"Re?" sapa Elang pelan.
Rere kini sudah sudah duduk manis di samping Elang. Namun, Elang belum juga menghidupkan mesin mobilnya.
"Regina Sapphire!" panggil Elang untuk yang kedua kalinya.
Rere yang asyik dengan ponselnya hanya berdehem dan melirik sekilas Elang.
"Sibuk ya?" tanya Elang sedikit kesal.
"Iya, bentar ya yang..." ucap Rere tanpa memandang Elang.
Elang mendengus kasar. Bahkan, Rere pun tidak menanyakan keadaanya.
"Re.." panggil Elang lagi.
"Apa sih yang? Ayo jalan!" ajak Rere tidak sabar.
Elang mengamati penampilan Rere.
"Kamu yakin mau pake baju kaya gini?"
Kaos putih lengan pendek yang pas dengan lekuk tubuhnya. Rok levis mini diatas lutut menjadi bawahannya.
Rere meneliti penampilannya. Tidak ada yang salah dengan penampilannya. Namun, Rere tetap ber
Elang menikmati sentuhan hangatnya sinar mentari yang menyorot wajahnya. Tubuhnya yang hanya dibalut celana boxer gambar bendera USA kesayangannya menampilkan perutnya yang dihiasi luka bakar.Elang membuka jendela tanpa tertutup tirai satu persatu. Sang penghuni kamar sepertinya lupa tidak menutup tirai yang seharusnya terpasang sejak tadi malam.Elang bergidik ngeri membayangkan hal-hal horror yang kemungkinan terjadi ditengah malam tanpa penutup jendela.Kalo gue mah parno, malem-malem ada yang ngintip dijendela, hiiihh.Elang tidak sedang berada dikamarnya. Namun, dikamar Maya. Niat Elang ingin mengecek keberadaan Maya. Apakah Maya ada dikamarnya atau diam-diam kabur? Elang sedikit curiga karena Maya tidak membangunkannya pagi ini.Elang termenung dengan sedikit penyesalan. Menyesal karena baru tahu kalau di kamar bawah lebih menawan. Semburat cahaya matahari menelusu
Hari sudah sore. Maya masih asyik berkutat dengan alat-alat dapur. Rambut panjang dicepolnya asal-asalan. Sehingga sebagian rambut keluar dari ikatannya. Poninya basah menempel dikeningnya karena berkeringat.Daster yang digunakan Maya sudah tidak beraturan lagi. Baju bagian pundaknya miring ke sebelah kiri. Membuat tali surga maroonnya tercetak jelas dipundaknya. Karena, saking longgarnya daster Maya.Maya mencicipi sup jagung yang ia buat."Emmm...""Yummy..."Maya bergumam sendiri. Sup jagung yang ia buat sudah terasa pas dilidahnya. Tidak ada kekurangan."Emmm.. cuma kurang kasih sayang. Haha" Maya tertawa sendiri sambil mengaduk sup jagungnya."Tinggal goreng telor" gumam Maya sambil menuangkan sup jagung ke dalam mangkuk.Maya menyiapkan wajan kecil kemudian membuat adonan telor dadar. Maya mengiris sosis untuk dita
"Ron, nanti malem elo bantuin Nadia" titah Elang."Loh, kok gue?" Roney tidak terima.Roney menghabiskan minuman kalengnya dan membuangnya sembarang."Roney!! Buang sampah sembarangan lu ye!" teriak Bu kantin memarahi Roney.Suara kaleng yang Roney lempar terdengar nyaring sampai ke telinga Bu Fani. Kebiasaan Roney memang, Bu Fani sampai hafal diluar kepala. Kalau ada suara kaleng yang jatuh pasti Roney pelakunya."Kaga Bu, Elang ngagetin noh. Jadi jatoh deh" sahut Roney sambil memungut kaleng yang tadi ia buang."Alesan mulu. Lagian elu berdua, ngapain sore begini belom pada pulang?" tanya Bu Fani."Tiga ratus enam delapan..." Bu Fani sedang menghitung uang hasil jualannya. Sesekali membasahi jarinya agar mudah menghitungnya."Nenenin ibu dong" jawab Roney disertai cengiran.Bu Fani menghentikan hitungannya. Telinga
Elang👦: temenin gueMaya memukul springbed dengan tangannya. Merasa terganggu dengan notifikasi pop up whatsappnya yang membuat film berhenti sejenak."Arrghhh...""Ganggu aja" gumam Maya kesal.Maya mengabaikannya. Ia putar kembali film Ghajini yang baru beberapa menit ia tonton.Posisi tengkurap dengan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya. Maya seperti berada di bioskop milik sendiri. Tanpa popcorn atau pacar tidak masalah bagi Maya.Sendiri lebih menghayati."Keren banget gila..." gumam Maya mengagumi.Sosok Aamir Khan yang menjadi main role dalam film tersebut membuat Maya tidak berhenti berdecak kagum.Rambut Aamir Khan yang dicukur habis. Ditambah ototnya yang bisep. Menurut Maya sangat berkharisma wala
"Maya!! Kenapa elo gak bangunin gue?!" teriak Elang sambil menuruni tangga.Maya yang sedang memberi makan si Dory di ruang tamu, tidak mengindahkan teriakan Elang. Maya tidak peduli.Si Dory didalam akuarium beserta satu kawannya ataupun istrinya yang Maya tidak tahu jenis kelaminnya, membuka mulutnya lebar-lebar menerima umpan pakan dari Maya. Sangat menarik bagi Maya."Biasanya juga berangkat jam 10" omel Maya saat Elang sudah duduk disofa untuk memasang tali sepatunya yang sudah dicuci Maya."Gue mau jalan dulu sama pacar gue" balas Elang.Tangannya bergerak cepat memasangkan tali sepatu yang sebelah kiri. Elang sangat tergesa-gesa sehingga tali sepatu yang ia pasangkan panjang sebelah."Bantuin gue May!" teriak Elang."Sialan! Lagi buru-buru juga" kesal Elang sambil membenarkan tali sepatunya.Maya meletakkan pakan ikan yang ber
Elang menyandarkan punggungnya di mobil mewah miliknya. Elang sedang menunggu seseorang. Setelah mengantarkan Roney ke sekolah, Elang langsung pergi lagi tanpa menginjakkan kaki ke sekolah. Elang putar balik untuk menjemput Rere.Kemauan Rere selalu dituruti Elang. Seperti sekarang, Elang rela menjemput Rere di hotel mewah Arrabella. Padahal, dari sekolahnya menempuh waktu sekitar satu jam ditambah macetnya.Elang melirik arlojinya. Hari sudah akan hampir habis setengahnya. Dari cahaya matahari pun sangat terasa sedikit menyengat.Sedikit kesal menunggu Rere yang tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Elang melepas kacamatanya. Matanya menyipit untuk melihat wanita yang keluar dari arah pintu hotel. Apakah itu wanitanya atau bukan.Sudah banyak segerombolan wanita dan ibu-ibu sosialita yang lewat sambil mencuri pandang pada Elang. Bahkan, ada yang menampakkan wajah bingung sambil terus memandangi Elang.
Keringat Maya mengucur dari dahi hingga ke lehernya. Jantungnya berdegup ketakutan. Maya berjalan mundur saat kasir yang dulu menggoda Maya terus melangkahkan kakinya mendekati Maya.Pria itu tidak berhenti menjilat bibirnya dengan sensual. Tangan kanannya menyugar rambutnya yang basah terkena air hujan. Matanya menyorot nakal memandangi dada Maya yang tercetak karena bajunya yang basah. Namun, Maya tidak menyadarinya."Gue Doni, masih inget gue kan?" tanya pria itu menyeringai.Maya menelan ludahnya. Doni terus mendekat dengan senyum sinis yang terus terulas.Maya bukannya tidak berani melawan. Hanya saja, tenaganya sudah habis sejak tadi. Saat Maya mengetahui bahwa laki-laki yang membawanya pergi adalah kasir Alfaapril dekat kontrakannya, Maya berusaha berontak dan berteriak.Namun, usaha Maya sia-sia. Rumah kosong diperumahan elite, tentu saja minim orang-orang yang berkeliaran dirumah.
"Gimana ceritanya?" tanya Elang pada Maya.Maya hanya melirik dan semakin mengeratkan pelukannya. Hari semakin sore. Rinai hujan masih menetesi bumi. Membuat Maya semakin nyaman sekaligus tenang dalam dekapan Elang."Kok elo jadi pendiem gini?" lanjut Elang bertanya pada Maya."Masih syok Elang" jawab Maya parau. Walaupun dalam hatinya kesal dengan pertanyaan Elang."Gak usah kenceng-kenceng meluknya" komentar Elang saat Maya mendusel-dusel nyaman didadanya.Maya tidak menjawab lagi. Setelah Maya lolos dari aksi penculikan Doni, Maya tidak berfikir kepada siapapun lagi kecuali Elang. Ia langsung menelpon Elang dengan sisa baterai yang hampir habis.Bibirnya masih bergetar setelah menjelaskan semua kesalahpahaman Doni. Maya tidak pernah menyangka bahwa Doni menyukainya sejak masih kecil. Maya yang tidak pernah bermain dengan Doni, ternyata diam-diam Doni selalu memper
Lelaki berperawakan tinggi, atletis dan berambut cepak tengah berlari mencari tempat berteduh. Hujan tidak terlalu lebat, namun cukup membasahi kaos oblongnya.Setelah berada didepan toko roti, pria itu mengibas-ngibaskan tangannya karena terkena tetesan hujan. Lumayan dingin karena tidak memakai jaket."Oon Lang Lang!" umpatnya pada dirinya sendiri."Gue kan pake mobil, ngapain gue turun buat neduh"Elang mendesah kesal merutuki kebodohannya. Namun, sepertinya tidak sia-sia Elang melipir mencari tempat teduh. Kebetulan perutnya juga sangat lapar. Jadi Elang memutuskan untuk makan dulu sebelum menjemput Rere disalon.Akhirnya Elang pun memasuki kedai makanan khas Jepang. Karena hanya itu yang ada didepan mata Elang. Ia malas muter-muter mencari makanan lain. Takut keburu lemas cacing-cacing diperutnya.Setelah masuk kedalam resto, ia langsung memesan beberapa menu."Mas, soba satu. Aoijiru sama air mineralnya satu" pesan Elang pada pelayan resto tersebut."Ada lagi mas?"Elang menggel
"Lo niat kerja apa ngga si nyet?" tegur Elang pada Roney.Sedangkan Roney sedang asyik bersama ponsel ditelinganya. Entah apa yang Roney bicarakan, tapi sesekali Roney tertawa disela pembicaraannya."Oke, siap! Bisa diatur Don. Time and place lo yang atur deh" ucap Roney tanpa mempedulikan Elang.Elang melengos jengah. Kemudian berjalan cepat diremang-remangnya malam. Elang menyusuri bangunan yang sedang dalam tahap pembangunan.Terjun langsung ke lapangan di malam hari memang tidak efektif.Sulit.Tapi apadaya Elang yang berstatus pelajar hanya bisa menggunakan sisa waktunya yang sudah gelap. Namun, disela kegiatan sekolah, Elang tetap terhubung dengan bawahannya yang sedang dilapangan agar tidak ada yang teledor pada saat pengerjaan.Bau rokok menggelitik Indra penciuman Elang. Untung saja bukan rokok lintingan yang bercampur menyan. Bau-baunya sudah lama tidak Elang hirup namun tidak asing di hidungnya."Kumat lagi Lo?" tanya Elang pada orang yang kini sedang menghisap rokoknya.Ro
Maya sangat mengeluhkan kenapa di dunia ini ada hari Senin? Hari Senin terlalu zombie baginya. Bahkan malam Jumat kliwon pun kalah dengan yang namanya hari Senin.Seperti Senin sore kali ini."Jagain adek gue ya, May!" titah Roney dari balik kemudinya.Maya tidak menjawab. Hanya menyuguhkan wajah yang tertekuk berlipat-lipat. Roney terkekeh saat melihat Maya yang manyun sambil melihat jalanan."Nyampe kontrakan lo setrika tuh muka lo. Kusut amat" ucap Roney sambil tertawa.Maya tidak menjawab lagi.Roney kemudian terdiam karena hanya dirinya yang tertawa,"Euh, gak lucu ya?" ucap Roney kikuk.Maya tidak keberatan kalau saja hubungan antara dirinya dan adik Roney dalam kondisi baik. Maya masih menyimpan sedikit kesal dengan Melan yang cantik dan tidak sopan itu. Setelah kejadian salahpaham di rumah Elang dulu tentunya.Padahal sudah sangat lama. Tapi, Maya masih sulit berdamai."Dari tadi lo belom ada ngomong loh May. Gak gatel tu mulut dari tadi ham hem ham hem doang kek Nissa Sabyan?"
"Emhhh.."Tubuh Elang yang menggiurkan menggeliat di sela tidurnya. Tidak lama kemudian ia menguap dan perlahan membuka matanya yang terasa berat.Cahaya matahari yang begitu hangat menelisik masuk melalui jendela yang tertutup tirai putih. Rupanya hari sudah pagi. Ah, ataukah sudah siang?Elang tidak tahu."Pagi sayang" sapa seorang wanita dengan suara serak.Mata Elang menyipit mengadaptasikan dengan cahaya yang memenuhi ruangan bernuansa putih itu. Agar terlihat jelas siapa kini wanita yang ada disampingnya.Wanita cantik dengan badan yang tertutupi selimut tebal. Pundaknya yang putih terlihat menggoda dengan hiasan rambut yang jatuh terurai.Elang terpana sebentar. Lalu akhirnya...Sadar.Elang tidak memakai celana kolor. Ia coba raba-raba sekali lagi memastikan memang tidak ada sehelai kainpun yang menempel diselangkangannya."Sial!"Elang memejamkan matanya sambil mengepal tanda menyesal."Re, pake baju kamu!" Ucap Elang tegas.Raut wajah Rere pucat pasi. Tidak menyangka sambuta
Tangan Elang yang terkepal ia pukul-pukulkan ke pahanya. Hatinya terasa panas. Nafasnya pun memburu. Apa yang tadi ia lihat sungguh diluar dugaan. Elang tidak rela Maya berpenampilan seperti itu. Elang juga tidak suka ketika Maya bermanja pada orang lain.Semua tentang Maya, Elang tidak suka."Ck... Sebenci ini gue sama dia" batin Elang.Elang masih tidak mengerti ini perasaan apa. Seperti benci namun tidak berkepanjangan. Elang benci hanya pada saat tertentu saja. Selebihnya...Nyaman."Door!!"Seorang wanita cantik menepuk pundak Elang lumayan keras dengan suara yang nyaring. Wanita itu kemudian memeluk leher Elang dan mencium pipi Elang dengan gemas."Kaget gak yang?" tanya Rere disertai tawa renyah."Jantung aku kaya mau turun ke usus tau Rere.." jujur Elang sambil berusaha melepaskan pelukan Rere."Haha... Lagian ngelamun aja si. Ngelamunin aku yah yang?" Rere mencium pipi Elang lagi.Elang mulai risih,"Udah ya Re. Malu diliat orang-orang" tegur Elang dengan lembut.Elang tidak b
"Apa jangan-jangan lo udah dimasukin sama dia Tan?"Maya melotot kaget,"Ngawur lo setan!"Jantung Maya hampir copot saat ditembak pertanyaan seperti itu. Bukan "udah" tapi "hampir". Setelah pengakuan malam itu...Maya dan Elang saling menikmati manisnya bibir-bibir mereka yang polos.Mereka awam dan belum pernah melakukan deep kissing.Sayang sekali.Maya menggeleng-gelengkan kepalanya berharap momen itu tersapu dari otaknya.Ngeri-ngeri sedepNgeri hamilNgeri ngeliat badan bugil laki-lakiMaya begidig sendiri membayangkannya."Lah kok mukanya merah?" skak Toro dengan tawa renyah."Ahhh.. udah sih ini mah anjir. Si Elang beruntung banget bangke" Toro tertawa lagi.Plak!"Apaan si Tor!" Maya memukul lengan Toro."Gue ga pernah anu sama Elang ya. So tau aja lo!" Maya kemudian mencubit lengan Toro karena merasa tidak puas kalau hanya memukulnya saja."Aaaa... deuh deuhh deuh! Sakit woy!""Ngapain kalian nyebut-nyebut pacar gue?"Toro dan Maya menoleh dengan terkejut. Rere sudah ada disa
"Eh, boss! Ketemu di sini" Toro terkekeh melihat Elang yang sedang duduk santai di depan bar Cambria. Tepatnya sebuah cafe berornamen ala Eropa yang sangat ramai pembeli. Elang menggerling sedetik. Kemudian fokus kembali ke ponselnya,"Musibah gue ketemu lo" tutur Elang.Tanpa beban Toro ikut duduk diseberang meja yang Elang duduki."Sensi amat boy. PMS lo ya?""Gak usah sok akrab gitu. Jijik gue""Yaudah, mari kenalan. Biar makin sayang" Toro tersenyum sambil menyodorkan tangannya."Najis!"Toro menarik kembali tangannya sambil terkekeh,"Gue Riantoro. Satu angkatan sama elo""Gak nanya!""Ya Tuhan. Jutek amat" Elang diam."Nunggu siapa lo?" tanya Toro dengan ramah."Bukan urusan lo"Toro mengetuk-ngetukkan jarinya di meja. Kemudian berdehem,"Gue mau ketemu my baby Maya nih"Elang mendelik sesaat dan bertingkah seolah tak peduli."Bodoamat!""Gak cemburu?""Gak!""Oh!"Toro kemudian ikut memainkan ponsel yang menganggur di dalam sakunya. Toro melirik sekilas Elang lagi sebelum menata
Maya tidak bisa memejamkan matanya sejak kejadian memeluk Elang. Bibirnya tidak berhenti tersenyum malu. Untung saja kini dia berada di dalam kamar yang dulu ia tempati. Jikalau tidak, entahlah seperti apa bentuk muka Maya saat ini. Bak tomat busuk mungkin.Ada rasa hangat yang berbeda. Bukan berasal dari teh panas yang baru saja diseduh. Ini sejenis hangat yang mampu membuncahkan rasa bahagia yang tidak Maya kira. Lebih dari yang Maya harapkan.Luar biasa."Gila sih! Gue cablak banget" gumam Maya pada langit-langit kamar.Untung saja Elang menganggap ungkapan Maya itu hanya candaan saja. Sehingga tidak membuat Maya merasa rendah sekali. Walaupun dalam hati Maya sedikit sedih karena Elang menganggapnya sedang mabuk komik gopek-an.Tringgg...Maya terperanjat."Siapa sih jam segini nelpon-nelpon segala. Kan gue udah close orderan" Maya mengumpat kesal karena dering ponselnya membuyarkan khayalannya.Maya kemudian mencebikkan bibirnya setelah melihat siapa yang menelponnya."Apa?" tanya
Untung saja Elang menggunakan kacamata minusnya. Sehingga dari jarak jauh pun Elang bisa melihat Melan yang sedang berdiri menghadapnya.Elang melambaikan tangannya agar Melan mengetahui keberadaan dirinya. Detik ini Elang sangat terburu-buru ingin mengejar Maya. Jadi Elang memutuskan untuk tidak menghampiri Melan.Dalam genggaman Elang terdapat kunci mobil yang siap ia luncurkan lewat lantai agar bisa tiba di hadapan Melan tanpa harus dilempar."Kunci" gumam Elang tanpa suara.Slurrr...Kunci mobil tersebut meluncur dengan sempurna.Setelah itu Elang kembali berbalik berlari dengan cepat. Elang harus bisa mengejar Maya. Dan Elang memastikan Maya akan segera pergi dari mall ini."Udah kek belut aja dia, licin bet susah dipegang" batin Elang seraya berlari.Elang berlari menuju toilet wanita yang mana tempat tersebut adalah temp