepon itu.
"Hallo, Assalamualaikum, Pak Suryo? Ada apa Pak? Apa sudah ada kabar terbaru mengenai kasus Rheyna?" tanya Rakha penuh antusias.
Rakha mendengarkan dengan seksama penjelasan si polisi yang bernama Suryo itu hingga percakapan itu berakhir dengan di akhiri salam oleh Rakha.
Rakha menghembuskan napas berat setelah menaruh ponselnya di meja. Dia melepas kacamata bacanya, memijit pangkal hidungnya sambil memejamkan mata.
"Kenapa Mas?" tanya Rania begitu melihat perubahan ekspresi suaminya. "Apa kata polisi?"
Rakha membuka matanya kembali lalu menggeleng. Seketika, pelupuk mata lelaki itu berkaca-kaca.
"Masih belum ada kepastian," gumam Rakha dengan nada putus asa.
Rania menyentuh bahu suaminya. Merasa prihatin.
"Saya sudah berusaha selama lima tahun ini untuk mencari keberadaan Rheyna. Saya, Mas Wisnu, Kohar, kami semua sudah berusaha, tapi..." satu titik air mata lelaki itu menetes. Rania menyekanya dengan cepat. Dia menggenggam kuat-kuat jemari suaminya itu.
"Polisi bilang, ada kemungkinan Rheyna tidak ada di Indonesia. Sepasang suami istri yang mengadopsi Rheyna, yang telah menjual Rheyna pada seorang lelaki bernama Kang Sun Wo sudah meninggal dan keberadaan Kang Sun Wo sampai detik ini belum ada yang tahu. Polisi menduga lelaki berkebangsaan Korea itu sekarang sudah melarikan diri keluar negeri," jawab Rakha dengan wajah muram. Air matanya masih terus meleleh.
"Saya takut. Saya takut saya tidak bisa memenuhi Amanat Abi sebelum dia meninggal..." tambah Rakha kemudian. Air mata sang ustadz pun mengalir kian deras.
Masih lekat dalam ingatannya saat-saat terakhir sang Abi hendak dijemput oleh malaikat maut.
Abi terbaring lemah di atas brankar di ruang ICU. Dia menggenggam erat jemari Rakha.
*
"Abi percayakan kasus Rheyna padamu, Rakha. Kamu harus bisa menemukan Rheyna dan membawa Rheyna kembali pulang. Jaga Rheyna... Jaga Rheyna... Sampaikan permohonan maaf Abi pada Rheyna. Abi takut tidak bisa mempertanggung jawabkan kesalahan Abi pada Rheyna dihadapan Allah, jika Rheyna tidak memaafkan Abi..."
*
Itulah sepenggal kalimat terakhir Abi sebelum beliau meninggal dunia.
Jika sudah mengingat semua itu, Rakha hanya bisa menangis, menangis dan menangis.
Rania meraih tubuh suaminya ke dalam pelukan. Mengusap punggung Rakha supaya suaminya itu bisa lebih tenang.
"Mas jangan berputus asa dulu. Polisi masih terus berusaha, kita harus mengiringinya dengan doa. InsyaAllah, doa yang kita kirim bisa memudahkan Rheyna di mana pun dia berada. Rheyna itu gadis yang kuat, dia pasti akan baik-baik saja, Mas," ucap Rania.
"Mungkin, ini yang dulu Abi rasakan di saat dirinya terus berjuang untuk mencari keberadaan Rheyna begitu Abi tahu kalau sepasang suami istri yang sudah mengadopsi Rheyna ternyata berprofesi sebagai mucikari. Disisa hidupnya, Abi tak mengenal kata lelah untuk bisa membawa Rheyna kembali. Dia sangat terpukul dan merasa bersalah atas kebodohannya telah melepas Rheyna pada orang yang salah. Hingga akhirnya Abi meninggal..." Rakha mengulang kembali apa yang dia ketahui tentang alasan meninggalnya sang Abi. Sosok Ayah yang begitu dia hormati. Sosok panutan Rakha selama ini.
"Abi di sana pasti mengerti, Mas..." ucap Rania yang masih terus mengusap punggung suaminya.
Rakha membalas pelukan Rania. Mendekapnya dengan sangat erat.
Di saat-saat seperti ini, Rakha tahu dirinya membutuhkan sandaran. Dia tak akan mampu melalui ini semua seorang diri.
Seperti halnya Abi yang dulu seringkali menangis di pelukan Ummi setiap kali lelaki paruh baya itu teringat pada Rheyna.
Rheyna adalah salah satu anak yatim piatu yang dibesarkan di panti asuhan Al-Amir yang didirikan oleh Ustadz Amir Syarifudin yang merupakan ayahanda Rakha.
Hubungan antara Rakha dengan Rheyna cukup dekat karena Rheyna merupakan satu-satunya anak yatim piatu perempuan paling besar di panti asuhan itu.
Rheyna adalah seorang gadis remaja yang periang, manis dan cerewet. Dia menjadi panutan bagi adik-adiknya di panti asuhan.
Rheyna itu pintar mengaji. Bacaan tartilnya sangat fasih. Terlebih setoran hafalan Qur'annya selalu tepat waktu.
*
"Rheyna udah hafal surat Maryam, Ustadz," beritahu seorang gadis remaja pada Rakha yang sore itu datang ke yayasan untuk mengajarkan anak-anak yayasan mengaji.
"Alhamdulillah, masyaAllah tabarakallah, ya Rheyna," balas Rakha sumringah. "Nanti setelah hafalan sama Ustadz, Rheyna bantu Ustadz untuk mengecek hafalan surat pendek adik-adik Rheyna ya?"
Rheyna mengangguk patuh dan langsung membaca hafalan surat Maryam yang dia sebut-sebut tadi.
Rakha mendengarkannya dengan penuh ketakjuban.
*
Rakha masih terus menangis di pelukan sang istri.
Sekelebat ingatan yang hadir tentang Rheyna membuat dadanya kian sesak.
Rakha sendiri sempat syok saat berita mengenai sepasang suami istri yang telah mengadopsi Rheyna tiba-tiba mencuat di berita kriminal. Mereka yang ternyata buronan dan berprofesi sebagai mucikari.
Rakha benar-benar tak bisa membayangkan jika seandainya apa yang menjadi kekhawatiran seluruh keluarganya terbukti, yakni mengenai nasib Rheyna yang harus bergelut dengan dunia hitam pelacuran selama lima tahun belakangan ini.
Harapan Rakha saat ini, di mana pun Rheyna berada, Allah pasti akan selalu menjaganya. Takdir Allah itu yang terbaik.
Seberat apa pun kehidupan yang telah Rheyna lewati selama lima tahun terakhir ini, niscaya akan berbuah manis pada saatnya nanti.
Aamiin...
Semoga Allah selalu melindungimu, Rheyna...
Seperti orang linglung, Sammy melangkah gontai menuju flatnya.Dia ingin beristirahat setelah seharian tadi berada di rumah sakit bersama lelaki tua yang dia selamatkan kemarin.Sammy cukup kagum melihat stamina si 'Kakek' begitulah panggilan sementara Sammy pada lelaki tua itu karena dia memang tidak mengetahui siapa nama asli sang Kakek. Di usianya yang hampir mendekati kepala delapan, si Kakek masih bisa bertahan saat lima butir peluru bersarang di dalam tubuhnya secara bersamaan. Terlebih saat si Kakek sudah kehilangan banyak darah.Dokter di rumah sakit bilang ini mukzijat karena tak banyak lansia yang bisa bertahan dalam keadaan gawat darurat seperti itu. Yang pasti, apapun itu, Tuhan memang belum menghendaki si Kakek mati.&nb
Masa setelah prolog...Seorang gadis tampak bersembunyi dari kejaran lelaki asing yang memukuli preman-preman gadungan yang memperkosanya di jalanan tadi.Gadis itu merapikan pakaiannya. Membekap mulutnya agar lelaki yang kini berteriak memanggil namanya itu tidak mengetahui keberadaannya.Cukup lama dia bersembunyi hingga akhirnya si lelaki tadi menghilang dari sekitar lokasi persembunyiannya.Dengan pakaian compang-camping Gadis bernama Rheyna itu keluar dari tempat persembunyiannya dan kembali berlari.Meski, dirinya tak tahu kemana lagi kini dia harus pergi.
"Namamu siapa?" tanya Rheyna tiba-tiba di tengah perjalanan.Lelaki itu menghentikan langkahnya dan berbalik."Namaku Sammy. Kamu bisa panggil aku, Sam,"Dan Rheyna pun tersenyum.Seandainya saja dia tahu lebih awal kalau si lelaki bertopeng itu adalah orang Indonesia, Rheyna tidak akan kabur waktu itu.Angin yang berhembus menerpa tubuh Rheyna membuat gadis itu semakin kedinginan. Rheyna menghentikan langkahnya karena merasakan sebagian tubuhnya hampir membeku. Tubuhnya yang sudah seratus pe
Iklim di Las Vegas sebagian besar kering dan gersang, dengan musim panas yang terik dan musim dingin yang tidak terlalu ekstrim. Kota ini menerima sangat sedikit curah hujan dan biasanya berlangsung cepat.Sejak Sammy menginjakkan kakinya di Las Vegas dua tahun yang lalu, hujan yang turun bisa terhitung jari.Termasuk gerimis malam tadi.Itu hujan ke sepuluh yang terjadi di Las Vegas selama Sammy tinggal di kota dosa itu. Selebihnya hanya salju yang turun itupun tidak pernah berlangsung lama.Harusnya intensitas terjadinya hipotermia pada seseorang di Las Vegas itu kecil kecuali orang itu memang pernah mengalami hal semacam itu sebelumnya.
Malam itu Sammy mengajak Rheyna keluar. Dengan pakaian milik Sammy yang kebesaran, Rheyna tampak seperti badut. Hoodie milik Sammy lebih pantas dikatakan sebagai daster ditubuhnya yang mungil. Melihat hal tersebut Sammy ingin tertawa tapi dia tahan karena gengsi. Bahkan hanya untuk tersenyum saja Sammy harus bermain petak umpat dulu. "Pakai ini," Sammy menyodorkan sebuah masker wajah dan topi kepada Rheyna. Saat Rheyna sudah memakai ke dua benda itu tatapan Sammy terus mengawasinya membuat Rheyna gugup. "Kenapa? Ada yang aneh?" tanya Rheyna yang tak nyaman diperhatikan Sammy begitu.
Malam itu Sammy dan Rheyna sepakat untuk tidak lagi menggunakan uang yang dibawa oleh Sammy.Setelah berkeliling mencari pekerjaan paruh waktu tapi tak juga mendapatkannya, akhirnya Rheyna memiliki ide.Bermodal gitar hasil pinjaman, Rheyna mengajak Sammy mengamen. Mereka mengamen di beberapa titik pusat kota yang ramai dikunjungi masyarakat setempat yang kemungkinan aman dari jangkauan Mami Grace. Sammy perlu mewaspadai segala hal terburuk yang bisa saja terjadi sewaktu-waktu.I'd climb every mountain...And swim every ocean...Just to be with you...
Keesokan harinya, ketika Rheyna terbangun dari tidur, Sammy sudah tidak ada di sofa ruang tamu.Awalnya Rheyna berpikir Sammy pasti sengaja menghindarinya karena masih tersinggung atas ucapan Rheyna semalam.Saat Rheyna beranjak ke dapur, dia mendapati menu sarapan sudah terhidang di atas meja serta sebuah pesan singkat yang Sammy tulis di potongan kertas.Aku pergi dulu, ada urusan dengan teman. Mungkin sore aku pulang.SammyRheyna tersenyum.Dia merasa lega. Ternyata Sammy tidak marah dan Rheyna sangat bersyukur akan hal itu.
Hari ini Sammy pergi pagi-pagi sekali.Dia berencana untuk menjenguk Kakek di rumah sakit, lalu bertemu dengan Ricky untuk membicarakan masalah yang kemarin belum sempat Sammy bicarakan dengan Ricky karena dia masih dilema.Tapi hari ini, Sammy yakin untuk mengutarakan niatnya itu, dia tidak akan menundanya lagi.Kata dokter di rumah sakit, keadaan Kakek sudah jauh lebih baik dan Sammy lega mendengar hal itu.Sepulangnya dari rumah sakit, Sammy dan Ricky bertemu di stasiun kereta bawah tanah.Sammy memberikan tas mini berisi barang-barang berharga milik Rheyna pada Ricky."Setelah aku cek ulang, ternyata di dalam tas itu ada dua kartu tanda pengenal. Dua-duanya memakai foto Rheyna dengan penampilan berbeda, yang satu asli dan yang satu kartu identitas palsu. Paspor dan Visanya juga sama beridentitas palsu. Itu artinya identitas asli Rheyna di Amerika mem