"Kalo gitu, mau aku beresin dulu.." seru Manda segera berjalan ke arah kekacauan.
Dengan satu helaan nafas tangannya mulai terulur untuk mengambil satu persatu benda yang tergeletak di atas lantai lalu meletakkannya kembali ke tempat yang tepat.
30 menit kemudian.
Seluruh ruangan terlihat rapi dan kembali bersih sama seperti sebelum kedatangan Thea. Seorang gadis tengah berbaring manja di atas ranjang sambil menikmati tontonan televisi sedangkan di sisi lain terlihat sosok yang telah menyelesaikan riasannya,
"Tara---udah siap!" Berbalik menghadap ke arah Manda demi menunjukkan hasil tangan,
"Coba lihat. Gimana menurutmu?" celetuk Thea perlahan melangkah semakin mendekatkan diri ke samping tempat tidur.
"Buset, jelek banget!" sontaknya menutup mulut yang sekilas menganga karena terkejut,
Dengan kedua manik membulat sempurna, gadis tadi mengamati setiap inci dari hasil karya polesan yang menempel di wajah Thea.
Begitu takjub melihat alis tebal seperti ulat bulu, dempulan bedak yang begitu menyimpang karena tidak sesuai dengan tone kulit, serta pemilihan warna pada eyeshadow, lipstik, serta pemerah pipi yang terkesan sangat mencolok.
Penampilan sempurna karena ditemani sebuah dress kuno bermotif bunga, juga sedikit tambahan pada rambut keriting yang dipakainya. Semua itu semakin menunjukkan karakter yang ingin Thea perankan,
"Wih. Aku seneng banget, berasa dapet pujian. Karena itu artinya---aku berhasil menyulap seorang dewi cantik, menjadi badut kampung! Iya kan?" tegas Thea antusias,
Tak henti menerbitkan senyum lebar karena perasaan senang yang berbunga dalam hati setelah melihat hasil usahanya. Gadis itu berbalik dan kembali berdiri ke hadapan cermin sambil berlenggak lenggok, sekali lagi menilai penampilan yang melekat pada tubuhnya.
"Halo. Saya Thea," merendahkan suara sambil berlatih dengan logat berbeda.
"Iyuh jijik, aku sampe merinding! Sumpah--jelek banget suaranya.." gerutu Manda meraih bantal empuk demi menutupi kedua telinga,
"Kamu niat banget jadi cewek jelek,"
"Iya dong. Harus gitu! Kita lihat bagaimana ekspresi pria itu, kalo tau calon pasangannya seorang cewek jelek. Hahaha! Aku pasti berhasil menggagalkan perjodohan ini," seru Thea tertawa renyah.
DRT..
DRT..DRT..Terbit sebuah dering ponsel yang membuat gadis itu terdiam, reflek melirik benda tipis di atas meja rias. Segera diraihnya lalu mendapati sebuah notif panggilan masuk pada layar yang berasal dari salah satu nama dalam kontak.
"Huft--baru aja selesai make up! Pasti nenek mau ngingetin biar ga terlambat datang.." cicit Thea menghela nafas, segera mengusap layar demi menerima panggilan.
"Halo Nek?"
"Halo Thea! kamu ga lupa kan?" bentak suara wanita dibalik telepon,
"Iya! Thea ga lupa kok. Ini udah siap siap, habis ini mau berangkat.." sahutnya merendahkan suara,
"Yaudah, cepet! Awas kalo terlambat." tegas Barsha sebelum menutup telepon,
"Hhh, dasar cerewet!" protesnya mendengus kesal,
"Siapa---Nenek?" Mengangkat alis sambil memasang raut penasaran,
"Ya, siapa lagi kalo bukan Nenek. Yaudah, aku berangkat dulu ya?" celetuk Thea segera menoleh demi meraih tas gantung miliknya,
"Mau di anterin ke bawah?" tawar Manda hendak melangkah turun dari ranjang,
"Enggak usah, aku bisa sendiri." tolaknya singkat.
"Oh oke! semoga berhasil. Jangan lupa kabarin ya!" Melambaikan tangan,
"Iya tenang aja, nanti langsung aku telpon!"
Tak lupa gadis itu membawa barang belanjaannya tadi sebelum melangkah keluar. Dengan sigap berjalan hingga memasuki lift untuk sampai ke area basement,
Terdengar satu dering bunyi dari salah satu kendaraan dalam barisan berkat jari yang baru saja menekan tombol pada kunci mobil. Segera Thea menempatkan diri lalu meletakkan semua kantong tadi ke kursi belakang,
Dipasangnya seat belt sebelum memulai perjalan yang akan membawa gadis itu ke sebuah gedung bertingkat.
"Ayo, kita bertempur!" tegas Thea menyeringai,
Dibutuhkan waktu sekitar 10 menit untuk sampai ke hotel Expa. Salah satu hotel bintang lima terkenal, dengan kemegahan serta kemewahan dalam penyajian makanan juga penyediaan fasilitas yang hanya bisa dirasakan oleh orang kelas atas.
"Niat banget sih. Masak cuma acara kek gini pake ketemu di hotel mewah! Mana dihias segala," gumam Thea baru saja melewati lorong,
Kedua sorot mata tengah sibuk menatap lilin juga kelopak bunga yang tersebar di beberapa tempat guna hiasan di sepanjang jalan,
Menuntun langkah Thea hingga memasuki ruangan penuh barisan meja dengan banyak pengunjung bersetelan semi formal. Begitu banyak senyum bertebaran di wajah pasangan lain,
"Huft. Untungnya ada banyak orang! Kirain bakal berdua doang," pikir Thea menghela nafas lega.
Berusaha berjalan dengan santai dengan raut tak acuh meski mendapat tatapan dari beberapa pengunjung. Segera dia menempati kursi yang terletak cukup dekat dari pintu keluar,
"Aduh. Gara gara dandan kayak gini, semua orang pada ngeliatin. Jangan sampe ada security datang buat ngusir aku. Dilihat dari manapun meski modelnya jelek, tapi ini barang mahal!" Bergumam dalam hati sambil mempertahankan sikap tenang,
Sekilas menatap layar ponsel yang menunjukkan bahwa dirinya berhasil sampai 5 menit lebih awal sebelum waktu pertemuan.
"Mana ya orangnya? Masa sih udah datang duluan," seru Thea perlahan menoleh demi menatap satu persatu pengunjung di tempat itu, namun hanya mendapati meja penuh pasangan.
"Tapi kayaknya yang lain pada bawa pacar. Kalo gitu dia belum datang!"
Tap…
Tap…
Tap…
Terdengar suara langkah kaki yang baru saja masuk ke dalam restoran hotel. Suasana hening dalam ruang membuat gadis itu begitu jelas mendengar langkah kaki tadi,
Reflek menoleh demi mencari asal suara hingga mendapati pria tua dengan setelan mahal tengah menoleh ke segala arah, memasang raut bingung seakan sedang mencari seseorang.
"Wih, hebat juga! udah tua masih bisa main ke tempat kek gini. Mana datang sendiri.."
"Dia lagi nyari siapa?" pikirnya mulai menoleh sekilas ikut mencari.
"Oh--atau mungkin, dia kesini sama cucunya.." Mengangkat bahu lalu kembali membenarkan posisi,
Namun tak lama kemudian, sorot mata itu kembali mencuri pandang saat kakek tadi menghalangi langkah salah satu pelayan pria yang berjalan melewatinya.
Sekali lagi karena jarak yang cukup dekat, Thea dapat dengan mudah mendengar percakapan mereka berdua.
"Saya mencari, gadis yang memakai baju kuning. Apakah kamu melihatnya?"
"Maaf Tuan. Saya belum melihat gadis dengan baju kuning,"
"Oh, yasudah terima kasih." sahutnya membiarkan pelayan tadi pergi,
Setelah percakapan singkat tadi, tanpa ragu pria itu mengeluarkan ponsel dari dalam saku dan terlihat tengah menghubungi seseorang.
Entah apa yang membuat pandangan mereka saling bertemu hingga membuat Thea segera mengalihkan muka. "His---gara gara, ga ada kerjaan. Aku malah nguping pembicaraan orang tua!" sontaknya menghentikan diri.
"Tapi kasihan, durhaka banget cucunya! Masak orang tua disuruh nunggu."
DRT..
DRT...DRT...Suara dering mengalihkan sorot mata gadis itu hingga mendapati panggilan lain, "Ngapain nenek nelpon lagi?" pikirnya menggeser ikon hijau pada layar ponsel.
"Halo nek?" sapa Thea lirih,
"Kamu ada dimana!" teriak wanita dibalik telepon.
Suara yang begitu nyaring berhasil memacu hormon adrenalin dalam tubuhnya untuk segera menjauhkan ponsel tadi dari telinga. Tentu saja Thea tidak ingin teriakan nenek merusak gendang telinganya,
"Apaan sih Nek? main teriak teriak aja. Kuping Thea sakit tau! Thea udah sampai kok. Ini lagi nunggu pria yang Nenek maksud,"
"Ga usah bohong. Kamu pasti belum datang!" tegur nenek dengan sangat yakin,
"Loh, gimana sih! Malah ga percaya. Ini Thea beneran udah ada di restoran hotel Expa,"
***Bersambung."Jangan bohong. Barusan nenek dapat telpon, dan katanya pria itu ga ngeliat kamu ada disana." seru nenek meninggikan suara, "Pria man.." "....." Gadis itu tertegun menghentikan ucapannya, sekilas mengingat salah satu kejadian yang terbesit dalam benak. "Saya mencari gadis baju kuning," "Hhh. Sial! Aku yakin tadi denger kalo pria tua itu bilang, nyari gadis baju kuning!" "Kebetulan nenek ngasih baju kuning polos. Terus dia barusan menelpon dan tiba tiba nenek nelpon aku--" "Arhg, tapi masa nenek nyariin jodoh tua kek gitu sih?! Aku ga salah lihat. Mukanya kek seumuran bahkan lebih tua dari nenek!" gerutu Thea dalam hati. "Ngga!! aku harus pergi sekarang," Berkat rasa panik gadis itu memilih untuk segera beranjak dari tempat duduk dan melangkah pergi, namun tidak sengaja menabrak salah satu karyawan. Membuat beberapa pesanan yang dibawa berserakan ke atas lantai, "Maaf…" ucap karyawan itu dengan kepala t
Sinar terang serta gambar penuh warna memenuhi layar, bunyi bising yang ditimbulkan berhasil memenuhi seluruh ruang. Kedua gadis itu terlihat begitu khidmat menatap acara show sembari menikmati makanan di piring masing masing, "The.." "Hm?" Mengangkat alis dengan raut penuh tanda tanya, "Terus, tadi nenekmu tahu kalau kau kabur?" "Enggak! nenek kira aku ga dateng, soalnya pria itu ga ngeliat gadis baju kuning." sahutnya santai memasukkan sesuap makanan ke dalam mulut, "Terus aku juga belum sempet bilang. Tiba tiba aku matiin telpon nenek, saking kagetnya." ucap Thea sambil menikmati rasa yang menjalar di setiap kunyahan, "Lah terus---sekarang gimana? Kalo nenek tanya, kamu bakal jawab apa?" "Ga tau, kayaknya aku ga mau pulang dulu. Aku numpang ya?" celetuk Thea memasang raut polos dengan sorot penuh harap, "Gampang. Tinggal aja selama yang kau mau, gratis kok!" "Hehe, makasih!" ujarnya tersenyum lebar, merasa le
Pukul 20.00 Di tempat yang sama, sofa panjang itu terisi dua gadis dengan kesibukan masing masing. Thea terlihat begitu antusias menatap iklan melalui layar televisi sedangkan Manda sedang sibuk mengokak atik benda dalam pangkuannya, "Oh ya. Kamu lulusan administrasi bisnis kan?" "He.em," gumam Thea mengangguk sambil mengunyah sisa snack yang ada di dalam mulut, "Kenapa emangnya?" "Mm, gimana kalo kamu kerja di kantor pamanku! Dia lagi butuh asisten pribadi." tawar Manda, "Asisten pribadi? Mm, emangnya harus lulusan administrasi bisnis?" "Ya enggak sih. Tapi setidaknya kamu ga terlalu sulit buat belajar jadi asisten pribadi." sahut Manda menjelaskan. "Bener juga sih. Kayaknya cocok, berapa gajinya?" Sedikit menaruh antusias pada harapan yang akan melepaskan sebagian beban hidup. "10 juta per bulan," "Lumayan--" angguk Thea menekuk bibir, "Lumayan jidatmu! Kalo di dunia kantor, gaji segitu u
"Huh, untung sama sama karyawan baru. Kalo ngga! Udah aku pukul pake ini," gerutu Thea dalam hati, mencengkram erat setumpuk dokumen serta map tadi lalu diletakkannya ke atas meja. "Cepat keluar! aku mau membuat kopi. Awas saja, kalo kamu belum pergi saat aku kembali!" seru Thea memberi tatapan sinis. Dengan cepat melangkah keluar lalu bergegas mencari ruangan yang bisa ia gunakan untuk membuat secangkir minuman serta menyiapkan sepiring kudapan sesuai anjuran Manda. Namun langkah Thea berhenti setelah berpapasan dengan karyawan wanita, segera menoleh dan menatap lekat nampan berisi hidangan di atasnya. "Tunggu, kau mau kemana?" Siapa sangka satu pertanyaab berhasil menghentikan langkah karyawan tadi, perlahan Thea melangkah mendekat dan menatap sekilas secangkir kopi hitam serta piring kecil berisi kue kering. "Siapa kau---kenapa menghentikanku? Apa kau tidak lihat kalau aku sedang menyiapkan ini semua untuk Pak Nathan," ketusnya te
"Keem.." "Cukup!" tegas Nathan menghentikan ocehan gadis itu, Sedikit merasa muak setelah mendengar jawaban tak sesuai harapan, dengan cepat tangannya beraluh membuka salah satu rak meja demi mengambil sebuah ipad. Segera disodorkan ke hadapan Thea, "Di dalam sini ada banyak file tentang rencana perjalanan, pertemuan dan beberapa catatan rapat tahun lalu." "Sekarang kamu siapkan kertas dan bolpoin, pilih 5 file lalu buat salinannya masing masing file 5 salinan." "T-tulis? semua yang tadi Bapak bilang, harus ditulis?" gumam Thea dengan raut terkejut, Setelah berkhayal mendapat beban tugas penuh hormat seperti pertunjukan dalam film, dia justru melaksanakan tugas remeh yang bahkan mampu dikerjakan oleh seorang bocah kecil. "Iya. Apa kamu tidak bisa menulis?" lugasnya dingin, "B-bisa!" "Lalu tunggu apalagi? Cepat kerjakan." "Saya ga bawa alat tulis." gumam Thea lirih sebelum menggigit bibir bawah,
"Sepertinya kemampuanmu sangat buruk. Saya kasih tambahan waktu, 3 jam harus selesai." ucap Nathan memalingkan muka,dan meraih berkas yang tadi gadis itu kerjakan. 3 jam kemudian. "Ehrg. Jariku sakit banget!" gerutu Thea, Berulang kali menjambak rambutnya untuk melupakan rasa sakit yang ia rasa. "Hhh, sampe mual lihat tulisan ini..Bosen woy, capek juga!" teriak gadis itu dalam hati, Tap. Ditaruhnya bolpoin tadi lalu Thea beranjak dari atas lantai,membawa buku itu dan disodorkan ke hadapan Nathan. "Ini Pak, sudah selesai.." Laki laki itu melirik sekilas ke arah tulisan yang ada di atas kertas. "Nanti malam latihan menulis, perbaiki gaya tulisannya. Ini terlalu jelek dan membuat sakit mata saya." ketus Nathan "Sial! mataku juga sakit.." celetuk Thea dalam hati, Mengepalkan kedua tangannya dengan erat,berusaha menahan emosi karena perkataan laki laki itu. "Ambil dan pelajari buku pedoman tul
"......" detiknya berlalu karena membisu, Thea terdiam sambil berulang kali membuka tutup telapak tangan kanan yang terasa nyeri. Seakan tengah berusaha memberi relaksasi bagi kelima jarinya, Ini pertama kali dia merasa begitu letih, mungkin wajar karena pengalaman pertama. Perlahan pandangannya beralih pada gadis yang masih setia memeluk selimut tebal, "Man. Ayo bangun! aku udah siap berangkat," ucap Thea mengeraskan suara. "Ng.." "Iya iya, ini aku bangun." gumam Manda perlahan membuka mata seraya menatap gadis di depannya dengan tatapan kosong. "Ayo!" seru Thea sekali lagi demi mempersi
"Menurutku dia bukan gadis kompeten. Aku yakin dia masuk kesini dengan cara licik!" timpal suara gadis lain yang tak lagi asing di telinga Thea. Suara nyaring yang kemarin berhadapan dan sosok yang berhasil dihindari pagi tadi, "Ini suara wanita yang kemarin bawain kopi!" "Berarti--mereka beneran lagi gosipin aku?" benak Thea menggigit bibir bawah, semakin mendekatkan telinga pada pembatas demi memperlancar tujuannya sekarang. Menguping bukanlah hal baik tentu semua orang tahu akan hal itu, namun bagaimana lagi? Mendengar sesuatu tentang diri sendiri bukanlah suatu kejahatan. Jadi Thea tak merasa menyesal meski harus melakukan hal secara diam-diam, "Licik--apa maksudmu?" tanya Mia mengerutkan alis,
"Srup---ah!" celetuk suara puas dari bibir ranum yang baru saja menikmati beberapa teguk minuman.Cap..Cap..Cap..Berulang kali mengecap demi mengingat rasa manis yang tersisa di langit-langit mulut, lengkung sempurna perlahan muncul saat melihat sosok dengan setelan hitam putih tengah berjalan menghampiri.Sepoi angin siap menerpa rambut legam terkuncir tinggi bak ekor kuda, terasa begitu sejuk saat kutikula tubuh serta leher jenjangnya tertiup udara."Kenapa kau berikan padaku?" ucap Thea menegur wanita yang sedang berdiri sambil menyodorkan sebuah kelapa. Begitu bingung padahal dirinya sendiri juga telah memangku s
Mendengar logat halus yang begitu menyejukkan telinga juga sentuhan intim yang terasa nyata, padahal kedua hal itu adalah impian yang tak mungkin didapat.Tapi siapa sangka setelah menjadi kenyataan semua ini justru menyakitkan hati Thea, kata bak pinangan tadi berubah setajam pedang yang menoreh luka.Sakit yang menggores batin mengundang linang air di pelupuk mata, "Apa, Bapak bilang--layani?""Iya, tapi kenapa kau menangis? Ini bukan waktunya bersedih," tanya Nathan penuh kelembutan, sedikit merasa cemas melihat satu bulir bening menetes menyusuri pelipis."Apa Bapak pikir saya hanyalah wanita penghibur! Apa Bapak tidak tahu kalau perintah itu hanya pantas diajukan pada seorang pelacur,""Apa maksudmu? Aku tidak bermaksud menyamakanmu dengan seorang pelacur," sanggah Nathan panik, sigap mengusap air mata yang mulai bercucuran.Segera Thea menepis tangan yang menurutnya hanya berbuat demi seuntai n
WARNING 21+ ________________________________ HARAP BIJAK DALAM MEMBACA ________________________________ Blush.. Begitu jelas terukir rona merah di kedua pipi Thea, wajah putihnya berubah bak kepiting rebus berkat perkataan penuh makna. "A-apa maksudnya, kenapa dia mengatakan hal itu? D-dan kenapa aku memikirkan hal kotor!" gumam Thea dalam hati menangkup kedua tangan ke dalam dada hingga memastikan seperti apa kondisi organ dibalik kerangka tubuhnya. Perlahan memberanikan diri melirik sosok yang terus berjalan dengan langkah normal, raut datar itu tetap terpasang hingga menaruh tanda tanya di benak Thea. Bibir yang hendak bergumam guna menanyakan maksud tak lagi melanjutkan niat setelah menyadari suara debaran yang berasal dari dada bidang yang kini tengah mendekapnya. Dengan keberanian yang tak seberapa telapak gadis itu terulur untuk menyentuh ambang kutikula Nathan,
Sigap gadis itu berdiri memandang Nathan yang siap menarik kaos hitam hingga memperlihatkan tubuh bagian atas. Mulai dari lekuk otot perut hingga kedua titik pada dada bidang, entah kenapa Thea belum menyadari jika kedua maniknya perlahan tersihir karena pemandangan tersebut. Bahu lebar itu terlihat begitu luas dari jarak dekat, kali ini Thea lebih lekat menatap setiap inci tubuh atletis seorang pria. "Itu ada 8," gumamnya tanpa sadar menganga tak mampu mengontrol ekspresi, Seketika berhasil mengundang tawa singkat di wajah Nathan, merasa senang melihat tingkah gadis yang terkesan menggemaskan. Perlahan menoleh demi melempar kaos ke sisi lain, "Apa kau menghitungnya?" sontak Nathan merendahkan suara sambil menerbitkan senyum licik, "Aa-tidak!" geleng Thea, baru menyadari apa yang telah dilakukan. Pasti wajahnya terlihat seperti orang bodoh saat tertegun hanya karena hal sepele, reflek Thea mengalihkan pandanga
"Huh! Apa dia bilang? Perutku penuh dengan lemak! Memangnya dia pernah melihat perutku--seenaknya saja menghina tanpa bukti." gerutu Thea mendengus kesal,Dengan hati yang terbakar amarah dia berdiri di depan cermin besar, meletakkan tumpukan kain ke atas penyangga kaca. Masih sigap memasang wajah muram karena terus teringat ucapan pria tadi,Sigap dilepasnya dress formal yang melekat demi segera mengenakan salah satu setelan lain. Entah kenapa sekilas muncul senyum cerah di wajah Thea,Tercipta satu tujuan jika dia harus bisa mematahkan hinaan tadi demi menjaga harga diri. Bahkan Thea mulai membayangkan ketika wajah angkuh itu terpesona dengan tubuh indahnya,Doeng!
Meski merasa terpaksa, gadis itu tetap melangkah maju hingga mendapati beberapa pelayan datang dengan meja dorong berisi berbagai macam hidangan.Seketika rasa kesal dalam hati Thea terganti dengan rasa lapar yang mengguncang penduduk di dalam perut. Lengkung bibir itu terukir sempurna seraya membuka jalan bagi pelayan untuk menyelesaikan tugasnya,"Taruh saja disitu. Aku akan menatanya sendiri," celetuk Thea begitu tak sabar mencicipi salah satu makanan yang sangat menggoda hingga membuatnya berulang kali menelan saliva.Beruntung dia masih bisa mempertahankan raut datar demi menjaga citra di hadapan mereka. Perlahan setiap pelayan berbaris dengan kepala tertunduk,"Karena malam masih panjang, apa setelah ini---Nyo
Aroma bunga lily yang masih melekat pada urai legam pria itu mampu membuat Thea mengernyit, sedikit bingung bagaimana bisa hidungnya dengan jelas menghirup wangi tersebut.Entah kenapa tanpa sadar dia terlelap sebelum menghabiskan setengah perjalanan, mungkin saja energi dalam tubuh Thea telah terisi penuh hingga menambah kepekaannya terhadap bau."Ng.." perlahan membuka mata, menemukan diri tengah bersandar pada jendela berukuran sedang.Seketika dia tersentak kaget karena menatap pemandangan awan yang begitu berbeda, sigap menoleh hingga menemukan sosok tinggi sedang duduk tepat di sampingnya. "Bapak! Kita ada dimana?""Pesawat," sahut Nathan datar tanpa menoleh,Mendengar kalimat tadi, tanpa ragu Thea menatap sekeliling yang hanya dipenuhi kursi kosong layar televisi juga perabotan modern yang tak mungkin ditemukan di dalam mobil."Perasaan aku tadi ada di dalam mobil.." gumam Thea mengerutkan alis, ber
"Hah?! K-kenapa!"Tentu saja gadis itu terkejut tak mampu berkutik mendengar saran aneh dari mulut Zen. Bukannya mendukung dan membiarkan Thea membantu karena pasti mengerti tentang emosi yang dirasakan, dia justru menggunakan ide aneh Nathan untuk mengusir mereka."Tu--" nyaris saja sebuah panggilan hormat muncul berkat batin yang terlalu antusias, beruntung dia sadar pada waktu yang tepat."Aku mohon, izinkan aku membantu..""Bukankah tadi sudah kujelaskan, bahwa kaulah target mereka. Liburan adalah cara yang tepat untuk kau bersembunyi,""Kau harus menghilang selama beberapa hari untuk mengecoh mereka. Dan Nathan akan menemanimu," beralih menatap sosok lain."Kau tidak boleh pergi kemanapun dan pastikan Thea selalu berada di sampingmu sampai keadaan aman----biarkan aku menjalankan rencana yang telah kami setujui," lugas Zen berhasil membujuk,Meski tidak tahu apapun tentang rencana yang dim
Karena gadis yang masih bersikeras mengajak Nathan ke suatu tempat, mau tidak mau setelah berganti pakaian mereka berdua pergi menaiki mobil yang dibawa oleh Romi.Kedatangan pria itu juga menyelesaikan kesalahpahaman yang beberapa saat lalu terjadi. "Thea, kenapa kau memintaku membawa baju? Padahal tadi, Pak Nathan sudah memakai baju baru."Seperti biasa dia menempati kursi depan agar tak mengganggu kenyamanan tuan muda. "Itu tadi, baju milik sepupuku..""Apa?!" sontak Romi terkejut mendengar kebenaran yang belum pernah terjadi,"Sudahlah lupakan saja. Itu telah berlalu! Jangan sampai ada yang kesal karena kita membicarakan hal tadi," bisik Thea berhasil menghentikan perbincangan,Menit berlalu kendaraan beroda empat itu telah melewati gerbang besar yang menuntun ke depan gedung megah familiar milik keluarga Adelard.Muncul helaan nafas panjang, dari seorang pria berjas coklat yang tengah melirik sekilas